Sabtu, 27 Oktober 2012



Cubung Wulung

                                                                                                    edohaput

Keempatpuluhsatu

Matahari belum sempurna muncul. Sinar kuningnya masih nampak separo.  setengah lainnya masih ada dibalik gunung. Tumi bergegas berjalan ke rumah Gudel. Sedikit kesiangan Tumi takut Gudel sudah pergi bersama beberapa pemuda teman setianya untuk melacak kepergian yu Jumprit. Tumi harus bertemu dengan Gudel. Tumi sangat paham. Jika urusan keluarga Menik, Gudel tidak hitung waktu, tidak hitung tenaga. Tumi tahu kalau Gudel menyukai Tumi. Tumi sangat cemburu. Tetapi Tumi tidak berani mengutarakan rasa cemburunya kepada Gudel. 
Gudel di depan pintu. Segera akan menjumpai teman - temannya untuk pergi ke satu tempat. Tumi mengejutkannya. " Pagi - pagi, Tum ?" Sapa Gudel dan mengajak Menik di lincak bambu yang ada di teras rumahnya. " Kalau dak pagi - pagi gini ya kang Gudel keburu pergi. Kemarin aku datang kesiangan ternyara kang Gudel dah pergi." Jawab Tumi sambil rada memberengut. " Maaf, Tum. maaf." Gudel pendek menanggapi memberengutnya Tumi sambil memegang tangan Tumi. Gudel takut Tumi tambah marah lantaran dirinyan tidak buru - buru minta maaf. Gudel tahu kalau Tumi cemburu. Gudel merasa dirinya memang agak kelewatan. Terhadap keluarga lain dirinya tidak begitu peduli. Tetapi begitu keluarga Menik ada kerepotan dirinya selalu tampil dengan tanpa memperhitungan waktu dan tenaga. Dan yang paling kelewatan adalah begitu sudah berada di urusan keluarga Menik, dirinya melupakan Tumi. " Kang ..... " Tumi reda memberungutnya.  " kang Gudel sudah empat hari tidak ke sawah. Sawah perlu diurus, Kang. Tanaman kang Gudel butuh air. Kemarin aku tengok daunnya pada kuning lho kang. Jangan - jangan nanti dak panen lho, kang." Tumi mengingatkan Gudel. Gudel hanya bisa menatap mata Tumi. Gudel melihat ada kesungguhan di sorot mata Tumi. Bicaranya tulus. " Kang Gudel jangan mengurusi kerepotan keluarga Menik terus. Pikirkan sawah juga, kang." Tumi kembali mengingatkan Gudel. Gudel hanya bisa diam. Karena dirinya menyadari apa yang diperbuatnya ini salah. Yang diperbuatnya ini karena cintanya kepada Menik. Gudel tetap diam. Hanya bisa menatap mata Menik, yang semua ucapannya benar. Jika sawahnya tidak diurus jangan - jangan tidak panen. " Rencana kang Gudel hari ini mau kemanan, kang ?" Gudel kaget. Tidak mengira Tumi akan menanyakan ini. Mungkinkah dirinya akan berbohong. Bagaimana kalau kebohongannya nanti diketahui Tumi yang telah banyak membantunya ini.  " Bersama dengan teman - teman aku mau ke goa, Tum. Barangkali yu Jumprit menyepi di sana." Gudel jujur. "  Goa jauh,kang. Masuk ke hutan dalam. Disana masih banyak binatang berbahaya. Mbok jangan membahayakan diri, kang. Dapat upah apa ta kang dari keluarga Menik ?" Apa yang dikatakan Tumi ini memang benar. Dan kalimat pertanyaan Tumi inilah yang sangat menyudutkannya. Dan membuat dirinya tidak berkutik. " Sampai hari ini saja, Tum. Besuk - besuk dak lagi. Kemarin sudah terlanjur janjian sama teman - teman. Betul Tum, sampai hari ini saja." Gudel seolah berjanji. " Baik kang. Besuk - besuk lagi jangan. Rawat saja sawah, kang." Tumi menandaskan janji Gudel. " Ya....ya....Tum." Gudel tersenyum karena Tumi tidak menyimpan memberengutnya. " Yu Jumprit itu janda, kang. Sapa tahu sewaktu nonton keramaian di tempat pak Lurah ketemu sama laki - laki, terus yu Jumprit mau diajak pergi. Bisa saja ta kang begitu ?" Gudel mengerinyitkan dahi. " Ah apa iya Tum yu Jumprit setega itu sama keluarga Menik ? Bahkan semua orang sudah pada tahu kalau yu Jumprit segera akan dinikahi pak Pedut. Lagi pula yu Jumprit kan orang yang diwarisi jimat sama Nyi Ramang. Masak yu Jumprit tega meninggalkan keluarga Menik, Tum." Gudel mencoba membela yu Jumprit. " Aku dak percaya kang kalau yu Jumprit tu yang dapat warisan jimat dari Nyi Ramang. Kalau Menik yang dapat warisan jimat itu aku percaya, kang." Menik serius. " Lho kenyataannya yu Jumrpit yang bisa dimintai tolong menyembuhkan orang sakit ta, Tum. Bahkan dulu ketika pak Blengur kesurupan, yu Jumprit ta yang bisa menyembuhkan pak Blengur ?" Bantah Gudel. Menik tersenyum. Senyumnya Tumi menampakkan sebaris gigi rapi dan putih karena seringnya Tumi merawatnya dengan abu merang. Sekilas Gudel terpesona juga oleh senyuman Menik yang juga membuat bibir merah basahnya menantang untuk dilumat. " Ada perubahan aneh pada diri Menik, kang. Sejak Nyi Ramang sakit dan tidak lagi mau menolong orang, Tumi jarang pergi mandi di kedung. Dan kalau pergi mandi di kedung Menik tidak pernah mau lagi telanlang seperti aku  dan teman - teman. Menik mencebur ke kedung pasti dengan roknya. Dulu sebelum Nyi Ramang sakit, Menik selalu mandi di kedung telanjang. Seperti yang lain. Tanpa malu - malu. Dulu aku dan Menik pasti mandi sore -sore. Menunggu Kedung sepi. Aku dan Menik pasti raba - rabaan di kedung, kang. Menik suka sekali kalau diraba - raba miliknya, kang. Kalau belum miliknya ada keluar basah - basah hangat tidak mau diajak keluar dari air. Sekarang ? Mencebur ke air dengan roknya. Kalau aku kejar untuk ku ajak raba - rabaan Menik selalu menolak dan segera keluar dari air. Menik kayak ada menyimpan rahasia di selangkangannya, kang ?" Menik nerocos bicara jujur dengan apa yang dialami bersama Menik. Terhadap Gudel Tumi merasa sudah tidak perlu ada lagi malu - malu. " kamu ya suka kan Tum, kalau diraba - raba ?" Gudel malah menggoda Tumi. " Ya suka ta kang, enak banget. Menik pinter lho kang kalau ngraba - ngraba." Menik menggoda Gudel. " Ah dak guyon kang. Ini sungguhan lho kang. Menik nampaknya menyimpan rahasia." Menik serius. " Lha kok yu Jumprit Tum yang bisa menolong orang ?" Gudel mencari penegasan dari Tumi. " Ya bisa saja ta kang, yu jumprit cuma diperalat Menik." Gudel mengerinyitkan dahi. Apa omongan Tumi ini bisa dipercaya. Atau omongan ini hanya omongan yang asal ngomong. Gudel tidak bisa berpikir lebih jauh. Malah tiba - tiba pikirannya melayang kepada teman - temannya yang sudah menunggu untuk berangkat ke goa. Tetapi ia tidak bisa begitu saja mengusir Tumi dari rumahnya. 
Gudel berdiri dan menarik tangan Tumi diajak masuk ke rumah dan langsung diajak masuk ke kamar. " kang .... " Tumi pura - pura kaget. Rumah kosong karena bapak dan mboknya Gudel sudah sejak matahari belum terbit telah berangkat ke sawah. Di dalam kamar Gudel langsung menyerbu Tumi. Dipelorotkan celana dalam Tumi dan dicopotnya celana sendiri. Dibaringkan Tumi di amben kamar. Tumi tidak malu - malu lagi langsung kangkang dan tangannya membuka kancing kain yang menutupi dadanya agar kekasihnya leluasa meremas dan menciumi susunya seperti biasanya. Gudel cepat - cepat menerkam Tumi. Gudel ingin cepat selesai dan bisa segera pergi bersama teman - temannya. Dijejalkannya mentimun besarnya di milik Tumi dan segera dipacu dengan kekuatan yang dahsyat. Amben berderak - derak. Untung pagi - pagi buta para tetangganya juga sudah pada pergi ke sawah. Kalau tidak pasti akan curiga dengan suara amben yang pagi - pagi bederak - derak keras seperti irama deraknya amben di kala malam. Suara amben berderak derak di kala malam oleh orang sudah merupakan irama biasa. Dan orang tidak peduli. Karena semua orang melakukannya.  Bagian - bagian tubuh Tumi yang kalau diserang menyebabkan Tumi menggeliat dan mendesah terus diserbu Gudel. Gudel sangat hafal bagian mana dari tubuh Tumi yang kalau diserang menyebabkan Tumi mudah sampai ke puncak. Gudel ingin Tumi segera sampai. Diperbuat demikian Tumi sangat senang. Sekilas Tumi terbayang apa yang pernah diperbuat juragan Gogor pada dirinya. Luar biasa. Juragan Gogor memperlakukannya dengan kasar. Tumi suka. Tetapi yang diperbuat Gudel lebih bisa dirasakan sampai di hati, karena Tumi melakukannya atas dasar cinta. Bukan hanya nafsu birahi semata. Tumi sangat suka kalau buah dadanya diremas kuat dengan gemas. Gudel melakukannya. Tumi sangat suka kalau mulutnya disodok - sodok lidah. Gudel melakukannya. Tumi sangat suka kalau lehernya dihisap - hisap dan digigit. Gudel melakukannya. Gudel sangat paham kesukaan Tumi. Gudel melakukan semua kesukaan Tumi dengan harapan Tumi segera sampai dan berulang - ulang. Yang diharapkan Gudel terjadi. Tumi terus menjerit - njerit tertahan dan tidak pernah berhenti menggeliat. Dan Setiap kali menggeliat kakinya mengejang dan tumit kaki Tumi menggosok - gosok tikar pandan dan menyebabkan bunyi yang sangat menggoda bila ada orang mendengarnya. Tumi ingin kekasihnya juga merasakan kenikmatan seperti yang dirasakannya. Tumi dengan sengaja mengoyangkan pantatnya. Naik Turun, kekiri - kekana. Goyongannya dipercepat seiring dirinya merasakan puncak kenikmatan.  Diperbuat demikian
oleh Tumi gudel merasakan mentimunnya bagai dipelintir - pelintir. Belum lagi rasa hangatnya kebasahan hasil orgasme Tumi. Semakin membuat Gudel tidak tahan. Gudel yang sudah tahu Tumi telah berkali - kali sampai, maka tidak perlu lagi dirinya menunda. Dipeluknya tubuh Tumi kuat - kuat, ditekannya mentimunnya dalam - dalam sehingga mampu menyentuh sesuatu yang membuat ujung mentimunnya merasakan sensasi yang sangat enak. Dan saat itu pula Gudel melepaskan sesuatu yang membuat mentimunnya mengembang besar. Tubuh besar Gudel berkelenjotan di atas tubuh Tumi. Tumi sangat senang kekasihnya sangat menikmati miliknya. Tumi sangat bahagia kekasihnya memeluk kuat  dan berkelonjotan di atas tubuhnya sebagai suatu tanda kekasihnya mendapatkan kenikmatan karena tubuhnya, karena miliknya. 
Lain yang dirasakan Gudel. Pikiran Gudel justru melayang ke Menik. Seolah yang memberikan kenikmatan ini bukan Tumi, melainkan Menik. Sesaat Gudel menggeram - geram dan lirih tertahan mulutnya memanggil - manggil nama Menik. Untung saja mulut Gudel tidak dekat telinga Tumi. Seandainya Tumi mendengarnya, betapa kecewanya Tumi. 

bersambung .....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar