Rabu, 27 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                        edohaput 


Keenampuluhempat

Pesta pernikahan antara Kliwon dengan Wakini berlangsung meriah. Sejak siang tamu berdatangan silih berganti untuk mengucapkan selamat kepada Kliwon dan Wakini. Tidak hanya tamu warga desa, tetapi berdatangan juga tamu - tamu dari luar desa. Mereka yang telah pernah ditolong dan diobati oleh Kliwon datang berbondong. Pak pedut sangat sibuk menerima tamu dengan suguh gupuhnya. Menik dan Gono yang menyempatkan pulang dari kota juga tidak kalah sibuknya dengan pak Pedut. Gudel dan Tumi menjadi orang sangat penting. Karena Gudel dan Tumi harus mengurusi dan mengatur orang - orang yang berada di dapur dan juga mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan tamu - tamu. Suara gamelan yang ditabuh para niyaga membuat tambah semaraknya suasana.
Kliwon dan wakini yang duduk bersanding di pelaminan merasakan waktu berjalan sangat lambat. Rasa capai menyalami tamu yang hadir sudah sangat dirasakan. Kliwon dan Wakini ingin waktu berjalan cepat. Malam cepat larut. Para tamu pulang, dan acara pesta pernikahan segera diahkiri. Kliwon dan Wakini ingin segera berada di dalam kamar untuk menikmati malam pertama. Tetapi itu tidak terjadi. Semakin banyak saja tamu yang datang. 
Malam terus bergulir. Ledhek - ledhek mulai naik panggung untuk berjoget. Anak - anak kecil dan para perempuan yang tadi ramai menonton tontonan di panggung mulai surut kebelakang dan pulang. Mereka tidak suka menikmati tontonan ledhek. Sebaliknya para lelaki muda dan lelaki setengah baya semakin merangsek maju agar bisa memelototi ledhek yang bahenol. Ledhek yang berpayudara besar dan berpantat padat bergoyang - goyang. Para lelaki tua juga enggan dengan tampilan ledhek. Mereka memilih pulang dan menggulung badan dengan selimut di tempat tidur. Ledhek bagi mereka bukan lagi tontonan yang menggairahkan seperti ketika mereka muda dulu. 
Rembulan semakin meninggi. Udara malam mulai terasa menggigit kulit dan tulang. Bagi mereka yang menonton goyangan ledhek dingin tidak dirasakan. Benak mereka yang dihiasi khayalan tubuh ledhek malah membuat badan mereka terasa hangat dan memanas. Tidak jarang mereka lalu mengendutkan sarungnya dan celana kolornya untuk memberi ruang mengembang bagi mentimunnya. Mereka yang berduit nekat naik panggung untuk nyawer dan berjoget dengan ledhek. Semakin besar duit saweran, semakin membuat ledhek mempersilahkan kejahilan penyawer. Tidak jarang yang mencoba menempelkan hidung di pipi ledhek. Kalau sawerannya kecil ledhek menghindar, sebaliknya jika sawerannya besar ledhek menyediakan raganya untuk dijahili. Juragan Gogor dan juraga Rase menjadi bintang penyawer. Karena mereka orang - orang berduit. Yang lain hanya bisa menelan ludah dan mentimunnya mengembang. 
Kliwon dan Wakini meninggalkan pelaminan menuju kamar yang sudah dipersiapkan oleh Kliwon untuk malam pertama. Di dalam kamar Kliwon dan Wakini menjadi tidak sabar. Masing - masing segera melucuti dandanan pengantin yang menempel di tubuhnya. Wakini segera tergolek telanjang di ranjang berkasur ijuk menunggu Kliwon yang sedang berusaha meredupkan lampu minyak. Wakini perawan malam ini akan menyerahkan cintanya dengan penuh kasih kepada suaminya. Kliwon perjaka yang belum pernah menyentuh perewan selain Wakini akan menggelorakan cinta dan kasihnya untuk isterinya. Kliwon naik ke rangjang. Ditatapnya tubuh isterinya yang telah tidak ada yang menutupinya. Semua jelas nampak di matanya. Wajah Wakini yang cantik, yang masih ada bekas - bekas riasan temanten ditatapnya dengan penuh sayang. Bibir Wakini yang tersenyum menyambutnya, sangat melegakan perasaannya. Mata Kliwon bergeser melihat turun ke buah dada Wakini yang tegak menggunung dengan puting susu yang memerah jambu dan sangat menggemaskan. Merambat ke bawah Kliwon melihat perut Wakini yang tipis rata dengan pusar kecil. Ke bawah lagi di bawah pusar Kliwon melihat rambut lebat yang menutupi milik Wakini yang menggunduk di antara pangkal pahanya. Kliwon menelan ludah. Kliwon yang juga telah menelanjangi diri segera rebah miring di samping tubuh Wakini yang menunggu. " Ni ... Aku menyintaimu ... " Kliwon berbisik di telingan wakini. Wakini merasakan hangat napas Kliwon di telinganya. Dan Wakini juga merasakan deburan napas Kliwon yang memburu. " Aku juga kang ... aku milikmu ... " Wakini memeluk tubuh Kliwon. Mereka segera berciuman dan segera berpagut dengan dihiasi oleh napas - napas birahi mereka. Dengan lembut Kliwon meremas - remas gemas buah dada Wakini. Sambil terus melumat bibir Wakini dan juga kadang menyupang leher Wakini tangan Kliwon bergerak ke bawah. Wakini tahu maksud suaminya, maka di kangkangkan pahanya untuk memberi ruang bagi tangan Kliwon yang akan mengelus miliknya yang sudah sangat menunggu. Tangan Kliwon mengelus, menekan - nekan, menyibak - nyibakkan rambut dan bibir milik Wakini dan juga meneroboskan jarinya masuk ke milik Wakini yang membasah. Wakin memaju - majukan pantatnya agar jari Kliwon semakin menusuk. Wakini yang pahanya tersentuh - sentuh mentimun Kliwon yang sudah sangat kaku sangat ingin yang satu ini menerobosnya dan mengahkiri keperawanannya. Tetapi Kliwon malah semakin asyik dengan bibir, payudara dan lehernya. Wakini hanya bisa menggeliat - geliatkan badannya dan menunggu Kliwon puas dengan yang di atas. Sementara itu jari Kliwon yang ada di milik Wakini terus bergerak membuat Wakini beberapa kali sampai. " Kang ... aaahh ... " Wakini hanya bisa terus mendesah. 
Suara gamelan di luar semakin membahana. Rupanya ledhek - ledhek di panggung semakin berjoget menggila. Biasanya kalau sudah demikian ledhek - ledhek semakin berani. Kain kemben yang menutupi separo payudaranya sengaja dipelorot - pelorotkan. Penyawerpun menjadi semakin menggila. Tidak lagi hati - hati mengeluarkan duit. Lembaran duit yang disawerkan semakin besar. Juragan Gogor, Juragan Rase dan penyawer lainnya mulai menggila juga. Mereka menyelipkan uang saweran di antara belahan dada ledhek sambil mennyolek - nyolek buah dada yang besar, putih, kenyal dan sangat menggiurkan. Perjaka - perjaka tidak berduit di bawah panggung mulai pada berpindah di tempat yang tidak diterangi lampu dan menelusupkan tangannya ke dalam sarung dan celana kolornya. Mereka mulai memegangi mentimunnya sambil terus matanya menatap ledhek - ledhek yang berjoget dikelilingi laki - kali berduit. Khayalnya melambung. Dan ledhek - ledhek di panggung menjadi obyek kahayalan. 
Di dalam kamar Wakini membuka lebar kangkangan pahanya karena Kliwon telah berada di atas. Pinggul Kliwon yang yang telah berada di antara kangkangan paha Wakin bergerak maju. Ujung mentimun Kliwon telah menempel di bibir basah milik Wakini. Kliwon perahan mendorong mentimunnya. Wakini menerimanya dengan bahagia. Bleeesss ... Amblas mentimun Kliwon di milik wakini. Wakin menjerit tertahan. Matanya terbeliak menatap Kliwon yang juga sedang menringis menahan rasa. Wakini merasakan milik Kliwon yang sangat menyumpal di dalam miliknya. Wakini menggeliat. Tiba - tiba Kliwon yang belum sempat memaju mundurkan mentimunya telah mengejang dan menggeram dan memeluk tubuh Wakini sangat kuat. Wakini hanya kaget, dan bertanya dalam hati mengapa Kliwon begitu cepat mengeluarkan cairan cintanya. 

bersambung ......................


Selasa, 26 Februari 2013

Cubung Wulung

                                                                                                    edohaput

Keenampuluhtiga

Juragan Rase mengundan Genjik ke rumahnya. Juragan Rase percaya kalau Genjik akan dapat membantunya. Di dalam pikirannya hanya Genjik yang bisa membantu mewujudkan impiannya selama ini. Di dalam pikiran juragan Rase Genjik pemberani dan orang yang tegaan. Bisa melakukan apa saja. " Lho kok malah bengong ta Njik ?" Juragan Rase membuyarkan lamunan Genjik yang ingin memilki rumah seperti rumah juragan Rase. Genjik terkagum - kagum dengan rumah juragan Rase yang besar dan megah. Perabotannya serba terbuat dari kayu jati tua. Yang menempel di rumah juragan Rase semuanya barang mahal. Alangkah senangnya bila dirinya memiliki rumah seperti milik juragan Rase ini. Kapan dirinya bisa memiliki yang seperti ini. Rasanya tidak mungkin. Dirinya yang sampai saat ini hanya sebagai pembantu tenaga kasar keluarga pak Lurah yang upahnya hanya cukup untuk membeli kain, rokok dan sedikit membantu keluarganya yang miskin, tidak mungkin bisa seperti juragan Rase. Genjik hanya terlongo - longo oleh mewahnya rumah juragan Rase. " Ayo diminum, Njik. Tu rotinya dimakan ! Di desa tidak ada roti enak seperti ini. Ini aku beli di kota kemarin. Ayo dicicipi !" Juragan Rase mengeluarkan dari saku jasnya rokok mahal yang dibeli di kota. Di desa tidak ada rokok yang biasa diisap juragan Rase. " Ni buat kamu sebungkus." Juragan Rase menatap Genjik yang masih rada bengong. Genjik meraih roti di piring dan dimasukkan di lulutnya. Dahinya mengerinyit. Roti apa ini rasanya enak sekali. Belum pernah lidahnya tersentuh roti empuk yang membuat lidahnya tergoyang - goyang. Roti di mulut rasa begitu enak hanya saja agak susah di telan. Genjik mengangkat gelas dan menyerutup teh panas, manis dan kental. Mulutnya merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan. Genjik meraih rokok pemberian juragan Rase. Dibuka, dilolos, disulut, dan Genjik sangat menikmati. " Gimana, Njik, sedap kan rokoknya." Juragan Rase tersenyum melhat Genjik sangat menikmati. Genjik hanya manggut - manggut mengiyakan juragan Rase sambil menghempaskan asap nikmatnya. Juragan Rase merogoh saku jasnya lagi. Yang dikeluarkan dari saku jasnya membuat kaget Genjik. Setumpuk uang dan diletakkan di meja. " Ini buat kamu, Njik !" Juragan Rase mendorong tumpukan uang didekatkan ke depan Genjik duduk. Genjik semakin kaget. Kenapa tiba - tiba juragan Rase memberinya uang sebanyak ini. Belum pernah Genjik selama hidup melihat tumpukan uang sebanyak itu. Apalagi memilikinya. Juragan Rase sejak dirinya datang ke rumahnya belum mengungkapkan apa maksudnya dirinya diundang. Kini tiba - tiba rokok mahal diberikan. Rokok tak seberapa. Uang sebanyak ini ? Ada maksud apa juragan Rase terhadap dirinya. Genjik hanya bisa bertanya - tanya di dalam pikiran, sambil menunggu kalimat juragan Rase yang lain. Genjik hanya terdiam dan matanya memelototi tumpukan uang. Mulutnya menjadi kelu karena pikirannya bingung. Ada maksud apa juragan Rase ini. Genjik hanya bisa tertegun. Dirinya tidak pernah dekat dengan juragan Rase. Dirinya sangat jarang bertemu dan bertegur sapa dengan juragan Rase. Kini tiba - tiba dirinya diundang untuk bertemu. Dan disodori setumpuk uang yang setera dengan upahnya kerja di keluarga pak Lurah selama lima tahun. Genjik semakin terdiam, dan hanya suara mulutnya yang menghisap dan menghempaskan asap rokok yang terdengar. " Uang itu untukmu, Njik. Dan masih akan kutambah lagi, dua kali lipat dari ini, jika kamu bisa membantu aku." Juragan Rase menatap mata Genjik yang sorot matanya menyiratkan ketidak pahaman akan kalimat juragan Rase. " Kamu tahu ta, Njik. Kalau jimat Kecubung Wulung itu sekarang ada di tangan Kliwon ?" Genjik menatap wajah juragan Rase kemudian mengangguk perlahan. Lho kok jimat Kecubung wulung ? Tanya Genjik dalam hati " Nah ... apapun caramu aku tidak tahu, dan aku percaya kamu bisa. Bantu aku Njik agar jimat itu pindah ke tanganku." Genjik mulai paham maksud jaragan Rase mengundangnya. " Dan kalau itu menjadi kenyataan, tidak hanya uang Njik. Beberapa petak sawah akan aku berikan ke kamu." Mendengar ini semua Genjik hanya bisa menelan ludah. Uang banyak. Sawah lagi. Menggiurkan. Tapi apa yang harus aku lakukan ? " Sekali lagi, Njik. Terserah kamu. Kamu bisa membawa akik Kecubung Wulung itu ke tanganku, uang dua kali lipat dari ini." Juragan Rase mendorong tumpukan uang di meja semakin mendekatkan ke depan Genjik duduk. " Dan dua petak sawah kuberikan ke kamu." Juragan Rase serius. Terbayang di benak Genjik uang banyak, sawah dua petak, dirinya akan bisa hidup layak. Tidak lagi hanya akan terus sebagai pembantu tenaga kasar pak Lurah. 
Terbayang di benak Genjik, Kemi yang selama ini dipacarinya akan segera dinikahinya. Duit banyak, punya sawah, Kemi pasti akan sangat gembira. Kemi yang sama - sama dengan dirinya sebagai pembantu keluarga pak Lurah yang sangat di cintainya akan bahagia mendengar dirinya punya sawah. Kemi yang telah diperawaninya pada satu malam di gudang tembakau, pasti akan berjingkrak bahagia kalau dirinya segera melamarnya. Kemi pasti akan sangat suka melayani dirinya. Belum menjadi isterinya saja Kemi telah begitu pasrah pada dirinya, apalagi ketika nanti Kemi telah menjadi pendamping hidupnya.
Ingatan Genjik melayang ke satu malam ketika keluarga pak Lurah sedang tidak ada di rumah. Kemi menemui dirinya di gudang, dan tubuhnya hanya di balut kain jarik. Dihadapan dirinya yang lagi santai melepas lelah tiduran di lantai beralas tikar pandan, Kemi membuka kain jariknya yang menyelimuti tubuhnya. Kemi membuang kain jarik ke lantai. Kemi telajang bulat di hadapannya. Dan tanpa menunggu diminta Kemi segera merebahkan tubuh telanjangnya di samping dirinya. " Kang aku milikmu. Aku cinta kang tresna kang Genjik. Ayo .. kang ini semua milikmu. Aku sangat senang kalau kang Genjik menyukai tubuhku." Kemi memegang tangan Genjik dan membimbingnya ke arah selangkangannya. Yang disiti ada miliknya yang tadi sore telah diguyur air sirih dan air rendaman kembang turi. Tidak urung tangan Genjik segera mengelus milik Kemi. Dan Kemi hanya bisa merintih ketika jari - jari Genjik beraksi. Kedua tangan Kemi sibuk melucuti baju, sarung dan celana kolor Genjik. Sebentar saja semua telah terserak di lantai. Genjik telanjang. Dan segera menindih tubuh Kemi. " Kang itu milikmu kang ... gunakan kang, agar kang Genjik lega." Berkata Begitu kemi sambil mengangkangkan kedua pahanya lebar - lebar. Pinggul Genjik yang telah berada di antara paha kemi segera maju. Dan Kemi terbeliak dan mendesis karena miliknya telah dijejali mentimun besar, panjang, kaku, hangat, dan terasa sekali ada urat - urat yang menonjol di sepanjang mentimun dan menggesek kedalaman miliknya. Kemi mengejangkan jari - jari kakinya karena menahan rasa.


bersambung .....................


Jumat, 22 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                        edohaput

Keenampuluhdua

Plencing dan Tobil masing - masing menerima satu kali tamparan keras di pipi mereka dari tangan juragan Gogor. Juragan Gogor sangat naik pintam. Plencing dan tobil hanya bisa berdiri menunduk dan tidak berani menatap mata juragan Gogor yang pasti melotot besar. Mereka hanya berani melirik juragannya yang berjalan mondar - mandir di dekat mereka berdiri. Plencing dan tobil tidak berharap - harap cemas, pipinya akan terkena lagi tamparan keras. " Sia - sia saja aku menggaji kalian yang tidak becus bekerja. Omongan kalian saja yang selalu manis dan membuat aku senang. Ya ... juragan pasti bisa. Pasti terlaksana juragan ... Sekarang mana buktinya. Mana !" Jari telunjuk Juragan Gogor mendorong kening Plencing dan Tobil bergantian. Hanya sekejap wajah Tobil dan Plencing mendongak karena didorong jari telunjuk juragan Gogor. Dan mata mereka sekejap pula bisa melihat wajah juragannya yang merah padam. Dan suara juragannya yang menggelegar membuat Tobil dan Plencing semakin ciut. " Mana ... mana buktinya ha ... ! Omongannya saja ...! Gudel yang kemarin tergolek lemas di tempat tidur dak bisa kalian habisi. Katanya kalian bisa menghabisi Gudel dengan racun. Mana buktinya ha ... ?! Sekarang Gudel malah sehat segar. Itu artinya aku bakal gagal menjadikan Tumi sebagai isteri ketiga. Kalian tahu kan ? Kalau aku sangat gandrung sama Tumi ? Apa kurang banyak aku kasih diut sama kalian ha ... ?" Juragan Gogor merogoh saku dan menyulut rokok. Nampak sekali di mata Plencing dan Tobil ketika melirik juragannya, juragannya sangat tidak menikmati rokoknya. Asapnya tidak dinikmati, hanya disembur - semburkan tidak keruan. " Tentang Jimat juga kalian bohong - bohong saja. Katanya kalian pasti bisa merebut jimat dari tangan yu Jumprit. Buktinya ? Kalian bisa berhasil ? Mana ... ? ... mana ... ha ...?! Omongan kalian saja yang besar ... ! Dasar orang konyol dak berguna ...!" Juragan Gogor membuang puntung di asbak dan segera menyulut lagi. Asap mengepul tidak teratur dari mulut juragan Gogor. Kemudian juragan Gogor duduk di kursi besar dan matanya menatap tajam kedua pembantu setianya yang sedang dimarahinya. Mukanya merah. Mulutnya cemberut. Matanya tidak berhenti melotot, dan getar nada suara marahnya sangat membuat ciut Plencing dan Tobil. 
Sudah sangat sering Tobil dan Plencing kena damprat juragannya. Tetapi dampratan kali ini sungguh luar biasa. Nampak sekali juragan Gogor kecewa dengan kerja Plencing dan Tobil yang tidak membuahkan hasil. Banyak pula sebenarnya pekerjaan Tobil dan Plencing yang membuat juragan Gogor gembira. Diantaranya ketika memburu perawan - perawan yang disukai juragannya dan membuat juragannya terpuas - puaskan di ranjang. Termasuk pula bisa menghadirkan Tumi di ranjang juragannya. Tetapi pekerjaan harus merebut jimat dari tangan yu Jumprit dan menghabisi Gudel adalah pekerjaan berat yang sangat susah dilaksanakan. Memang dengan sangat mudah duit bertumpuk berpindah dari kantong juragannya ke kantongnya kalau pekerjaan bisa berhasil, sebaliknya jika pekerjaan mengecewakan juragannya, tamparan dan dampratanlah yang harus didapat. Seperti hari ini Tobil dan Plencing lagi sial. Menjadi pembantu juragan Gogor memang senang - senang susah. Senangnya mudah mengumpulkan uang. Sejak menjadi pembantu juragan Gogor, Plencing dan  Tobil sudah bisa membeli sawah, membuat rumah dan duit masih terus mengalir. Susahnya jika terjadi seperti hari ini. Pipinya memerah, badan gemetaran, nyalinya menjadi ciut dan sangat terhina.
" Nah sekarang kalian tahu. Jimat ada di tangan Kliwon. Apapun caranya jimat itu harus segera di tanganku. Kalau kalian kali ini gagal, tidak ada ampun bagi kalian. Ngerti ... ?!" Juragan Gogor meletakkan setumpuk uang di meja dan pergi meninggalkan Plencing dan Tobil.
Tobil dan Plencing lemas. Mereka memandangi setumpuk duit di meja. Sekejap ada rasa senang mengalir di perasaannya. Karena melihat duit. Tetapi membayangkan pekerjaan yang bakal dilakukan Tobil dan Plencing merasa sangat susah. " Kang ... " Plencing lirih berkata sambil menatap mata Tobil. " Dahlah, ambil saja uang itu. Kita pulang. Besuk kita susun rencana bagaiman kita memperdaya Kliwon." Tobil melangkah meninggalkan ruangan dan diikuti Plencing yang di tangannya ada setumpuk uang. 

Kedai mbok Semi ramai orang. Aroma wedang serbat, pisang goreng dan tempe goreng begitu kentara. Plencing dan Tobil mampir. Di kedai orang lagi sibuk membicarakan Kliwon. Kliwon yang telah berubah menjadi orang pintar. Kliwon yang sebelumnya pendiam, tidak banyak bergaul, tidak banyak memiliki pengetahuan tentang cara bertani yang baik, yang cenderung suka mengurung diri di rumah, kini menjadi Kliwon yang banyak dihormati dan disegani orang. Hanya saja warga terus bertanya - tanya. Bagaimana Kliwon bisa mengusai jimat yang sementara waktu di kuasai yu Jumprit bisa berpindah di tangan Kliwon. Yu Jumprit mati secara misterius. Dan sekarang Kliwon yang menguasai jimatnya. Orang tidak bisa menemukan jawabannya. Keculai hanya menduga dan berprasangka. 
Tobil dan Plencing  masuk di kedai mbok Semi dan nimbrung ikut - ikut berkomentar. " Nah itu yang membuat kita bingung. Dari tangan yu Jumprit jimat pindah ke tangan Kliwon. Dan yu Jumprit meninggal karena diperdaya orang. Lalu siapa yang membunuh yu Jumprit. Kita semua jadi bisa berprasangka, kan ?" Plencing dengan penuh semangat nimbrung warga yang sedang ramai ngrumpi tentang Kliwon. " Jadi kang Plencing nuduh kang Kliwon yang memperdaya yu Jumprit, ya ?" Seorang pemuda menanggapi omongan Plencing. " Saya dak nuduh Kliwon, lho. Tapi coba pikir. Kok bisa - bisanya jimat yang di tangan yu Jumprit bisa pindah ke tangan Kliwon. Dan yu Jumprit meninggal secara tidak wajar. Apa ya mungkin yu Jumprit diperdaya gendruwo ?" Plencing menegaskan pendapatnya. Pemuda tadi hanya manggut - manggut tanda menyetujui pendapat Plencing. 
Uplik masuk kedai. Uplik perawan tua yang tidak diminati perjaka, karena matanya juling, bibirnya perot, dan kakinya besar kecil. Tetapi Uplik ini sungguh kemayu, centil dan enteng omong. " Wah yang di kedai kok lelaki semua ya ! Wah aku jadi paling cantik, ya ?" Uplik enteng omong sekenanya. Orang yang di kedai tertawa berderai bersama. " Sapa bilang kamu tidak cantik !" Pemuda yang tadi menanggapi omongan Plencing berkomentar. Kembali ada ledakan tawa dari orang - orang. " Lho kang Plencing ya ada disini ta ?" Uplik mengarahkan pandangannya ke arah Plencing. Tetapi karena juling, pandangan seperti mengarah kepada Tobil yang duduk bersebelahan dengan Plencing. " Lho kok aku yang dipandang Plik ?" Tobil menatap mata juling Uplik. Uplik tertawa lepas. " Ih ... kang Tobil ini ada - ada saja." Uplik tetap memandangi Plencing tetapi bola matanya ke Tobil. Plencing menjadi kelimpungan. " Aku kangen lho sama kang Plencing ? Sekarang kok dak pernah menemui aku lagi tak kang ?" Uplik meneruskan sapaannya kepada Plencing. Plencing hanya terdiam dan wajahnya merah karena malu. Dan Plencing was - was kalau Uplik kebablasan ngoceh. Bisa - bisa dirinya bakal memperoleh malu. Mengapa ? Karena Plencing pernah berbuat nakal terhadap Uplik. Peristiwa terjadi beberapa bulan yang lalu. 
Malam itu Plencing lagi kesepian. Karena Tobil sedang diajak juragan Gogor ke kota beberapa hari. Plencing malam itu hanya bisa keluyuran karena memang tidak ada pekerjaan dari juragan Gogor. Plencing ketemu Uplik yang sedang berjalan pulang dari rumah tetangga. Plencing yang yang kesepian menggoda Uplik. Uplik yang memang jauh dari para perjaka sangat senang memperoleh godaan dari Plencing. Gayung bersambut. Uplik dan Plencing bergadengan tangan menuju tebing yang membatasi desa dengan persawahan. Malam hanya diterangi rembulan secuil. Di tebing di atas rerumputan Plencing tanpa basa - basi lagi langsung memeluk tubuh Uplik. Uplik sangat senang, karena memang sangat ingin dirinya dipeluk lelaki. Plencing yang nakal langsung merebahkan Uplik di atas rumputan dan menyingkapkan kainnya. Uplik manut - manut saja. Juga ketika kain yang menutupi dadanya dibuka Plencing Uplik juga malam membantu agar cepat terbuka. Tanpa ampun Plencing langsung menggarap buah dada perawan Uplik. Seperti kakinya buah dada Uplik besar sebelah. Yang satu besar yang satu kurang bersar. Plencing tidak perduli. Plencing langsung menyergapnya dengan remasan dan berikutnya dengan mulutnya yang menyedot puting susu Uplik. Uplik hanya bisa menikmati sergapan buas Plencing. Sebentar saja Plencing sudah sangat menguasai tubuh Uplik. Uplik hanya bisa terus merintih ketika dengan lahapnya mulut Plencing berganti - ganti di bibir, sebentar kemudian di dada, di leher, dan tangannya telah membuat milik Uplik yang ada di selangkangan menjadi basah - basah. " Kang ... aku ... aku mau ... kang ... aku mau ... " Uplik meminta Plencing segera menindihnya. Tetapi Plencing tetap sadar. Dirinya tidak akan menyetubuhi Uplik. Dalam pikiran sadar Plencing, takut Uplik bakal hamil. Dirinya tidak akan suka menikahi Uplik. Yang dilakukan ini hanya dari pada nganggur. Uplik nekat memelorotkan celana dalamnya sendiri. " Kang ayo kang, celana kang Plencing dilepas." Uplik meraba - raba celana kolor Plencing dan menemukan mentimun panjang yang sudah sangat kaku. Plencing terus tetap sadar. Tangan Uplik sudah berhasil menggenggam punya Plencing. Plencing meringis karena tangan Uplik begitu lembut dan hangat. Plencingpun segera membalas memegangi, mengelus, mengilik, dan meneroboskan jari - jarinya ke milik Uplik. Uplik hanya bisa bergerak - gerak tidak karuan karena saking enaknya yang dirasakan di miliknya. Kedua bergumul tanpa menghubungkan miliknya masing - masing. Sampai ahkirnya keduanya kelelahan dan terhempas di rumput tebing.

bersambung ......................



Selasa, 19 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput 


Keenampuluhsatu

Sejak peristiwa malam itu yang dialaminya bersama Tumi, keinginan Kliwon untuk bisa dekat dengan wakini semakin menggebu. Tidak ada perawan lain yang ada di hati dan pikirannya selain wakini. Tetapi jiwa pengecut Kliwon menjadikannya tidak berani secara  terang - terangan menjumpai Wakini. Kliwon hanya berharap - harap bisa ketemu Wakini di jalan atau dimana saja. Dan dirinya akan memberanikan menyapa. Disela - sela kegiatannya yang sangat sibuk melayani tamu dan menolong orang, Kliwon terus menyoba mengintai kegiatan Wakini. Kliwon yang telah berubah keadaan dengan Kliwon yang dulu menyebabkan dirinya menjadi kurang leluasa. Kliwon yang telah berubah menjadi orang yang banyak dihormati karena kebisaannya menyembuh orang sakit, menjadi sulit bergiat layaknya perjaka desa yang lain. Kliwon menjadi tidak bisa sembarangan saja bergiat. Dirinya mesti hati - hati, karena banyak orang memperhatikannya. Jika kebetulan di rumah sepi tamu, Kliwon menyempatkan ke luar rumah dan pergi ke jalan. Dengan harapan bisa berpapasan dengan Wakini. Apa yang dipendamnya di dalam hati tidak ada orang yang tahu. Bahkan pak Pedut bapaknya saja yang setiap hari serumah juga tidak tahu. 
Sore cerah. Langit bersih dari mendung. Tidak ada kabut. Matahari yang telah miring ke barat menerangi gunung dan pepohonan. Celoteh anak - anak yang sedang bermain di halaman rumah - rumah mereka membuat sore menjadi tambah ceria. Kliwon yang sejak pagi hingga siang disibukkan oleh para tamu yang berobat, santai berdiri di depan rumah, mengamati jalanan. Harapannya Wakini lewat. Tiga batang rokok  telah habis diisapnya, dan telah membuat bibirnya panas, yang diharapkan tidak kunjung lewat. Dalam hati Kliwon menggerutu mengapa Wakini tidak lewat. Mengapa Wakini tidak keluar rumah menuju kedainya mbok Semi. Dimana Wakini ? 
Matahari telah rebah di balik bukit. Suasana menjadi petang. Kliwon kecewa. Wakini tiada kelihatan melalui jalan. Kliwon masuk ke rumah dan membawa hatinya yang masgul, kecewa, dan menggerutu. Kliwon masuk kamar dan membanting tubuhnya di amben. Pikirannya melayang ke Wakini. Wakini yang rambutnya di kepang. Wakini yang tubuhnya padat. Wakini yang berkulit bersih. Wakin yang tidak secantik Tumi dan Menik, tetapi nampak luwes dan manis. Wakini yang kalau tersenyum membuat jantung bergetar. Wakini yang kalau berjalan pantatnya sintalnya tampak bergetar - getar membuat di jangtungnya ada gempa. 
Aku harus berani menjumpainya. Aku harus mengatakan keininginanku. Aku tidak boleh hanya menunggu. Kalau hanya menunggu aku tidak akan mendapatkan Wakini ! Aku harus berani ! Dengan sigap Kliwon bangkit dari amben dan tekatnya akan segera ke luar rumah untuk menjumpai Wakini. 
Rembulan separo di langit menerangi jalannya Kliwon menuju rumah Wakini. Langkah Kliwon kadang - kadang terhenti, karena Kliwon ragu. Akankah Wakini mau menemuinya ? Tidakkah kedatangannya ini akan membuat Wakini kaget ? Atau justru nanti dirinya akan ditertawakan Wakini. Kliwon berhenti melangkah. Rasanya mau balik saja ke rumah. Tetapi bayangan senyum Wakini kembali mendesak - desak otaknya agar meneruskan langkah. Kenapa takut. Tidak ada yang harus ditakuti. Kliwon melanbgkah cepat agar pikirannya yang pengecut tidak lagi mengganggunya. 
Kliwon terkejut. Wakini ada di halaman rumah sedang memandangi rembulan. Kliwon menghentikan langkah dan cepat - cepat bersembunyi di balik batang pohon besar. Matanya mengawasi Wakini. Wakini nampak gelisah. Kadang wajahnya menengadah memandang rembulan, kadang celingukan kesana - kemari. Kliwon curiga. Jangan - jangan wakini sedang menunggu kedatangan perjaka pujaannya. Kliwon deg - degan. Terbersit rasa cemburu. Otaknya segera memerintahkan tubuhnya agar segera berlari meninggalkan tempat untuk menjauh dari Wakini. Betapa malunya dirinya kalau benar Wakini sedang menunggu pacar. Dirinya pasti ditolak mentah - mentah. Otaknya berpendapat demikian. Lain dengan dorongan perasaannya yang sangat ingin berhadapan dengan Wakini. Dan mulutnya akan segera mengatakan kalau dirinya suka sama Wakini.  Kliwon menunggu beberapa saat sambil mengamati Wakini. Wakini yang padat sintal. Rambutnya yang sebahu diurai. Dadanya begitu menonjol. Perutnya tipis. Matanya bulat, hidungnya tidak mancung tetapi tidak pesek, dan bibirnya mudah membuka karena murah senyum.  Ah ... kepalang tanggung apapun yang terjadi aku harus menjumpai Wakini. Yang terjadi biarlah terjadi. Kliwon keluar dari balik batang pohon besar dan melangkah mantap ke arah Wakini berdiri. Wakini yang mendengar suara langkah mendekatinya menoleh ke arah Kliwon yang sudah sangat dekat dengan dirinya. " Kang Kliwon ... ! Wakini berjingkrak. " Ini benar kang Kliwon ta kang ?" Wakini tiba - tiba menubruk dan memeluk tubuh Kliwon. Kliwon sangat kaget. " Kang ... aneh ... kang ... sejak tadi sore aku ini ada firasat kalau kang Kliwon mau datang menemui aku. Aneh ... kang ini menjadi kenyataan. Kang betul kang ... percayalah ... aku ini sedang menunggu kang Kliwon. Aneh banget kang ... aku senang sekali, firasatku jadi kenyataan. Kang ... kang Kliwon... aku senang sekali !" Wakini memeluk erat tubuh Kliwon sambil wajahnya ditengadahkan dan didekatkan ke wajah Kliwon yang sedang bingung. Kliwon membaui wangi melati dari rambut Wakini. Kliwon menghirup wanginya mawar yang berasal dari napas Wakini. Kliwon merasakan kenyal empuknya dada Wakini yang menempel erat di bawah dadanya. Beberapa saat kemudian mengalir perasaan bahagia memenuhi rongga dadanya. Kliwon tersadar dari kebingungannya dan segera memeluk erat tubuh Wakini. " Kang kenapa lama sekali kang Kliwon baru datang. Aku sangat mengharapkan kang. Aku tahu kalau kang Kliwon menyukai aku. Aku tahu kang Kliwon suka menyuri pandang ke aku.  Aku juga suka kang Kliwon, kang. Aku sudah sangat menunggu, kang." Kliwon tidak bisa berkata apa - apa. Perasaan hatinya yang tiba - tiba berbunga -  bunga membuat mulutnya bagai terkunci. Kliwon hanya bisa memandangi wajah cantik yang sangat dekat dengan wajahnya. " Kang Kliwon ..." Wakini lembut menyebut nama Kliwon. Dari sudut matanya yang bulat mengalir air matanya.  Membasahi pipi. Air mata yang berkilat - kilat memantulkan cahaya rembulan. Entah bagaimana bibir Kliwon segera menempel di bibir Wakini yang terbuka. Wakini dan Kliwon berciuman memadu kasih yang tiba - tiba tumbuh subur di hati mereka. Kliwon merasakan hangat dan wanginya bibir Wakini. Sebaliknya Wakini merasakan menggebunya bibir Kliwon yang melumat bibirnya. Mereka berpagut dan melupakan alam sekitar. Untung saja rumah Wakini yang berhalaman luas ini agak jauh dari tetangga. Sehingga kedua yang sedang menikmati indahnya cinta tidak ketahuan orang lain. Wakini yang baru sekali ini merasakan dicium mesra dan menggebu oleh perjaka, merasakan ciuman sebagai kenikmatan yang tiada tara. Apalagi yang mencium adalah perjaka yang memang dirindukannya. Ciuman Kliwon membuat tubuhnya merinding. Rasa hangat di bibir menjalar kemana - mana kebagian - bagian tubuhnya yang lain. Wakini menjadi merapat - rapatkan pahanya karena di miliknya serasa ada yang mau mengalir keluar dan dirasakan sungguh nikmat. Tubuhnya semakin dipepetkan ke tubuh Kliwon. Seluruh tubuh Kliwon gemetaran. Napasnya begitu memburu. Tubuh wakini yang menempel ketat di tubuhnya tak urung menekan mentimunnya yang kaku di dalam celananya. Kliwon hanya bisa mendengus - dengus dan semakin kuat saja memeluk tubuh Wakini ketika mentimunnya tidak bisa menahan muntahnya cairan lelakinya. Sejurus kemudian Kliwon tersadar dan merasa malu. Segera dilepaskannya Wakini dari pelukannya. Dan hanya tangan Wakini saja yang dipegangnya. " Ni ... aku ... aku ... pulang dulu. Besuk ketemu lagi." Kliwon tergagap. Berkata begitu Kliwon cepat - cepat meninggalkan Wakini yang pandangan matanya membututi sampai Kliwon hilang di telan rimbunnya tetumbuhan di tepi jalan. 

bersambung ..................

Senin, 18 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                edohaput 


Keenampuluh

Kabar tentang kesembuhan Gudel dari sakitnya cepat menyebar. Setiap ada warga bergerombol ngobrol, topik pembicaraan yang terdengar adalah kesembuhan Gudel. Dan yang paling menjadi topik hangat adalah kesembuhan Gudel ini adalah berkat pertolongan Kliwon. Warga sungguh kaget dan hampir - hampir tidak percaya Kliwon bisa berbuat layaknya mendiang neneknya. Bisa berbuat seperti mendiang yu Jumprit. Yang bisa menyembuhkan orang dari sakitnya seketika. Dari mulut Tumilah kabar kesembuhan Gudel dan kebisaan Kliwon ini menjadi cepat menyebar. Dengan mata kepalanya sendiri Tumi menyaksikan bagaimana Kliwon memaksa Gudel meminum air. Tumi juga melihat dengan sangat kaget ketika Kliwon mengguyurkan air di tubuh Gudel, dan seperti orang yang tidak sedang sakit Gudel langsung bangun dan minta diberi makan. Dan yang paling membuat Tumi terheran - heran dan sangat senang adalah karena sejak Kliwon menyembuhkannya, Gudel tidak lagi teringat Menik. Gudel telah benar - benar melupakan Menik. Perhatian Gudel hanya tertuju pada Tumi. Mulut Gudel yang ketika sakit selalu komat - kamit menyebut nama Menik, sekarang tidak lagi. Tumi sangat senang. Tumi sangat bangga. Dirinya telah menjadi perawan satu - satunya yang disukai Gudel. 
Berkembang di benak warga kini jimat Kecubung Wulung telah berpindah lagi ke tangan Kliwon. Dulu jimat di tangan Nyi Ramang. Kemudian di tangan yu Jumprit. Yu Jumprit mati secara mengenaskan dan belum pernah diketahui siapa yang memperdaya yu Jumprit. Kini jimat di tangan Kliwon. Warga mulai menduga. Kliwon memegangi jimat karena diperoleh dengan cara membunuh yu Jumprit. Warga menjadi sangat gembira karena jimat sudah berada di tempatnya lagi, dan mereka tidak akan menemui kesulitan jika satu saat ada yang menderita sakit. Dibalik itu warga juga menganggap Kliwon sebagai orang yang kejam. Karena telah tega membunuh yu Jumprit demi mengembalikan jimat ke tangan yang tepat. Di mata warga, Kliwon berada di antara sebagai orang yang sangat berguna dan sebagai orang yang sangat menjijikan. Warga tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi. 
Rumah pak Pedut kembali menjadi ramai. Banyak orang datang meminta pertolongan. Kliwon melaksanakan sumpahnya. Sisa hidupnya akan diabdikan untuk orang lain. Untuk sesama. Desa kembali semarak. Warga berangsur melupakan kematian yu Jumprit. Kliwon menjadi orang yang sangat dibutuhkan. 

Malam gerimis. Kabut tebal menyelimuti desa. Tumi yang sejak sore mengamati rumah pak Pedut, melihat suasana desa dan jalanan sangat sepi, segera membungkus tubuhnya dengan kain sarung setengah berlari menerobos tebalnya kabut. Tumi sangat senang, lampu minyak ruangan tamu rumah pak pedut telah dipadamkan. Itu berarti sudah tidak ada lagi tamu yang datang minta ditolong Kliwon. Tanpa ragu - ragu lagi Tumi segera mendekati pintu dapur dan segera mengetuk. Tumi tahu kebiasaan Kliwon sejak banyak orang meminta tolong, jarang tidur sore - sore. Kliwon banyak terjaga sampai malam. Tumi juga tahu kalau Kliwon pada malam - malam terjaganya, Kliwon banyak berada di dapur untuk menjerang air atau sekedar menghangatkan tubuh di dekat tungku api. " Siapa ... ?" Benar juga dugaan Tumi. Kliwon masih terjaga di dapur. " Aku kang, aku Tumi !" Tumi menjawab keras namun ditahan agar tidak didengar tetangga. Tumi memperoleh pintu dan segera melepas kain sarung yang membungkus dirinya dan segera duduk di amben dapur. " Ada apa Tum, sakit ?" Sapa Kliwon pendek. " Dak kang, aku dak sakit." Tumi membuka bungkusan daun pisang. " Ini lho kang aku membuat kue tawonan. Sengaja aku buat untuk kang Kliwon. Gurih banget lho kang. Gulanya sengaja aku pakai gula aren biar enaknya legit banget." Bungkusan daun pisang terbuka dan kue tawonan terlihat di mata Kliwon. Kliwon menelan ludah. Karena kue tawonan adalah kue kesukaannya. " Ah kamu ini repot - repot saja, Tum." Kliwon basa - basi dan segera menuang teh panas dan membawanya ke amben. " Minum, Tum. Biar badan anget." Kliwon menyodorkan gelas berisi teh manis panas. " Kebetulan ini baru saja aku buat. Nih ... minum !" Kliwon juga segera duduk di amben. " Yang benar ada apa Tum, malam - malam datang." Kliwon memasukkan kue tawonan ke mulut. " Ada perlu kang. Masak dak ada perlu aku datang malam - malam gini." Tumi menyerutup teh panas . Bibirnya yang tersentuh gelas pelan - pelan menyerutup teh dan menimbulkan bunyi. " Penting ?" Kliwon juga menyerutup teh untuk mendorong kue tawonan yang ada di mulut agar mudah ditelan. " Penting ya penting, dak ya dak kang. Tapi bagi aku ya penting kang." Tumi memperbaiki posisi duduknya, agar seluruh pantatnya berada di amben. " Lho kok ... ?" Kalimat Kliwon terputus karena kue tawonan hampir saja membuatnya tersedak. " Iya kang bagiku kedatanganku ini penting, tapi mungkin dak penting bagi kang Kliwon." Tumi berhenti bicara karena kembali bibirnya disentuhkan gelas teh. " Gini kang. Karena kang Kliwon sudah menyembuhkan kang Gudel, dan kang Gudel juga sudah tidak lagi teringat Menik, aku sangat gembira. Dan malam ini aku sengaja datang dan memilih malam yang sepi, untuk berterima kasih kepada kang Kliwon.  Kang malam ini aku ingin menyerahkan tubuh ini untuk kang Kliwon sebagai ucapan terima kasih, kang." Tumi tanpa ragu - ragu dan nekat menggeser duduknya dan menempel di bahu Kliwon. Kliwon kaget. Kaget dengan ucapan Tumi dan juga kaget karena Tumi tiba - tiba menempel di bahunya. Hidung Kliwon menghirup wanginya melati dari rambut Tumi. Belum hilang dari kagetnya yang pertama, Kliwon sudah lagi dikagetkan oleh tangannya yang ditarik Tumi dan kemudian tahu - tahu sudah menempel di dada Tumi. " Kang ... " Tumi nenekankan tangan Kliwon di dadanya. Kliwon marasakan tonjolan dada Tumi yang hanya dilapisi kain tipis dan tidak dikutangi. Tangan Kliwon di dada Tumi tidak bereaksi. Kliwon malah tiba - tiba gemetar. Jantung deg - degan keras. Pikirannya kacau, dan hilang kesadaran. 
Kliwon perjaka penakut. Perjaka yang tidak pernah bergaul dengan perawan. Perjaka yang tidak berani menatap perawan. Perjaka yang tidak berolok - olok jika bertemu perawan. Perjaka yang punya keinginan tetapi tidak pernah berani mengutarakan. Perjaka yang hanya bisa berangan - angan, dan sangat tidak percaya diri untuk mewujudkannya. Perawan Wakini yang ada dipikirannya pun tidak pernah didekatinya. Karena takut. Sebenarnya Kliwon adalah perjaka normal. Hanya saja hatinya ciut ketika berhadapan dengan perawan. Terhadap Wakini yang ada di hatinya saja Kliwon hanya berani melirik, tanpa berani menatap. Jika berpapasan dengan Wakini di jalan atau dimana saja malah jantungnya dulu yang berdegup dan membuatnya gugup dan ahkirnya diam tidak menyapa. Wakini menjadi teman khayalnya ketika susah tidur. Wakinilah yang terbawa dalam mimpinya. 
" Tum ... " Suara kliwon berat, susah keluar dan parau. Napasnya memburu. Degup jantung tidak terkendali. Membuat Kliwon tersengal. " Kang aku pasrah kang. Ini sebagai ucapan terima kasih." Tumi memeluk Kliwon dan meraih tangan Kliwon yang lain dan menempatkannya di selangkangannya yang tidak ada celana dalam. Tangan Kliwon menyentuh sesuatu yang belum pernah disentuhnya. Tumi menjepit tangan Kliwon dengan merapatkan pahanya. Sehingga tangan Kliwon merasakan kehangatan paha Tumi dan menyentuh juga rambut bawah milik Tumi. " Lakukan kang. Aku siap. Dan aku sangat ingin." Tumi mendekatkan bibirnya ke bibir Kliwon. Desah napas wangi dan hangat dari mulut Tumi sangat terasa di wajah dan di hidung Kliwon. Tumi sedikit menggoyang pantat dan memaju - majukannya, sehingga tangan Kliwon yang terjepit di selangkangan Tumi menjadi semakin bisa terpepet ke arah milik Tumi. Tumi menginginkan Klwon merabanya, mengelusnya, atau bahkan mengiliknya. Tetapi justru tangan Kliwon menjadi gemetar. Tangan Kliwon tidak bereaksi seperti yang diharapakan Tumi. " Piye ta kang. Mbok diraba kang, ayo kang, dielus ... " Tumi meminta. Lagi - lagi Kliwon tidak bereaksi. Malah keringatnya mulai membasahi tubuhnya. Tumi menempelkan dadanya yang payudaranya sudah terbebas dari kain yang menutupinya. Menggosok - gosokkan di dada Kliwon. Kliwon melihat buah dada Tumi yang dihisai banyak tahi lalat lembut kecil - kecil. Kliwon ada hasrat juga untuk memegang dan meremas. Tetapi satu tangan ada diselangkangan Tumi dan gemetar dan satu tangan lagi menyangga tubuhnya yang dilendeti Tumi. Kliwon hanya memandangi dengan rasa kagum akan keindahan payudara Tumi. Tumi menegakkan tubuh Kliwon dan meraih tangan Kliwon dan ditempelkan di buah dadanya. " Remas, kang...ayo ... kang ..jangan hanya dipandang..." Tangan Kliwon yang ada di payudara Tumi juga lagi - lagi tidak bereaksi. Hanya napasnya saja yang terus memburu dan badanya gemetar. Tumi Gemas. Dengan nekat sarung Kliwon ditarik hingga lepas, dan tangan Tumi segera masuk ke celana kolor Kliwon. Tumi mendapati mentimun Kliwon sangat kaku. Tidak sebesar milik Gudel, dan juga tidak sebesar milik juragan Gogor dan juragan Rase. Tetapi milik Kliwon ini terasa lebih panjang dan ujung yang menggelembung. Tumi memeganginya. Tumi menggerak - gerakkannya. Kliwon merasakan hangatnya dan lembutnya telapak tangan Tumi. Kliwon tidak tahan. Kliwon menggeliat dan menubruk tubuh Tumi. Tumi merasakan ada cairan hangat kental licin mengguyur telapak tangannya. Kliwon menggeram dan tubuhnya jatuh di atas tubuh Tumi yang ambruk. " Kang Kliwon ini gimana ta kok malah di tumpahkan di tangan ?" Tumi kecewa. Tubuh Kliwon lemas dan segera terlentang di amben. Tumi memberengut dan segera membenahi kainnya yang tidak teratur. 

bersambung .............

Senin, 11 Februari 2013

Cubung Wulung

                                                                                                       edohaput


Kelimapuluhsembilan

Melihat Gudel semakin bertambah hari semakin tidak berdaya, tidak bisa lain Kliwon merasa kasihan juga kepada Gudel. Walaupun sakit Gudel ini memang disengaja. Sakit yang dimaui. Sakit yang diharapkan. Gudel memang menginginkan kematian. Dirinya tidak sanggup hidup tanpa Menik yang dicintainya. Gudel yang punya sifat berangasan, braok, pemberani, dan kuat phisik, ternyata lemah mental. Hanya karena Menik dinikahi Gono Gudel lunglai tak berdaya. Selain Gudel sudah banyak berjasa terhadap keluarganya, juga karena sakit Gudel ini karena Menik adiknya, maka Kliwon merasa bertanggung jawab. Dirinya harus berupaya untuk kesembuhan Gudel. 
Kliwon tahu Menik juga bersalah kepada Gudel. Karena Menik pernah mau bercumbu dengan Gudel. Dengan begitu maka Gudel menjadi punya harapan, Menik mau, Menik menanggapi cintanya, seolah Menik memberi harapan. Padahal yang dilakukan Menik tidak lain hanya balas jasa atas tenaga yang pernah diberikan Gudel kepada keluarganya. Satu malam ketika Kliwon akan mengambil minum di dapur, mendapati Gudel dan Menik sedang berpelukan. Menik ada di pangkuan Gudel. Amben bergoyang - goyang dan ada suara krengket - krengket. Kliwon mengurungkan niatnya untuk terus ke dapur. Berhenti di balik pintu dan matanya yang dipincingkan dan ditempelkan di celah pintu yang menguhubungkan ruang rumah induk dengan dapur. Sebenarnya Kliwon tidak tega untuk melihat adiknya yang sedang asyik menikmati cumbuan. Tetapi hasrat lelakinya tiba - tiba muncul memenuhi otaknya. Membuat Kliwon tidak bisa menahan untuk melihat. Kliwon melihat tubuh Menik yang sudah dikuasi Gudel hanya bisa berjingkat - jingkat. Kain atasnya telah melorot ke bawah. Buah dadanya menjadi bulan - bulanan mulut Gudel yang membabi buta. Mulut Menik yang menganga - nganga juga menjadi sasaran bibir gudel yang terus berpindah - pindah dari bibir ke leher, kembali ke payudara. Sarung Gudel yang sudah tidak terpasang di pinggang menyebabkan celana kolornya yang telah melotrok - melotrok terlihat oleh mata Kliwon. Dan yang membuat Kliwon semakin deg - degan adalah tangan Menik yang telah menggenggam mentimun Gudel dan digerakkan. Dan yang membuat Kliwon agak lega adalah ketika tangan Gudel mencoba menuju selangkang Menik, selalu ditolak oleh menik. Rupanya Menik masih banyak sadarnya untuk mempertahankan miliknya. Kliwon sendiri sebenarnya kaget juga. Karena tidak menyadari adiknya telah begitu dewasa. Payudaranya telah begitu besar menyembul di dadanya. Setiap kali buah dada Menik di serang mulut Gudel, Kliwon menyaksikan Menik begitu menggeliat di pelukan Gudel. Jari - jari kakinya mengejang, pantatnya terangkat - angkat, dan lehernya menekuk kebelakang ke arah punggung dan wajah mendongak, mulut merintih dan mengeluarkan desahan. 
Pikiran Kliwon melayang ke wakini. Perawan yang disukainya. Perawan yang selalu di angannya. Tetapi dirinya tidak pernah berani mendekati. Wakini perawan sebaya Menik. Yang memiliki tubuh agak pendek. Lebih pendek dari Menik. Wakini cenderung gemuk, sintal, berpantat besar. Payudaranya sangat menonjol. Wakini perawan yang belum pernah didekati lelaki. Wakini yang pendiam dan sulit bergaul menjadi jauh dari para perjaka. Kliwon sangat menaruh perhatian terhadap Wakini, tetapi Kliwon tidak punya keberanian untuk mendekatinya. Satu hari Kliwon pernah dibuat jantungnya berdesir keras ketika Wakini sedang mencuci kakinya di parit. Kainnya diangkat sampai ke pangkal paha. Dan Kliwon bisa melihat punya wakini yang tidak dikenakan celana dalam. Tidak sengaja waktu itu Kliwon sedang berada di dekat wakini, karena parit dengan air yang mengalir bening itu selalu menjadi tempat orang mencuci kaki sehabis kerja di sawah. Menyadari dirinya dilihat Kliwon dengan mata melotot Wakini hanya tersenyum. Dan tidak segera menurunkan kainnya, malah kakinya digoyang - goyangkan di air dan membuat kainnya semakin naik ke pangkal paha. Dan tubuhnya dibungkuk - bungkukan sehingga Kliwon bisa melihat payudara Wakini yang menggantung di balik kainnya yang longgar. Kliwon menjadi kelimpungan karena ketahuan memelototi milik Wakini. Kliwon yang pengecut, segera berlalu membawa jantungnya yang terus deg - degan. 
Pikirannya yang melayang ke Wakini tiba - tiba menjadi buyar, ketika mendengar pekik tertahan Gudel yang erat mendekap Menik. Mata Kliwon dari balik celah pintu melihat menetimun Gudel yang di pegang Menik memuntahkan lavanya. Tersebur muncrat membasahi tangan Menik. Dan Kliwon Juga mendengar desahan Menik yang diikuti menggelinjangnya tubuh seiring mulut Gudel yang keras menyedot puting susu Menik. 
Niatnya untuk menolong Gudel membesarkan semangatnya untuk membuktikan kata - kata Menik malam itu. Gudel harus sembuh. Dirinya tidak tega membiarkan Gudel tergolek lemas. Jika kata - kata Menik benar, Gudel akan tertolong. Dan dirinya akan menjadi orang yang diperlukan oleh orang banyak. Kliwon bersumpah seluruh sisa hidupnya akan diabdikan untuk orang banyak. Kehidupannya selama ini yang hanya diisi dengan pergi ke sawah, diam di rumah, jarang bergaul dan tanpa cita - cita, akan diisinya dengan berbuat baik pada sesama. 
Malam telah hampir sampai di pertengahan. Kliwon dengan berkerudung sarung berjalan menuju kedung. Kliwon memilih jalan yang jarang di lewati orang untuk menuju kedung. Melewati persawahan dan menerabas ladang Kliwon sampai di pinggir kedung. Suasana kedung seram. Gelap gulita. Air kedung tidak nampak. Pohon - pohon besar di tepi kedung membuat bulu kuduk Kliwon berdiri. Seluruh badan merinding ketika didengar suara binatang malam yang aneh - aneh. 
Kliwon ingin membuktikan kata - kata Menik adiknya. Ini malam Jumat Kliwon. Jika kata - kata Menik benar ditengah malam ini air kedung akan bercahaya. Dan disaat itu pula tangannya akan segera memasukkan bumbung bambu untuk mengambil airnya. 
Kliwon berdiri di kegelapan. Termangu di pinggir kedung. Menunggu bukti omongan Menik. Dingin udara gunung tengah malam membuat tulang - tulang Kliwon sakit. Namun begitu dirinya segera melapas sarung yang digunakan untuk kerudung. Sarung ditalikan melingkar di perutnya. Kliwon bermaksud memudahkan dirinya untuk mengambil air saat kedung bercahaya. Kliwon menunggu dengan bumbung bambu tempat air siap di tangannya. Jantungnya berdegup keras. Seperti apa cahaya yang keluar dari kedung. Kliwon hanya bisa harap - harap cemas. Dan diperasaannya ada rasa takut yang luar biasa. Seandainya saja ada yang melihat wajah Kliwon saat ini pasti akan mengatakan wajah Kliwon pucat bagai wajah jasad orang yang telah mati. Pucat pasi. Jika bukan karena ingin membuktikan kata - kata adiknya dan ingin membantu Gudel sembuh dari sakitnya Kliwon tidak akan berani melakukan ini. Kliwon diketahui perjaka pengecut. Takut gelap. Takut berada di suatu tempat sepi sendirian. Walaupun belum pernah bertemu, Kliwon sangat takut dengan hantu. Kliwon tidak berani menebarkan pandangannya ke sekeliling kedung. Takut pandangan matanya akan menumbuk sesuatu yang ditakuti. Kliwon terpaku. Seluruh tubuh merinding. Belum lagi dinginnya malam yang begitu menggigit. 
Pribadi Kliwon tidak pernah mewarisi sifat - sifat mendiang Nyi ramang neneknya. Sifat - sifat mendiang Nyi Ramang dimonopoli Menik adiknya. Menik benar - benar Nyi Ramang muda. Gaya bicaranya. Gaya tingkah polahnya. Sorot matanya. Bahkan wibawanya ketika serius berbicara, Menik sangat identik dengan neneknya. Kliwon sangat mengakui itu. Maka Kliwon selalu berhati - hati terhadap Menik. Kliwon cenderung takut. Kliwon sangat hormat terhadap Menik jika Menik sedang serius. 
Byaaaaar .....!! Tiba - tiba iar kedung bercahaya sangat terang. Kliwon kaget bukan kepalang. Kekagetannya hanya berlangsung beberapa detik karena dirinya ingat saat itu pula dia harus mengambil air kedung. Dengan sigap Kliwon menenggelamkan bumbung. Blebeg .... blebeg .... bumbung terisi air. Saat Kliwon mengangkat bumbung cahaya di air kedung mulai menghilang. Yang diomongkan adiknya benar. Mudah - mudahan omongan Menik yang lain juga akan terbukti. 
Kliwon segera meninggalkan Kedung dengan membawa bumbung berisi air kedung. Langkah Kliwon cepat, kembali menerabas persawahan dan ladang - ladang jagung. Kliwon tidak peduli tubuhnya yang kadang - kadang harus tersangkut oleh semak berduri. Perih di kulit dan sakit di telapak kaki karena menginjak duri tidak dirasakan. Kliwon berjalan dengan jarak pandang yang sangat pendek. Yang terlihat hanya apa yang ada dekat di depannya. Selebihnya gelap. Kadang Kliwon harus terjerembab jatuh dan mempertahankan agar air dalam bumbung agar tidak tumpah. 
Sampai di rumah Kliwon mendapati bapaknya mendengkur keras. Dengan berjingkat Kliwon masuk kamar dan meletakkan bumbung berisi air kedung di sudut kamar. Kemudian direbahkan tubuhnya di ranjang yang beralas galar dan tikar. Rasa kantuknya mulai menyelimuti matanya. Sekali menguap kecil Kliwon sudah mulai lupa. Layap - layap antara tidur dan tidak. Disaat itulah tiba - tiba telinganya menangkap suara lembut. Dan itu suara mendiang neneknya. Kliwon kaget. Tetapi amat sulit membuka mata. " Won, rawat bapakmu. Jangan biarkan bapakmu sedih dan susah. Ingatlah pesan adikmu. Tolonglah sesamu dengan sekuat kemampuanmu. Jangan pernah lagi berbuat kesalahan besar. Untuk menebus kesalahan serahkan jiwa ragamu untuk sesama." Kliwon berkelenjotan, terkaget - kaget, jantung berdegup keras, tetapi tetap tidak bisa terjaga dari layap - layap tidurnya. 

bersambung ........................





Jumat, 01 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                    edohaput


Kelimapuluhdelapan

Sudah beberapa hari Juragan Rase mengintai kegiatan Tumi. Juragan Rase ingin mendapatkan kesempatan bertemu dengan Tumi ketika Tumi benar - benar kelihatan senggang. Keinginannya menjumpai Tumi sangat menggebu. Sampai - sampai kegiatan mengintai Tumi, menyebabkan  kegiatan pokok berdagang hewan ternak sapi di pasar dipaksakan libur. Pagi, siang, sore, malam waktunya dipergunakan untuk mengamati Tumi. Ternyata Tumi senggang jika sore menjelang malam sudah tiba. Tumi akan berada di rumah. 
Sore sebelum matahari ditelan gunung, juragan Rase sudah mendandani diri dengan celana yang terbaik, baju yang terbaik, mengenakan jas yang dibeli di kota, dan tidak lupan menyemprot kain dan kulitnya dengan wewangian yang juga dibelinya di kota. 
Kedatangan juragan Rase di senja menjelang malam disambut oleh kedua orang tua Tumi yang penat karena seharian bekerja di sawah memanen jagung. Setelah sejenak berbasa - basi dengan juragan Rase kedua orang tua Tumi memilih masuk kamar dan untuk saling memijit untuk menghilangkan kepenatan. Tumi yang tidak menyangka - nyangka bakal kedatangan perjaka kaya tidak sempat membedaki wajah dan mengatur rambut. Seperti biasanya ketika sore menjelang malam tiba, Tumi mandi membersihkan diri dengan air kedung. Dan di sore ini Tumi benar - benar tidak menghoas diri. Tumi jarang berhias, dan membadaki parasnya, kecuali kalau dirinya sudah kencan untuk ketemu dengan Gudel. Kini berhari - hari Gudel hanya bisa tergolek di ranjang karena sakit. Dan ketika Tumi menjenguk Gudelpun Tumi tidak berdandan, karena kekasihnya ini sedang sakit dan tidak perlu dipameri wajah cantiknya. Walaupun begitu Tumi tetap tampak cantik dan mempesona. Apalagi yang melihatnya adalah mata juragan Rase yang sudah cukup hari ingin menjumpainya.  " Kamu itu cantik banget lho, Tum." Tiba - tiba juragan Rase melontarkan kalimat jujur yang tidak disengaja dan diucapkan spontan sambil tangannya meraih  singkong goreng yang disuguhkan Tumi. Kalimat ini muncul tiba - tiba tanpa disadari karena memang perawan yang duduk di hadapannya ini sungguh mempesona dan tidak sedetikpun parasnya dialihkan dari tatapannya. " Ah juragan Rase ini ada - ada saja. Masak orang kayak aku kok cantik." Jawab Tumi sambil tersipu. Tumi sendiri heran, karena sejak tadi juragan Rase hanya ngomong tentang harga sapi, harga kerbau dan bagaimana cara mendapatkan keuntungan berdagang hewan ternak yang tidak diketahuinya, tiba - tiba melontarkan kalimat pujian. Tumi sempat merasa bosan dengan omongan juragan Rase yang banyak pamer tentang pintarnya memilih sapi, dan selalu mendapat banyak keuntungan. Kalimat pujian tentang kecantikan dirinya itu tiba - tiba membuat dirinya yang sejak tadi diam dan mengantuk dan hanya duduk di hadapan juragan Rase sebagai pendengar sambil mempermainkan kuku - kuku jarinya,  tiba - tiba tubuhnya teraliri rasa segar dan tidak lagi mengantuk. " Benar Tum, kamu itu cantik banget." Juragan Rase memasukkan singkong goreng ke mulutnya. Tumi kembali tersipu. Rona memerah di wajah Tumi terlihat di mata juragan Rase menambah - nambah keayuannya saja. Tiba - tiba juragan Rase merasa gemas, ingin rasanya jari - jarinnya menyiwel pipi Tumi yang jika tersenyum ada lesung pipitnya. " Tum aku ini sebenarnya sedang susah lho." Juragan Rase menyoba membuat kalimat yang diinginkan agar segera menjadi awal untuk mengarah kepada omongan - omongan yang akan menampakkan kalau dirinya menyukai Tumi. " Lhah juragan kok susah. Susah ya aku ini. Juragan tu duit ada, kekayaan berlimpah, sehat juga. Gitu kok bilang susah. Susah ya aku ini, juragan. Ingin itu, ingin ini ngumpulkan duitnya harus kerja keras di sawah." Tumi melebarkan senyumannya. Juragan rase tidak berkedip menatap senyumnya Tumi. " Ini lho Tum aku ini kan perjaka tua yang dak laku - laku ta, Tum. Itu yang membuat aku susah." Juragan Rase mulai menggiring arah pembicaraan. " Woo ...kalau itu, ya salah juragan Rase sendiri. Lha juragan Rase ini kan kaya, rumah ada, mewah lagi. Duit berlimpah. Sawah ladang luas. Mana ada perawan yang menolak juragan." Kalimat ini diucapkan Tumi dengan semangat sambil lagi - lagi tersenyum yang membuat lesung pipitnya bisa nampak di kedua pipinya yang ranum. Rasanya ingin juragan Rase bangkit dari duduk dan menubruk Tumi untuk memeluknya dan menciumi pipinya. Tetapi juragan Rase hanya bisa memelototi pipi yang begitu menggemaskan. " Ada Tum ... ada ... ada perawan yang menolak aku." Juragan Rase senang karena pembicaraan sudah tergiring. " Ah ... bodoh amat perawan itu, juragan. Perawan mana itu juragan. Bodoh - bodohnya perawan kalau menolak juragan." Masih tetap dengan nada semangat. Juraga Rase ternsenyum. Dalam hati juragan Rase bersorak, kena kamu ! " Perawan yang menolak aku itu kamu Tum. Coba saja kalau aku melamarmu, kamu menolak kan, Tum ?" Kalimat ini telak menghantam Tumi. Tumi sangat kaget dengan kalimat ini. Tidak dinyana dan tidak disangka juragan Rase membuatnya terperangkap oleh kata - kata sendiri yang membodoh - bodohkan perawan yang akan menolak juragan Rase. Tumi terdiam sesaat. Dan bingung kalimat mana yang bisa menangkal kalimat juragan Rase. " Lho kok aku perawannya, juragan ?" Tumi menjadi sekenanya ngomong. Dan omongan ini juga tidak disangka dan dinyana akan memperoleh jawaban yang menjadi bumerang yang sangat sulit ditangkal. " Ya kamu Tum. Karena aku menyukai kamu. Dan aku akan melamarmu. Kamu akan menolak kan, Tum ?" Kalimat inilah yang membuat Tumi menjadi sangat terpojok dan bingung. Yang terjadi kemudian Tumi diam. Menunduk dan hanya bisa deg - degan menghadapi perjaka kaya yang sedang duduk dihadapannya. Kedua tangannya dijepitkan di antara pahanya yang merapat dan wajahnya dalam menunduk. " Sebenarnya dah lama aku menyukai kamu, Tum. Tetapi selalu aku pendam. Aku takut ditolak." Juragan Rase berbohong. Karena yang sebenar - benarnya juragan rase menyukai Menik. Kalimat ini pun membuat Tumi semakin dalam menunduk. Pikirannya kacau. Tumi tidak menemukan kalimat untuk menangkal kalimat juragan Rase ini.  Tumi tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya diam. Karena Tumi terus diam, juragan Rase bangkit dan pindah duduk merapat dengan Tumi di kursi panjang yang diduduki Tumi. Tumi hanya sedikit beringsut, dan juragan Rase telah merangkul pundaknya. " Tum aku sangat menyukai kamu." Juraga Rase dengan sigap merogoh saku jasnya dan mengeluarkan cincin emas bermata berlian dan dengan cepat tanpa menunggu Tumi sadar juragan Rase meraih jari manis Tumi dan memasangkan cincin. Tumi kaget jari manisnya telah dilingkari cincin bermata berlian yang memantulkan cahaya lampu minyak di ruangan. Kedua tangan Tumi yang masih dipegangi Juragan Rase tiba dipasangi pula gelang - gelang yang juga bermata berlian. Sekali lagi Tumi sangat kaget. Tidak ada perasaan lain di hatinya dan pikirannya kecuali galau dan membuat kesadarannya hilang. Kekagetan Tumi yang ketiga kalinya dan membuatnya berada di antara setengah sadar dan setengah pingsan ketika juragan Rase meraih lehernya dan segera sebuah kalung dengan bandul bermata berlian juga melingkari lehernya, dan telingan samar - samar mendengar juragan Rase berbisik di telinganya. " Tum ini hadiah untukmu. Tum aku sangat menyukai kamu." Lembut kalimat ini sampai di telinga Tumi. Tumi merasakan hangatnya napas juragan Rase. Dan membuat kulitnya merinding. Dan Tumi juga tidak menyadari dan awalnya bagaimana tiba - tiba bibirnya telah beradu dengan bibir juragan Rase yang dengan penuh semangat melumat bibirnya. Rasa hangat dan nikmat di bibir membuat Tumi melupakan segalanya. Tumi meneriman ciuman juragan Rase dan tanpa disadarinya Tumi telah membalas ciuman juragan Rase. Napas panas juragan Rase sangat terasa di wajah Tumi. membuatnya semakin terlena, dan tidak disadarinya pula kain yang menutupi dadanya telah terbuka dan yang dirasakan kemudian payudara merasakan rasa geli nikmat. Tumi tidak tahu kutangnya juga telah lepas dan telah berada di lantai. 
Di luar rumah hujan mulai turun. Butir - butir air hujan menimbulkan suara berderak di genting Rumah. Sayup - sayup dari kamar belakang terdengar dengkur bapak dan mboknya Tumi yang tertindih suara hujan jatuh di genting. Kain Tumi telah melorot ke bawah membuat dadanya telanjang. Payudaranya telah dikuasai penuh oleh tangan juragan Rase. Sementara itu terjadinya bagaimana celana panjang dan celana dalam juragan Rase telah pula lepas dan terserak di lantai. Bibir juragan Rase telah berada di buah dada Tumi dan menyedot dan menggigiti kecil puting susu. Tumi kemudian hanya bisa menggeliat dan mengejang ketika gigitan juragan Rase nekat. Desahannya tidak tertahan. Jika saja malam ini tidak terjadi hujan, barangkali desahannya bisa membangunkan kedua orang tuanya yang sedang bermimpi.  Rasa yang sangat nikmat di payudaranya telah  menjalar ke miliknya yang masih tertutup celana dalam. Dan telah membuat celana dalamnya basah. Miliknya menjadi sangat pegal dan gatal. Tumi juga tidak tahu ketika dirinya telah berada di pangkuan juragan Rase yang napasnya sudah sangat tersengal dan memburu. Dan pantatnya tersentuh - sentuh sesuatu yang  bulat, panjang, hangat dan sangat kaku. Tumi menjadi sangat terangsang. Maka ketika juragan Rase berusaha memelorotkan celana dalamnya, Tumi membantunya dengan mengangkat - angkat pantatnya. Dan kemudian tidak tahu celana dalamnya telah terlempar kemana. Juga ketika juragan Rase merebahkan tubuhnya dan melebarkan kangkangan pahanya Tumi menurut saja. Tumi sudah sangat berharap merasakan miliknya ditembus agar rasa pegal dan gatalnya segera hilang dan berganti dengan rasa yang sangat diinginkan. Sekilas juragan Rase melihat milik Tumi yang berambut lebat. Bibirnya telah nampak basah dan terbuka. Juragan Rase menjadi sangat bernafsu. Di dekatkannya mentimunnya di milik Tumi yang sudah sangat siap menerima hujaman. Mentimun menempel di bibir basah. Tumi mendesah. Dengan sekali dorong dengan patatnya, t l e s e r ... mentimun juragan Rase amblas di milik Tumi. Tumi sesaat terbeliak dan sesaat kemudian mengatupkan pelupuk matanya rapat - rapat dan tangannya menggapai - gapai mencari sesuatu yang bisa diremas dan kedua kakinya bergerak - gerak mengejang.

bersambung .......