Rabu, 10 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                edohaput

Ketigapuluhlima

Di Gudang tembakau Genjik bermalas - malasan. Tiduran sambil mulutnya melantunkan tembang. Sore belum tuntas habis, dan malam belum juga datang sempurna. Suara serangga disana - sini. Yang dari dalam tanah menyembul untuk memegarkan sayapnya dan menderik. Yang di pepohonan ramai berbunyi. Sebentar lagi malam memang segera tiba. Karena sinar matahari banyak terhalang oleh rimbunya pohon - pohon besar, maka sore sudah begitu gelap. Genjik menyalakan lampu minyak yang sengaja tidak dibuat menyala terang agar tidak menyilaukan mata. Badannya yang terasa penat karena seharian kerja, direbahkannya di tikar pandan yang digelar di lantai gudang. Sambil terus melantunkan tembang, Genjik sesekali mengisap rokok lintingan buatannya sendiri. Seperti biasanya jika malam telah menjelang Kemi datang ke Gudang untuk membawakan Genjik Minum dan makan malam. Gudang dengan rumah pak Lurah hanya dipisahkan oleh beberapa meter tanah kosong. Dan tanah kosong antara Gudang dengan rumah induk pak Lurah oleh Genjik ditanami pepaya yang diatur rapi. Genjik juga banyak menanam tanaman yang berbunga wangi. Tanaman yang diatur Genjik ini membuat sekitar rumah pak Lurah yang besar dan gagah menjadi asri. " Tembangmu merdu lho kang. Aku jadi kepingin terus mendengarnya." Kemi meletakkan segelas besar teh dan sepiring kimpul rebus. " Halah, tembang asal - asalan kok dibilang merdu Mi....Mi. Lho ini nasinya mana, Mi ?" Genjik menanggapi sapaan kemi. " Nasinya sebentar kang. Kan belum malam banget. Tu lagi tak buatkan sayur lodeh. Biar kang Genjik makannya lahap. " Tumi ikut duduk di tikar. " E .... Mi... kamu duduk - duduk disini saja. Ngobrol - ngobrol. Paling pak Lurah dan bu Lurah pulangnya dari kondangan kan malam nanti. Kamu pekerjaan dapurnya dah rampung kan, Mi ?" Genjik mengangkat gelas dan menyerutup minuman panas. " Dah rampung semua, kang. Tinggal nyiapkan nasi untuk kang Genjik." Jawab Tumi sambil membetulkan posisi duduknya. " Nasinya dipikir nanti saja. Kita ngobrol. Mumpung pak Lurah dan bu Lurah pergi. Kalau ada pak Lurah dan bu Lurah kita kan terus - terusan disuruh - suruh." Genjik menyomot sebongkah kimpul rebus dan memasukkannya ke mulut. " Lha iya je kang, kadang capek banget nuruti bu Lurah. Yang ini, yang itu, belum lagi minta dipijat. Capek, kang." Kemi seperti oreng berkeluh. " Makanya ini kesempatan. Kita bisa istirahat dan ngobrol." Mulut Genjik yang penuh kimpul rebus menjadikan kalimat yang diucapkannya tidak jelas. Kemi tersenyum melihat Genjik susah menelan kimpul. " Makanya kang makan itu pelan - pelan, masak kimpul sebesar itu masuk mulut semua." Kemi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa renyah. Genjik buru - buru mengangkat gelas dan mendorong kimpul yang masih dikerongkongan dengan air teh. Kemudian Genjik berdiri dan melepas kaos yang dikenakannya. " Lho kang, kok lepas kaos ?" Kemi melotot. " Ini bau keringat. Mau ganti. Nanti kamu dak kerasan kalau aku bau keringat." Genjik melepas kaos dan mengambil baju yang tergatung di dekatnya. Kemi melihat seluruh tubuh Genjik yang bertato. Kemi tidak tahu gambar apa saja yang menghiasi tubuh Genjik. Sekilas Kemi bisa melihat gambar naga, gambar macam, dan lain - lain. Sebelum Kemi bisa melihat gambar - gambar yang lain keburu Genjik kembali menutupi tubuhnya dengan baju. " Wah tubuh kang Genjik ini kekar banget lho, kang." Tiba - tiba kalimat ini meluncur dari mulut Kemi. " Ah apa iya, Mi ?" Genjik pura - pura menolak kalimat Kemi. " Bener kang, Tubuh kang Genjik ini kekar banget. Kang Genjik ini sakti lagi. Empat orang yang suka nyuri ternak saja bisa dilumpuhkan kang Genjik. Kalau kang Genjik tidak sakti mana bisa mengalahkan empat orang sekaligus." Kemi memuji - muji Genjik. Yang dipuji - puji tersipu juga. " Ya ini berkat Nyi Ramang, Mi." Genjik sedikit memberi membuka rahasia. " Lho kok berkat Nyi Ramang, kang ?" Kemi penasaran. " Gini lho, Mi. Dulu sewaktu aku mau berangkat mencari kerja ke kota, aku sowan ke Nyi Ramang. Yang pertama aku mau minta nasehat dan petunjuk, yang kedua agar aku diberi kekuatan batin." Genjik mulai bercerita. " Terus gimana, kang ?" Kemi tambah penasaran dan duduknya bergeser mendekat ke tubuh Genjik agar bisa jelas mendengar cerita Genjik. " Ya aku diberi banyak nasehat sama Nyi Ramang. Nasehat yang aku masih terus terngiang - ngiang hingga kini ada, Mi." Genjik sengaja semakin memelankan suaranya. " Apa itu, kang." Kemi semakin mendekatkan posisi duduknya agar mendengar kalimat Genjik yang diucapkan semakin pelan saja. " Nyi Ramang menasehatiku, Njik kamu itu mau pergi ke kota apa yang kamu andalkan. Pinter dak, trampil dak, cuma ototmu saja yang kuat. Dan badanmu saja yang besar. Tapi otakmu dak ada apa - apanya. Lalu kamu mau dapat kerja apa nanti di kota." Genjik mengingat - ingat kata - kata Nyi Ramang waktu itu. " Ya bener kang. Kang Genjik ini bodo. Cuma ototnya saja yang pada menonjol. Terus .... terus gimana, kang ?" Kaki kemi selau bergerak menyebabkan kain bawahnya menyingkap - nyingkap dan pahanya bisa dilihat Genjik. " Karena tekadmu sudah bulat mau ke kota, sini badanmu aku beri kekuatan, begitu Mi ahkirnya Nyi Ramang mengahkiri nasehatnya. Lalu aku di suruh membuka baju. Aku disuruh telanjang." Genjik berhenti cerita karena Kemi menyela. " Telanjang, kang. Telanjang, hiiii !" Kemi meringkuskan tubuhnya tanda ngeri. " Iya Mi. Lalu Nyi Ramang menggosokkan jimat yang berupa batu akik kecubung wulung itu ke seluruh tubuhku, Mi." Genjik serius. " Lalu anunya kang Genjik digosok juga ya kang ?" Kemi tertawa meringis. " Hus .... kamu ini ada - ada saja. Ya hanya ke tubuh, dak sampai ke situ. Dan anehnya, Mi. Sehabis tubuhku digosok, aku merasa segar dan kuat. Dan hingga kini kekuatanku berlebih, Mi. Dan yang aneh lagi, Mi. Benda - benda tajam dak mempan bila digoreskan ke kulitku. Tetapi aku disuruh berpantang lho Mi." Genjik kembali diam karena Kemi menyela. " Apa pantangannya, kang ?" Kemi bertanya serius. " Tubuhku dak boleh mandi dengan sabun, Mi. Sabun apa saja dak boleh. Kalau tubuhku disabun kekuatanku akan hilang." Genjik sambil menatap mata Kemi. " Oooo... pantesan tubuh kang Genjik bau keringat, lha wong dak pernah mandi pakai sabun." Kemi kembali meringis tertawa mengejek Genjik. " Hus.... walaupun aku mandi dak pakai sabun, kalau aku mandi tubuhku selalu aku gosok pakai kembang mawar. Ni ...aku wangi kan, Mi ?" Genjik mengulurkan tangannya agar dibaui Kemi. Kemi membaui wanginya mawar. " Pantesan lawan empat orang bisa menang, lha wong kang Genjik sudah diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Pantesan pula dulu di kota bisa membunuh orang." Kemi seperti bicara pada dirinya sendiri. " Oh ya, Mi. Dengar - dengar sekarang jimat itu diberikan yu Jumprit, ya Mi. Kok aneh ya, kenapa dak diberika pak Pedut, apa Kliwon, apa Menik ya ? Wah ... sendainya saja aku bisa memiliki jimat itu, pasti aku akan menjadi semakin kuat, dan semakin sakti, ya Mi ?" Genjik serius. " Lha ... itu ... kang yang tidak baik. Sudah diberi kekuatan sekarang ingin lebih. Ingin memiliki jimat itu. Dak baik itu kang ..... !" Kemi berlagak seperti orang tua menasehati orang muda. Genjik tertawa lepas. Dan kalimat yang muncul kemudian : " Seandainya Mi.....seandainya." Genjik masih terus tertawa. " Ah jangan berandai - andai, kang. Dak baik....dak baik." Kemi memberengut manja. 
Kemi yang duduknya semakin merapat saja ke tubuh Genjik karena mau mendengarkan cerita Genjik, dan setiap kali menggeser tubuhnya menyebabkan kain bawahnya tersingkap - singkap dan pahanya terbuka - buka membuat kejantanan Genjik muncul. Tiba - tiba tangan Genjik meraih tubuh Kemi dan dipeluknya erat, lalu hidung Genjik mencium pipi Kemi. Kemi sangat kaget tidak menduga Genjik bakal berbuat ini. Kemi meronta ingin lepas dari pelukan Genjik tetapi karena kuatnya pelukan Genjik Kemi hanya bisa meronta kecil. " Jangan edan ah kang, ... jangan...kalau ketahuan orang malu !" Kemi sambil terus meronta tetapi rontaannya semakin melemah. Sementara Genjik telah bisa mengelus rambut Kemi dengan lembut dan memandangi mata Kemi yang juga menatap mata Genjik. 
Sebenarnya sudah sejak kedewasaannya sampai, Kemi yang tidak pernah mengenal perjaka selain Genjik sudah beberapa lama menaruh hati terhadap Genjik. Tetapi Kemi tidak berani bebuat lebih selain hanya melirik, kadang - kadang menatap, dan kalau malam tiba yang ada di pulupuk matanya hanya Genjik. Bahkan pada satu malam Kemi pernah mimpi basah dengan Genjik. Tubuhnya kini yang ada dipelukan Genjik dipura - purakan meronta. Tetapi yang sebenarnya kemi sangat bahagia. 
Begitu juga Genjik yang tidak berani mendekati perawan. Satu - satunya perawan yang ada di dekatnya selalu hanya Kemi. Maka tidak jarang Kemilah yang selalu menjadi obyek kayalnya ketika malam - malam birahinya tidak tertahankan. Kini Kemi  tiba - tiba di pelukannya. 
Jantung Genjik berdegup keras, napasnya tersengal. Hal ini juga dialami Kemi. Genjik telah mencium bibir Kemi. Dan Kemi yang terlena membalasnya. Tangan Genjik telah berada di balik kain yang menutup dada Kemi. Dan Kemi sangat menikmati. Belum pernah Kemi merasakan buah dadanya diremas - remas orang. Genjik terus mencium dan tanganya terus bergerak. Instingnya menuntun tangannya untuk sampai di selangkangan Kemi. Sebaliknya Kemi yang pernah mimpi basah dengan Genjik, dan mimpi itu begitu jelas, dan tidak mudah dilupakan, maka ketika tangan Genjik akan segera sampai di selangkangannya Kemi justru membuka pahanya untuk memberi jalan kemudahan bagi tangan Genjik untuk sampai di tempat tujuan. Kemudian Kemi hanya bisa mendesah tertahan karena bibirnya tertutup bibir Genjik. Tangan dan jari - jari Genjik yang telah berhasil menelusup di balik celana dalam Kemi terus bermain suka - suka. Kemi menggelinjang - gelinjang karena beberapa kali orgasme. Sebaliknya Genjik yang jari - jarinya merasakan hangat dan menjelajahi sesuatu yang sangat lembut, halus dan basah, pikirannya hanya bisa membayangkang apa yang sedang dipermainkannya. Kelelakiannya berontak - berontak. Mengejang - kejang, kaku dan terasa sakit, pegal di dalam celana. Tetapi Genjik tidak akan mengeluarkan terungnya. Genjik takut lupa diri. Sebaliknya Kemi sangat ingin celana dalamnya dipelorotkan Genjik dan mimpi basahnya diharapkan menjadi nyata. Genjik tidak melakukannya. Tiba - tiba Genjik memeluk erat kuat tubuh Kemi dan menjerit. " Kem .....Keeeeemmmmmmiiiiii...... !" Genjik sampai dan tumpah ruah muncratkan maninya di dalam celana. 
Suasana Gudang tiba - tiba menjadi sepi. Hanya ada sisa - sisa napas yang tersengal. Genjik rebah memeluk tubuh Kemi. Kemi bahagia di pelukan Genjik.

bersambung ...................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar