Selasa, 30 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                             edohaput 


Keempatpuluhtiga

Menik dan Gudel menjadi terdiam. Mata mereka hanya bisa menatap sandal yu Jumprit yang ada di amben dapur tempat mereka duduk. Pikiran Menik dan Pikiran Gudel sibuk bertanya - tanya mengapa sandal yu Jumprit bisa ada di pinggir kali. Apakah malam itu yu Jumprit tidak pergi ke keramaian melihat tontonan di halaman rumah pak Lurah, melainkan malah ke pergi ke kali di dekat kuburan dusun ? Rasanya tidak ketemu akal jika yu Jumprit melakukan itu. Jikat tidak mengapa sandal itu bisa ada disana. Apakah malam itu yu Jumprit diajak seseorang laki - laki ke tempat yang jauh dari orang ? Bisa juga. Sebab yu Jumpit janda. Mungkin yu Jumprit juga ingin merasakan sesuatu yang sudah lama tidak dinikmati. Tidak ketemu akal juga jika demikian. Karena selama ini yu Jumprit sudah tidur sekamar bersama pak Pedut ayahnya. Tetapi bisa saja yu Jumpit tidak puas dengan ayahnya. Menik terus mencoba menghubung - hubungkan rekaan dalam pikirannya. 
Lain lagi apa yang ada di benak Gudel. Yu Jumprit pasti pegi nenepi. Nenepi untuk menambah kesaktiannya. Atau mungkin yu Jumprit mendapat wangsit untuk pergi bertapa beberapa hari agar jimat yang dipegangnya menjadi semakin sakti. Atau mungkin yu Jumprit sedang menayuh jimat. Yu Jumprit barangkali ingin tahu mengapa jimat justru diberikan kepadanya oleh Nyi Ramang. Bukan kepada pak Pedut, Kliwon atau Menik. Dengan menayuh jimat di tempat yang sepi dengan cara bersemedi barangkali yu Jumprit akan mendapat jawabannya. 
" Sebaiknya kang Gudel susuri sepanjang kali. Siapa tahu nanti kang Gudel menemukan petunjuk. Semua orang tahu lho kang, kalau kali dekat kuburan itu wingit, angker, dan banyak pohon - pohon besar. Kang Gudel mesti hati - hati disana pasti masih banyak ular besar kang." Menik memecah kesunyian. Dan membuat lamunan Gudel Pudar. Gudel tergagap dan tangannya segera menyambar gelas wedang jahe dan meneguknya untuk menutupi tergagapnya. " Bapak juga punya pikiran begitu kok, kang. Bapak juga akan menyusuri kali untuk menemukan petunjuk. Bahkan Bapak mau minta bantuan pak Blengur. Karena memang pak Blengur ta kang, yang pertama - tama menemukan sandal yu jumprit ini ?" Lancar Menik mengucapkan kalimat dari mulutnya yang mungil. Gudel tidak lepas menatap Menik. Gudel merasakan semakin lama wajah Menik ditatap nampak semakin ayu. Semakin tidak bercela. Dan kecantikan wajah Menik ini menusuk - nusuk relung hatinya dan menyebabkan jantungnya berdegup. Hasratnya ingin mengelus pipi Menik yang merah merona saat berkata - kata. Hasratnya ingin mencium bibir Menik yang terbuka - buka dan basah saat berbicara. Hasratnya ingin menatap terus mata Menik yang berkedip dan terbelalak saat mulutnya berucap - ucap. Apalagi kalau Menik sedang menggerakkan tubuh  untuk memperbaiki posisi duduknya. Gudel sangat ingin memeluk tubuh gemulai itu. Rasanya ingin tubuh itu dipeluknya dan tidak akan pernah dilepaskan lagi. Kalau sudah begini Gudel hanya bisa gemas. " Lho kok malah menatap aku ta, kang. Gimana kang, berani dak kang Gudel nyusuri kali ?" Gudel kembali tergagap. Lamunannya yang membuat perasaannya bahagia dibuyarkan lagi oleh Menik. " Brani Nik ! Brani ! Jangan sebut aku Gudel kalau cuma nyusuri kali takut." Sifat Gudel yang berangasan jadi muncul. Ketika Menik seolah menantangnya agar menyusuri kali. " Lik Pedut dak usah lakukan nyusur kali. Cukup aku saja, Nik ! Jangankan hanya kali. Kemarin Gua saja sudah saya masukki !" Gudel semakin sombong dan ingin menampakkan keberaniannya di depan Menik. " Percaya kang. Percaya. Tetapi hati - hati juga perlu lho, kang." Menik menimpali kalimat Gudel yang diucapkan  Gudel sambil membusungkan dadanya. Menik tersenyum geli menyaksikan Gudel tiba - tiba sombong. Melihat senyum Menik yang membuat wajahnya jadi tambah ayu, Gudel sangat terpesona, seperti biasanya. Menik memang sangat mempesona pria. Di dusun kecantikan Menik hanya mendapat saingan dari Tumi, Sarinti, Trinil, Wiji, dan Wuni. Kelima perawan remaja ini tidak ada yang menarik perhatian Gudel. Bahkan Tumi yang sudah berkali - kali digaulinya, dan banyak membantu dirinya dalam mengatasi kesulitan keluarga tidak masuk di hati Gudel. Tumi tidak lebih dari perawan yang dikasihani bukan dicintai. " Sama sapa kang, kang Gudel mau nyusur kali ?" Menik lagi - lagi yang ngomong, karena Gudel malah sibuk menatap Menik yang jadi kikuk karena tatapan Gudel. " Trus mau kapan kang, besuk ?" Menik membuat petanyaan untuk menutupi kikuknya dan agar Gudel menjawab dan berhenti menatapnya. Menik sangat tahu kalau Gudel menyukainya. Menik juga tahu kalau Gudel dari dulu suka menjual jasa pada keluarganya. Dan Menik pernah membayarnya, ketika malam itu Gudel memeluknya. Dibiarkannya Gudel mencium bibirnya. Dibiarkannya tangan Gudel meremas payudaranya. Namun ketika tangan Gudel malam itu akan segera sampai di miliknya Menik buru - buru bangkit dan meninggalkan Gudel. Menik merasa cukup membayar jasa Gudel dengan itu. Sekarang sudah menumpuk lagi jasa Gudel kepada keluarganya. Akankah dia juga segera membayarnya. Menik sangat tahu Gudel sudah sangat gemas terhadap dirinya. Pasti Gudel sudah sangat ingin memeluknya. Menik memang ingin segera membayar jasa Gudel. Tetapi Menik takut apabila justru Gudel akan salah paham dan semakin menyukainya. Gudel akan nyusur kali. Kemarin Gudel sudah pergi ke gua. Yang dilakukannya sangat tidak gampang dan berbahaya. Walaupun belum berhasil menemukan yu Jumpit, tetapi Gudel sudah menunjukkan perhatiannya yang amat besar kepada keluarganya. Menik mesti membayarnya. Gudel yang terdiam, berhenti menatap Menik, menyambar jadah, menyerutup wedang jahe dan menjawab Menik : " Besuk Nik, sebelum matahari meninggi aku mau mengajak teman yang kemarin menemani aku ke gua. Tolong jangan bilang sama sapa - sapa kalau aku mau nyusur kali." Menik Tahu yang dimaksud Gudel agar tidak ngomong ke siapa - siapa. Gudel pasti tidak ingin jasa yang diperbuat untuk keluarganya diketahui Tumi. Menik sudah beberapa kali diminta Tumi agar melarang Gudel untuk banyak membantu kesulitan keluaganya. Bahkan secara jelas, terbuka, dan terang - terangan kalau Gudel adalah pacarnya. Gudel adalah perjaka yang akan dijadikan ayah bagi anak - anaknya. Hanya saja Menik tidak bisa menolak Gudel yang terus datang tanpa diminta untuk membantu kerepotan keluarganya. Selain keluaganya sangat membtuhkan uluran tenaga Gudel, juga Menik tidak tega mengucapkan kata - kata menolak terhadap Gudel. " Ya kang, aku dak akan bilang - bilang. Tapi sawah kang Gudel jangan ditelantarkan lho, kang." Karena Menik tahu sudah empat hari Gudel tidak ke sawah karena sibuk membantu kerepotan keluarganya. " Oh iya, Nik. Dak usah kawatir sawah kuurus. Ya kalau dak aku urus nanti dak panen ta, Nik." Jawab Gudel berbohong. Kalau sudah Menik Gudel melupakan segalanya. Kali ini Menik perlu bantuannya. Apapun pasti akan ditinggalkannya untuk bisa mencukupi yang dibutuhkan Menik dan keluarganya. 
Malam telah berjalan seperempatnya. Udara dingin masuk melalui pintu celah pintu dapur. Gudel beranjak dari duduk. " Aku pulang dulu, Nik. Besuk malam aku kabari hasilnya." Gudel berdiri dan melangkah menuju pintu dapur diikuti Menik dari belakang. Menik yang merasa sudah berhutang begitu banyak ingin membayar jas Gudel. Dari belakang Menik memegang baju Gudel yang kombor. " Hati - hati yang kang." Menik sambil rada menarik baju Gudel. Gudel yang merasa bajunya ditarik, seolah dirinya belum diiklaskan meninggalkan Menik, langsung membalikkan badan berhadapan dengan Menik. " Kang hati  - hati ya kang." Menik mebuka mulutnya yang bibirnya membasah oleh wedang jahe. Menik yang berdiri berhadapan sangat dekat dengan Gudel, sampai - sampai bisa merasakan napas hangat Gudel, dan itu disengaja oleh Menik, agar Gudel memeluknya dan dirinya akan melunasi hutangnya. Gudel yang sedari tadi gemas dengan tubuh Menik, tidak menyia - nyiakan kesempatan. Dipeluknya Menik dengan lembut tetapi kuat. Menik mendesah dan membuka mulut. Gudel melihat  mulut Menik yang sangat menantang sangat tidak tahan. Segera dilumatnya bibir mungil dan wangi itu. Karena Menik memang berniat membayar, maka dibalasnya ciuman Gudel dengan menyambut juluran lidah Gudel yang telah bersemangat dan menggebu menyerang kedalaman mulut Menik. Gudel dan Menik berpagut. Tangan kiri menjaga tubuh Menik yang seolah ambruk  kebelakang, tangan Gudel yang lain telah berada di balik kain yang menutupi dada Menik. Menik hanya bisa menggeliat dan mendesah tak jelas karena mulut kecilnya telah dibekab mulut Gudel yang terus bergerak. Lepas dari payudara Gudel berniat menelusurkan tangannya menuju selangkang Meni. Pada saat yang berbarengan dengan itu, pintu dapur di ketuk orang. Buyar mereka segera lepas dari berpelukan. Menik kaget, begitu juga Gudel. Juragan Rase mendorong pintu dapur dari luar. Daun pintu mengenai tubuh Gudel. " O .... kamu Del !" Juragan Rase menyapa Gudel yang belum hilang terkejutnya, dengan nada seorang juragan kepada pembantunya. Tidak menjawab sapaan juragan Rase Gudel dengan sigap melebarkan daun pintu dapur dan segera meninggalkan Menik dan juragan Rase. Perasaannya dongkol dan sangat kecewa. Gudel melangkah cepat dengan membawa mentimunnya yang sudah terlanjur kaku dan terasa pegal. Di jalan kakinya mengehentak - hentak dan menendang apa saja yang tersentuh kakinya. Gudel amat marah, kecewa, dan sakit. 

bersambung .......................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar