Senin, 08 Oktober 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                      edohaput


Ketigapuluhempat

Gerimis yang turun sejak sore membuat orang ogah - ogahan keluar rumah. udara dingin, cuaca berkabut. Orang memilih menyelimuti diri dengan kain sarung atau melipat tubuh di tempat tidur, atau menikmati teh panas sambil duduk di dalam rumah yang pintunya ditutup rapat - rapat agar udara dingin tidak menerobos masuk. Malam yang diselimuti kabut dan gerimis seperti ini membuat suasana menjadi sepi. Tidak ada celoteh anak - anak, tidak ada sendau gurau para perawan, dan tidak ada tertawa terbahak dari para perjaka. Mereka memilih tidur lebih awal untuk menghilangkan rasa penat badan yang seharian digunakan untuk kerja di sawah.
Begitu juga pak Pedut yang bahkan sejak sore sudah ada di dalam kamar menikmati hangatnya selimut. Menik juga begitu dari pada merasakan dingin dan tulang - tulangnya terasa linu lebih baik mengurung diri di kamar. Hanya yu jumprit yang terus masih sibu di dapur. Sedangkan Kliwon gelisah. Tidak jenak di kamarnya, pindah ke ruang tamu. Dari ruang tamu pindah lagi ke kamar. Dari kamar berjalan ke dapur. Sebentar dipandanginya yu Jumprit yang ada di depan tungku. Lagi - lagi kembali ke ruang tamu. Duduk tidak jenak dan gelisah.  Pikiran Kliwon amat tergangggu oleh emas setengah kilogram dan sepuluh ekor sapi yang akan diberikan juragan Gogor kepada dirinya apabila segera bisa menyerahkan jimat. Kliwon bingung bagaimana caranya ia ngomong dengan yu Jumprit, agar yu Jumprit mau memberikan jimat itu kepada dirinya. Belum lagi uang dari juragan Rase yang masih berada di saku besar jaketnya. Uang ini mau diapakan. Tampak - tampaknya juragan Rase juga mengingkan jimat itu. Karena janjinya jika jimat itu telah berada di tangannya juragan Rase ingin segera diberitahu dan akan menambah jumlah uang yang diberikannya. Kliwon yang sedari kecil memang bodo, kurang pengalaman, cenderung tidak cerdas, dan susah menyusun kalimat ahkirnya hanya gelisah dan gundah. Niatnya ingin sekali ngomong dengan yu Jumprit. Tetapi dirinya takut menghadapi yu Jumprit. Omongan yang bagaimana yang mesti ia sampaikan. Lagi - lagi Kliwon ke dapur. Dipandanginya yu Jumrpit yang sibuk. Masuk lagi ke rumah induk. Ke dapur lagi. 
" Kamu itu kenapa ta, Won. Sedari tadi kok mondar - mandir keluar masuk dapur ? Ada apa Won ? Lapar ya Won ? Duduk situ di amben tak buatkan wedang jahe. Ini jadahnya masih !" Nampaknya Yu Jumprit tahu Kliwon gelisah. Yu Jumprit mengira Kliwon Lapar, karena keluar masuk dapur. " Ya ..ya yu ... benar ... aku lapar ... cepat bawa sini wedang jahenya sama jadahnya !" Kliwon gembira. Segera duduk di amben dapur. menunggu yu Jumprit memberi wedang jahe dan jadah. Kliwon seperti mendapat durian runtuh. Dirinya bakal bisa menyampaikan omongannya. Pikiran Kliwon sibuk menyusun kalimat pertama yang akan diomongkan ke yu Jumprit. Tiba - tiba terbersit rasa was - was juga. Jangan - jangan nanti yu Jumprit marah. Kliwon kembali menjadi ragu. Lagi - lagi Kliwon gelisah dan kalimat - kalimat yang sudah sempat disusun di pikirannya buyar. Kliwon mencoba menenangkan hatinya dengan menyerutup wedang jahe panas dan mengunyah jadah. Beransur hati dan perasaan Kliwon tenang. " Masih enak jadahnya, won ?" Yu Jumprit juga ikut duduk di amben. " Masih yu, masih enak." Jawab Kliwon. Jantung Kliwon malah jadi deg - degan ketika yu Jumprit ikut duduk di amben. Kalimat - kalimat pembuka yang tadi sudah disusunnya tidak hanya buyar, tetapi malah menjadi hilang sama sekali. Kesempatan baik untuk bisa segera ngomong ke yu Jumprit, tetapi pikiran Kliwon malah bingung sendiri. Antara berani ngomong, dan tidak berani ngomong. Tiba - tiba ada secercah keberanian di niat Kliwon. Kenapa aku tidak berani, toh yu Jumprit hanya pembantu keluarganku. Kliwon membuka mulut dan menatap yu Jumprit. Tiba - tiba hatinya kembali ciut ketika tatapan matanya tertumbuk sorot mata yu Jumprit yang tajam. Aduh ... hati Kliwon menciut. Yu Jumprit sekarang bukan lagi pembantu keluargaku. Dia sudah tidur di kamar bapakku. Sebentar lagi akan menjadi ibu tiriku. Dan yu Jumprit sekarang adalah yu Jumprit yang terhormat. Banyak dihormati orang kerana telah ketempatan jimat warisan nenekku.  Jangan - jangan apa yang akan aku sampaikan membuatnya marah. Aduh ... bagaimana ini. Kliwon bingung. Tetapi tiba - tiba timbul niat nekat. Apapun yang terjadi aku akan ngomong. Dari kamar pak Pedut sudah terdengar dengkuran keras. Berarti bapaknya telah pulas tidur. Keadaan ini juga membuat Kliwon semakin berani nekat. Toh tidak akan didengar bapaknya. " Yu .... ini uang banyak. Tolong terima yu. Ini untuk yu Jumprit." Kliwon merogoh kantong jaketnya dan mengeluarkan setumpuk uang dan diletakkan di depan yu Jumrit duduk. Kliwon mengamati wajah yu Jumprit yang tiba - tiba menjadi masam dan besengut. Kliwon sangat takut. pasti yu Jumprit akan marah. Tetapi kepalang tanggung, mundur tidak mungkin. " Ini uang apa, Won ? Dari siapa ? Dan untuk apa kok diberikan ke saya, ha !" Yu Jumprit keras bersuara bahkan seperti setengah berteriak. Yu Jumprit tahu gelagat. Pasti ini berkaitan dengan jimat. maka yu Jumprit marah. " Dari siapa uang ini, Won ?! Dari juragan Gogor, ya ?!" Yu Jumprit semakin keras berteriak. Kliwon menggigil ketakutan. Mulutnya mau ngomong agar yu Jumprit tidak berteriak dan marah. Tetapi mulutnya malah jadi kelu dan terkunci. " Dari siapa uang ini, Won, haa ?! Yu Jumprit semakin keras berteriak. Menik yang baru layap - layap antara tertidur dan tidak kaget mendengar yu jumprit berteriak - teriak dengan nada marah. " Dari siapa, Won, haa ?! Yu Jumprit mengulangi pertanyaannya. " Dari .... dari...ju...ju...juragan... Ras...Rase.. yu ...." Kliwon menggigil ketakutan. Hatinya telah menjadi sangat ciut. Jika bisa Kliwon akan segera lari saja meninggalkan yu Jumprit. Tetapi dirinya harus bertanggung jawab atas omongannya. Maka Kliwon hanya menunduk takut dan ada rasa sesal mengapa ia berani nekat dengan yu Jumprit. " Kurang ajar benar itu juragan Rase. Ini pasti terkait dengan jimat. Ya.... dak , haa  ...?!" Mata yu Jumprit memerah. Kalau Kliwon berani menatap mata ini mungkin Kliwon bisa pingsan karena saking takutnya. " Dengar, Won. Dan camkan ! Jangan main - main dengan jimat. Jimat sudah ada di tempatnya yang baik ! Kamu jangan coba - coba mikir jimat itu ! Apalagi kamu hanya menjadi orang suruhan ! Bodoh amat kamu ini, Won ! Kamu ini sudah dewasa tapi tidak bisa mikir ! Mikir Won...mikir....! Dulu Plencing dan Tobil kesini disuruh juragan Gogor ! Sekarang malah kamu ! Kamu itu siapa, Won.....mikir....! Mau - maunya kamu itu disuruh - suruh orang luar yang bukan keluarga ! Bodohnya kamu ini, Won...Won....! Jimat itu bukan sembarang jimat. Tidak sembarang orang kuat membawanya. Ngerti, haa ?!" Yu Jumprit berdiri dari duduk. " Ambil uang ini. Kembalikan kepada juragan Rase. Dan katakan kepada dia. Jangan coba - coba lagi datang untuk perkara jimat, ngerti.... !!" Mengahkiri kalimat ini yu Jumprit langsung meninggalkan Kliwon masuk ke rumah induk. Kliwon tidak berani memandang yu Jumprit. Setelah beberapa saat tertunduk Kliwon hanya bisa melihat api di dalam tungku yang masih membara.
Di dalam kamar Menik yang mendengar semuanya, hanya menggeliat. Setelah tidak lagi mendengar kemarahan yu Jumprit Menik menggeliat lagi dan menguap kecil tanpa suara. Kemudian memperbaiki posisi tidurnya dan menyelimuti tubuhnya rapat - rapat. Menik segera tertidur. 
Kliwon mengambil uang dan memasukkan lagi ke dalam saku jaketnya. Rasa sesalnya berani ngomong dengan yu Jumprit begitu besar. Dirinya sebenarnya sudah tahu kalau kejadian ini pasti akan diterimanya. Uang dan kekayaanlah yang mendorongnya nekat. Kliwon meninggalkan dapur yang ada tungku dengan api membara. Masuk kamar tidurnya. Mencoba memejamkan matanya. Tidak bisa. Pikirannya kacau balau. Impiannya tentang setengah kilogram emas, sepuluh ekor sapi, uang yang bertumpuk, buyar. Kliwon gelisah, gundah dan tidak bisa tidur. Wajah juragan Gogor, Plencing, Tobil dan Juragan Rase muncul berganti - ganti di pelupuk matanya. Terbayang juga yu Jumprit yang menuding - nuding dan membodoh - bodohkan dirinya. Tiba -tiba Kliwon marah. Kliwon geram. Tetapi kemarahan ini ditujukan kepada siapa. Kliwon tidak tahu. Yang dirasakan kemudian hanya perasaan marah. 

bersambung .................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar