Rabu, 31 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                             edohaput


Keempatpuluhempat

Matahari belum sempurna muncul. Gudel bersama pak Blengur dan tiga pemuda dusun sudah sampai di pinggir kali. Suasana pinggir kali masih gelap lantaran pohon - pohon besar dan rimbunya daun. Empat orang berdiri di pinggir kali. Mereka termangu. " Disini Del. Sandal itu aku temukan. Satu sandal disini, yang satunya lagi disana." Pak Blengur menunjuk tempat dimana sandal yu Jumpit ditemukannya. Gudel mengamati tanah disekitar tempat ditemukannya sandal. Ada beberapa telapak kaki yang nampak berusaha dihapus. Gudel terus mengamati. Beberapa telapak kaki ditemukan. " Melihat telapak - telapak kaki ini, ada langkah - langkah kaki yang menuju ke hulu. Sebaiknya kita menyusur kali menuju ke hulu." Gudel memberi tahu pak Blengur dan ketiga temannya. " Benar telapak - telapak kaki ini menuju ke hulu." Waru mengiyakan pendapat Gudel. " Ini bukan telapak kaki yu Jumprit. Terlalu besar untuk telapak kaki perempuan. Berarti yu Jumprit tidak sendiri. Ia bersama orang lain." Gudel menambah pernyataannya. " Sudah ayo kita turun dan kita susuri saja kali dan kita benar harus berjalan ke hulu." Pak Blengur menyemangati.
Kali yang penuh dengan batu - batu besar dan tumbuhan liar sangat susah dilalui. Lumut tebal yang menempel di pepohonan dan tebing - tebing kali membuat seramnya suasana kali. Setiap kali melewati gerumbul yang rimbun Gudel terpaksa menggunakan sabitnya untuk membersihkan tanaman liar untuk untuk memberi jalan. Belum lama mereka berjalan menyusur kali pandangan mereka tertumbuk tumpukan ranting - rating kayu yang mengonggok. Gudel, pak Blengur, Waru, Pokol, dan Tunggak berhenti berjalan. Mereka semua matanya tertuju pada onggokan ranting. Daun - daun ranting nampak sudah layu dan belum kering. Dipikiran mereka ranting - ranting itu dipotong dari pohon pasti belum lama. Yang menjadi pertanyaan mereka siapa orang yang datang kesini untuk memotong ranting. Kalau hanya mencari kayu bakar, tidak perlu orang menyusur kali sejauh ini. Semakin menuju hulu, kali ini memang tidak penah didatangi orang. Selain sulitnya berjalan, juga mau apa datang  jauh - jauh menempuh perjalanan sulit dan berbahaya. Setelah beberapa saat termangu, Gudel, Waru, Pokol, Tunggak dan pak Blengur bergegas mendekati onggokan ranting. Mereka mencurigai onggokkan ranting yang ditata menggunduk seperti menutupi sesuatu. Dengan sabitnya Gudel segera membongkar tumpukan ranting. Mereka terkejut dan sacara bersamaan mundur surut selangkah setelah melihat apa yang ditutupi ranting - ranting itu. Jasad yu Jumprit terlentang telanjang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Mereka mendekat lagi dan melihat lebih dekat. Gudel melihat ada luka sayat di payudara yu Jumpit dengan darah yang sudah mengering. Mukanya lebam. Dan ada bekas cekikan di leher yu Jumprit. Mata jasad yu Jumprit masih terbuka, nampak melotot. Rambut panjangnya tergerai tidak beraturan. Mereka segera berpendapat dan berkesimpulan yu Jumprit diperdaya orang. Siapa orangnya tega melakukan ini. Gudel tidak bisa berpikir jernih. Gudel meminta Waru untuk segera pulang ke dusun agar warga membantu membawa pulang jasad yu Jumprit. 
Tidak sepotongpun kain yu Jumprit ditemukan di sekitar. Gudel, Pokol dan Tunggak menyisir sekitar. Tetap tidak ditemukan kain yang semula dikenakan yu Jumprit. Juga tidak ditemukan benda lain yang mungkin ditinggalkan oleh orang yang memperdaya yu Jumprit. Mereka berkesimpulan, orang yang memperdaya yu Jumprit ini pasti membawa pergi kain yu Jumprit. Lalu untuk apa kain itu dibawa.  
Dusun geger. Semua warga, terutama yang laki - laki dan para perjaka bergegas bahkan pada berlarian menuju kali. Waru dan para pemuda mempersiapkan pikulan dari bambu untuk membawa pulang jasad yu Jumprit. Para perempuan segera bergegas menuju rumah pak Pedut untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan perawatan jenasah. Tidak sedikit pula para perempuan yang segera sibuk mengepulkan asap dapur yang pasti akan sangat dibutuhkan untuk menyambut orang - orang yang datang melayat. Rumah pak Pedut yang belum lama kebanjiran orang karena meninggalnya Nyi Ramang, kini pasti akan lagi kebanjiran orang melayat yu Jumprit yang meninggal mendadak karena diperdaya orang. 
Juragan Rase datang bersama para pembantunya dengan menuntun dua ekor sapi untuk disembilih. Juragan Gogor datang memberikan uang kepada keluarga pak Pedut. Orang - orang terpandang di dusun tidak ketinggalan sibuk membawa barang berupa beras, jagung, kelapa, sayur - mayur dan lain sebagianya. 
Kabar cepat sekali tersiar ke mana - mana. Pak Lurah bersama bu Lurah telah datang sebelum jasad yu Jumprit tiba di rumah pak Pedut. Orang banyak berkumpul di halaman rumah pak Pedut menunggu jasad yu Jumprit tiba. 
Warga hanya bisa saling bertanya tanpa bisa memberi jawaban pasti. Siapa tega membunuh yu Jumprit. Mengapa yu Jumprit di bunuh di kali. Mengapa yu Jumprit di bunuh. Benarkah yu Jumprit dibunuh orang lantaran jimat. Orang yang telah tega memperdaya yu Jumpit adalah orang yang sangat kejam. Belum pernah ada sebelumnya peristiwa yang sangat mengejutkan seperti ini  terjadi. Warga hidup dengan sangat rukun. Tidak pernah ada perselisihan antar warga yang menajam. Warga saling hormat, saling mengasihi, saling menghargai bahkan saling membantu. Warga tidak pernah ada cekcok mulut. Mengapa tiba - tiba ini terjadi menimpa yu Jumprit. 
Yu Jumprit dikenal waga sebagai sosok yang ramah, rendah hati, mudah bergaul, ringan membantu sesama, dan belum pernah terdengar di telinga warga yu Jumprit cekcok dengan tetangga. Yu Jumprit ditinggal mati suaminya. Dan sejak itu hidupnya diabdikan di keluarga pak Pedut. Yu Jumprit masih ada hubungan darah dengan mendiang isteri pak Pedut. Sejak berada di keluarga pak Pedut, yu Jumprit memang jarang keluar rumah. Jarang ke sawah. Pekerjaannya hanya di dapur membantu Menik. Yu Jumprit tidak pernah punya keinginan yang aneh - aneh. Yu Jumprit tahu menempat dirinya yang hanya sebagai pembantu di rumah pak Pedut. 
Yu Jumprit menjadi orang terkenan ketika mula - mula menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Sejak itu banyak orang datang meminta tolong yu Jumprit. Kemudian orang tahu kalau yu Jumprit adalah pengganti Nyi Ramang. Yu Jumprit telah mewarisi jimat Nyi Ramang. Didengar pula oleh warga kalau yu Jumrpit akan segera dinikahi pak Pedut. 
Kemana yu Jumprit pergi kini sudah terjawab. Yu Jumprit sudah ditemukan. Yang masih menjadi pertanyaan mengapa yu Jumprit mati karena diperdaya orang. Siapa yang membunuhnya. Dan apa alasannya sampai orang tega memperdaya yu Jumprit.
Menik yang banyak menerima pertanyaan dari para perempuan, termasuk Tumi yang datang membantunya di dapur tidak banyak menjawab. Menik memilih diam. Menik tidak mau berkata - kata yang mungkin justru kalimat - kalimatnya akan membuat para perempuan bingung dan kaget. Menik menyibukan diri. Dan menghindar setiap kali ada perempuan yang bertanya tentang yu Jumprit. 
Kliwon yang dikerumini para perjaka juga tidak banyak berkata - kata. Kliwon tanpak tidak peduli akan kematian yu Jumprit. Kliwon tidak mau menanggapi omongan para perjaka yang mengira - ira. Yang berandai - andai. Kliwon terus menjejali mulutnya dengan rokok, dan duduk santai di teras rumah sambil terus menerima ucapan bela sungkawa dari orang. Di wajah Kliwon tak ada nampak wajah yang sedih. 
Pak Pedut juga terdiam di ruang tamu. Dirinya hanya bisa berucap aku tidak tahu setiap kali orang menanyakan tentang yu Jumprit, sambil sesekali mengusap air matanya. 

bersambung ................



Selasa, 30 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                             edohaput 


Keempatpuluhtiga

Menik dan Gudel menjadi terdiam. Mata mereka hanya bisa menatap sandal yu Jumprit yang ada di amben dapur tempat mereka duduk. Pikiran Menik dan Pikiran Gudel sibuk bertanya - tanya mengapa sandal yu Jumprit bisa ada di pinggir kali. Apakah malam itu yu Jumprit tidak pergi ke keramaian melihat tontonan di halaman rumah pak Lurah, melainkan malah ke pergi ke kali di dekat kuburan dusun ? Rasanya tidak ketemu akal jika yu Jumprit melakukan itu. Jikat tidak mengapa sandal itu bisa ada disana. Apakah malam itu yu Jumprit diajak seseorang laki - laki ke tempat yang jauh dari orang ? Bisa juga. Sebab yu Jumpit janda. Mungkin yu Jumprit juga ingin merasakan sesuatu yang sudah lama tidak dinikmati. Tidak ketemu akal juga jika demikian. Karena selama ini yu Jumprit sudah tidur sekamar bersama pak Pedut ayahnya. Tetapi bisa saja yu Jumpit tidak puas dengan ayahnya. Menik terus mencoba menghubung - hubungkan rekaan dalam pikirannya. 
Lain lagi apa yang ada di benak Gudel. Yu Jumprit pasti pegi nenepi. Nenepi untuk menambah kesaktiannya. Atau mungkin yu Jumprit mendapat wangsit untuk pergi bertapa beberapa hari agar jimat yang dipegangnya menjadi semakin sakti. Atau mungkin yu Jumprit sedang menayuh jimat. Yu Jumprit barangkali ingin tahu mengapa jimat justru diberikan kepadanya oleh Nyi Ramang. Bukan kepada pak Pedut, Kliwon atau Menik. Dengan menayuh jimat di tempat yang sepi dengan cara bersemedi barangkali yu Jumprit akan mendapat jawabannya. 
" Sebaiknya kang Gudel susuri sepanjang kali. Siapa tahu nanti kang Gudel menemukan petunjuk. Semua orang tahu lho kang, kalau kali dekat kuburan itu wingit, angker, dan banyak pohon - pohon besar. Kang Gudel mesti hati - hati disana pasti masih banyak ular besar kang." Menik memecah kesunyian. Dan membuat lamunan Gudel Pudar. Gudel tergagap dan tangannya segera menyambar gelas wedang jahe dan meneguknya untuk menutupi tergagapnya. " Bapak juga punya pikiran begitu kok, kang. Bapak juga akan menyusuri kali untuk menemukan petunjuk. Bahkan Bapak mau minta bantuan pak Blengur. Karena memang pak Blengur ta kang, yang pertama - tama menemukan sandal yu jumprit ini ?" Lancar Menik mengucapkan kalimat dari mulutnya yang mungil. Gudel tidak lepas menatap Menik. Gudel merasakan semakin lama wajah Menik ditatap nampak semakin ayu. Semakin tidak bercela. Dan kecantikan wajah Menik ini menusuk - nusuk relung hatinya dan menyebabkan jantungnya berdegup. Hasratnya ingin mengelus pipi Menik yang merah merona saat berkata - kata. Hasratnya ingin mencium bibir Menik yang terbuka - buka dan basah saat berbicara. Hasratnya ingin menatap terus mata Menik yang berkedip dan terbelalak saat mulutnya berucap - ucap. Apalagi kalau Menik sedang menggerakkan tubuh  untuk memperbaiki posisi duduknya. Gudel sangat ingin memeluk tubuh gemulai itu. Rasanya ingin tubuh itu dipeluknya dan tidak akan pernah dilepaskan lagi. Kalau sudah begini Gudel hanya bisa gemas. " Lho kok malah menatap aku ta, kang. Gimana kang, berani dak kang Gudel nyusuri kali ?" Gudel kembali tergagap. Lamunannya yang membuat perasaannya bahagia dibuyarkan lagi oleh Menik. " Brani Nik ! Brani ! Jangan sebut aku Gudel kalau cuma nyusuri kali takut." Sifat Gudel yang berangasan jadi muncul. Ketika Menik seolah menantangnya agar menyusuri kali. " Lik Pedut dak usah lakukan nyusur kali. Cukup aku saja, Nik ! Jangankan hanya kali. Kemarin Gua saja sudah saya masukki !" Gudel semakin sombong dan ingin menampakkan keberaniannya di depan Menik. " Percaya kang. Percaya. Tetapi hati - hati juga perlu lho, kang." Menik menimpali kalimat Gudel yang diucapkan  Gudel sambil membusungkan dadanya. Menik tersenyum geli menyaksikan Gudel tiba - tiba sombong. Melihat senyum Menik yang membuat wajahnya jadi tambah ayu, Gudel sangat terpesona, seperti biasanya. Menik memang sangat mempesona pria. Di dusun kecantikan Menik hanya mendapat saingan dari Tumi, Sarinti, Trinil, Wiji, dan Wuni. Kelima perawan remaja ini tidak ada yang menarik perhatian Gudel. Bahkan Tumi yang sudah berkali - kali digaulinya, dan banyak membantu dirinya dalam mengatasi kesulitan keluarga tidak masuk di hati Gudel. Tumi tidak lebih dari perawan yang dikasihani bukan dicintai. " Sama sapa kang, kang Gudel mau nyusur kali ?" Menik lagi - lagi yang ngomong, karena Gudel malah sibuk menatap Menik yang jadi kikuk karena tatapan Gudel. " Trus mau kapan kang, besuk ?" Menik membuat petanyaan untuk menutupi kikuknya dan agar Gudel menjawab dan berhenti menatapnya. Menik sangat tahu kalau Gudel menyukainya. Menik juga tahu kalau Gudel dari dulu suka menjual jasa pada keluarganya. Dan Menik pernah membayarnya, ketika malam itu Gudel memeluknya. Dibiarkannya Gudel mencium bibirnya. Dibiarkannya tangan Gudel meremas payudaranya. Namun ketika tangan Gudel malam itu akan segera sampai di miliknya Menik buru - buru bangkit dan meninggalkan Gudel. Menik merasa cukup membayar jasa Gudel dengan itu. Sekarang sudah menumpuk lagi jasa Gudel kepada keluarganya. Akankah dia juga segera membayarnya. Menik sangat tahu Gudel sudah sangat gemas terhadap dirinya. Pasti Gudel sudah sangat ingin memeluknya. Menik memang ingin segera membayar jasa Gudel. Tetapi Menik takut apabila justru Gudel akan salah paham dan semakin menyukainya. Gudel akan nyusur kali. Kemarin Gudel sudah pergi ke gua. Yang dilakukannya sangat tidak gampang dan berbahaya. Walaupun belum berhasil menemukan yu Jumpit, tetapi Gudel sudah menunjukkan perhatiannya yang amat besar kepada keluarganya. Menik mesti membayarnya. Gudel yang terdiam, berhenti menatap Menik, menyambar jadah, menyerutup wedang jahe dan menjawab Menik : " Besuk Nik, sebelum matahari meninggi aku mau mengajak teman yang kemarin menemani aku ke gua. Tolong jangan bilang sama sapa - sapa kalau aku mau nyusur kali." Menik Tahu yang dimaksud Gudel agar tidak ngomong ke siapa - siapa. Gudel pasti tidak ingin jasa yang diperbuat untuk keluarganya diketahui Tumi. Menik sudah beberapa kali diminta Tumi agar melarang Gudel untuk banyak membantu kesulitan keluaganya. Bahkan secara jelas, terbuka, dan terang - terangan kalau Gudel adalah pacarnya. Gudel adalah perjaka yang akan dijadikan ayah bagi anak - anaknya. Hanya saja Menik tidak bisa menolak Gudel yang terus datang tanpa diminta untuk membantu kerepotan keluarganya. Selain keluaganya sangat membtuhkan uluran tenaga Gudel, juga Menik tidak tega mengucapkan kata - kata menolak terhadap Gudel. " Ya kang, aku dak akan bilang - bilang. Tapi sawah kang Gudel jangan ditelantarkan lho, kang." Karena Menik tahu sudah empat hari Gudel tidak ke sawah karena sibuk membantu kerepotan keluarganya. " Oh iya, Nik. Dak usah kawatir sawah kuurus. Ya kalau dak aku urus nanti dak panen ta, Nik." Jawab Gudel berbohong. Kalau sudah Menik Gudel melupakan segalanya. Kali ini Menik perlu bantuannya. Apapun pasti akan ditinggalkannya untuk bisa mencukupi yang dibutuhkan Menik dan keluarganya. 
Malam telah berjalan seperempatnya. Udara dingin masuk melalui pintu celah pintu dapur. Gudel beranjak dari duduk. " Aku pulang dulu, Nik. Besuk malam aku kabari hasilnya." Gudel berdiri dan melangkah menuju pintu dapur diikuti Menik dari belakang. Menik yang merasa sudah berhutang begitu banyak ingin membayar jas Gudel. Dari belakang Menik memegang baju Gudel yang kombor. " Hati - hati yang kang." Menik sambil rada menarik baju Gudel. Gudel yang merasa bajunya ditarik, seolah dirinya belum diiklaskan meninggalkan Menik, langsung membalikkan badan berhadapan dengan Menik. " Kang hati  - hati ya kang." Menik mebuka mulutnya yang bibirnya membasah oleh wedang jahe. Menik yang berdiri berhadapan sangat dekat dengan Gudel, sampai - sampai bisa merasakan napas hangat Gudel, dan itu disengaja oleh Menik, agar Gudel memeluknya dan dirinya akan melunasi hutangnya. Gudel yang sedari tadi gemas dengan tubuh Menik, tidak menyia - nyiakan kesempatan. Dipeluknya Menik dengan lembut tetapi kuat. Menik mendesah dan membuka mulut. Gudel melihat  mulut Menik yang sangat menantang sangat tidak tahan. Segera dilumatnya bibir mungil dan wangi itu. Karena Menik memang berniat membayar, maka dibalasnya ciuman Gudel dengan menyambut juluran lidah Gudel yang telah bersemangat dan menggebu menyerang kedalaman mulut Menik. Gudel dan Menik berpagut. Tangan kiri menjaga tubuh Menik yang seolah ambruk  kebelakang, tangan Gudel yang lain telah berada di balik kain yang menutupi dada Menik. Menik hanya bisa menggeliat dan mendesah tak jelas karena mulut kecilnya telah dibekab mulut Gudel yang terus bergerak. Lepas dari payudara Gudel berniat menelusurkan tangannya menuju selangkang Meni. Pada saat yang berbarengan dengan itu, pintu dapur di ketuk orang. Buyar mereka segera lepas dari berpelukan. Menik kaget, begitu juga Gudel. Juragan Rase mendorong pintu dapur dari luar. Daun pintu mengenai tubuh Gudel. " O .... kamu Del !" Juragan Rase menyapa Gudel yang belum hilang terkejutnya, dengan nada seorang juragan kepada pembantunya. Tidak menjawab sapaan juragan Rase Gudel dengan sigap melebarkan daun pintu dapur dan segera meninggalkan Menik dan juragan Rase. Perasaannya dongkol dan sangat kecewa. Gudel melangkah cepat dengan membawa mentimunnya yang sudah terlanjur kaku dan terasa pegal. Di jalan kakinya mengehentak - hentak dan menendang apa saja yang tersentuh kakinya. Gudel amat marah, kecewa, dan sakit. 

bersambung .......................


Sabtu, 27 Oktober 2012


Cubung Wulung

                                                                                                          edohaput

Keempatpuluhdua

Mbok Semi tidak bisa menghilangkan ingatannya tentang sandal yu Jumprit yang ada di kolong ambennya pak Blengur. Tidak pernah terdengar sebelumnya kalau Blengur ada hubungan dengan yu Jumprit. Tidak pernah ada gunjingan ada hubungan antara Blengur dengan yu Jumprit. Mbok Semi juga tahu siapa yu Jumprit itu. Perempuan janda yang sangat jarang keluar rumah. Pekerjaannya hanya mengurus sawah peninggalan suaminya. Bahkan sejak ikut di keluarga pak Pedut, yu Jumprit menjadi sangat jarang ke luar rumah. Sawah peninggalan suaminya digarap orang lain. Apalagi sejak yu Jumprit menjadi orang yang bisa menolong orang seperti layaknya Nyi Ramang, maka yu Jumprit menjadi sangat jarang bisa keluar rumah. Hari - harinya disibukkan oleh tamu - tamu yang datang pergi silih berganti. Mbok Semi tahu itu. Tetapi sandal itu ? Mengapa ada di kolong ambennya Blengur. Kalau Jumprit tidak datang apa mungkin sandal itu bisa sampai kesana. Jumprit bisa saja menemui Blengur. Mungkin saja Jumprit menemui Blengur. Bukankah Jumpritlah yang menyembuhkan Blengur dari kesurupannya ketika itu ? Mungkin saja Jumprit menemui Blengur. Lalu karena Jumprit janda muda tidak tahan melihat Blengur yang berotot dan tidak pernah mengenakan baju di waktu siang. Jumprit tergoda. Ahkirnya terjadi kegiatan yang tidak direncanakannya di rumah Blengur yang sepi itu. Karena Jumprit tidak ingin ketahuan orang lalu Jumprit tergesa - gesa keluar dari rumah Blengur dan sandalnya ketinggalan. Mbok Semi mereka - reka. Mbok Semi cemburu. Tetapi Mbok Semi juga ragu akan rekaannya sendiri. Mungkinkah begitu ? Mbok Semi  tidak punya kesimpulan. Ahkirnya mbok Semi mengambil keputusan untuk menanyakan saja kepada Blengur, mengapa sandal Jumprit bisa berada di rumahnya. Mbok Semi tidak mau sandal itu membebani pikirannya. Semalam sandal itu telah membuatnya tidak bisa memejamkan mata.

Pak Blengur kaget mbok Semi datang siang - siang. " Kok siang - siang ta, yu ?" Pak Blengur menyapa Mbok Semi. " Lho apa dak boleh aku datang menemuimu siang - siang ?" Bantah Mbok Semi. " Ya boleh saja ta, yu. Cuma tumben ". Blengur tertawa. " Dak tumben - tumbenan. Apa dak boleh orang kangen pingin ketemu." Yu Jumprit memberengut manja. " E lha ... marah ya ?" Lagi - lagi Blengur tertawa berderai. " Dak lucu !" Mbok Semi tambah pura - pura memberengut sambil meletakkan bungkusan pisang goreng dan wedang serbat panas. " Dak jualan ya, yu ?" Pak Blengur tidak lagi tertawa. " Lho piye ta, lha orang dak bisa nahan kangen ya lebih baik kedai ditutup." Mbok Semi membongkar bungkusan dan menata pisang goreng dan minuman di amben. " Dah ini diminum mumpung panas. Pisang gorengnya juga masih panas." Mbok Semi duduk di amben diikuti pak Blengur. " Yang bener ada apa ta yu, kok siang - siang." Pak Blengur menyambar pisang goreng dan memasukkan ke mulutnya. " Kamu ini gimana ta ? Orang sudah dibilang kangen kok masih tanya lagi !" Kembali mbok Semi pura - pura memberengut. Pak Blengur jadi diam. Mulutnya yang penuh pisang goreng mencoba tersenyum. " Begini dik. Dari pada aku pusing bertanya - tanya pada pikiran sendiri, lebih baik aku bertanya langsung pada dik Blengur. Tapi sebelumnya maaf lho, dik." Mbok Semi serius. " Weh .... kok bikin deg - degan ta, yu. Ada apa ?" Blengur menyerutup wedang serbat panas. " Gini dik, aku penasaran mengapa sandal Jumprit bisa ada di rumah ini ?" Mbok Semi tambah serius. " Sandal Jumprit, yu ?" Pak Blengur mengerinyitkan dahi. Mbok Semi berdiri dari duduk, membungkuk dan mengambil sepasang sandal di kolong amben. " Ni dik. Ni sandal Jumprit. Mengapa sandal ini bisa ada disini, dik." Mbok Semi mengangkat sepasang sandal dan ditunjukkan ke pak Blengur. Pak Blengur sekilas mengamati sandal. " Jujur saja dik. Aku dak marah kok. Dan aku juga dak cemburu. Pantas saja kalau dik Blengur menyukai Jumprit. Jumprit kan lebih muda dari aku." Mbok Semi lagi - lagi memberengut. Pak Blengur tertawa lepas. Untung saja rumah Blengur di ujung kuburan. Jika tidak tertawa lepasnya bisa mengagetkan orang. " Jadi sandal ini milik Jumprit ta, yu ?" Blengur masih dengan tertawa. " Aku dak tahu kalau sandal itu milik Jumprit, yu." Blengur serius. " Aku menemukan sandal itu ada di pinggir kali empat hari yang lalu, yu. Jadi sandal itu milik Jumprit ta, yu ?" Pak Blengur minta penjelasan mbok Semi. " Jangan bohong dik, dak baik." Mbok Semi ingin penegasan dari pak Blengur. " Sungguh yu, sandal itu aku temukan di pinggir kali sewaktu aku mau buang air. Buat apa aku bohong, yu." Pak Blengur serius. Melihat roman muka Blengur yang sungguh - sungguh mbok Semi jadi percaya. Perasaannya jadi ayem. Ternyata Blengur tidak berhubungan dengan Jumprit. " Apa dak dengar kabar pa, dik, kalau Jumprit sudah empat hari mengilang ?" Mbok Semi memberitahu Blengur. " Lha aku ini hidupnya kan hanya di kuburan ta, yu. Mana dengar kabar ? Jumprit menghilang gimana, yu ?" Pak Blengur ingin tahu lebih banyak. " Makanya dik, walaupun dik Blengur ini juru kunci kuburan, ya sering - seringlah datang ke dusun. Biar bisa tahu ada apa di dusun." Mbok Semi menyalahkan pak Blengur. " Sekarang orang - orang sedang resah karena kepergian Jumprit yang tidak diketahui kemana. Sebaiknya nanti sore dik Blengur ke rumah pak Pedut. Ceritakan yang sebenarnya tentang sandal ini. Barangkali bisa jadi petunjuk kemana Jumprit itu pergi. Kok aneh ya dik. Sandal ini kok bisa di pinggir kali. Ah dak usah dipikir. Yang penting dik Blengur segera mengembalikan sandal Jumprit ini kepada pak Pedut." Banyak mbok Semi ngomong. " Baik yu. Sekarang saja aku akan kembalikan sandal ini ke pak Pedut. Dan aku mau cerita kalau sandal ini aku temukan di pinggir kali." Blengur mau beranjak dari duduknya. Mbok Semi cepat - cepat mencegah pak Blengur beranjak dengan cara mendekati duduknya dan memeluk tubuh besar Blengur yang tidak berbaju. " Yu ..!" Blengur kaget. " Aku kangen dik !" Mbok Semi terus memeluk tubuh pak Blengur sambil kakinya dikangkang - kangkangkan agar kain bawah yang dikenakannya menjadi kendur. " Lho kan kemarin malam sudah ta, yu." Blengur mendengus - dengus karena wajahnya menempel di payudara yang empuk - empuk kenyal di dada Mbok Semi yang masih tertutup kain atas. " Ah ... pokoknya aku kangen....!" Napas mbok Semi memburu. Blengur yang memang selalu ketagihan oleh ulah mbok Semi tidak menyia - nyiakan kesempatan. Segera dirogohnya milik mbok Semi yang ada di balik kain bawahnya. Mbok Semi ambruk di amben. Sebentar kemudian pak Blengur dan mbok Semi segera membuat keributan di atas amben. Pisang goreng yang ada di piring menjadi berserakkan karena tertendang kaki. Wedang serbat di gelas terguling dan tumpah membasahi tikar amben. Amben bergoyang dan berderit - derit. Gelas dan piring yang berbenturan karena ulah kaki - kaki yang ribut tidak lagi terdengar di kuping mbok Semi dan kuping pak Blengur. Mereka sangat sibuk untuk menempatkan diri pada posisi yang diharapkan   dapat segera menghantarkan mereka menuju rasa yang berlebih - lebih. 

bersambung ....................



Cubung Wulung

                                                                                                    edohaput

Keempatpuluhsatu

Matahari belum sempurna muncul. Sinar kuningnya masih nampak separo.  setengah lainnya masih ada dibalik gunung. Tumi bergegas berjalan ke rumah Gudel. Sedikit kesiangan Tumi takut Gudel sudah pergi bersama beberapa pemuda teman setianya untuk melacak kepergian yu Jumprit. Tumi harus bertemu dengan Gudel. Tumi sangat paham. Jika urusan keluarga Menik, Gudel tidak hitung waktu, tidak hitung tenaga. Tumi tahu kalau Gudel menyukai Tumi. Tumi sangat cemburu. Tetapi Tumi tidak berani mengutarakan rasa cemburunya kepada Gudel. 
Gudel di depan pintu. Segera akan menjumpai teman - temannya untuk pergi ke satu tempat. Tumi mengejutkannya. " Pagi - pagi, Tum ?" Sapa Gudel dan mengajak Menik di lincak bambu yang ada di teras rumahnya. " Kalau dak pagi - pagi gini ya kang Gudel keburu pergi. Kemarin aku datang kesiangan ternyara kang Gudel dah pergi." Jawab Tumi sambil rada memberengut. " Maaf, Tum. maaf." Gudel pendek menanggapi memberengutnya Tumi sambil memegang tangan Tumi. Gudel takut Tumi tambah marah lantaran dirinyan tidak buru - buru minta maaf. Gudel tahu kalau Tumi cemburu. Gudel merasa dirinya memang agak kelewatan. Terhadap keluarga lain dirinya tidak begitu peduli. Tetapi begitu keluarga Menik ada kerepotan dirinya selalu tampil dengan tanpa memperhitungan waktu dan tenaga. Dan yang paling kelewatan adalah begitu sudah berada di urusan keluarga Menik, dirinya melupakan Tumi. " Kang ..... " Tumi reda memberungutnya.  " kang Gudel sudah empat hari tidak ke sawah. Sawah perlu diurus, Kang. Tanaman kang Gudel butuh air. Kemarin aku tengok daunnya pada kuning lho kang. Jangan - jangan nanti dak panen lho, kang." Tumi mengingatkan Gudel. Gudel hanya bisa menatap mata Tumi. Gudel melihat ada kesungguhan di sorot mata Tumi. Bicaranya tulus. " Kang Gudel jangan mengurusi kerepotan keluarga Menik terus. Pikirkan sawah juga, kang." Tumi kembali mengingatkan Gudel. Gudel hanya bisa diam. Karena dirinya menyadari apa yang diperbuatnya ini salah. Yang diperbuatnya ini karena cintanya kepada Menik. Gudel tetap diam. Hanya bisa menatap mata Menik, yang semua ucapannya benar. Jika sawahnya tidak diurus jangan - jangan tidak panen. " Rencana kang Gudel hari ini mau kemanan, kang ?" Gudel kaget. Tidak mengira Tumi akan menanyakan ini. Mungkinkah dirinya akan berbohong. Bagaimana kalau kebohongannya nanti diketahui Tumi yang telah banyak membantunya ini.  " Bersama dengan teman - teman aku mau ke goa, Tum. Barangkali yu Jumprit menyepi di sana." Gudel jujur. "  Goa jauh,kang. Masuk ke hutan dalam. Disana masih banyak binatang berbahaya. Mbok jangan membahayakan diri, kang. Dapat upah apa ta kang dari keluarga Menik ?" Apa yang dikatakan Tumi ini memang benar. Dan kalimat pertanyaan Tumi inilah yang sangat menyudutkannya. Dan membuat dirinya tidak berkutik. " Sampai hari ini saja, Tum. Besuk - besuk dak lagi. Kemarin sudah terlanjur janjian sama teman - teman. Betul Tum, sampai hari ini saja." Gudel seolah berjanji. " Baik kang. Besuk - besuk lagi jangan. Rawat saja sawah, kang." Tumi menandaskan janji Gudel. " Ya....ya....Tum." Gudel tersenyum karena Tumi tidak menyimpan memberengutnya. " Yu Jumprit itu janda, kang. Sapa tahu sewaktu nonton keramaian di tempat pak Lurah ketemu sama laki - laki, terus yu Jumprit mau diajak pergi. Bisa saja ta kang begitu ?" Gudel mengerinyitkan dahi. " Ah apa iya Tum yu Jumprit setega itu sama keluarga Menik ? Bahkan semua orang sudah pada tahu kalau yu Jumprit segera akan dinikahi pak Pedut. Lagi pula yu Jumprit kan orang yang diwarisi jimat sama Nyi Ramang. Masak yu Jumprit tega meninggalkan keluarga Menik, Tum." Gudel mencoba membela yu Jumprit. " Aku dak percaya kang kalau yu Jumprit tu yang dapat warisan jimat dari Nyi Ramang. Kalau Menik yang dapat warisan jimat itu aku percaya, kang." Menik serius. " Lho kenyataannya yu Jumrpit yang bisa dimintai tolong menyembuhkan orang sakit ta, Tum. Bahkan dulu ketika pak Blengur kesurupan, yu Jumprit ta yang bisa menyembuhkan pak Blengur ?" Bantah Gudel. Menik tersenyum. Senyumnya Tumi menampakkan sebaris gigi rapi dan putih karena seringnya Tumi merawatnya dengan abu merang. Sekilas Gudel terpesona juga oleh senyuman Menik yang juga membuat bibir merah basahnya menantang untuk dilumat. " Ada perubahan aneh pada diri Menik, kang. Sejak Nyi Ramang sakit dan tidak lagi mau menolong orang, Tumi jarang pergi mandi di kedung. Dan kalau pergi mandi di kedung Menik tidak pernah mau lagi telanlang seperti aku  dan teman - teman. Menik mencebur ke kedung pasti dengan roknya. Dulu sebelum Nyi Ramang sakit, Menik selalu mandi di kedung telanjang. Seperti yang lain. Tanpa malu - malu. Dulu aku dan Menik pasti mandi sore -sore. Menunggu Kedung sepi. Aku dan Menik pasti raba - rabaan di kedung, kang. Menik suka sekali kalau diraba - raba miliknya, kang. Kalau belum miliknya ada keluar basah - basah hangat tidak mau diajak keluar dari air. Sekarang ? Mencebur ke air dengan roknya. Kalau aku kejar untuk ku ajak raba - rabaan Menik selalu menolak dan segera keluar dari air. Menik kayak ada menyimpan rahasia di selangkangannya, kang ?" Menik nerocos bicara jujur dengan apa yang dialami bersama Menik. Terhadap Gudel Tumi merasa sudah tidak perlu ada lagi malu - malu. " kamu ya suka kan Tum, kalau diraba - raba ?" Gudel malah menggoda Tumi. " Ya suka ta kang, enak banget. Menik pinter lho kang kalau ngraba - ngraba." Menik menggoda Gudel. " Ah dak guyon kang. Ini sungguhan lho kang. Menik nampaknya menyimpan rahasia." Menik serius. " Lha kok yu Jumprit Tum yang bisa menolong orang ?" Gudel mencari penegasan dari Tumi. " Ya bisa saja ta kang, yu jumprit cuma diperalat Menik." Gudel mengerinyitkan dahi. Apa omongan Tumi ini bisa dipercaya. Atau omongan ini hanya omongan yang asal ngomong. Gudel tidak bisa berpikir lebih jauh. Malah tiba - tiba pikirannya melayang kepada teman - temannya yang sudah menunggu untuk berangkat ke goa. Tetapi ia tidak bisa begitu saja mengusir Tumi dari rumahnya. 
Gudel berdiri dan menarik tangan Tumi diajak masuk ke rumah dan langsung diajak masuk ke kamar. " kang .... " Tumi pura - pura kaget. Rumah kosong karena bapak dan mboknya Gudel sudah sejak matahari belum terbit telah berangkat ke sawah. Di dalam kamar Gudel langsung menyerbu Tumi. Dipelorotkan celana dalam Tumi dan dicopotnya celana sendiri. Dibaringkan Tumi di amben kamar. Tumi tidak malu - malu lagi langsung kangkang dan tangannya membuka kancing kain yang menutupi dadanya agar kekasihnya leluasa meremas dan menciumi susunya seperti biasanya. Gudel cepat - cepat menerkam Tumi. Gudel ingin cepat selesai dan bisa segera pergi bersama teman - temannya. Dijejalkannya mentimun besarnya di milik Tumi dan segera dipacu dengan kekuatan yang dahsyat. Amben berderak - derak. Untung pagi - pagi buta para tetangganya juga sudah pada pergi ke sawah. Kalau tidak pasti akan curiga dengan suara amben yang pagi - pagi bederak - derak keras seperti irama deraknya amben di kala malam. Suara amben berderak derak di kala malam oleh orang sudah merupakan irama biasa. Dan orang tidak peduli. Karena semua orang melakukannya.  Bagian - bagian tubuh Tumi yang kalau diserang menyebabkan Tumi menggeliat dan mendesah terus diserbu Gudel. Gudel sangat hafal bagian mana dari tubuh Tumi yang kalau diserang menyebabkan Tumi mudah sampai ke puncak. Gudel ingin Tumi segera sampai. Diperbuat demikian Tumi sangat senang. Sekilas Tumi terbayang apa yang pernah diperbuat juragan Gogor pada dirinya. Luar biasa. Juragan Gogor memperlakukannya dengan kasar. Tumi suka. Tetapi yang diperbuat Gudel lebih bisa dirasakan sampai di hati, karena Tumi melakukannya atas dasar cinta. Bukan hanya nafsu birahi semata. Tumi sangat suka kalau buah dadanya diremas kuat dengan gemas. Gudel melakukannya. Tumi sangat suka kalau mulutnya disodok - sodok lidah. Gudel melakukannya. Tumi sangat suka kalau lehernya dihisap - hisap dan digigit. Gudel melakukannya. Gudel sangat paham kesukaan Tumi. Gudel melakukan semua kesukaan Tumi dengan harapan Tumi segera sampai dan berulang - ulang. Yang diharapkan Gudel terjadi. Tumi terus menjerit - njerit tertahan dan tidak pernah berhenti menggeliat. Dan Setiap kali menggeliat kakinya mengejang dan tumit kaki Tumi menggosok - gosok tikar pandan dan menyebabkan bunyi yang sangat menggoda bila ada orang mendengarnya. Tumi ingin kekasihnya juga merasakan kenikmatan seperti yang dirasakannya. Tumi dengan sengaja mengoyangkan pantatnya. Naik Turun, kekiri - kekana. Goyongannya dipercepat seiring dirinya merasakan puncak kenikmatan.  Diperbuat demikian
oleh Tumi gudel merasakan mentimunnya bagai dipelintir - pelintir. Belum lagi rasa hangatnya kebasahan hasil orgasme Tumi. Semakin membuat Gudel tidak tahan. Gudel yang sudah tahu Tumi telah berkali - kali sampai, maka tidak perlu lagi dirinya menunda. Dipeluknya tubuh Tumi kuat - kuat, ditekannya mentimunnya dalam - dalam sehingga mampu menyentuh sesuatu yang membuat ujung mentimunnya merasakan sensasi yang sangat enak. Dan saat itu pula Gudel melepaskan sesuatu yang membuat mentimunnya mengembang besar. Tubuh besar Gudel berkelenjotan di atas tubuh Tumi. Tumi sangat senang kekasihnya sangat menikmati miliknya. Tumi sangat bahagia kekasihnya memeluk kuat  dan berkelonjotan di atas tubuhnya sebagai suatu tanda kekasihnya mendapatkan kenikmatan karena tubuhnya, karena miliknya. 
Lain yang dirasakan Gudel. Pikiran Gudel justru melayang ke Menik. Seolah yang memberikan kenikmatan ini bukan Tumi, melainkan Menik. Sesaat Gudel menggeram - geram dan lirih tertahan mulutnya memanggil - manggil nama Menik. Untung saja mulut Gudel tidak dekat telinga Tumi. Seandainya Tumi mendengarnya, betapa kecewanya Tumi. 

bersambung .....................

Senin, 22 Oktober 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                  edohaput


Keempatpuluh

Kuburan sangat sepi seperti malam - malam biasanya. Gerimis turun. Kandang - kadang yang terdengar hanya tembang yang dilantunkan pak Blengur jika malam belum larut. Jangankan kuburan jalanan kampungpun akan sangat sepi bila malam telah tiba dan disertai hujan atau gerimis. Kecuali gelapnya suasana juga karena dinginnya udara. Malam ini  gerimis turun cukup deras dan sebentar kemudian turun sebagai hujan. Ada cahaya menerobos dari celah - celah dinding bambu rumah pak Blengur yang berada di ujung kuburan. Mbok Semi sudah berada di dalam rumah pak Blengur sejak gerimis belum berubah menjadi hujan. 
" Dik Blengur, sudah berapa kali ya kita melakukan hubungan." Mbok Semi melepas kain bawahnya. Nampak di mata pak Blengur milik mbok Semi yang lebat berambut. " Ya dak usah dihitung ta, yu." Pak Blengur juga melepas sarungnya yang di dalamnya memang tidak ada celana kolor. Mbok Semi melihat punya pak Blengur mendongak kaku menunjuk ke arah dirinya yang berdiri di depan pak Blengur. " Seingatku sudah tujuh kali lho, dik !" Mbok Semi menjawab pertanyaannya sendiri sambil melepasi kancing kain atas yang dikenankannya. Pak Belngur melihat munculnya payudara mbok Semi yang montok tetapi sudah luruh kebawah bak buah pepaya yang menggantung di pohon. Payudara yang tidak lagi muda. Tidak lagi ranum. Tetapi karena memang mbok Semi tidak pernah menyusui karena tidak pernah punya anak, maka puting susu buah dada mbok Semi kecil. Seperti puting susu gadis remaja. Selesai membuka seluruh kancing baju atas mbok Semi mendekat ke pak Blengur yang setengah berdiri pantatnya menopang tubuhnya menempel di pinggir amben. Yang dilakukan mbok Semi kemudian segera menggenggam mentimun pak Blengur dan memijit - mijitnya halus. Pak Blengur merasakan hangatnya tangan mbok Semi. Tanpa diminta tangan pak Blengurpun segera berada di milik mbok Semi. Mbok Semi membuka pahanya sehingga menjadi berdiri agak kangkang untuk memberi keleluasaan jari - jari pak Blengur yang akan bermain - main di bibir miliknya. Tangan lain memeluk pantat mbok Semi tangan lain berada di selangkangan mbok Semi, dan mulutnya telah berada di buah dada mbok Semi, pak Blengur mendengus - dengus birahinya menggebu. Yang terdengar kemudian hanya desahan dan jeritan tertahan mbok semi yang mampu menindih suara jatuhnya air hujan di genting. Seandainya saja rumah pak Blengur ini tidak berada di kuburan, desah dan jerit mbok Semi akan mudah terdengar tetangga. Mbok Semi tahu kalau suaranya tidak bakalan didengar orang, maka dengan sangat leluasa dirinya mendesah bahkan mengaduh cukup keras sambil tubuhnya menggeliat - geliat di pelukan pak Blengur yang tanpa jeda terus bermain di semua lekuk tubuh mbok Semi. Sebentar saja pak Blengur sudah mampu membuat mbok Semi berbasah - basah. " Dik ayo, dik. Aku sudah tidak tahan ! .....auugghhh....!" Mbok Semi merasakan miliknya sudah sangat mengembang. Yang dirasakan ingin segera miliknya segera disumpal oleh mentimun besar pak Blengur yang terus digenggamnya dan di pijit - pijitnya dengan gemas. Pak Blengur memenuhi permintaan mbok Semi. Ditarik dan segera dibaringkannya tubuh mbok Semi di amben dengan tanpa melepas pelukannya. Disibakkan paha mbok Semi dengan kakinya dan pak Blengur segera mengambil posisi tepat untuk menghunjamkan mentimunnya. " Auuuuugghhh ..... enak sekali dik !" Mbok Semi mebeliakkan matanya menatap wajah pak Blengur yang semakin memerah karena merasakan mentimunnya telah masuk tanpa sisa di milik mbok Semi. " Tekan dik. .... aaahhhgg .... pompa yang keras, dik. ... genjot dik ....auuggh..." Mbok semi mengoceh agar pak Blengur menuruti keinginannya. Tanpa menunggu nanti pak Blengur memenuhi permintaan mbok Semi. Digenjotnya mbok milik mbok Semi dengan mentimunnya yang sangat kaku kuat - kuat dengan interval yang pendek. Sementara itu mbok Semi hanya bisa mengangkat - angkat kakinya ke atas dan sesekali kedua kakinya melingkar di pinggul pak Blengur. Tubuhnya dipeluk kuat pak blengur sehingga tidak mampu menggeliat. Susunya terus digigiti dan disedoti pak Blengur tiada jeda. Setiap kali sampai mbok Semi hanya bisa berteriak keras dan menggelengkan kepala kekiri kekanan dan matanya semakin terpejam. Dan tubuhnya mengejang serta seluruh kulit tubuhnya merinding nikmat. Rasa yang belum pernah diperoleh. Dan dengan pak Blengur rasa ini selalu didapatkan. Pak Blengur tahu kalau mbok Semi telah berakali - kali sampai.  Tubuh mbok Semi semakin lemas dan tidak berdaya. Pak Blengur yang sedari tadi juga sudah mencoba menahan agar tidak segera muntah demi memuaskan mbok Semi, kali ini sudah tidak mau menahan lagi. Dengan kuatnya genjotannya dipercepat. Pak Blengur menggeram. Tubuhnya kaku mengejang, mentimunnya disodokkan dalam - dalam ke milik mbok Semi yang telah sangat basah. Sementara itu mbok Semi sangat senang bisa menerima tumpahan kehangatan yang meleleh di dalam miliknya. Mbok Semi sangat senang dan bahagia merasakan tubuh pak Blengur berkelenjotan di atas tubuhnya.
Suasana kembali sepi. Tenang. Tidak ada amben yang bergoyang berderit - derit. Tidak ada lagi desah, jerit dan geraman. Tubuh pak Blengur dan tubuh mbok Semi terlentang telanjang di amben. Napas mereka mulai luruh dan tidak lagi terdengar sengalannya. Mereka menikmati lemasnya badan dan puasnya rasa. 
Mbok Semi segera turun  dari amben setelah napasnya benar - benar reda. Dipungitinya kain - kain yang teserak di lantai. Dan menyelimuti tubuh pak Blengur dengan sarungnya. Pada saat dirinya membungkuk - bungkuk memunguti baju dan kain itulah mata mbok Semi tertumbuk pada sepasang sandal yang ada di kolong amben. Mbok Semi amat paham itu sandal milik yu Jumprit. Yu Jumprit akan mengenakan sandal itu jika keluar rumah karena ada kepentingan, seperti kondangan atau berkunjung - kunjung ke tetangga. Mbok Semi sering melihat sandal itu dikenakan yu Jumprit. Lalu mengapa sandal itu ada di kolong ambennya pak Blengur. Apakah pak Blengur ada hubungan dengan Jumprit juga ? Apakah pak Blengur juga berhubungan dengan Jumprit seperti dirinya berhubungan dengan pak Blengur ? Terbersit rasa cemburu. Kalau begitu Blengur tidak hanya terhadap dirinya berhubungan seperti ini. Ternyata dengan Jumprit pula. Tiba - tiba mbok Semi ingat kalau Jumprit sudah empat malam ini menghilang. Lalu apakah Blengur ada kaitannya dengan kepergian Jumprit ? Mbok Semi mengambil kesimpulan. Blengur terkait dengan mengilangnya Jumprit. Kalau tidak, mana mungkin sandal Jumprit bisa ada di rumah Blengur. 
Mbok Semi telah kembali mengenakan kain. Pak Blengur mendengkur. Maksud hati mbok Semi ingin menanyakan kenapa sandal Jumprit bisa ada di rumah pak Blengur. Pak Blengur terlanjur mendengkur. Tidak tega mbok Semi membangunkan Blengur yang sedang menikmati keterlenaannya. Dipandanginnya tubuh Blengur yang kokoh, besar, panjang, dan berotot. Tubuh yang telah delapan kali menempel dan menggesek tubuh telanjangnya. Tubuh yang telah memberinya kenikmatan dan kepuasan tiada bading. Apakah tubuh itu juga pernah menggumuli tubuh telanjang Jumprit ? Mbok Semi kembali membungkukkan badan. Ditatapnya sepasang sandal di kolong amben. Sandal yang tampak berlepotan tanah. Mengapa sandal itu berlepotan tanah ? Yu Jumprit hanya bisa bertanya - tanya. Mengapa pula Jumprit sampai meninggalkan sandalnya di rumah ini ? Jumprit sekarang menghilang dan membuat gelisah semua orang. Sandalnya ada disini. Kalau begitu kemana perginya Jumprit Blengur pasti tahu. Sandal ini, ya sandal ini ! Kemarin - kemarin di kolong ini tidak ada sandal Jumprit. Jumprit menghilang. Sandal Jumprit disini. Ah ...! Aku bingung ... ! Berkecamuk berbagai pikiran dan pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Mbok Semi membuka pintu. Angin dingin menerpa masuk ruangan. Mbok Semi keluar dari rumah pak Blengur,  menutup pintu dan segera melangkahi beberapa batu nisan, dan kembali melewati jalan setapak dipinggir kali. Dengan diterangi lampu senter yang sebentar dinyalakan dan sebentar dipadamkan karena takut ada orang melihat, Mbok semi berjalan cepat. Pikirannya masih tetap disibukkan oleh sandal di kolong amben. Sandal milik Jumprit. 

bersambung ........................



Minggu, 21 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                              edohaput


Ketigapuluhsembilan

Malam ini malam ketiga tidak pulangnya yu Jumprit. Menghilangnya yu Jumprit cepat menyebar. Tidak satupun warga, dari orang dewasa sampai anak - anak yang tidak tahu kalau yu Jumprit menghilang. Tidak satupun warga yang tidak membicarakan yu Jumprit. Mereka hanya bisa menerka - nerka ke mana yu Jumprit pergi. Ada yang menerka yu Jumprit pergi bertapa untuk memperdalam kesaktiannya, agar bisa benar - benar seperti Nyi Ramang. Ada yang menerka yu Jumprit pergi entah kemana karena tidak kuat ketempatan jimat warisan Nyi Ramang. Bahkan ada yang nekat berpendapat yu Jumprit pergi karena tidak mau dinikahi pak Pedut. Para tetua desa menyatakan yu Jumprit dibawa Gendruwo. Karena yu Jumprit lama menjanda, maka dia diincar Gendruwo laki - laki. Pada saatnya nanti yu Jumprit akan dikembalikan. Sekarang sedang dipakai oleh Gendruwo sebagai pemuas birahinya. Lain lagi pendapat para pemuda termasuk Gudel, yu Jumprit hilang pasti ada kaitannya dengan jimat. Barangkali sekarang sedang ada orang yang memperdaya yu Jumprit. 
Semua warga merasa kawatir. Semua warga merasa ikut kehilangan. Sudah lama orang mengharap segera ada pengganti Nyi Ramang. Sekarang yu Jumprit sudah diketahui sebagai pengganti Nyi Ramang. Tetapi yu Jumprit yang belum lama bisa menggantikan Nyi Ramang sekarang malah tiba - tiba menghilang. Tidak sedikit juga warga yang menduga yu Jumprit pergi membawa Jimat, dan akan dimanfaatkannya di tempat lain. Prasangka - prasangka jelekpun muncul. Jangan - jangan yu Jumprit berniat menjual jimat itu kepada orang kaya entah dari mana. Dan sekarang yu Jumrpit sedang bersembunyi di satu tempat bersama orang kaya itu. Orang hanya bisa menerka, menduga, dan berprasangka tanpa bisa menarik kesimpulan yang bisa dipercayai. 

Udara dingin disertai turunya gerimis membuat malam menjadi kekes. Pak Pedut yang sudah dua malam tidak bisa memejamkan mata, terlena mendengkur di kursi ruang tamu. Kliwon yang tidak peduli dengan kepergian yu Jumprit juga sudah terdengar dengkurannya. Menik menemani Juragan Rase yang sejak menjelang malam tiba sudah berada di dapur menunggui Menik sibuk. " Sudah Nik. Kita sudahi ngomongkannya yu Jumprit. Sekarang ganti aku mau ngomong penting." Juragan Rase menggeser duduknya mendekati Menik. Duduknya juraga Rase menjadi sangat dekat. Menik membaui wanginya baju juragan Rase. Bau wangi yang sangat jarang hinggap di hidungnya. Bau wangi yang sangat menggoda hibungnya untuk terus ingin mengirupnya. " Nik, ahkir - ahkir ini perasaanku sangat aneh. Tiba - tiba menyukaimu. Aku jadi selalu merindukanmu. Dan malam ini aku menyatakan ingin menikahimu." Juragan Rase mengatakan kalimat - kalimat yang sebenarnya sudah cukup lama disusunnya, hanya baru kali ini ada kesempatan diucapkannya di depan Menik. " Kang ...." Menik lirih berucap dan buru - buru oleh juragan Rase bibirnya ditutup dengan jari agar Menik tidak meneruskan kalimatnya. Juragan Rase merogoh sakunya dan mengeluarkan cincin berlian. " Nik, ... " Juragan Rase meraih tangan Menik dan memakaikan cincin di jari manis Menik. " Kang... " Menik Menatap mata Juragan Rase. Juragan Rase tersenyum dan tiba - tiba Menik telah berada di pelukannya. Juragan Rase tidak menyia - nyiakan kesempatan segera bibir menik dicium dengan kelembutan dan dengan semangat perasaan cintanya. Pikiran Menik melayang kepada Gono. Dibayangkannya yang sedang memeluknya sekarang ini adalah Gono. Yang menciumnya Gono. Maka Menik dengan semangat rindunya kepada Gono dibalaslah ciuman juragan Rase. 

Gudel melangkah dengan cepat. Ia tidak ingin sampai di rumah Menik terlalu malam. Jangan - jangan Menik sudah tidur. Hari ini Gudel bersama dengan para pemuda yang menjadi teman - teman dekatnya menyusuri hutan untuk mencari yu Jumprit. Gudel dan teman - temannya akan mencari yu Jumprit kemana saja. Hari ini hutan yang menjadi sasaran. Besuk Gudel akan pergi kelain tempat. Gudel berniat menyusuri tempat - tempat dimana dulu sering dikunjungi yu Jumprit. Sejak suami meninggal yu Jumprit suka pergi ke tempat - tempat yang dulu pernah didatangi ketika masih pacaran. Gudel sangat percaya diri akan menemukan yu Jumprit. Karena dengan ditemukannya yu Jumrpit berarti dirinya akan mempunyai jasa besar terhadap Menik. Gudel berharap bisa semakin dekat dengan Menik. Sampai di depan pintu dapur rumah Menik Gudel terhenti dan tidak jadi mengetuk pintu karena kupingnya mendengar ada desahan dari dalam dapur. Dan rasanya desahan seperti ini pernah didengarnya ketika waktu itu dirinya pernah mencumbu Menik. Gudel menempelkan mata di celah pintu yang sedikit terbuka. Jantung Gudel berdegup keras karena saking kagetnya. Kakinya serasa tidak mampu lagi menopang tubuh besarnya. Perasaan cemburunya meledak. Rasa marahnya tidak tertahankan. Betapa tidak, dilihatnya Menik sedang dipeluk juragan Rase. Mereka sedang berciuman. Dan Gudel melihat dengan jelas tangan jurgan Rase telah menelusup di balik kain yang membungkus dada Menik. Dilihatnya pula kaki Menik yang bergerak - gerak. Juragan Rase memelorotkan kain atas yang dikenakan Menik. Gudel melihat payudara Menik terbuka. Dan Juragan rase menundukkan kepala mendekatkan mulutnya ke payudara Menik. Gudel menyaksikan pemadangan yang sangat membuatnya marah. Juragan Rase melahap puting susu Menik berganti - ganti. Rupanya Menik terlena jadi membiarkan saja juragan Rase mencubunya sejauh itu. Menik menggeliat - geliat dan juragan Rase semakin menyerbu. Menik bergerak - gerak keras dan desahannya tidak tertahankan. Suara derit amben semakin keras saja. Dipikiran Gudel Menik menikmati cumbuan juragan Rase. Gudel sangat cemburu. Gudel sangat marah. Muncul sifat berangsannya. Rasanya ingin ditendangnya keras - keras pintu dapur. Niatnya diurungkan karena pikiran warasnya berkata. Tindakannya pasti tidak akan dimaafkan Menik. Yang dilakukan Gudel kemudian cuma membalikkan badan dan ngeloyor pergi. Tetapi karena rasa cemburunya begitu buta dan amarahnya sangat kuat tiba - tiba ditendangnya kayu yang kebetulan tergeletak di halaman. Mencelat kayu ke atas dan jatuh di genteng dapur rumah Menik. 
Mendengar suara di atas genteng, Menik kaget dan tersadar dari semua yang dilakukannya. Begitu juga juragan Rase yang segera menghentikan cumbuannya. Menik cepat - cepat membenahi kainnya untuk menutupi dadanya yang sangat terbuka. Sementara juragan Rase kikuk menutup - nutupi bagian depan celananya, karena tadi telah sempat burungnya menyemprotkan cairan kelelakiannya. Buru - buru juragan Rase meninggalkan dapur dan menerobos kegelapan malam. 

bersambung ............





Kamis, 18 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput


Ketigapuluhdelapan

Pagi hangat. Matahari semakin meninggi di atas gunung. Udara masih terasa dingin. Angin bertiup pelahan. Tidak mampu menggoyangkan ranting - ranting pepohonan. Menik sibuk di dapur menjerang air dan menyiapkan makan pagi. Yu Jumprit benar - benar tidak pulang dari kepergiannya tadi malam. Menik tidak bisa memperkirakan mengapa yu Jumprit tidak pulang. 
Di ruang tamu sudah ada beberapa orang menunggu yu Jumprit untuk minta diobati dari sakitnya. Pak Pedut kebingungan. Apa yang akan dikatakan kepada tamu - tamunya yang ingin ketemu yu Jumprit. Pak Pedut hanya bisa meminta tamu - tamunya bersabar. Pak Pedut belum bisa ngomong apa yang sebenarnya terjadi. Semalam yu Jumprit tidak pulang. Pak Pedut hanya bisa gelisah. Keluar masuk rumah. Longok - longok ke jalan barangkali yu Jumprit berjalan pulang. Sesekali ke dapur melihat Menik yang sibuk. " Nik, semalam Jumprit pamitan sama kamu dak kalau mau nonton pethilan ?" Pak Pedut mendekati Menik yang tetap sibuk. " Dak, pak. Cuma aku mendengar yu Jumprit pergi lewat pintu dapur." Jawab Menik tanpa melihat roman muka bapaknya yang kebingungan. " Aduh .... terus kemana Jumprit ini. Lha kepada tamu - tamu itu terus gimana, Nik ?" Pak Pedut minta pertimbangan Menik. menik diam. Tidak menjawab dan tetap sibuk. " Gimana, Nik ?" Pak Pedut kembali mengulangi pertanyaannya. " Bapak cari saja yu Jumprit di rumahnya, pak. Barangkali yu Jumprit pulang ke rumahnya dan ketiduran." Jawab Menik. " Benar juga, Nik. Siapa tahu Jumprit semalam ngantuk dan sekarang ketiduran di rumahnya. Kalau begitu aku kesana, Nik. Kamu temani tu tamu - tamu !" Pak Pedut segera melangkah pergi. " Dak usah ditemani, pak. Ini sudah aku buatkan minum, segera aku suguhkan." Kalimat Menik mengiring langkah bapaknya yang bergegas menuju pintu. 
Setengah berlari pak Pedut menuju rumah yu Jumprit. Rumah yu Jumprit yang agak terpencil dari rumah - rumah lainnya sepi. Tidak ada tanda - tanda kehidupan di dalamnya. Semuan pintu dan jendela tertutup rapat. Pak Pedut ketuk - ketuk pintu berulang sambil memanggil - manggil. Tidak ada jawaban. Mendengar pak Pedut memanggil - manggil yu Jumprit seorang tetangga mendekat. " Ada apa, kang Pedut ?" Tanya tetangga sambil mendekati pak Pedut yang berdiri di depan pintu rumah yu Jumprit. " Jumprit semalam dak pulang dari pergi nonton pethilan. " Pak Pedut menerangkan. " Sejak semalam sepi kok kang rumah ini. Tetangga paling dekat kan aku kang. Jadi kalau ada suara apa - apa akulah yang paling tahu. Tetapi benar kang sejak malam dan pagi ini dak ada orang buka pintu kok, kang." Tetangga dekat yu Jumprit memberi penjelasan. " Ya sudah aku pulang dulu. Kalau Jumprit pulang kesini tolong kabari aku." Pak Pedut berlalu meninggalkan tetangga yu Jumprit setengah berlari. 
Ditunggu sampai tengah hari yu Jumprit tidak kunjung pulang juga. Pak Pedut hanya bisa minta maaf kepada para tamu, dan meminta besuk kembali lagi. Pak Pedut tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Yang dikerjakan pak Pedut hanya bisa bengong duduk di ruang tamu menunggu yu Jumprit pulang. 
Kliwon bangun kesiangan. Kantuknya semalam membuatnya bangun tengah hari. " Won kamu semalam lihat Jumprit di keramaian ?" Tanya pak Pedut yang melihat Kliwon sudah membawa cangkul mau ke sawah. " Dak pak. Aku dak lihat." Jawab Kliwon tanpa melihat muka bapaknya dan terus berlalu meninggalkan rumah. 
Hari ini pak Pedut tidak ke sawah. Perasaannya tidak enak. Kemana Jumprit ini. Tidak biasanya Jumprit berlaku seperti ini. Pak Pedut mencoba introspeksi. Apa dirinya berbuat salah terhadap Jumprit. Tidak menemukan. Rasa - rasanya tidak ada perlakuan dirinya terhadap yu Jumprit yang menyakitkan. Tidak mungkin Jumprit marah hanya karena tidak diajaknya ke keramaian semalam. Bukan sifat Jumprit hanya masalah kecil dibesar - besarkan. 
Ditunggu sampai Sore. Yu Jumprit tetap tidak tampak batang hudungnya. Pak Pedut semakin gelisah. Dan yang paling merepotkan pak Pedut adalah tamu - tamu yang minta disembuhkan dari sakitnya yang terus berganti - ganti berdatangan. Dan pak Pedut tidak bisa berbuat banyak kecuali meminta maaf dan meminta tamu - tamunya untuk kembali lagi esuk harinya. Pak Pedut tidak tega kepada para tamu yang minta dilayani yu Jumrpit. Sudah datang dari jauh, banyak biaya, tidak bisa ketemu Jumprit. Belum lagi melihat para tamunya yang pada umumnya susah berjalan karena sakitnya. Padahal kalau yu Jumprit ada mereka akan sembuh seketika, atau setidak - tidaknya pulang dengan perasaan nyaman. 
Ketika malam mulai turun dan merambahi desa, pak Pedut tidak lagi hanya gelisah. Perasaan kawatir mulai muncul. Kemana Jumprit pergi. Mengapa Jumprit tidak pulang. Apa yang terjadi. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak pak Pedut. 
Yang dilakukan pak Pedut kemudian mengunjungi tetangga dari pintu ke pintu. Menanyakan apakah para tetangga semalam melihat Jumprit. Diperoleh jawaban dari para tetangga yang pergi menonton keramaian, bahwa tidak satupun yang melihat yu Jumprit berada di tempat keramaian. Banyak para tetangga yang ikut prihatin dan berusaha saling bertanya tentang keberadaan yu Jumprit.
Gudel datang menemui Menik. " Aku benar - benar dak tahu, kang. Kemana yu Jumprit pergi." Menik mengansurkan wedang jahe ke Gudel yang duduk bersila di amben dapur. " Aneh lho Nik. Aneh. Ini benar - benar aneh. menurutku yu Jumprit tidak bakalan tega pergi tanpa pesan begini. Oh ... ya Nik, apa yu Jumprit punya saudara yang tinggal jauh dari desa ini, Nik ?" Gudel mencoba mencari tahu. " Tidak kang. Tidak ada. Sandaranya yu Jumprit yang masih ada yang tinggal mendiang mbokku. Sekarang mbokku dah dak ada. Ya yu Jumprit tu sekarang dak ada lagi saudara." Menik memberi penjelasan kepada Gudel. Gudel mengerinyitkan dahinya. Lalu kemana perginya yu Jumprit ini. Gudel hanya bisa menatap Menik yang duduk dihadapannya yang sesekali memasukan emping melinjo di mulutnya yang mungil. Melihat mulut Menik yang indah, yang pernah diciumnya, Gudel tidak bosan - bosan menatapnya. Gudel yang jarang bisa bertemu dengan Menik menjadi bisa melepas rasa rindunya dengan menatapnya. Menik yang tahu terus ditatap Gudel menjadi kikuk. Wajahnya menjadi merona. Dan gaya makannya menjadi kaku. Sebaliknya Gudel menjadi melihat wajah Menik yang begitu ayu. Dengan pipi yang merah merona karena malu dan kikuk serta melut kecil yang terus mengunyah emping melinjo. Rasa cinta dan kasihnya menjadi - jadi. Serasa Gudel ingin memeluk tubuh indah yang ada dihadapannya. menyayangnya. Memanjakannya. Alangkah indah hidupnya jika dirinya bisa selalu bersanding dengan Menik. " Lho kok malah diam ta, kang. Mbok ya ngomong !" Menik menyadarkan Gudel yang terus menatapnya. " Ya....ya.... aku sedang .... sedang ...mikir yu Jumprit, Nik !" Gudel tergagap. Dan matanya tertumbuk paha Menik yang karena kakinya bergerak  merubah posisi duduknya. Dan kain bawah Menik yang terus tersingkap membuat Gudel menjadi kikuk. Matanya ingin memandang, tetapi perasaan malunya tidak bisa disembunyikan. " Kang aku minta tolong, kalau sampai besuk pagi yu Jumprit tidak pulang, tolong kang Gudel menyarinya, kang ?" Menik menatap mata Gudel, dan Menik melihat mata Gudel berbinar, tanda sangat senang dimintai tolong oleh dirinya. " Ya...ya....Nik akan aku cari yu Jumprit sampai ketemu." Gudel bersemangat. Gudel sangat senang. Karena bakal memperoleh kesempatan bisa sering mengunjungi Menik lagi. Siapa tahu cintanya terhadap Menik bisa kesampaian.
Pak Pedut tidak berhenti gelisah. Mondar - mandir. Keluar rumah. Melongok jalanan. Masuk lagi ke rumah. Duduk menyulut rokok. Bediri lagi ke dapur melihat Menik dan Gudel yang sedang berbincang. Masuk lagi ke rumah. Jumprit kamu kemana. Jumprit kamu dimana. 
Karena malam telah merangkak jauh. Gudel berpamitan meninggalkan Menik. Pak Pedut mencegahnya. " Jangan pergi, Del. Temani aku. Aku sangat bingung." Pak Pedut meminta Gudel tetap tinggal. Gudel tidak bisa membantah. " Kita duduk - duduk di ruang tamu saja, Del. Oh .... ya....Nik ...tolong buat teh panas." Pak Pedut tidak bisa menyembunyikan gelisahnhya. Dari kamar Kliwon dengkurannya sangat keras terdengar di telinga Gudel. Sepertinya Kliwon tidak peduli dengan apa yang sedang dialami bapaknya. 

bersambung ...................




Rabu, 17 Oktober 2012



Cubung Wulung

                                                                                                  edohaput


Ketigapuluhtujuh

Sejak sore gamelan sudah ditabuh bertalu - talu. Dari rumah pak Pedut suara gamelan kadang - kadang terdengar agak jelas, tetapi kadang - kadang tidak terdengar karena suara terbawa arah angin. Jarak antara rumah pak pedut dengan rumah pak Lurah memang cukup jauh.  Suara gamelan membuat warga ingin segera bersiap - siap untuk berbondong - bondong menuju halaman rumah pak Lurah. Malam ini pak Lurah menggelar keramaian berupa tontonan gratis untuk wargannya. Tontonan berupa penampilan pethilan wayang orang Bambang Cakil. Cerita sepotong bertemunya Arjuna dan para punakawan, Semar, Gareng, Petruk, Bagong dengan Buta Cakil. Buta Cakil adalah raksasa yang akan mati di tangan Arjuna. Yang paling menarik orang untuk menonton pethilan adalah kelucuan dan gurauan para punakawan. Adegan munculnya punakawan menjadi dagelan yang sangat bisa menghibur penonton. Malam ini pak Lurah sengaja mengadakan keramaian, karena hasil tembakaunya bisa terjual dengan harga yang baik. Pak Lurah meraup keuntungan besar. Sudah menjadi tradisi desa bagi siapa saja yang hasil panennya berlimpah, pasti akan mengadakan keramaian sebagai ujud terima kasih kepada semua yang telah membantunya terutama sebagai ungkapan terima kasih kepada sang Pencipta. Tontonan pethilan Bambangan Cakil akan berahkir pada tengah malam. Untuk mengisi larut malam digelar tayuban. Dimana ledhek - ledhek muda, cantik dan bahenol menari di atas panggung dan mendapat saweran dari para lelaki berduit. 
Hari gelap mulai merambahi pedesaan. Tumbuhan besar tidak lagi terlihat sebagai tumbuhan yang hijau rindang, melainkan nampak seperti raksasa yang berdiri menunggu mangsa. Gunung dan hutan tidak lagi tampak biru menghijau, melainkan nampak sebagai suatu onggokan besar hitam kelam bagai raksasa tidur di kegelapan malam. Malam ini memang rembulan tidak muncul, karena tanggal belum sampai. Malam gelap. Warga desa laki - laki, perempuan, tidak ketinggal anak - anak dengan membawa obor berjalan bergerombol - gerombol menuju halaman rumah pak Lurah. Pokol dan Sarinti bergandengan tangan berjalan santai. Tidak ketinggalan Tumi dan Gudel, dan lain - lain pasangan. Mereka mesra bergandengan tangan dan berjalan dengan memilih menyelusuri jalan - jalan yang gelap. Udara dingin tidak menghalangi langkah mereka. Baju - baju tebal mereka kenakan untuk menahan dinginnya udara malam. 
Lain dengan Menik. Malam ini justru menik menyelimuti tubuhnya dan memilih meringkuk di kamarnya. Ia memilih tinggal di rumah. Menikmati bantal dan guling. Pak Pedut, dan Kliwon juga telah meninggalkan rumah. Pikiran Menik melayang kepada Gono yang tidak pernah kabar - kabar. Sendainya malam ini ada Gono, dirinya pasti juga akan berada di tempat keramaian. Menik tidak tahu apakah Gono masih ingat akan dirinya. Ingat akan janjinya. Apakah Gono bisa berhasil kerja di kota, atau justru sebaliknya Gono terlunta - lunta di kota. Menik tidak bisa menebak. Hanya saja terlintas dipikiran Menik, Gono ini pinter, punya banyak ketrampilan dan ulet. Siapa tahu Gono sedang sibuk kerja untuk dapat mengumpulkan kekayaan. 
Di dapur yu Jumprit gelisah. Suara gamelan yang sayup - sayup sampai di telinganya sangat menggoda untuk ikut - ikutan pergi menonton. Terbayang dipikiran yu Jumprit lucunya punakawan yang melontarkan guroan - guroan segar. Dan tingkah polah para punakawan yang sangat mudah mengundang tawa. Belum menyaksikan saja yu Jumprit sudah tersenyum sendirian. Apalagi kalau melihatnya, dirinya pasti akan terbahak. Yu Jumprit sangat tergoda. Segera dikenankannya baju tebal, dan obor yang sudah dipersiapkannya disulut, dengan langkah jinjit - jinjit agar tidak didengar Menik, yu Jumprit menyelinap melalui pintu dapur meninggalkan rumah. 
Menik mendengar pinta dapur bederit. Disingkapkan selimutnya. Menik ingin tahu apa yang terjadi di dapur. Menik sangat ingat tadi yu Jumprit sudah mengancing rapat - rapat pintu dapur. Menik curiga yu Jumprit pergi juga ke tempat keramaian. Menik melihat dapur kosong. Pintu dapur tidak lagi terkancing. Menik tahu yu Jumprit pergi. Menik mengancing rapat pintu dapur dan kembali ke kamar. Menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Kembali pikirannya melayang ke Gono. Gono yang pergi ke kota untuk menjadi kaya. Gono yang berjanji setelah berhasil di kota akan segera pulang dan melamar dirinya. Gono yang pernah mencium bibirnya, meremas payudaranya, dan meraba - raba seluruh kulit tubuhnya dan membuat dirinya merinding nikmat. Gono yang pernah datang ke rumahnya malam - malam ketika rumah dalam keadaan kosong dan Gono mencumbunya sampai miliknya menjadi basah. Gono yang selalu dengan kelembutannya membelai - belai rambutnya. Dirinya akan sangat terlena di pelukkan Gono yang dicintainya sepenuh perasaannya. Ingat ini, tiba - tiba ada sesuatu yang menjalari pikiran dan seluruh tubuhnya. Sesuatu yang tiba - tiba membuat jantungnya menjadi berdegup. Sesuatu rasa yang menyebabkan instingnya menuntun tangannya meraba - raba yang ada di balik kainnya. Menik meremas - remas buah dadanya dan membayangkan Gonolah yang melakukannya. Setiap tangannya kuat meremas, Menik meringis dan mendesah. Kedua kakinya menjulur - njulur mengejang. Tangan satunya tertuntun mengarah ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya. Terbayang Gonolah yang melakukannya. Padahal tangan dan jari Gono belum pernah satu kalipun menyentuh miliknya. Karena ketika tangan Gono mau sampai ke situ Menik selalu menolak dan mengahkiri bercumbunya. Menik tidak mau selangkangannya di sentuh orang. Kali ini tangannya sendiri yang mengelusnya. Dan jari - jarinya sendiri yang mempermainkannya. Ditelantangkan tubuhnya. Dikangkangkannya pahanya. Selimutnya terlepas dari tubuhnya. Menik sudah sangat terangsang oleh jarinya sendiri. Dua jari manis dan jari telunjuknya membuka bibir miliknya dan jari tengahnya diputar - putar di tempat yang membuatnya merasa semakin nikmat. Menik terus menggelinjang dan merintih. Menik tahu di rumah tidak ada orang. Menik leluasa melepas desahnya, rintihannya dan jeritannya. Menik membuat tempat tidurnya menjadi tidak beraturan. Sepreinya tergulung - gulung. Bantal dan gulingnya berjatuhan ke lantai karena polahnya. Dan ahkirnya Menik mengatupkan pahanya. Sementara itu jari - jarinya semakin gencar memainkan miliknya yang semakin membasah. Menik menjerit keras dan tubuhnya terangkat - angkat. Sejurus kemudian lunglai dan napasnya tersengal. Menik menikmati kepuasan oleh dirinya sendiri. Menik lelah dan tertidur. 
Malam telah sangat larut. Hampir pagi. Pak Pedut membuka pintu rumah dengan kunci. Pak Pedut mendengar napas pulas Menik. Pak Pedut yang melihat ledhek - ledhek cantik dan bahenol yang tadi menari - nari gemulai di atas panggung dengan pantat yang sengaja di megal - megolkan sangat terangsang. Pak Pedut tadi berjalan pulang dengan cepat - cepat bermaksud segera sampai di rumah dan akan segera mengajak yu Jumprit untuk melampiaskan terangsangnya oleh ledhek - ledhek. Pak Pedut tidak menemukan yu Jumprit di kamarnya. Sejak yu Jumprit menerima lamarannya yu Jumprit telah mau tidur seranjang dengan pak Pedut. Hampir - hampir setiap malam pak Pedut bercinta dengan yu Jumprit. Pak Pedut ke dapur. Kosong. Pak Pedut gelisah. Pak Pedut menyesal mengapa tadi dirinya tidak mengajak yu Jumprit nonton bersama. Pati yu Jumprit juga pergi nonton. Tetapi mengapa sudah selarut ini tidak pulang juga. Kliwon pulang dan langsung masuk ke kamarnya. Sebentar kemudian dengkuran Kliwon terdengar keras. Pak Pedut tidak bisa memejamkan matanya. Ditunggunya yu Jumprit di ruang depan sambil menikmati teh anget. Lama ditunggu yu Jumprit tidak muncul pulang. Ada perasaan marah di hatinya. Birahinya yang terangsang oleh ledhek - ledhek membuatnya ada perasaan jengkel. Mengapa Jumprit sudah selarut ini tidak juga pulang. Jumprit tidak akan tertarik dengan ledhek - ldhek. Lalu kemana ? Mengapa ? Terbersit rasa cemburu di hati. Jangan - jangan Jumprit dirayu orang. Orang tahu Jumprit lama menjanda. Orang pasti akan menggodanya. Tetapi bukankah orang sudah pada tahu kalau Jumprit segera akan dinikahinya ? Dan orang tahu kalau Jumprit saat ini bukan Jumprit yang dulu. Jumprit sekarang adalah Jumprit yang sakti karena jimat. Akankah orang akan segampang itu melecehkan Jumprit ? Mengingat ini pak Pedut ayem. Tidak bakalan orang berani menggoda Jumprit. Tetapi lalu Jumprit kemana. Malam hampir pagi kenapa tidak pulang ? Mungkin juga Jumprit marah, karena dirinya tidak mengajaknya bersama menonton. Jumprit pasti sedang marah. Dan pulang ke rumahnya. Kesimpulan ini membuat pak Pedut ayem. Pak Pedut tidak lagi gelisah. Pak Pedut sangat menyesal. Pak Pedut besuk pagi akan segera menjemput Jumprit ke rumahnya dan minta maaf. Kembali bayangan ledhek - ledhek yang buah dadanya hanya saparo saja tertup kain dan ketika menari - nari kainnya tersingkap - singkap sehingga paha putihnya sangat sering menggoda mata, membuat burungnya tidak mau melemas. Semakin kaku saja. Dan terasa pegal. Pak Pedhut bingung. Kliwon mendengkur. Menik pulas. Pak Pedhut tidak malu - malu lagi segera mencopot celananya. Burungnya medongak kaku. Pak Pedhut tidak bisa menahan birahinya. Pak Pedhut dengan serta merta menggenggam burungnya dan segera telapak tangannya bergerak memainkan burungnya yang membuat pikirannya tidak bisa lepas dari bayangan ledhek. Dibayangkannya ledhek sedang kangkangkannya dan pahanya yang putih mulus di elusnya. Dan pak Pedhut segera mendorong burungnya untuk menelusup dan tenggelam di selangkangan ledhek. Sebentar saja pak Pedhut sudah tidak tahan. Kedua kakinya terkejang - kejang, mulutnya ternganga dan jeritan tertahannya keluar bersamaan dengan napasnya yang memburu - buru. Pak Pedhut memuncratkan cairan kenikmatannya di kursi tempat duduknya. 

bersambung .....................








Jumat, 12 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                           edohaput


Ketigapuluhenam

Pagi di rumah Tumi. Kebetulan Tumi memang lagi malas ke sawah. Karena punya duit banyak pemberian juragan Gogor, Tumi memang agak malas ahkir - ahkir ini. Tabiatnya agak berubah. Dulu Tumi yang tidak suka bersolek, kini menjadi suka berdandan wajah. Tumi ingin dirinya kelihatan cantik di depan Gudel. Tumi ingin Gudel melupakan Menik dan beralih menyukainya. Selama ini Tumi belum memperoleh pernyataan Gudel yang menyukai dirinya.
" Kok pagi - pagi datang ta, kang ?" Tanya Tumi kepada Tobil dan Plencing yang duduk dihadapannya. " Ya karena aku tahu kalau kamu dak ke sawah, Tum, jadi aku datang pagi saja. Dari pada datang sore - sore nanti. Ni ... Tum dari juragan Gogor." Plencing mengeluarkan sapu tangan yang dipakai untuk membungkus uang. Tebal, di dalamnya pasti tumpukan uang yang cukup banyak. Cukup untuk membeli seekor sapi besar. " Kamu diminta nanti malam datang, Tum. Juragan Gogor kangen. Nampaknya juragan Gogor sangat puas mendapat pelayanan dari kamu." Tobil menyambung. Mendengar kalimat Tobil ini Tumi agak tersinggung. Berarti dirinya oleh Tobil dicap sebagai perempuan yang bisa dibeli dan diminta melayani. Tumi agak memberengut. Tetapi Tumi juga segara sadar kalau ternyata dirinya sekarang menjadi perempuan yang dibeli oleh juragan Gogor. Tumi mengurangi memberengutnya dan mencoba tersenyum. Tetapi senyum yang dibuat - buat. Senyum yang kecut. " Kang Tobil dan kang Plencing, besuk - besuk aku dah dak mau lagi diminta datang oleh juragan Gogor. Sekali nanti malam saja. Dan itu yang terahkir. Aku Takut, kang. Aku takut apa yang aku lakukan ini diketahui orang banyak. Apalagi kalau kang Gudel tahu. Semua harapanku akan musnah, kang." Tumi serius. " Ya gini saja, Tum. Nanti malam kalau dah ketemu sama juragan Gogor kamu bilang. Aku dak berani bilang itu, takut kena damprat. Malah gini, Tum. Juragan Gogor pernah omong - omong sama aku dan kang Tobil ini, kalau juragan Gogor punya niat jadikan kamu isteri ketiga." Plencing nerocos bicara. " Jangan edan, kang. Aku dak mau. Kalau saja malam itu aku dak ditipu sama kamu. Dan diperdaya oleh juragan Gogor, yang seperti ini kan tidak terjadi, ta ?" Tumi mengingatkan Plencing dan Tobil, tentang awal - awalnya sampai dirinya terjebak oleh keinginan juragan Gogor. " Aku bukan perempuan yang mudah dibeli, kang. Dan aku tidak berniat menjual diriku kepada juragamu itu." Kalimat Tumi ini diucapkan sambil menatap mata Plencing dan Tobil berganti - ganti. Ditatap Tumi Tobil dan Plencing hanya bisa menunduk. Tobil dan Plencing merasa kikuk. Merasa bersalah. Karena dirinya berdualah yang memang menyebabkan Tumi bisa diperdaya oleh juragannya. 
Tumi semula pernah berpikir akan terus melayani juragan Gogor. Tumi punya niat menguras harta juragan Gogor. Pikiran yang hanya didasari emosi ini kemudian dasadari sebagai sesuatu yang salah. Kalau dirinya terus dan terus melayani juragan Gogor, orang bakal tahu. Serapat - rapat menutup bangkai satu saat akan tercium juga. Tumi menjadi takut, dan mengurungkan niat ini. Dan nanti malam merupakan hubungan badan terahkir yang akan dilakukan dengan juragan Gogor. Dia tidak akan lagi mengulanginya. Berapapun juragan Gogor akan memberi, dirinya akan menolak. Malam nanti juragan Gogor akan dilayaninya, akan dipuaskannya. Dan dirinya akan menyampaikan omongan agar juragan Gogor tidak lagi - lagi mengganggunya. 
" E .... Tum ... kamu kan dekat sama Menik. Mbok aku ditolong. Aku dan kang Tobil mau ketemu sama Menik. Tapi takut, Tum." Plencing mengalihkan topik pembicaraan. " Jangan edan, Kang. Jangan. Jangan setiap orang kamu korbankan untuk juragan Gogor !"  Tumi ketus, nada marahnya tidak bisa disembunyikan dan matanya memerah memelototi Plencing. Tumi sangat tidak rela kalau sahabatnya sampai dikurangajari sama Plencing dan Tobil.   " Nanti dulu. Tum aku tidak bermaksud seperti yang kamu pikirkan. Ini tentang Jimat Tum. Jimat. Bukan yang lain - lain." Plencing memberi penegasan. Mendengar yang dimaksud Plencing ternyata bukan akan memperdaya Menik, Tumi lega dan nada kemarahannya hilang. Tumi tersenyum lega. " Nah gitu Tum, senyum. Jangan membuatku takut. Kalau kamu marah dan melotot kayak tadi, rasanya aku mau lari saja." Tobil tertawa lepas. Diikuti tertawa lepasnya Plencing. Dan Tumi tersenyum lebar. Suasana mencair. " Kok jimat, kang. Apa hubungannya Menik dengan jimat ?" Tumi meminta penjelasan. " Ya sangat ada hubungannya ta, Tum. Kamu tahu juga kan, kalau jimat itu sekarang di tangan yu Jumprit. Itu lho  jumprit yang dak tahu diri itu ? Masak hanya pembantu kok bisa - bisanya malah yang diwarisi jimat. Aku tidak bisa percaya, Tum. Jangan - jangan jumprit itu yang mencuri jimat itu saat Nyi Ramang sakit dan kemudian meninggal !" Plencing nerocos dengan nada geram. " Lho kok jadi marah sama yu Jumprit ta, kang ?" Tumi sambil tersenyum. " Jumprit itu, Tum. Sebaiknya dicekik saja biar mati ! Jumprit itu pinter sekali. Sekarang dah dapat jimat, masih juga ingin dinikahi pak Pedut. Serakah sekali kan, Tum ?" Plencing semakin menampakkan nada geramnya. Plencing sangat sakit hati sama yu Jumprit karena pernah ditolak mentah - mentah ketika bersama Tobil berusaha mempengaruhi yu Jumprit agar jimat itu bisa ditukar dengan emas setengah kilogram dan masih ditambah beberapa ekor sapi besar. Waktu itu Plencing dan Tobil dibuat tidak berkutik oleh yu Jumprit. Yu Jumprit mendampratnya habis - habisan. Sakit hati Plencing dan Tobil sangat membekas dan membuatnya sangat membenci yu Jumprit. Plencing dan Tobil tidak bisa melupakan kejadian yang menyakitkan itu. " Iya Tum. Yu Jumprit itu perempuan jahat yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini !" Tobil ikutan geram. " Bentar .... bentar .... kang. Kok terus malah pada marah, ta ? Lha aku ini harus berbuat apa untuk menolong kakang - kakang ini ?" Tumi tetap sambil tersenyum. " Gini, Tum." Plencing ingin segera menjelaskan maksudnya. " Tapi jangan pakai marah lho, kang." Tumi menggoda. " Dak ... dak Tum. Aku dak marah kok. Cuma jengkel banget sama itu yu Jumprit. Gini Tum. Tolong pertemukan aku dengan Menik. Di rumahmu ini saja. Tolong Tum. Aku dan kang Tobil mau bicara banyak sama Menik tentang jimat itu, Tum." Plencing dengan gaya memohon - mohon terhadap Tumi. " Aku dan Plencing sebisa - bisanya mau bantu Menik agar jimat itu kembali kepada pewaris syahnya, Tum. Kita harus kasihan sama pak Pedut, Kliwon dan Menik. Masak pewarisnya malah Jumprit itu !" Tobil kembali geram. Tumi termakan kebohongan Plencing dan Tobil. Dibalik kebohongannya ini Tobil dan Plencing akan berusaha mempengaruhi Menik agar meminta jimat dari tangan yu Jumprit dan seterusnya Tobil dan Plencing akan memengaruhi Menik agar mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Tobil dan Plencing penuh percaya diri Menik akan terpengaruh oleh perdayaannya. Menik pasti akan tergiur oleh emas sebanyak itu. " Baik kang kalau kakang berdua tulus mau membantu Menik, aku bersedia." Tumi benar - benar termakan kebohongan Plencing dan Tobil. " Segera ... segera ya Tum. Jangan lama - lama. Segera hubungi Menik." Tobil bersemangat.
Tumi meraih uang di meja dan menyelipkannya di balik bajunya. Ketika Tumi membuka baju untuk menyelipkan uang, Tobil dan Plencing sempat melihat payudara Tumi yang tidak berkutang. Payu dara yang begitu menggunung dan kencang. Pantas juragan Gogor sangat kangen. Sehabis memasukkan uang di balik kainnya, tumi memperbaiki duduknya yang justru menyingkapkan kain bawahnya. Tak urung mata Tobil dan Plencing melihat paha Tumi sampai sebatas pantatnya. Paha yang bersih kencang dan panjang. Alangkah beruntungnya juragan Gogor yang bisa menikmati itu semua. Baru melihat sedikit saja sudah deg - degan, apalagi kalau bisa melihat telanjang bulatnya. Pikiran Tobil dan Plencing jadi membayangkan yang tidak - tidak. Terbayang dipikirannya seandainya dia bisa menikmati keindahan tubuh Tumi. Tobil dan Plencing jadi kelimpungan karena miliknya masing - masing mulai menggeliat. Maka dengan cepat - cepat Tobil dan Plencing berdiri sambil mencoba menutupi miliknya yang mencoba mendongak, dan segera pamit meninggalkan rumah Tumi.

bersambung ................

Rabu, 10 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                edohaput

Ketigapuluhlima

Di Gudang tembakau Genjik bermalas - malasan. Tiduran sambil mulutnya melantunkan tembang. Sore belum tuntas habis, dan malam belum juga datang sempurna. Suara serangga disana - sini. Yang dari dalam tanah menyembul untuk memegarkan sayapnya dan menderik. Yang di pepohonan ramai berbunyi. Sebentar lagi malam memang segera tiba. Karena sinar matahari banyak terhalang oleh rimbunya pohon - pohon besar, maka sore sudah begitu gelap. Genjik menyalakan lampu minyak yang sengaja tidak dibuat menyala terang agar tidak menyilaukan mata. Badannya yang terasa penat karena seharian kerja, direbahkannya di tikar pandan yang digelar di lantai gudang. Sambil terus melantunkan tembang, Genjik sesekali mengisap rokok lintingan buatannya sendiri. Seperti biasanya jika malam telah menjelang Kemi datang ke Gudang untuk membawakan Genjik Minum dan makan malam. Gudang dengan rumah pak Lurah hanya dipisahkan oleh beberapa meter tanah kosong. Dan tanah kosong antara Gudang dengan rumah induk pak Lurah oleh Genjik ditanami pepaya yang diatur rapi. Genjik juga banyak menanam tanaman yang berbunga wangi. Tanaman yang diatur Genjik ini membuat sekitar rumah pak Lurah yang besar dan gagah menjadi asri. " Tembangmu merdu lho kang. Aku jadi kepingin terus mendengarnya." Kemi meletakkan segelas besar teh dan sepiring kimpul rebus. " Halah, tembang asal - asalan kok dibilang merdu Mi....Mi. Lho ini nasinya mana, Mi ?" Genjik menanggapi sapaan kemi. " Nasinya sebentar kang. Kan belum malam banget. Tu lagi tak buatkan sayur lodeh. Biar kang Genjik makannya lahap. " Tumi ikut duduk di tikar. " E .... Mi... kamu duduk - duduk disini saja. Ngobrol - ngobrol. Paling pak Lurah dan bu Lurah pulangnya dari kondangan kan malam nanti. Kamu pekerjaan dapurnya dah rampung kan, Mi ?" Genjik mengangkat gelas dan menyerutup minuman panas. " Dah rampung semua, kang. Tinggal nyiapkan nasi untuk kang Genjik." Jawab Tumi sambil membetulkan posisi duduknya. " Nasinya dipikir nanti saja. Kita ngobrol. Mumpung pak Lurah dan bu Lurah pergi. Kalau ada pak Lurah dan bu Lurah kita kan terus - terusan disuruh - suruh." Genjik menyomot sebongkah kimpul rebus dan memasukkannya ke mulut. " Lha iya je kang, kadang capek banget nuruti bu Lurah. Yang ini, yang itu, belum lagi minta dipijat. Capek, kang." Kemi seperti oreng berkeluh. " Makanya ini kesempatan. Kita bisa istirahat dan ngobrol." Mulut Genjik yang penuh kimpul rebus menjadikan kalimat yang diucapkannya tidak jelas. Kemi tersenyum melihat Genjik susah menelan kimpul. " Makanya kang makan itu pelan - pelan, masak kimpul sebesar itu masuk mulut semua." Kemi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa renyah. Genjik buru - buru mengangkat gelas dan mendorong kimpul yang masih dikerongkongan dengan air teh. Kemudian Genjik berdiri dan melepas kaos yang dikenakannya. " Lho kang, kok lepas kaos ?" Kemi melotot. " Ini bau keringat. Mau ganti. Nanti kamu dak kerasan kalau aku bau keringat." Genjik melepas kaos dan mengambil baju yang tergatung di dekatnya. Kemi melihat seluruh tubuh Genjik yang bertato. Kemi tidak tahu gambar apa saja yang menghiasi tubuh Genjik. Sekilas Kemi bisa melihat gambar naga, gambar macam, dan lain - lain. Sebelum Kemi bisa melihat gambar - gambar yang lain keburu Genjik kembali menutupi tubuhnya dengan baju. " Wah tubuh kang Genjik ini kekar banget lho, kang." Tiba - tiba kalimat ini meluncur dari mulut Kemi. " Ah apa iya, Mi ?" Genjik pura - pura menolak kalimat Kemi. " Bener kang, Tubuh kang Genjik ini kekar banget. Kang Genjik ini sakti lagi. Empat orang yang suka nyuri ternak saja bisa dilumpuhkan kang Genjik. Kalau kang Genjik tidak sakti mana bisa mengalahkan empat orang sekaligus." Kemi memuji - muji Genjik. Yang dipuji - puji tersipu juga. " Ya ini berkat Nyi Ramang, Mi." Genjik sedikit memberi membuka rahasia. " Lho kok berkat Nyi Ramang, kang ?" Kemi penasaran. " Gini lho, Mi. Dulu sewaktu aku mau berangkat mencari kerja ke kota, aku sowan ke Nyi Ramang. Yang pertama aku mau minta nasehat dan petunjuk, yang kedua agar aku diberi kekuatan batin." Genjik mulai bercerita. " Terus gimana, kang ?" Kemi tambah penasaran dan duduknya bergeser mendekat ke tubuh Genjik agar bisa jelas mendengar cerita Genjik. " Ya aku diberi banyak nasehat sama Nyi Ramang. Nasehat yang aku masih terus terngiang - ngiang hingga kini ada, Mi." Genjik sengaja semakin memelankan suaranya. " Apa itu, kang." Kemi semakin mendekatkan posisi duduknya agar mendengar kalimat Genjik yang diucapkan semakin pelan saja. " Nyi Ramang menasehatiku, Njik kamu itu mau pergi ke kota apa yang kamu andalkan. Pinter dak, trampil dak, cuma ototmu saja yang kuat. Dan badanmu saja yang besar. Tapi otakmu dak ada apa - apanya. Lalu kamu mau dapat kerja apa nanti di kota." Genjik mengingat - ingat kata - kata Nyi Ramang waktu itu. " Ya bener kang. Kang Genjik ini bodo. Cuma ototnya saja yang pada menonjol. Terus .... terus gimana, kang ?" Kaki kemi selau bergerak menyebabkan kain bawahnya menyingkap - nyingkap dan pahanya bisa dilihat Genjik. " Karena tekadmu sudah bulat mau ke kota, sini badanmu aku beri kekuatan, begitu Mi ahkirnya Nyi Ramang mengahkiri nasehatnya. Lalu aku di suruh membuka baju. Aku disuruh telanjang." Genjik berhenti cerita karena Kemi menyela. " Telanjang, kang. Telanjang, hiiii !" Kemi meringkuskan tubuhnya tanda ngeri. " Iya Mi. Lalu Nyi Ramang menggosokkan jimat yang berupa batu akik kecubung wulung itu ke seluruh tubuhku, Mi." Genjik serius. " Lalu anunya kang Genjik digosok juga ya kang ?" Kemi tertawa meringis. " Hus .... kamu ini ada - ada saja. Ya hanya ke tubuh, dak sampai ke situ. Dan anehnya, Mi. Sehabis tubuhku digosok, aku merasa segar dan kuat. Dan hingga kini kekuatanku berlebih, Mi. Dan yang aneh lagi, Mi. Benda - benda tajam dak mempan bila digoreskan ke kulitku. Tetapi aku disuruh berpantang lho Mi." Genjik kembali diam karena Kemi menyela. " Apa pantangannya, kang ?" Kemi bertanya serius. " Tubuhku dak boleh mandi dengan sabun, Mi. Sabun apa saja dak boleh. Kalau tubuhku disabun kekuatanku akan hilang." Genjik sambil menatap mata Kemi. " Oooo... pantesan tubuh kang Genjik bau keringat, lha wong dak pernah mandi pakai sabun." Kemi kembali meringis tertawa mengejek Genjik. " Hus.... walaupun aku mandi dak pakai sabun, kalau aku mandi tubuhku selalu aku gosok pakai kembang mawar. Ni ...aku wangi kan, Mi ?" Genjik mengulurkan tangannya agar dibaui Kemi. Kemi membaui wanginya mawar. " Pantesan lawan empat orang bisa menang, lha wong kang Genjik sudah diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Pantesan pula dulu di kota bisa membunuh orang." Kemi seperti bicara pada dirinya sendiri. " Oh ya, Mi. Dengar - dengar sekarang jimat itu diberikan yu Jumprit, ya Mi. Kok aneh ya, kenapa dak diberika pak Pedut, apa Kliwon, apa Menik ya ? Wah ... sendainya saja aku bisa memiliki jimat itu, pasti aku akan menjadi semakin kuat, dan semakin sakti, ya Mi ?" Genjik serius. " Lha ... itu ... kang yang tidak baik. Sudah diberi kekuatan sekarang ingin lebih. Ingin memiliki jimat itu. Dak baik itu kang ..... !" Kemi berlagak seperti orang tua menasehati orang muda. Genjik tertawa lepas. Dan kalimat yang muncul kemudian : " Seandainya Mi.....seandainya." Genjik masih terus tertawa. " Ah jangan berandai - andai, kang. Dak baik....dak baik." Kemi memberengut manja. 
Kemi yang duduknya semakin merapat saja ke tubuh Genjik karena mau mendengarkan cerita Genjik, dan setiap kali menggeser tubuhnya menyebabkan kain bawahnya tersingkap - singkap dan pahanya terbuka - buka membuat kejantanan Genjik muncul. Tiba - tiba tangan Genjik meraih tubuh Kemi dan dipeluknya erat, lalu hidung Genjik mencium pipi Kemi. Kemi sangat kaget tidak menduga Genjik bakal berbuat ini. Kemi meronta ingin lepas dari pelukan Genjik tetapi karena kuatnya pelukan Genjik Kemi hanya bisa meronta kecil. " Jangan edan ah kang, ... jangan...kalau ketahuan orang malu !" Kemi sambil terus meronta tetapi rontaannya semakin melemah. Sementara Genjik telah bisa mengelus rambut Kemi dengan lembut dan memandangi mata Kemi yang juga menatap mata Genjik. 
Sebenarnya sudah sejak kedewasaannya sampai, Kemi yang tidak pernah mengenal perjaka selain Genjik sudah beberapa lama menaruh hati terhadap Genjik. Tetapi Kemi tidak berani bebuat lebih selain hanya melirik, kadang - kadang menatap, dan kalau malam tiba yang ada di pulupuk matanya hanya Genjik. Bahkan pada satu malam Kemi pernah mimpi basah dengan Genjik. Tubuhnya kini yang ada dipelukan Genjik dipura - purakan meronta. Tetapi yang sebenarnya kemi sangat bahagia. 
Begitu juga Genjik yang tidak berani mendekati perawan. Satu - satunya perawan yang ada di dekatnya selalu hanya Kemi. Maka tidak jarang Kemilah yang selalu menjadi obyek kayalnya ketika malam - malam birahinya tidak tertahankan. Kini Kemi  tiba - tiba di pelukannya. 
Jantung Genjik berdegup keras, napasnya tersengal. Hal ini juga dialami Kemi. Genjik telah mencium bibir Kemi. Dan Kemi yang terlena membalasnya. Tangan Genjik telah berada di balik kain yang menutup dada Kemi. Dan Kemi sangat menikmati. Belum pernah Kemi merasakan buah dadanya diremas - remas orang. Genjik terus mencium dan tanganya terus bergerak. Instingnya menuntun tangannya untuk sampai di selangkangan Kemi. Sebaliknya Kemi yang pernah mimpi basah dengan Genjik, dan mimpi itu begitu jelas, dan tidak mudah dilupakan, maka ketika tangan Genjik akan segera sampai di selangkangannya Kemi justru membuka pahanya untuk memberi jalan kemudahan bagi tangan Genjik untuk sampai di tempat tujuan. Kemudian Kemi hanya bisa mendesah tertahan karena bibirnya tertutup bibir Genjik. Tangan dan jari - jari Genjik yang telah berhasil menelusup di balik celana dalam Kemi terus bermain suka - suka. Kemi menggelinjang - gelinjang karena beberapa kali orgasme. Sebaliknya Genjik yang jari - jarinya merasakan hangat dan menjelajahi sesuatu yang sangat lembut, halus dan basah, pikirannya hanya bisa membayangkang apa yang sedang dipermainkannya. Kelelakiannya berontak - berontak. Mengejang - kejang, kaku dan terasa sakit, pegal di dalam celana. Tetapi Genjik tidak akan mengeluarkan terungnya. Genjik takut lupa diri. Sebaliknya Kemi sangat ingin celana dalamnya dipelorotkan Genjik dan mimpi basahnya diharapkan menjadi nyata. Genjik tidak melakukannya. Tiba - tiba Genjik memeluk erat kuat tubuh Kemi dan menjerit. " Kem .....Keeeeemmmmmmiiiiii...... !" Genjik sampai dan tumpah ruah muncratkan maninya di dalam celana. 
Suasana Gudang tiba - tiba menjadi sepi. Hanya ada sisa - sisa napas yang tersengal. Genjik rebah memeluk tubuh Kemi. Kemi bahagia di pelukan Genjik.

bersambung ...................