Minggu, 07 Oktober 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput


Ketigapuluhtiga

Genjik menggeliat dan menguap keras. Matahari sudah mulai meninggi. udara dingin yang menggigit sudah berangsur menghangat. Genjik malas bangun. Semalam Genjik tidak bisa memejamkan mata karena urusan pekerjaan yang harus dengan lembur - lembur dikerjakan belum juga terselesaikan. Baru menjelang fajar Genjik bisa merebahkan tubuhnya di tikar pandan yang ada di gudang tembakau. Genjik harus mengepak tembakau yang sudah kering ke dalam keranjang. Tembakau yang ada di ratusan rigen memang harus segera pindah masuk ke keranjang yang terbuat dari pelepah pisang. Kalau tidak, tembakau akan terkena hawa dingin dan bisa merusak rasa. Genjik bekerja tidak mengenal siang dan malam. Begitu pekerjaan belum selasai Genjik tidak mau berhenti. Kini badannya yang tinggi besar terasa sangat penat. Dan rasa kantuknya tidak bisa ditahan. Semalaman berpeluh - peluh dan tidak tidur takut tembakau berubah rasa dan bisa mengurangi harga. Sebentar matanya menatap keliling. Keranjang - keranjang tembakau yang ditumpuk - tumpuknya dengan rapi. Sekali lagi Genjik menguap keras. Hatinya lega pekerjaan selesai. Terbayang setumpuk uang yang bakal diterima. Genjik menggeliat dan lagi - lagi menguap keras dan kembali membetulkan sarungnya yang sempat melorot dan membetulkan posisi rebahnya dan segera akan meneruskan tidurnya. bangun siang - siang nanti tidak apa - apa. Toh pekerjaan sudah beres. 
" Bangun, Njik ! Sudah siang !" Bentak pak Lurah. Genjik tidak tahu kalau sedari tadi juragannya yang amat ditakutinya ini sudah memperhatikan polahnya. Genjik kaget setengah mati dan segera bangun dan berdiri. Sambil badannya sedikit dibungkukan tanda menghormat kepada juragannya. " Mandi sana ! Aku tahu kalau semalam kamu tidak tidur. Tapi hari ini kita harus ke kota untuk melihat harga tembakau. Kalau harga baik, besuk tembakau kita bawa ke kota !" Tanpa a tanpa b dan tanpa c Genjik bergegas menuju sumur untuk mengguyur tubuhnya dengan air yang dingin. Genjik sangat senang. Terbayang bakal makan enak. Setiap kali dia diajak juragannya ke kota makanan enak dan lezat pasti menggoyang lidahnya. Belum lagi rokok mahal juga pasti bisa diisapnya. Dan sakunya bakal tebal karena juragannya sangat bermurah hati terhadap dirinya. Al hasil orang tuannya yang hanya sebagai buruh suruhan akan ikut menerima imbas hasil kerjanya. Dan adiknya - adiknya akan bisa tertawa ceria karena bisa jajan. 
Genjik sangat berhutang budi terhadap pak Lurah yang kini menjadi juragannya. Dan Genjik sudah bersumpah kalau hidupnya akan diabdikan untuk pak Lurah. Genjik sangat takut dan sangat menghormati pak Lurah. Jika ketika itu bukan karena pak Lurah dirinya pasti sudah tidak ada lagi di dunia ini. 
Genjik pernah tersesat. Maksud hati ingin merubah nasib. Pergi ke kota besar untuk mencari kerja. Tetapi bekal ketrampilan dan kecerdasan yang digunakan modal untuk kerja di kota besar tidak dimiliki Genjik. Genjik terperosok ke kehidupan kota besar yang serba keras. Serba cepat. Penuh persaingan. Dan sudah sangat kehilangan rasa iba dan kasihan. Genjik yang hanya bermodalkan kokohnya badan dan kuatnya otot, terdampar di tempat yang adanya serba kasar. Kasar kerja. Kasar kata. Dan kasar perbuatan. Genjik yang harus mempertahankan hidup sekedar hanya untuk bisa mengisi perutnya, agar bisa bertahan sebelum mendapat pekerjaan yang menjanjikan,  terjebak pada pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya. Karena hanya masalah yang sepele Genjik menghilangkan nyawa orang yang selalu menghardik dan memojokannya, mengganggunya, dan sangat sering menghinanya. Genjik dipenjara. Dan karena kesadisan yang dilakukan Genjik saat menghabisi nyawa orang itu, Genjik ditetapkan sebagai terpidana mati. Pak Lurahlah yang ahkirnya bisa membawa Genjik pulang ke desa dan menyelamatkannya dari pidana yang seharusnya ditimpakan. Genjik tahu tidak sedikit uang yang dikeluarkan pak Lurah untuk menolongnya. Maka sejak itu Genjik bersumpah untuk mengabdikan dirinya untuk juragannya yang telah menyelamatkan nyawanya ini. Genjik menjadi sangat segan, dan sangat hormat kepada pak Lurah. Apapun yang yang diperintahkan pak Lurah Genjik tidak bisa membantahnya dan tidak ada pekerjaan yang dibebankan tidak diselesaikannya.
Selain menjadi abdi setia pak Lurah, Genjik oleh warga desa ditetapkan sebagai tameng keamanan desa. Pengalamannya hidup di kota dan terjebak di tempat yang serba kasar itu, membuat Genjik menjadi pemuda yang pemberani dan kadang - kadang malah nekat dan ngawur. Desa yang pernah mendapat gangguan dari orang - orang jahat  gerombolan pencuri ternak bisa dijerakan oleh Genjik seorang diri. Gerombolan dibuat babak belur dan tidak  pernah berani kembali lagi mengganggu desa. Mereka ada yang harus terpaksa patah kaki, patah tangan, dan pingsan - pingsan karena dihajar Genjik. Genjik menjadi jarang kekurangan karena uluran bantuan dari warga mengalir masuk ke kantongnya. Apalagi jika ada orang punya hajad dan menyelanggarakan tanggapan ledhek untuk memeriahkan hajadan, Genjik tebal saku dan makmur karena ia menjadi orang penting sebagai tenaga keamanan. Genjik disegani sesama pemuda. Genjik menjadi tempat mengadu para pemuda jika terjadi sesuatu yang mengancam keamanan desa. 
Banyak perawan desa yang ingin didekati Genjik, setelah Genjik ditetapkan oleh warga sebagai tameng desa. Genjik yang semula ditakuti perawan desa karena pernah dipenjara karena membunuh orang, menjadi terbalik banyak dimaui para perawan. Tetapi Genjik takut perawan. Genjik takut jika mendekati perawan dan ahkirnya dirinya dituntut untuk segera nikah. Sebagai anak sulung dari keluarga tidak berada Genjik merasa bertanggung jawab untuk membesarkan dan mendewasakan adik - adiknya. Genjik terus menabung. cita - citanya bisa membeli sawah untuk orang tuanya. Dan membuat rumah yang layak untuk berteduh bagi adik - adiknya. Karena selama ini jika  malam turun hujan  deras disertai angin, adik - adiknya  terpaksa harus berpindah - pindah tidur karena disana - sini genting tiris karena usangnya bangunan rumah. Genjik tahu jika dirinya menikah tidak bakalan bisa lagi membantu orang tuannya dan adik - adiknya. Maka Genjik menjauhi perawan. 
Satu - satunya perawan yang dekat dengan Genjik adalah Kemi. Kemi  sebatangkara dan diambil bu Lurah untuk dijadikan pembantu rumah tangganya. Seperti halnya Genjik, Kemi menjadi pembantu setia keluarga pak Lurah. Kemi perawan lugu yang amat jauh dari pengalaman bergaul. Hidupnya hanya ada di dapur. Kadang - kadang ke sawah dan ke pasar desa,  itu saja kalau bu Lurah berkenan mengajaknya. Kemi menjadi perawan yang seperti katak di dalam tempurung. Kalau sudah makan, dan bisa tidur nyenyak karena penat, dirasakan sudah cukup. Kemi yang keremajaannya juga sudah sampai, tidak mengenal perjaka. Satu - satunya perjaka yang dikenal dekat hanya Genjik. Genjik merasa sudah cukup walaupun hanya dekat dengan satu perawan. Kemi bagi Genjik adalah teman senasib yang bisa diajak ngobrol. Teman yang bisa sebagai wadah untuk mencurahkan perasaan bila sedang galau. 
Genjik pernah dijauhi warga. Ketika baru saja Genjik pulang kampung, orang pada takut. Genjik adalah pembunuh. Genjik dianggap sebagai pemuda yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Warga mengira Genjik mempunyai sifat yang tidak baik dan bisa berbuat kasar terhadap siapa saja. Genjik telah keluar dari adat sopan, ramah dan rukun seperti orang desa pada umumnya. Apalagi kulit tubuh Genjik yang penuh dengan tato itu membuat warga ngeri melihatnya. Orang mengira Genjik telah terpengaruh kehidupan kota yang kejam. Genjik pemuda lugu, pemuda yang sopan, pemuda yang suka bergotong royong pulang kampung setelah dipenjara di kota, tubunya penuh tato. Bagi orang desa tato melambangkan kejahatan bagi yang memakainya. Orang yang bertato mudah berbuat kasar. Mudah melakukan kejahatan.
Selama di kota Genjik memang terjebak pada pergaulan yang salah. Pekerjaannya di kota yang pernah dialaminya menuntut dirinya, seperti orang - orang di lingkungannya yang juga bertato. Genjik tidak bisa menolak ketika teman - teman kerjanya meminta dirinya mentato kulitnya. Genjik memang sudah berubah. Berubah memiliki karakter yang jelek. Lingkungan kota besar yang tidak benar telah menjadikannya orang yang kejam. Mudah berbuat nekat tampa banyak pertimbangan. Hanya selama dua tahun terjebak di lingkungan yang salah, Genjik telah ikut - ikutan melakukan perbuatan yang salah dan melupakan adat baik, sopan, ramah dan rukun yang dibawanya dari desa. Ia cenderung menjadi orang yang mudah berbuat salah dan tidak mau disalahkan. 
Genjik telah berubah kembali menjadi pemuda desa yang sopan, ramah dan rukun. Tetapi cap telah membunuh orang tidak mudah bisa dilupakan orang. Genjik yang telah menjadi tameng desa dan banyak berjasa terhadap desa, tetap saja ada orang yang takut berdekatan dengan dirinya. Orang takut jangan - jangan sifat tidak baik yang dibawa dari kota masih melekat di tubuh dan pikiran Genjik. Seperti tato - tato di kulitnya yang tidak mudah dihapus. 
" Ayo berangat !" Ajak pak Lurah setelah Genjik berdiri di dekatnya dan telah berpakain rapi. Genjik mengikuti langkah juragannya di tangannya tertenteng tas juragannya yang berisi uang. Terbayang di benak Genjik rokok mahal, makanan lezat, dan pakain baru pasti akan didapatnya. Dengan perasaan gembira Genjik melangkah. 

bersambung ....................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar