Selasa, 31 Juli 2012


Cubung Wulung

                                                                                              edohaput

Keempatbelas

Tumi menunggu Gudel di depan rumah seperti yang dijanjikannya kemarin. Ia sudah siap untuk pergi ke hutan bersama Gudel. Seperti ketika pernah mengajak Gudel ke hutan tetapi urung karena halangan Nyi Ramang meninggal, Tumi kali ini juga telah mendandani dirinya. Rok yang dikenakannya longgar. Karena Tumi bermaksud agar Gudel tidak kesulitan ketika nanti di hutan Gudel mencari - cari miliknya. Kutang dan celana dalam juga tidak dikenakan. Kembali keinginan Tumi untuk menjerat Gudel akan dilaksanakan. Tubuhnya sejak pagi telah dirawatnya. Ia telah mandi air mawar. Bagian - bagian yang akan diraba dan diciumi Gudel sudah digosok dengan pandan wangi dan rendaman air cendana. Tumi wangi. Tumi gelisah menunggu kedatangan Gudel. Kali ini ia sangat berharap tidak lagi ada peristiwa penting yang bisa menghalanginya untuk pergi ke hutan bersama Gudel.
Tumi terkesiap Gudel datang tiba - tiba. Rupanya Gudel datang tidak melewati jalan umum, melainkan melalui jalan lewat belakang rumah Tumi. Sehingga Tumi yang selalu melongok ke jalan tidak melihat ada tanda - tanda Gudel datang. " Kok lewat belakang, ta kang ? " Tanya Tumi sambil tersenyum menampakkan sebaris giginya yang telah digosok dengan arang sehingga nampak putih mengkilat bersih. " Berangkat sekarang ? " Belum sempat ada jawaban dari Gudel Tumi bertanya lagi. Tumi menatap mata Gudel dan mengamati tubuh Gudel yang besar tinggi mengenakan kaos dan celana sebatas lutut. " Tunggu apa ! Ayo ! " Gudel segera menggamit tangan Tumi. 

Matahari yang di tempat lain akan dirasakan pancarannya begitu panas, di tempat Tumi dan Gudel berjalan menuju hutan hanya terasa hangat. Kecuali udara gunung yang memang dingin, juga sinar matahari banyak terhalang oleh pucuk - pucuk cemara di lereng - lereng. Sayup - sayup tembang yang dilantunkan orang yang sedang merumput terdengar syahdu. Sesyahdu perasaan Tumi yang sedang bergelayut ditangan Gudel menaiki dan menuruni tebing untuk sampai di hutan. Hati Tumi berbunga - bunga. Harapannya bisa bersama dengan Gudel pria idamannya bisa kesampaian. Bagi Tumi rumput ilalang yang tumbuh subur di tepian jalan setapak menyebarkan wanginya cinta. Desis angin yang bertiup diantara cemara bagai alunan tembang yang sangat indah dialunkan seorang pesinden. Kembang - kembang rumputan yang  biasanya tercium langu menjadi wangian yang sangat sedap terhirup di hidung Tumi. Semua yang didengar dan dilihat Tumi semuanya indah. Tumi sangat berbahagia.
Lain perasaan yang dirasakan Gudel. Gudel teringat Menik. Gudel teringat ketika malam - malam mencumbu Menik. Menik yang telah sangat lama diperhatikannya. Menik yang membuatnya selalu bersemangat bekerja. Menik yang selalu dimimpikan pada setiap tidurnya. Gudel merasakan yang bergelayut di tangan kokohnya bukan Tumi, melainkan Menik. Setiap kali Tumi tubuhnya gontai karena jalan setapak yang licin, Gudel meraih dan menangkap tubuh Tumi yang sintal, tetapi di dalam khayalnya Meniklah yang sedang ditolongnya. 
Tumi semakin manja dirangkulan Gudel yang ketat. Dan Tumi selalu berpura - pura tubuhnya gontai agar segara ditangkap Gudel. Dan Tumi mencoba memasang - masangkan dadanya agar tersentuh tangan Gudel. " Jalannya licin ya, kang !" Tumi berucap manja dirangkulan Gudel. Dan Gudel hanya mendehem menanggapi kemanjaan Tumi. Tumi tidak tahu kalau Gudel tidak memiliki perasaan cinta terhadap dirinya. Tumi tidak tahu kalau Gudel mau bersama dirinya ke hutan karena hanya rasa kasihan saja. Tumi juga tidak tahu kalau yang ada dipikiran pria pujaannya ini hanya Menik, Menik dan Menik. 
Setelah sedikit menurini tebing, mereka sampai di tempat lapang yang dilindungi gerumbul. Hutan terasanya sangat sejuk. Tumi menggelar kain di atas runtuhan kembang cemara yang tebal menumpuk. Runtuhan kembang cemara akan menjadi kasur yang empuk. Tumi dan Gudel menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah. Wedang jeruk dan tempe benguk goreng yang dibeli Tumi di kedai mbok Semi. " Kenapa ta kang Gudel sedari tadi kok dak banyak bicara ? Biasanya banyak tawa dan canda ? " Menik menguak sepi hutan dengan kalimat. " Ah ... dak ada apa - apa Tum. Cuma aku capai saja. Kemarin seharian di sawah mendangir jagung ". Jawab Gudel berbohong untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Yang sebenarnya Gudel tidak merasa senang berada di Hutan bersama Tumi. " Kang .... aku menyukai kang Gudel sudah sejak lama lho, kang ?" Tumi terus terang menyatakan isi hatinya yang selama ini dipendam. " Aku ingin dipacari kang Gudel. Dan satu saat nanti aku ingin dilamar kang Gudel ". Lanjut Tumi lirih. Tetapi di telinga Gudel terdengar menderu. Gudel tak menyangka Tumi akan menyatakan cintanya. Tumi yang biasanya kenes kemayu tiba - tiba tampak lembut. Gudel menjadi semakin kasihan. Gudel bisa merasakan cinta Tumi tulus. Tumi sangat ingin menjadi pacarnya dan dikelak hari ingin diperistrinya. Gudel melihat keteduhan sorot mata Tumi. Semula Gudel mengira Tumi mengajaknya ke hutan hanya sekedar akan bersenang - senang. Gudel mengira Tumi yang selalu kenes, menthel, dan kemayu, hanya ingin menggodanya. Gudel Tahu kalau Tumi menyukainya. Tetapi tidak tiba - tiba seserius ini. " Kang aku menyintai kang Gudel. Aku ingin kang Gudel mengimbangi cintaku. Kok diam saja, ta kang ? Mbok ngomong !" Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. Gudel hanya mendengus. Ingatannya ke Menik. Kenapa yang menempel di tubuhnya bukan Menik yang disukainya. Seandainya yang ada didekatnya ini Menik, dia segera akan memeluknya dan merebahkannya dan segera akan menggumulinya. " Kang ..". Tumi merangkulkan kedua tangannya di leher Gudel. Wajahnya menjadi sangat dekat di wajah Gudel. Gudel bisa merasakan hangatnya napas Tumi yang agak tersengal. Gudel menatap dalam mata Tumi. Disana ada keteduhan cinta dan nafsu yang membara. Gudel bingung. Belum sempat memikirkan kebingungnya Gudel kaget, tiba - tiba bibir Tumi telah lekat di bibirnya. Tumi membuka bibirnya dan sedikit menjulurkan lidahnya. Gudel merasakan kehangatan dan kebasahan bibir Tumi yang wangi. Gudel merasakan seperti ketika malam itu merasakan bibir Menik. Hangat, lembut, basah dan wangi. Sebagai laki - laki, Gudel menjadi tidak tahan. Gudel membayangkan bibir yang menempel di bibirnya adalah bibir Menik. Maka dengan sigap disambutnya ciuman Tumi dengan kesungguhan cintanya kepada Menik. Gudel dan Tumi telah memulai melampiaskan hasratnya. Tidak terasa mereka telah rebah. Napas mereka telah menderu dan saling mendisis. Tangan Gudel telah berada di payudara Tumi. Tangan kokoh Gudel dengan jari - jari tangan yang panjang dan besar meremas payudara Tumi dengan lembut tetapi kuat. Tumi terus menggelinjang dan menyedia - menyediakan payudara untuk terus di remas pria pujaannya. Tumi belum pernah merasakan rabaan di payudaranya kecuali oleh tangannya sendiri ketika malam sepi dan dirinya sedang ingat Gudel. Gudellah lelaki pertama yang menjamah buah dadanya. Tumi merasakan nikmat di dadanya. Rada kasarnya tangan Gudel memperlakukan payudaranya dirasakan bagai sedang terbang melayang di atas awan. Kaki Tumi yang terus bergerak membuat rok longgarnya telah sangat menyingkap ke atas pangkal pahanya. Seluruh kakinya menjadi tidak tertutup rok longgarnya. Gudel menjadi lupa diri. Dengus napasnya sudah seperti banteng marah. Ia melepas ciuman di bibir Tumi wajahnya melorot ke bawah berganti mencium dan menghisah - hisap buah dada Tumi. Yang ada di benak Gudel yang sedang dicumbunya ini adalah Menik. Tumi mendesis keras ketika buah dadanya basah hangat dan sangat geli oleh bibir Gudel yang berpacu berganti - ganti menghisap menyedot dua buah dada Tumi. Puting susunya yang masih kecil tetapi telah menyadi kaku dan menonjol seiring dengan nafsu birahinya digigit - gigit kecil gigi Gudel. Tumi tidak sanggup menahan nikmatnya. Ia terus mendesis menggelinjang dan memeluk erat Tubuh Gudel yang besar. Gudel yang telah juga dirambati nafsu birahinya menjadi lupa dan muncul sifat berangasannya. kelelakiannya telah mengembang kuat dan mendesak celananya. Apalagi setelah tangan Tumi dengan sengaja menyentuh - nyentuhnya. Antara sadar dan tidak Tumi ingin Gudel segera mengeluarkan kelakiannya. Tumi merasakan ciuman dan hisapan  mulut Gudel di buah dadanya telah menjalar di kemaluannya. Tumi merasakan ada sesuatu yang membasahi miliknya. Tumi ingin segera tangan Gudel menyentuh miliknya. Tumi terus menyedia - menyediakan miliknya agar teraba oleh tangan Gudel yang telah sampai di pusarnya. Dengan satu gerakan mengangkat perut Tumi berhasil memelorotkan tangan Gudel ke selangkannya dan menyentuh miliknya. Sebaliknya antara sadar dan tidak Gudel terkejut. Ternyata milik Tumi tidak ditutupi celana dalam. Reflek jari Gudel telah mengelus dan menekan milik Tumi yang basah. Kembali dalam khayalnya apa yang sedang dipegangnya, yang empuk, hangat dan basah, terbuka, licin, dan di atasnya ada bulu - bulu yang juga tersentuh jarinya adalah milik Menik. Maka dengan sigap Gudel melepas celana dan kelelakiannya mendongak bebas menyenggol paha Tumi yang terus bergerak. Tumi merasakan ada sesuatu yang hangat kaku menyenggol pahanya. Tumi tahu, itu milik Gudel yang sudah bebas dari celana pria yang dicintainya. Gudel menjadi semakin lupa diri. Sambil terus berganti - ganti menciumi bibir, leher dan payudara Tumi, Gudel merubah posisinya dan telah berada di atas tubuh Tumi. Tumi juga sudah menyediakan dengan membuka kedua pahanya lebar - lebar. Dan pinggul Gudel telah berada di antara pahanya. Gudel yang birahinya sudah tak tertolong lagi terus menyodok - nyodokkan kelelakiannya dan menemukan milik Tumi yang belahannya sudah membuka. Sedetik ujung mentimun besar milik Gudel menempel di bibir basah milik Tumi Gudel kuat mendorongnya .... bleees ....mentimun Gudel amblas di kemaluan perawan milik Tumi. Tumi menjerit keras karena ada rasa sakit tetapi sebentar kemudian mendesah, melenguh, dan tubuhnya menggelinjang dipelukan kuat tangan Gudel. Gudel terus menindih dan memasuk keluarkan mentimun besarnya di milik Tumi. Mereka bergumul, mendesah, melenguh, dan menderukan napas - napas birahinya. Sampai ahkirnya keduanya menjeritkan kenikmatan dan saling meronta tidak karuan lantaran ada rasah nikmat yang tidak tertahankan yang mereka rasakan. 

Angin hutan berdisis menggoyangkan pucuk - pucuk cemara. Suara dedaunan yang gemerisik saling bersentuhan mulai bisa mengalahkan suara napas Tumi dan Gudel yang mulai luruh. Keduanya terletang lemas di atas kain yang digelar di reruntuh kembang cemara. 

bersambung ...................




Minggu, 29 Juli 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                                             edohaput

Ketigabelas

Tumi tahu kalau Gudel lagi ada di kedainya mbok Semi. Tumi segera bersolek dengan membedaki wajahnya dan mengoles gincu di bibirnya. Gincu yang dibelinya di kota saat ia berkesempatan ke kota untuk membeli kalung emas. Setiap kali hasil panennya berlebih, Tumi menabungn uangnya dengan cara dibelikan emas. Dari sedikit demi sedikit ahkirnya terkumpul banyak juga. Menjadi kesukaan Tumi mengumpul emas. Ia sangat suka dengan emas. Kalau sudah berbicara tentang emas, Tumilah jagonya. Tumi mau kerja keras dan melakukan apapun demi emas. Dikenakannya kain yang menurutnya paling membuatnya terlihat cantik dan bergegas ke kedainya mbok Semi. 
Gudel lagi menikmati wedang serbat panas. Wedang serbatnya mbok Semi tiada duanya. Mbok Semi sangat pinter meramu wedang serbat. Sehari saja mbok Semi tidak membuka kedainya orang - orang sudah pada merasa kangen akan wedang serbatnya. Wedang serbat terbuat dari rebusan daun serai dengan gula kelapa dan rempah - rempah  lain yang membuat hangat badan bila diminum apalagi diminum saat masih panas. Wedang serbat mampu mengusir rasa dingin badan. Begitu wedang serbat masuk ke perut segera menjalar rasa hangat di sekujur badan dan membuat badan terasa segar pulih dari rasa lesu dan pegal - pegal karena kerja di sawah. Gudel terus menyerutup wedang serbat panas. Bibirnya tak henti - hentinya meniup wedang agar segera dingin. Mulutnya juga terus dijejali pisang goreng panas. Kedai belum begitu ramai, kecuali karena  belum terlalu sore, gerimis menghalangi orang untuk datang ke kedai. Kedai mbok Semi akan ramai menjelang petang ketika udara dingin mulai turun bersama kabut malam. Saat - saat seperti itulah orang menjadi sangat butuh kehangatan. Wedang serbat mbok Semilah yang menjadi obatnya. 
Tumi tiba dan langsung duduk merapat di samping Gudel. Tumi memperoleh kesempatan baik. Kedai sepi. Hanya ada Gudel. " Kebetulan Tum kamu datang. Ni Tempa benguk kesukaanmu lagi tak goreng ". Mbok Semi menyambut kedatangan Tumi. " Ya mak. Wedangnya separo saja. Tempe benguknya digoreng kering, mak ". Tumi menanggapi sambutan mbok Semi yang memang selalu grapyak dengan pelanggan. Tumi meraba perut Gudel sambil tertawa : " Sudah kemasukan pisang goreng berapa potong, kang ? " Gudel tertawa juga dan tangannya segera memasukkan pisang goreng di mulutnya dan segera meraba perut Tumi. " Kok kecil perutmu Tum. Lapar ya ?". Tangan Gudel yang sedang meraba perut oleh Tumi segera ditangkap dan dipelorotkan ke arah paha Tumi. Gudel mencengkeram paha Tumi dengan kuat. Dan tangan Gudel tidak berhenti disitu. Dengan cepat tangan Gudel bergerak ke pangkal paha Tumi. Dan sempat menyentuh milik Tumi. Sifat Gudel yang berangasa yang disukai Tumi muncul. Tumi menjerit tertahan. Takut didengar mbok Semi. " Jangan edan kang. Ini di kedai !" Gudel melepas cengkeraman dan tertawa lepas sambil memperhatikan wajah Tumi. Tumi yang bermata bulat. Berhidung tidak pesek. Dan bibirnya dipoles tipis gincu merah. " Kang kapan jadi ke hutan ? Kata kang Gudel kalau sudah lepas hari keempatpuluh peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Ini sudah lewat lho kang. Besuk siang ya, kang !" Kata Tumi berbisik di telinga Gudel. Gudel menoleh ke wajah Tumi yang sangat dekat dengan wajahnya. Dan membuat Gudel dengan sangat cepat berkesempatan menempelkan hidungnya di pipi Tumi. " Mbantu ya mbantu kang, mosok siang malam terus - terusan di rumah Menik. Pemuda lain lain kan tidak begitu !" Menik melanjutkan kalimatnya dengan mencoba manja dan pura - pura memberengut. " Ya ... ya besuk siang ". Jawab Gudel yang membuat Tumi lega. Dan Tumi segera beringsut dari posisi duduknya yang merapat ke Tubuh Gudel. " Wah kalian ini cocok lho kalau menjadi suami isteri ". Kata mbok Semi sambil meletakan gelas wedang serbat di meja di depan Tumi. " Mana tempe benguknya, mak ?" Tumi  pura - pura tidak mendengar omongan mbok Semi yang sebenarnya membuat dirinya tersipu dan membuat hatinya berbunga - bunga. Dalam hatinya berkata juga. Memang dirinya cocok menjadi isteri Gudel. Sudah lama Tumi menginginkan Gudel jadi pacarnya. Sejak kedewasaannya merambat di tubuhnya Gudellah yang selalu menjadi obyek khayalnya. Diam - diam Tumi menyukai Gudel. Tetapi selalu saja Tumi belum memperoleh kesempatan baik untuk menyatakan kesukaannya. Dimana ada kesempatan bertemu dengan Gudel selalu saja ia tidak bisa menampakkan sikapnya yang menyukai Gudel. Tumi juga mengerti kalau Gudel tidak tertarik akan dirinya. Maka Tumi terus saja melakukan dengan cara mencuri perhatian Gudel. Gudel sepertinya bersikap sama terhadap siapa saja. Berangasan. Suka jahil. Dan tertawa lepas. Juga terhadap dirinya. Gudel nampak tidak ada sikap khusus. " Kang Gudel tidak menyukai Menik kan Kang ?" Tiba - tiba Tumi mengungkap tentang Menik. Mendengar Tumi berkata begitu Gudel tertawa lepas. " Kang Menik itu kan sudah ada yang punya ta kang ?" Tumi memang ada rasa cemburu terhadap Menik. Tumi curiga dengan sikap Gudel yang terus menerus berada di rumah Menik. Membantu keluarga Menik yang sedang repot dengan peringatan - peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Tumi heran mengapa Gudel tidak seperti pemuda lainnya dalam membantu keluarga Menik. Jangan - jangan Gudel yang disukainya hatinya malah kepada Menik. Tetapi perasaan itu segera ditepisnya sendiri. Gudel sudah bersedia menemaninya ke hutan. Gudel pasti akan terperangkap oleh cintanya. Mendengar kalimat terahkir dari Tumi Gudel sekali lagi hanya tertawa lepas. " Besuk siang tak tanggu di depan rumah ya kang ! Aku mau bawa makanan agar kita bisa berlama - lama di hutan ". Kata Tumi sambil berdiri bermaksud segera meninggal kedai. " Ya.... ya... Tum ! Sudah sana pulang ! Aku yang bayar ! Tu tempenya dibungkus dibawa pulang !" Gudel memegangi tangan Tumi. " Mak tempe benguknya dibungkus mak ! Biar dibawa Tumi !" Gudel setengah berteriak ke mbok Semi yang sibuk dengan penggorengan. " Dak usah mak, lain kali saja aku tak keseni lagi !" Berkata begitu Tumi langsung keluar dan meninggalkan Gudel yang masih di kedai. 

Yang sebenarnya Gudel tahu kalau Tumi menyukainya sudah sejak lama. Tetapi dirinya tidak pernah tertarik dengan Tumi. Tumi yang bawel. Tumi yang terlalu terbuka dengan setiap pria. Tumi yang kalau bicara selalu saja keras dan kemayu bukan gadis yang diimpikannya. Hatinya malah sudah tertambat pada diri Menik. Sekarang hanya rasa kasihan saja yang ada di hati Gudel terhadap Tumi. Tumi begitu menyukainya. Gudel tidak tega Tumi sakit hati lantaran ia menolak cintanya. Gudel sudah bertekat akan memenuhi permintaan Tumi pergi ke hutan. Gudel tahu hutan yang di ujung desa adalah tempat muda dan mudi desa untuk memadu kasih. Mereka yang saling mencinta akan pergi ke hutan. Dan beberapa kali mereka pergi ke hutan tak lama kemudian mereka akan menikah. Mengingat itu Gudel bingung juga. Hatinya telah dicuri Menik. Tetapi ia merasa kasihan terhadap Tumi. Lalu apa yang akan dilakukannya besuk di hutan bersama Tumi ? Hutan adalah tempat bercumbu ketika orang dimabuk cinta. Di hutan besuk pasti Tumi akan merajuk. Gudel tahu sifat Tumi yang sangat mudah terbuka. Tetapi Tumi juga bukan gadis sembarangan. Satu kenyataan Waru yang berulangkali mengajak Tumi ke hutan tidak pernah kesampaian. Tumi bukan gadis yang gampangan. Gudel bingung. Ia sudah terlanjur berucap bersedia diajak ke hutan. Gudel ingat Menik. Menik yang telah pernah menerima cumbuannya. Walaupun Menik belum putus dengan Gono. Gudel bingung.

bersambung .................

Cubung Wulung 

                                                                                                                                      edohaput

Keduabelas

Tobil dan Plencing melaksanakan strategi yang telah direncanakan. Sasaran pertama yang akan didekati mereka adalah pak Pedut. Seperti kata juragannya, pak Pedutlah orang yang pertama - tama mungkin diwarisi jimat Nyi Ramang itu. 

Lampu di ruang tamu di rumah pak Pedut menyala terang. Malam baru saja datang. Di langit ada rembulan separo menggantung di atas gunung. Dinginnya udara belum begitu menusuk tulang. Pak Pedut menerima kedatangan Tobil dan Plencing. " Sampai hari ini aku sendiri juga bingung dan tidak mengerti, Bil ". Pak Pedut menjawab pertanyaan Tobil dan Plencing tentang keberadaan jimat Nyi Ramang yang sebelumnya tadi Tobil dan Plencing telah menyusun kalimat berputar - putar, termasuk menanyakan kalau nanti ada orang sakit siapa yang bisa menggantikan Nyi ramang,  agar mereka berdua tidak terlalu tampak campur tangan terhadap urusan rumah tangga pak Pedut. " Dari dulu sampai saat ajal mau menjemput, simbok belum pernah pesan apapun kepada saya. Saya ini anaknya. Bahkan anak satu - satunya. Tetapi kenapa simbok tidak pernah bicara tentang jimat itu kepada saya ". Pak Pedut melanjutkan kalimatnya. Plencing dan Tobil mencoba melihat sorot mata pak Pedut. Jangan - jangan disana ada cerminan kebohongan. " Sumpah mati, aku tidak diwarisi benda itu, Cing !" Tegas pak Pedut kepada Tobil dan Plencing yang lalu saling pandang dan saling bertanya dalam hati.  Benarkah pak Pedut tidak diwarisi jimat itu ? Benarkah pak Pedut Jujur seperti yang dicerminkan sorot matanya. Plencing dan Tobil ragu. " Mestinya ya kang Pedut ta yang harus dapat warisan jimat itu ". Kalimat Plencing meluncur sebagai akibat luapan keraguannya terhadap kejujuran pak Pedut. " Ya mestinya begitu, Cing. Tapi kenyataannya ? Mungkin saja simbok tidak memercayai aku. Sehingga simbok takut mewariskan jimat itu kepada aku ". Kata pak Pedut agak terbata - bata. Kalimat pak Pedut yang diucapkan dengan terbata - bata seolah - olah pak Pedut protes terhadap adanya ketidak adilan yang dilakukan Nyi Ramang terhadap dirinya, diterjemahkan oleh Plencing dan Tobil sebagai kalimat kejujuran pak Pedut. Tetapi kalau diingat selama ini pak Pedut adalah orang yang baik, orang yang terpandang, walaupun tidak kaya harta, dan juga pak Pedutlah satu - satunya orang terdekat Nyi Ramang selain Kliwon dan Menik, padahal juga pak Pedutlah yang selama ini merawat Nyi Ramang, mustahil jika jimat itu oleh Nyi Ramang diwariskan kepada orang lain. Kembali Tobil dan Plencing lagi - lagi benaknya dipenuhi keraguan. 
Yu Jumprit datang membawa nampan yang di atasnya ada wedang jahe panas dan songkong rebus bertabur kelapa muda parut. " Ooo .... dik Plencing sama dik Tobil ta ini. Saya kira tamu agung dari mana ". Kata yu Jumprit menyapa Tobil dan Plencing. " Ya kalau tamu agung tak bakalan disuguhi singkong rebus ta yu,....yu... !" Jawab Tobil sambil tertawa lepas. Ketika Yu Jumprit membungkuk meletakkan gelas - gelas berisi wedang jahe dan sepiring singkong rebus bertabur parutan kelapa muda, mata Tobil dan mata Plencing mendapat suguhan dada yu Jumprit. Dada yu Jumprit yang tidak mengenakan kutang, dan kainnya melonggar di bagian dada membuat payudaranya menggelantung ketika membungkuk. Payudara yang tidak kecil tetapi tidak tergolong besar. Payudara yang masih tampak kencang dan kenyal. Payudara yang putingnya belum pernah disedot bayi, karena yu Jumprit janda kembang. Tobil dan Plencing tidak sadar terus memelototi dada yu Jumprit. Dalam khayalnya Tobil memeluk yu Jumprit, menciumi pipinya, dan tangannya ada di dada yu Jumprit dan meremas gemas payudara yang menggelantung seperti buah pepaya. Sedangkan dalam khayalan plencing, dirinya sedang menghisap - hisap puting merah buah dada yu jumprit. Dipangkunya yu Jumprit, dan dibukanya kain yang menutup dadanya, dan Plencing segera membungkuk dan menciumi dan menghisap - hisap buah dada yu Jumprit. Mereka berdua tersadar dari khlayalan dan kaget ketika yu Jumprit selesai membungkuk dan menawarkan minum : " Ayo diminum dik ! Tu singkongnya gurih banget !" Begitu yu Jumprit terus berlalu. Tobil dan Plencing membenahi posisi duduknya karena milik mereka menggeliat bangun. 
" Sekarang aku ganti bertanya sama dik Tobil dan dik Plencing, kenapa kamu berdua menanyakan jimat milik simbok itu ? Kok perhatian benar kamu dik ?" Kalimat ini muncul dari pak Pedut membuat Tobil dan Plencing kaget. Tetapi Plencing segera menemukan jawaban bohongnya : " Ya ... ya ... aku dan kang Tobil ini kan peduli ta kang Pedut. Selama ini orang desa kita sangat tertolong oleh jimat itu, kang. Lha kalau terus jimat itu tidak diketahui siapa pemiliknya, terus nanti kepada siapa orang desa ini minta tolong jika menderita sakit ". Tobil manggut - manggut mengiyakan jawaban bohong Plencing dan ia pun menyambung : " Benar lho kang, selama ini Nyi Ramang itu sangat dibutuhkan orang sedesa. Bahkan orang - orang di luar desa ini juga tidak sedikit yang datang. Sejak Nyi Ramang sakit tua dan tidak lagi mau menolong orang, orang desa kita sudah pada kelabakan. Lha kalau tidak ada penerusnya terus gimana kang. Desa kita ini jauh dari kota. Banyak orang miskin. Terus gimana kalau ada orang sakit. Siapa yang mau menolong ". Plencing ganti manggut - manggut mengiyakan pernyataan Tobil dan segera juga menyambung kalimat Tobil : " Saya dan kang Tobil ini kesini ketemu dengan kang Pedut tak lain diutus juragan Gogor. Beberapa hari ini juragan Gogor sering pusing - pusing kepala. Bahkan kalau kumat juragan Gogor sampai pingsan, kang. Jurugan Gogor sebenarnya mau datang minta tolong sama kang Pedut. Karena juragan Gogor memastikan jimat itu ada di tangan kang Pedut. Jadi kang pedutlah yang dikira oleh juragan Gogor dapat menolong mengobati pusing - pusingnya ". Plencing berbohong lagi dan diiyakan oleh manggut - manggutnya kepala Tobil. Mendengar kalimat - kalimat Tobil dan Plencing yang begitu serius menyatakan maksudnya pak Pedut hanya bisa mengerinyitkan dahi. Dan kemudian menyerutup wedang jahe dan segera pula menikmati singkong bertabur parutan kelapa muda : " Ayo diminum dan wah... singkongnya benar - benar gurih. Jumprit memang pinter buat makanan enak. Ayo dimakan mumpung masih anget ". Tobil dan Plencingpun tidak menyia - nyiakan tawaran pak Pedut. 
Di dapur terdengar Menik dan yu Jumprit tertawa lepas. Yu Jumprit sedang mengolok - olok Menik yang terus banyak membicarakan Gudel. Yu Jumprit tahu kalau Menik lagi kasmaran. 

bersambung .................

Selasa, 24 Juli 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                   edohaput

Kesebelas

Di rumah juragan Gogor Plencing dan Tobil telah siap menunggu perintah juragannya. Plencing dan Tobil adalah pembantu setia dari juragan Gogor. Mereka berdua hidup dari pemberian juragan Gogor yang kadang melimpah ruah kalau tugas mereka berhasil membuat juragan Gogor puas. Walaupun keduanya sangat sering menerima dampratan dari juragan Gogor, tetapi keduanya tetap setia dan selalu tunduk kepada juragannya. Tak lain karena uang juragannya yang selalu dengan sangat mudah mengucur kepada keduanya. 
" Kali ini ini kita mau dapat tugas apa ya kang ? " Karena ucapannya ini rokok yang di bibir Plencing bergerak - gerak. Menjadi kebiasaan Plencing kalau ngomong rokok di bibir tak perlu berganti tempat di jari. Tobil yang ditanya diam tak bereaksi. Mulutnya tetap mengunyah kimpul goreng dan sesekali menyerutup wedang teh kental manis yang disuguhkan Liyem pembantu juragan Gogor. " Jangan - jangan tugas berat ya kang ? " Kembali Plencing membuat rokok di bibirnya bergerak - gerak dan abu rokok diujung rokok rontok jatuh mengotori celananya dan cepat - cepat tangannya mengibas - ngibas agar abu tidak mengotori celananya melainkan terbang kemana - mana. Termasuk terbang ke kimpul goreng di meja. Kembali Tobil tidak ambil pusing terhadap luncuran kalimat dari bibir Plencing. Mulutnya malah jadi memberengut karena abu rokok yang menimpa kimpul goreng di meja. 
Liyem kembali ke ruang tamu dimana Plencing dan Tobil sedang berada. Ditangannya ada sepiring kimpul goreng yang masih berasap. " Lho kok dah ditambah ta Yem. Lha yang ini saja belum habis kok ! " Kembali rokok di bibir Plencing bergertar - getar dan menebarkan abu. " Di dapur masih banyak kang, dak usah kawatir. Dah abiskan saja ! " Liyem menanggapi omongan Plencing. " Juragan belum bangun ya Yem ? " Kali ini Plencing mengambil rokok di bibirnya dengan jepitan jarinya dan meletakkannya di asbak. " Sudah ... tu baru mandi. Tadi malam Juragan pulang malam sekali dari rumah isteri mudanya ." Liyem memberi penjelasan kepada Plencing yang sedang memasukkan sebongkah kimpul goreng di mulut. Plencing manggut - manggut tanda mengerti terhadap penjelasan Liyem. 
Juragan Gogor tidak tinggal bersama isteri tua maupun dengan isteri mudanya. Melainkan ia tinggal di rumah lainnya yang setiap harinya hanya ditemani Liyem pembantu setianya serta para pekerjanya. Isteri tua bersama anak - anaknya tinggal di rumah besar. Isteri mudanya dibuatkan rumah yang tidak begitu besar dan berjauhan dengan rumah isteri tuanya. Di antara rumah isteri tua dan rumah isteri mudanya ia dirikan rumah untuk tinggal dan untuk mengendalikan semua pekerjaannya. 
Juragan Gogor adalah pengepul hasil bumi para petani dimana ia tinggal. Hasil bumi apapun dari petani ia beli. Kemudian setelah terkumpul ia kirim ke kota. Juragan Gogor adalah juragan kaya. Salah satu juragan dari banyak juragan  yang ada. Diantara juragan - juragan yang ada, juragan Gogor terkenal paling obral membeli dan menjual. Semua hasil petani dibelinya dengan harga yang pantas. Juragan Gogor mengambil sedikit untung dari para petani, tetapi mendapat banyak barang, karena petani lebih senang ke juragan Gogor yang membeli dengan harga yang baik dari pada ke lain juragan yang umumnya pelit. 
" Pagi - pagi tadi bangun tidur juragan minta dipijit pinggangnya. Katanya pinggulnya pegal Karena kerja keras semalam ". Berucap begitu Liyem sambil tersenyum dan menatap mata Tobil yang mulutnya terus tanpa henti mengunyah kimpul goreng. Liyem yang selama ini menaruh hati sama Tobil, mencoba memancing reaksi Tobil terhadap ucapannya ini. Liyem berharap Tobil bertanya, ya kamu terus mijitin juragan ya Yem ? Liyem ingin Tobil cemburu. Tetapi tak sedikitpun ada tanggapan dari Tobil. Melirik dirinyapun Tobil tidak melakukannya. Malah Plencinglah yang sambil mucu - mucu karena di mulut penuh kimpul goreng menanggapi Liyem : " Ya kamu terus mijitin juragan ya Yem ? " Yang ditanya begitu dengan kenesnya menjawab sambil memperhatikan raut muka Tobil. Liyem berharap Tobil cemburu. " Lha iya ta kang. Masak aku menolak. Setelah tak pijitin dan tak elus - elus juragan tidur lagi Kang. Trus tadi bangun minta disiapkan air anget. Tu sekarang lagi mandi. Tunggu saja ya kang. Paling sebentar lagi selesai ". Liyem berucap sambil terus memperhatikan wajah Tobil. Setelah itu ngeloyor lagi menuju dapur dengan langkah yang dibuat - buat agar pantatnya kelihatan tungging. Harapannya dilihat Tobil dan Tobil tertarik. Dan satu saat nanti Tobil akan mendekatinya. Mengajaknya ke hutan. Dan di hutan dirinya akan menikmati cumbuan Tobil yang selama ini hanya ada dibayangannya saja. 
Plencing dan Tobil buru - buru memperbaiki posisi duduknya begitu melihat juragan gogor berjalan mendekati tempat dimana ia duduk. Plencing dan Tobil buru - buru menelan kimpul goreng yang masih ada di mulut dan menggelontornya dengan teh kental manis dan segera mengusap - usap membersihkan mulutnya. Melihat dua pembantu setianya geragapan, juragan Gogor hanya tersentum dan berkata ringan : " Halah dak usah rikuh pekewuh, teruskan saja makan kimpulnya. Ayo dimakan lagi ". Berkata begitu juragan Gogor langsung duduk di hadapan Plencing dan Tobil sambil dari mulutnya terus mengepul asap rokok yang disedot dengan pipa gading gajah. " Ada tugas baru untuk kamu berdua. Tugas ini pasti tidak mudah. Tetapi kamu berdua harus berhasil ". Juragan Gogor mulai kalimat seriusnya. Tobil dan Plencing masing - masing saling berpandangan dan mengerinyitkan dahi. " Selidiki ! Dan cari titik terang ! Kepada siapa Nyi Ramang mewariskan jimatnya. Jangan terlalu kentara kalau kalian ingin menyelidiki itu. Terserah kamu berdua mau mulai dari mana. Dan dari siapa ". Juragan Gogor ambil napas panjang, kemudian menghisap pipa gading gajahnya dan menghempaskan asap tebal dari mulut sambil menerawang. Tobil dan Plencing masih mengerinyitkan dahi sambil terus menetap juragannya. " Ini sudah saatnya. Karena kematian Nyi Ramang sudah diperingati empat puluh harinya. Rupanya sudah tidak ada saru sikunya. Kita tahu kalau kesaktian Nyi Ramang itu ada pada jimatnya yang berupa batu akik Kecubung Wulung. Aku mengira kalau batu akik Kecubung Wulung itu oleh Nyi Ramang diwariskan ke pak Pedut anak satu - satunya. Tugas kamu berdua harus sudah bisa menemukan titik terang sebelum peringatan hari ke seratus meninggalnya Nyi Ramang diperingati ". Panjang lebar juragan Gogor memberi instruksi kepada kedua pembantunya. Tobil dan Plencing tahu akan tugasnya. Berat. Tidak mudah. Bukan seperti tugas - tugas yang lain yang pernah diperintahkan juragannya. Tugas yang sering dilakukan Tobil dan Plencing hanya mencari gadis perawan yang mau dibayar untuk dinikmati kesegaran tubuhnya oleh juragannya. Juragan Gogor sangat suka gadis perawan. Tidak pandang rupa, tidak pandang kemolekan tubuh. Yang penting perawan. Berapapun dibayar oleh juragan Gogor. Juragan Gogor yakin semakin banyak menyetubuhi gadis perawan ia akan semakin awet muda. Tobil dan Plencing merasa tugasnya kali ini sangat berbeda. Mereka berdua bingung. Belum pernah tugas sepertini dilakukannya. " Lalu kalau sudah ketemu titik terangnya, gan ?" Tobil membuka mulut. " Segera kalian laporkan kepadaku. Atau kamu bisa iming - imingi mereka dengan uang. Batu bertuah itu harus segera di tanganku. Berapapun mereka minta ganti uang, sanggupi ! Mengerti ! " Juragan Gogor tegas dengan perintahnya. " Siap menjalankan tugas, gan ! Kapan kami mulai ? " Plencing serius menjawab tantangan tugas yang diberikan juragannya. Dan Tobil mengiyakan dengan anggukan kepala sambil menatap mata juragannya. " Jangan tunda sampai besuk. Segera setelah keluar dari rumah ini kamu berdua harus segera melaksanakannya. Ingat jangan sampai terlewat dari peringatan seratus hari meninggalnya Nyi Ramang !" Juragan Gogor kembali menghisap pipanya sambil memperhatikan keseriusan kedua anak buahnya yang sangat setia menjalankan tugas - tugasnya. " Oh ya, .... aku masih sangat ingin Tumi. Dekati Tumi. Tawari dia uang. Berapapun. Aku sudah tidak sabar ingin menidurinya !" Juragan Gogor memberi tugas Plencing dan Tobil mendekati Tumi tetap terus dilaksanakan. " Siap gan ! " Serentak Plencing dan Tobil menjawab instruksi juragannya yang sangat royal ini. 

Juragan Gogor membayangkan tubuh Tumi yang sintal. Padat berisi. Payudaranya yang besar. Bokongnya yang begitu sintal dan nungging. Sudah banyak perawan disetubuhi juragan Gogor. Tetapi Tumi begitu menarik perhatiannya. Ah ... seandainya satu saat malam tubuh telanjang Tumi di hadapannya. Akan segera diterkam dengan gemuruhnya keinginan.

bersambung ...................


Kamis, 12 Juli 2012

Cubung Wulung

                                                                                           edohaput

Kesepuluh

Peringatan hari keempat puluh meninggalnya Nyi Ramang berlangsung sampai larut malam. Digelar doa - doa untuk arwah Nyi Ramang. Semua yang hadir mendoakan agar arwah Nyi Ramang memperoleh jalan yang terang, tidak tersesat - sesat. Ratusan orang mulai pada berpamitan untuk pulang ke rumah masing - masing ketika malam mulai sangat dingin dan kabut embun mulai membasahi tanah. 
Gudel kembali sibuk. Bersama Kliwon dan Menik Gudel beres - beres gelas, piring dan lain - lain yang tadi dipergunakan untuk jamuan makan, menggulung kembali tikar yang dipakai duduk para tamu, serta menutup pintu dan jendela rumah yang tadi terbuka lebar - lebar. " Kang dak usah pulang, tidur sini saja ". Kata Menik kepada Gudel yang sedang sibuk menumpuk piring kotor di dapur. Belum sempat Gudel menjawab permintaan Menik, yu Jumprit mendahului komentar : " Lha iya ta Del. Sebentar lagi pagi. Dah tidur di amben dapur ini saja. Anget ". Gudel tidak menjawab permintaan Menik dan juga tidak bereaksi terahadap komentar yu Jumprit. Gudel tetap sibuk. Tidak dimintapun oleh Menik, gudel akan tidur di rumah Menik. Gudel sangat berharap, selesai beres - beres bisa duduk - duduk dengan Menik. Gudel sudah merencanakan akan menyatakan kesukaaannya terhadap Menik. Gudel berharap Menik mau diajak ngomong - ngomong saat malam semakin sepi. Apapun jawaban Menik nanti Gudel sudah bertekat mau mengatakannya. Pekerjaan beres - beres selesai. Menik dan yu Jumpritlah yang masih tetap sibuk mencuci gelas dan piring kotor. Gudel menunggu Menik selesai dengan pekerjaannya sambil duduk di amben dapur dan menikmati hangatnya wedang jahe dan wajik ketan. Wedang jahe buatan yu Jumprit sangat terasa hangatnya. Jadah dan wajik buatan yu Jumprit juga sangat terasa gurihnya. Beberapa potong wajik dan jadah telah dilahap Gudel sambil sesekali dibarengi mengisap rokoknya.  Melihat pekerjaan Menik sudah beres Gudel bangkit dari duduk dan berjalan ke arah pintu keluar. Gudel sengaja membuka pintu dan menimbulkan suara. Maksud Gudel agar didengar Menik kalau ia membuka pintu. " Mau kemana kang ?" Teriak Menik dari tempat mencuci piring. Gudel tidak menjawab. Ia merasa berhasil menarik perhatian Menik. Gudel tidak menutup pintu dan segera duduk di lincak di teras rumah. Cahaya rembulan yang menimpa kabut tampak redup dan kekuning - kuningan. Di luar rumah sepi. Binatang malam sudah berhenti berbunyi. Dinginnya udara membuat binatang malam kembali ke sarang dan liang - liang mereka tinggal. Setelah beberapa lama menunggu sambil menikmati asap rokok yang terasa sangat nikmat diisap pada kedinginan malam, yang diharapkan Gudel  terkabul. Menik keluar dan menyapanya. " Dak dingin pa kang ? Belum ngantuk ya ? " Sapa Menik sambil ikut duduk di lincak. Tubuh Menik sudah dibalut baju hangat dan selimut. " Duduk di dalam saja yuk kang ! Di luar dingin ". Kata Menik lagi. Jantung Gudel berdegup. Tubuhnya bergetar. Lidahnhya kelu. Maksud hatinya ingin segera mulutnya berkata - kata tentang keinginannya menyatakan rasa sukanya kepada Menik. Tetapi mulutnya justru terkunci susah di ajak kerjasama. Pikirannya ragu - ragu. Jangan - jangan apa yang ingin dinyatakan kepada Menik ini akan ditolak mentah - mentah. Alangkah malunya. Jangan - jangan Menik akan berprasangka kalau selama ini ia membantu keluarga Menik karena akan mencoba mendekati Menik. Padahal benar begitu. Gudel yang berangasan di depan Menik ternyata menjadi laki - laki yang susah bisa berkata - kata. Keraguannya akan apa yang akan dinyatakannya kepada Menik menjadikan Gudel semakin bisu. Di dalam pikirannya berkecamuk antara ya dan tidak. Ya berani mengutarakan isi hatinya atau sama sekali tidak berani. Suasana menjadi begitu hening. Hanya derit lincak bambu yang memecah kesunyian ketika Gudel sesekali membenahi posisi duduknya. Hati Gudel sangat berontak agar mulutnya segera berucap. tetapi lagi - lagi mulutnya susah dibuka. Lidahnya terasa kelu dan kerongkongan terasa tersekat. Justru Meniklah yang membuka mulut memecah keheningan : " Kang Gono kok dak kabar - kabar ya kang ". Menik membetulkan selimutnya yang melorot dan memperbaiki posisi duduknya merapat ke tubuh Gudel. " Dingin ya kang ." Mata Menik melirik ke wajah Gudel yang karena gelap Menik tidak bisa melihat raut muka Gudel yang sedang mencerminkan kegaluan hatinya. " Gono sudah lupa sama kamu. Dia sudah dapat ganti perawan kota yang wangi !" Sekenanya saja jawaban yang keluar dari mulut Gudel. " Ah apa iya kang ? Kang Gono sudah kencantol perawan kota ?" Tanya Menik seolah ingin meyakinkan pernyataan Gudel yang sekenanya itu. " Siapa tahu ? " Kembali Gudel berucap sekenanya. " Bisa juga ya kang. Perawan kota kan cantik - cantik ya kang ? Kalau begitu kang Gono jangan - jangan benar- benar sudah melupakan aku ya kang. Kalau kang Gono ternyata sudah melupakan aku ya lebih baik aku sama kang Gudel saja ya kang ! " Menik nerocos tidak terkontrol yang memang didorong oleh hatinya yang sebenarnya telah menaruh simpati terhadap Gudel. Kalimat menik yang yang terahkir yang baru saja diucapkan Menik membuat Gudel kaget setengah mati. Menik menginginkannya. Tiba - tiba hati Gudel menjadi berbinar. Semua menjadi terasa ringan dan tidak ada hambatan. Begitu juga mulutnya dan lidahnya tidak lagi kelu dan tersekat. " Nik sebenarnya aku sangat menyukai kamu " Kata Gudel lirih sambil menatap mata Menik yang secara kebetulan sedang menatapnya juga. Menik hanya terdiam sambil menatap mata Gudel yang dikegelapan sehingga tidak begitu kentara sorot matanya. Melihat Menik terdiam dan terlongo kaget, tangan Gudel segera meraih tubuh Menik dan dipeluknya kuat. Belum juga Menik tersadar terhadap apa yang dikatakan Gudel, wajah Gudel telah persis di depan wajahnya dan tiba - tiba bibir Gudel telah berada di bibirnya. Menik merasakan kehangatan pelukan Gudel yang bertubuh besar. Dan bibirnya terasa begitu begetar oleh ciuman Gudel yang tiba - tiba. Menik merasakan ada rasa hangat, tenteram dan bahagia di hatinya, maka tidak sadar ciuman Gudel dibalasnya dengan cara menggerakkan bibirnya di bibir Gudel sambil mencoba menjulur - julurkan lidahnya. Mendapat sambutan dari Menik Gudel menjadi semakin berani. Dan secara reflek tangannya mencari - cari dada Menik. Menik yang sudah menjadi lupa dan karena juga rasa nikmat di bibirnya malah mencoba memberi kesempatan untuk tangan Gudel sampai di payudaranya. Dan meremas gemas. Tidak terasa Menik telah berada di pangkuan Gudel. Suara derit lincak karena ulah mereka tidak terdengar di telinga mereka tetapi terdengar sangat keras di telinga yu Jumprit yang berada di dapur. Gudel dan Menik sedang dimabuk nikmat cinta. Dengan berjinjit - jinjit yu Jumprit ingin tahu apa yang sedang terjadi di lincak yang terus berderit. Yu Jumprit mencoba melongok dari pintu. Apa yang diduga yu Jumprit benar. Gudel dan Menik sedang bercumbu. Dengan kaki tetap berjinjit - jinjit yu Jumprit segera kembali ke dapur. Pikiran yu Jumprit menjadi tak karuan. Yu Jumprit menjadi bingung. Tubuhnya menggigil dan sangat terangsang. Yu Jumprit kembali jongkok di depan tungku. Gudel semakin lupa. Tangannya sudah mulai kemana - mana. Sebaliknya menik sangat menikmati tangan besar Gudel yang ada di payudaranya. Tetapi ketika tangan Gudel menyentuh paha, Menik menjadi sangat kaget dan tersadar dengan apa yang sedang dilakukannya. Dengan cepat dan kuat tiba - tiba Menik meronta dan melepaskan diri dari pelukan Gudel dan segera lari masuk rumah meninggalkan Gudel yang tidak habis pikir. 
Yu Jumprit yang melihat Menik lari - lari kecil melewati dapur dan langsung masuk rumah induk sambil membetul - betulkan letak baju di bagian dadanya, hanya melongo. Kemudian tersenyum geli. Sejurus kemudian Gudel memasuki dapur. Menutup pintu dan segera merebahkan dirinya di amben dapur dan terus diawasi oleh mata yu Jumprit. 

bersambung ....................


Kamis, 05 Juli 2012


Cubung Wulung

                                                                                                       edohaput

Kesembilan

Di dapur yu Jumprit sendirian. Seluruh badannya terasa capai. Yu Jumprit duduk di amben dapur yang hanya diterangi lampu menyala redup. Malam begitu dingin. Yu Jumprit memijit - mijit kakinya sendiri. Mulai dari telapak kaki pelan - pelan naik ke atas. Ketika tangannya sampai di paha, yu Jumprit menyingkapkan kain yang menutupi pahanya. Kalau ada orang di dekatnya pasti akan bisa melihat seluruh paha yu Jumprit sampai ke pangkal pahanya. Dan akan bisa melihat milik yu Jumprit yang tidak bercelana dalam. Dan ketika yu Jumprit mencoba menggeliat - geliat ketika tangannya harus memijit bagian belakang pahanya, orang yang di dekatnya pasti akan melihat milik yu Jumprit. Karena merasa sendiri maka yu Jumprit tidak ambil pusing. Kainnya yang menutup pahanya semakin naik saja seiring ia ingin memijit pangkal pahanya. Yu Jumprit tidak tahu kalau ulahnya ini diperhatikan pak Pedut dari dalam kamar pak Pedut yang dihubungkan dengan jendela ke arah dapur. Pak Pedut tidak mengedipkan matanya. Bahkan juga membeliak - beliakkan matanya agar bisa melihat semakin jelas. Lampu yang hanya temaram membuat pandangan tidak begitu jelas. walaupun begitu pak Pedut tetap bisa melihat. Dan karena memang tidak begitu terlihat jelas justru pak Pedut memperjelas pandangan matanya dengan mereka - reka di pikirannya. Sehingga justru seolah - olah pak Pedut melihat dengan jelas apa yang semakin ingin dilihatnya.
Yu Jumprit yang masih saudara jauh pak Pedut ini sudah cukup lama menjanda. Suami meninggal saat mencoba membuat sumur. Suami mati lemas di kedalaman galian sumur yang sudah mencapai dua puluh lima meter. 
Dan sumur itu tidak pernah mengeluarkan air. Orang sedusun kembali putus asa dan tidak akan lagi - lagi mencoba membuat sumur. Mereka kemudian berpikir bagaiman caranya bisa menaikkan air dari sumber ke dusun, supaya orang - orang tidak sangat repot memikul bumbung dari sumber. Yu Jumprit menjanda tanpa anak. Ia hidup sendiri mengerjakan sawah - sawah suaminya. Yu Jumprit berparas cantik. Hanya karena tidak terawat, dan kulit putihnya menjadi kemerahan karena selalu diterpa sinar matahari, maka yu Jumprit tampak lebih tua dari usia sebenarnya yang baru tiga puluh lima tahun. Yu Jumprit yang berperawakan sintal dan banyak melakukan pekerjaan berat ini tubuhnya menjadi tampak padat. 

Pak Pedut tiba - tiba sangat terkejut. Dan matanya semakin membeliak. Pak pedut melihat yu Jumprit menyingkapkan kainnya semakin tinggi. Kalau hanya ingin memijit pangkal paha kenapa harus menaikkan kain begitu tinggi sampai ke batas pusar ? Apa yang diinginkan pak Pedut menjadi kenyataan. Ia menjadi bisa melihat milik yu Jumprit dengan jelas. Secara kebetulan duduk yu Jumprit mengadap jendela dimana di balik jendela itu ada pak pedut yang semakin deg - degan. Yu Jumprit berhenti memijit pangkal pahanya, dan tangannya beralih ke miliknya dan mengelus - elusnya. Tangan kiri yu Jumprit menyangga tubuhnya dan tangan kanannya berada di kemaluannya. Telapak tangannya mulai mengelus naik turun. Lututnya ditekuk ke atas dan selangkangannya dibuka lebar - lebar. Jari tengah yu Jumprit mulai mencari - cari dan menenkan - nekan diantara bibir kemaluannya. sesekali wajah yu Jumprit menengadah dan mulutnya meringis dan mendesah. Pak Pedut tahu kalau yu Jumprit sedang mencari kenikmatan. Yu Jumprit sedang melepaskan rasa kaku dibadannya dengan cara mencari kepuasan dengan tangannya. Menyaksikan itu  milik pak Pedut menggeliat - geliat dan menjadi sangat kaku. Pak Pedut ingin membuka jendelanya lebar - lebar agar ia bisa lebih jelas melihat apa yang sedang dilakukan yu Jumprit. Pak pedut tidak melakukannya, takut jendela berderit dan didengar yu Jumprit. Justru yang dilakukan pak Pedut kemudian adalah memelorotkan celana kolornya dan tangan segera memegangi miliknya yang kaku dan terasa pegal serta ujungnya terasa begitu membengkak. Pak Pedut menggenggam miliknya dan genggamannya bergerak maju mundur. Pak Pedut mendapatkan kenikmatan di kelelakiannya. Ingin rasanya pak Pedut melompati jendela dan mendekati yu Jumprit. Dan  pak Pedut menggantikan tangan yu Jumprit dengan tangannya. Pak Pedut kemudia memeluk yu Jumprit, menciumi pipinya, lehernya dan bibirnya sambil jari - jarinya terus bergerak diantara bibir kemaluan yu Jumprit yang semakin membuka lebar dan basah. Yu Jumprit yang dibuat demikian pasti tidak tahan. Yu Jumprit akan terus mendesah dan menggeliat. Yang dilakukan kemudian oleh pak Pedut merebahkan yu Jumprit, mengangkangkan lebar - lebar selangkannya dan segera menindihnya sambil menancapkan kelelakiannya di milik yu Jumprit dan segera menggoyangnya. Lamunan pak Pedut yang demikian membuat tangannya yang menggenggam mentimunnya menjadi bergerak semakin cepat. Dan ahkirnya sarung basah oleh muntahan cairan nikmatnya. Pak Padut berteriak tertahan merasakan kenikmatan di mentimunnya yang sedang klimak. Sementara itu matanya tetap keluar jendela melihat yu Jumprit yang badanya bergetar dan kakinya merapat - rapatkan selangkangan sementara jari - jarinya menjadi terjepit kedua pahanya. Yu jumprit menggelinjang dan mulut yu Jumprit mendesah keras sampai di telinga pak Pedut. Payudara yu Jumprit jadi menyembul - nyembul keluar dari kain kebayanya yang kancing bajunya sejak dari tadi sengaja memang tidak dikancingkan. 

bersambung ..................






Selasa, 03 Juli 2012


Cubung Wulung 

                                                                                             edohaput

Kedelapan 

Hari belum terlalu siang. Matahari hangat menyentuh tubuh. Gudel baru saja menumpahkan air dari bumbung - bumbung yang diambil dari belik ke gentong di dapur di rumah Menik. Menik melihat Gudel dengan perasaan senang. Menik merasa sangat terbantu dengan keberadaan Gudel yang selalu berada di rumahnya sejak neneknya meninggal. " Kang gentong sudah penuh. Kang Gudel istirahat. ini sudah tak buatkan minum teh kental kang ". Kata Menik sambil sibuk menyiapkan teh untuk Gudel. Gudel duduk di amben dapur. Menik mendekat dengan teh dan pisang goreng di nampan. " Kang ini pisang gorengnya panas ". Kata Menik sambil menempatkan pantatnya di amben juga. Gudel menyerutup teh panas. Dan tangan kanannya meraih pisang goreng. " Nik ... ini sudah hari kesebelas sejak nenekmu meninggal. Tamu - tamu sudah tidak lagi banyak. Aku nanti mau pulang. Besuk kalau kamu butuh aku, panggil saja ". Gudel mengunyah pisang goreng dengan lahapnya." Kang aku sangat berterima kasih atas bantuan kang Gudel. Kang Gudel baik sekali terhadap keluargaku. Kalau dak ada kang Gudel gentong - gentong itu kering jadinya ". Menik juga ikut menikmati pisang gorengannya. Matanya sambil menatap Gudel dengan perasaan senang. " Ah ... ya endak ta Nik. Kalau aku dak ada ya mungkin orang lain yang ngerjakan ". Gudel menelan pisang dan segera mangambil lagi pisang goreng di piring. " Enak ta pisangnya. Kang Gudel lapar ya ? Makan ya kang tak siapkan ". Kata Menik sambil terus menatap Gudel. Ganteng juga kang Gudel ini. Tubuhnya tinggi besar. Badannya tampak kokoh. Melayang juga pikiran Menik ke Gono yang di kota. Gono berperawakan tidak begitu besar dan tinggi. Dari segi phisik Gono kalah besar dengan Gudel. Ah .... aku kok jadi membandingkan antara kang Gono dan Kang Gudel. Jangan aku dak boleh membanding - bandingkan mereka. Tetapi pikiran Menik malah melayang ke saat - saat sebelum Gono bekerja di kota. Gono yang sering memeluknya. Mencium bibirnya. Meraba dan meremas payudaranya. Gono yang satu saat mengajaknya ke hutan. Dan disana Gono sempat mengajaknya bercinta. Tetapi Menik menolaknya. Gono yang setiap kali akan mencoba meraba miliknya selalu tangannya ditepiskan.  Karena Menik tidak ingin Gono meraba - raba dan mengelus - elus miliknya. Gono yang selalu kecewa karena keinginannya meraba yang ada diselangkangannya selalu ditolaknya. Tetapi Gono tidak pernah marah.  " Dak Nik. Aku dak lapar ". Jawab Gudel menyadarkan lamunan Menik. Lamunan Menik menjadi buyar. " Nik .....  gimana Gono ? Sering beri kabar ?" Tanya gudel. Menik kaget juga. Mengapa tiba - tiba Gudel menanyakan soal Gono. Apa Gudel tahu baru saja ia melamunkan Gono ? " Dak kang. Kang Gono sudah lama banget dak ada kabar ". Jawab Menik menampakkan kekecewaannya. " Kamu dak kabari Gono kalau nenekmu meninggal ? " Tanya Gudel lagi sambil terus mengunyah pisang goreng. " Lha alamat kang Gono kerja saja aku dak tau. Gimana kasih kabarnya, kang !" Menik rada meberengut. Gudel tahu kalau Menik sebenarnya kecewa dengan Gono yang sudah lama tidak ada kabar. Hati Menik pasti sedang bolong. Pikir Gudel. Ini kesempatan. Siapa tahu maksud hatinya mendekati Menik segera akan kesampaian. Gudel ingin menyampaikan perasaan hatinya. Tetapi ragu. Jangan - jangan nanti ucapannya akan merusak kedekatannya dengan Menik. Gudel merasa belum cukup berjasa terhadap keluarga Menik. Ia akan terus membuat jasa terhadap keluarga Menik, sampai satu saat nanti Menik benar - benar berhutang budi pada dirinya, dan yang lebih penting lagi Menik semakin mengaguminya. 
Gudel berdiri dari duduk dan segera mengambil beberapa pakaiannya yang tergantung di paku - paku tiang dapur. " Ni..... pakaianku kotor semua. Mau saya cuci ". Kata gudel sambil megulung - gulung beberapa kaos dan sarung yang nampak kumal. " Aku cucikan saja kang. Nanti sore aku mau ke kedung ".  Menik mencoba merebut sarung dan kaos - kaos di tangan Gudel. Gudel berkelit. Dan langsung ngeloyor pergi. " Aku pulang Nik. Nanti malam aku tidak tidur sini !" Gudel terus berlalu. Gudel tidak ingin jasanya membantu keluarga Menik cepat - cepat dibalas. Kalau pakain - pakiannya dicucikan Menik, berarti sudah sedikit jasanya terbalas. Gudel tidak ingin itu. Ia ingin terus menanamkan jasa, yang pada satu saat jasanya akan dibalas dengan cinta Menik. 
Menik memandangi kepergian Gudel sampai tubuh Gudel ditelan gerumbul tanaman ditepi jalan. Menik tidak habis pikir. Gudel yang biasanya berangasan dan suka berolok - olok. Tetapi kali ini begitu baik di hadapannya. Membantu keluarganya dengan sangat bertanggung jawab. Ketika banyak tamu pelayat Gudellah yang selalu ada. Semua pekerjaan berat, Gudellah yang mengerjakannya. Gudel sangat membantu. 
Menik teringat ketika hari ketujuh neneknya meninggal. Peringatan hari ketujuh neneknya meninggal sangat merepotkan. banyak sekali pekerjaan dapur yang mesti diselesaikan.  Malam itu sudah larut. Gudel melepas lelah di amben dapur sambil merokok. Menik mendekati. " Kang ini dari bapak. Kata Bapak untuk kang Gudel yang telah bekerja berat membantu pekerjaan keluargaku ". Menik mengansurkan beberapa lembaran uang pecahan lima puluh ribuan. Gudel tersenyum sambil menatap mata Menik. " Aku tidak mengharapkan itu, Nik. Uang aku sudah punya. Simpan saja untukmu ". Jawab Gudel sambil merebahkan dirinya di amben dan memejamkan mata tanpa lagi memperhatikan Menik yang berdiri di dekatnya. 
Gudel sudah pulang. Berarti untuk keperluan dapur Kliwon kakaknyalah yang kembali harus mengambil air di sumber. Dan gentong - gentong air itu tidak selau penuh. Berbeda ketika Gudel yang mengisinya. Kliwon kakaknya tak bakalan mengisi gentong - gentong itu hingga penuh. Di dapur tidak ada lagi laki - laki. Tidak ada lagi yang membawakan kayu bakar. Tidak ada lagi orang yang membantu ketika malam malam ia butuh sesuatu. Di dapur hanya tinggal yu Jumprit. Yu Jumprit yang hanya bisa memasak dan menjerang air. Yu Jumprit yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan kasar dan berat. Tiba perasaan Menik menjadi sepi. Mulai malam nanti Gudel tidak lagi ada di dapurnya. 
Selama sepuluh siang sepuluh malam Gudel di matanya. Gudel yang selalu mencuri pandang pada dirinya. Menik tahu kalau Gudel sangat sering memperhatikannya. Bahkan Menik menjadi sangat bangga ketika Gudel menatapnya lama - lama. Gudel selalu berada di dekatnya. Membantu apa yang menjadi pekerjaannya. Bahkan ketika barang berat akan diangkatnya, Gudel segera mendekatinya dan melarang dirinya mengangkat yang berat- berat. Gudel yang berangsan. Gudel yang setiap kali dekat dengan perempuan tangannya tak bisa diam dan pasti mencari peluang untuk bisa memegangi apa saja milik perempuan yang ada di dekatnya. Tetapi Menik merasakan Gudel yang tidak berangasan. Malahan Menik merasakan Gudel yang perhatian. Gudel yang lembut. Gudel yang mencoba menghindar bersinggungan dengan tubuhnya. Menik tidak habis pikir kenapa Gudel kali ini tidak berangasan terhadap dirinya. Menik teringat satu saat dulu Gudel pernah berangasan terhadap dirinya. Ketika ia pulang mandi dari kedung Gudel tiba - tiba mengikuti dari belakang dan sambil berlari mencubit bokongnya dan tertawa terbahak - bahak. Tetapi kali ini sebenarnya Gudel memperoleh banyak kesempatan jika akan berangasan terhadap dirinya. Betapa tidak, Gudel selalu dekat dengan dirinya. Gudel sangat sering berduaan dengan dirinya di dapur, di ruang tengah, bahkan malam - malam di rumah Menik Gudel selalu bertemu Menik. Tetapi Gudel justru bersikap lembut dan sangat sopan terhadap dirinya. Bahkan ketika tubuhnya akan bersinggungan Gudel mencoba menghindar. 

Karena sikap - sikap Gudel selama sepuluh hari di rumahnya ini membuat Menik menaruh simpati terhadap Gudel. Menik menjadi sedikit melupakan Gono yang pernah mencumbunya. Gono yang pernah memberikan kenikmatan tubuhnya. Gono yang setiap malam menemaninya di keremangan cahaya. Gono yang sangat suka mengelus rambutnya dan kemudian mengelus bagian tubuh lainnya. Dan ketika malam telah begitu dingin Gono pasti mendekapnya dan tangannya masuk di balik rok dimana disana ada buah dadanya. Dan Gono mengelusnya, meremasnya, sambil menciumi pipinya, lehernya, dan paling ahkir berlama - lama menciumi bibirnya. Dan ketikan tangan Gono mulai merogoh selangkang Menik menolak. Pikiran Menik melayang ke Gudel yang baru saja pulang dari rumahnya. Dan membuatnya tiba - tiba sepi. Gudel kelihatan begitu gagah. Begitu kuat. Ketika pundaknya ada pikulan yang di ujung - ujung pikulan tergantung bumbung - bumbung air, badan Gudel begitu berotot. Lengan Gudel begitu tampak kuat dan kokoh. Tangan besar. Jari - jarinya tangan kelihatan besar - besar dan kuat. Tidak terasa Menik dan tidak disadari Menik membayangkan Gudel memeluknya dengan kuat. Tangannya yang kokoh dan jari - jarinya yang besar - besar meremas buah dadanya. Tubuh Menik yang kecil bila dibanding tubuh Gudel pasti akan tenggelam di pelukan Gudel. Dan tubuhnya pasti akan dilumat - lumat oleh Gudel yang tinggi besar. Dan dirinya pasti tidak kuasa menahan nikmatnya dicumbu Gudel. Menik merinding dan tiba - tiba merasa malu pada diri sendiri karena di selangkangan ada rasa - rasa yang geli gatal seperti ada yang meleleh di miliknya. 

bersambung ................