Jumat, 12 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                           edohaput


Ketigapuluhenam

Pagi di rumah Tumi. Kebetulan Tumi memang lagi malas ke sawah. Karena punya duit banyak pemberian juragan Gogor, Tumi memang agak malas ahkir - ahkir ini. Tabiatnya agak berubah. Dulu Tumi yang tidak suka bersolek, kini menjadi suka berdandan wajah. Tumi ingin dirinya kelihatan cantik di depan Gudel. Tumi ingin Gudel melupakan Menik dan beralih menyukainya. Selama ini Tumi belum memperoleh pernyataan Gudel yang menyukai dirinya.
" Kok pagi - pagi datang ta, kang ?" Tanya Tumi kepada Tobil dan Plencing yang duduk dihadapannya. " Ya karena aku tahu kalau kamu dak ke sawah, Tum, jadi aku datang pagi saja. Dari pada datang sore - sore nanti. Ni ... Tum dari juragan Gogor." Plencing mengeluarkan sapu tangan yang dipakai untuk membungkus uang. Tebal, di dalamnya pasti tumpukan uang yang cukup banyak. Cukup untuk membeli seekor sapi besar. " Kamu diminta nanti malam datang, Tum. Juragan Gogor kangen. Nampaknya juragan Gogor sangat puas mendapat pelayanan dari kamu." Tobil menyambung. Mendengar kalimat Tobil ini Tumi agak tersinggung. Berarti dirinya oleh Tobil dicap sebagai perempuan yang bisa dibeli dan diminta melayani. Tumi agak memberengut. Tetapi Tumi juga segara sadar kalau ternyata dirinya sekarang menjadi perempuan yang dibeli oleh juragan Gogor. Tumi mengurangi memberengutnya dan mencoba tersenyum. Tetapi senyum yang dibuat - buat. Senyum yang kecut. " Kang Tobil dan kang Plencing, besuk - besuk aku dah dak mau lagi diminta datang oleh juragan Gogor. Sekali nanti malam saja. Dan itu yang terahkir. Aku Takut, kang. Aku takut apa yang aku lakukan ini diketahui orang banyak. Apalagi kalau kang Gudel tahu. Semua harapanku akan musnah, kang." Tumi serius. " Ya gini saja, Tum. Nanti malam kalau dah ketemu sama juragan Gogor kamu bilang. Aku dak berani bilang itu, takut kena damprat. Malah gini, Tum. Juragan Gogor pernah omong - omong sama aku dan kang Tobil ini, kalau juragan Gogor punya niat jadikan kamu isteri ketiga." Plencing nerocos bicara. " Jangan edan, kang. Aku dak mau. Kalau saja malam itu aku dak ditipu sama kamu. Dan diperdaya oleh juragan Gogor, yang seperti ini kan tidak terjadi, ta ?" Tumi mengingatkan Plencing dan Tobil, tentang awal - awalnya sampai dirinya terjebak oleh keinginan juragan Gogor. " Aku bukan perempuan yang mudah dibeli, kang. Dan aku tidak berniat menjual diriku kepada juragamu itu." Kalimat Tumi ini diucapkan sambil menatap mata Plencing dan Tobil berganti - ganti. Ditatap Tumi Tobil dan Plencing hanya bisa menunduk. Tobil dan Plencing merasa kikuk. Merasa bersalah. Karena dirinya berdualah yang memang menyebabkan Tumi bisa diperdaya oleh juragannya. 
Tumi semula pernah berpikir akan terus melayani juragan Gogor. Tumi punya niat menguras harta juragan Gogor. Pikiran yang hanya didasari emosi ini kemudian dasadari sebagai sesuatu yang salah. Kalau dirinya terus dan terus melayani juragan Gogor, orang bakal tahu. Serapat - rapat menutup bangkai satu saat akan tercium juga. Tumi menjadi takut, dan mengurungkan niat ini. Dan nanti malam merupakan hubungan badan terahkir yang akan dilakukan dengan juragan Gogor. Dia tidak akan lagi mengulanginya. Berapapun juragan Gogor akan memberi, dirinya akan menolak. Malam nanti juragan Gogor akan dilayaninya, akan dipuaskannya. Dan dirinya akan menyampaikan omongan agar juragan Gogor tidak lagi - lagi mengganggunya. 
" E .... Tum ... kamu kan dekat sama Menik. Mbok aku ditolong. Aku dan kang Tobil mau ketemu sama Menik. Tapi takut, Tum." Plencing mengalihkan topik pembicaraan. " Jangan edan, Kang. Jangan. Jangan setiap orang kamu korbankan untuk juragan Gogor !"  Tumi ketus, nada marahnya tidak bisa disembunyikan dan matanya memerah memelototi Plencing. Tumi sangat tidak rela kalau sahabatnya sampai dikurangajari sama Plencing dan Tobil.   " Nanti dulu. Tum aku tidak bermaksud seperti yang kamu pikirkan. Ini tentang Jimat Tum. Jimat. Bukan yang lain - lain." Plencing memberi penegasan. Mendengar yang dimaksud Plencing ternyata bukan akan memperdaya Menik, Tumi lega dan nada kemarahannya hilang. Tumi tersenyum lega. " Nah gitu Tum, senyum. Jangan membuatku takut. Kalau kamu marah dan melotot kayak tadi, rasanya aku mau lari saja." Tobil tertawa lepas. Diikuti tertawa lepasnya Plencing. Dan Tumi tersenyum lebar. Suasana mencair. " Kok jimat, kang. Apa hubungannya Menik dengan jimat ?" Tumi meminta penjelasan. " Ya sangat ada hubungannya ta, Tum. Kamu tahu juga kan, kalau jimat itu sekarang di tangan yu Jumprit. Itu lho  jumprit yang dak tahu diri itu ? Masak hanya pembantu kok bisa - bisanya malah yang diwarisi jimat. Aku tidak bisa percaya, Tum. Jangan - jangan jumprit itu yang mencuri jimat itu saat Nyi Ramang sakit dan kemudian meninggal !" Plencing nerocos dengan nada geram. " Lho kok jadi marah sama yu Jumprit ta, kang ?" Tumi sambil tersenyum. " Jumprit itu, Tum. Sebaiknya dicekik saja biar mati ! Jumprit itu pinter sekali. Sekarang dah dapat jimat, masih juga ingin dinikahi pak Pedut. Serakah sekali kan, Tum ?" Plencing semakin menampakkan nada geramnya. Plencing sangat sakit hati sama yu Jumprit karena pernah ditolak mentah - mentah ketika bersama Tobil berusaha mempengaruhi yu Jumprit agar jimat itu bisa ditukar dengan emas setengah kilogram dan masih ditambah beberapa ekor sapi besar. Waktu itu Plencing dan Tobil dibuat tidak berkutik oleh yu Jumprit. Yu Jumprit mendampratnya habis - habisan. Sakit hati Plencing dan Tobil sangat membekas dan membuatnya sangat membenci yu Jumprit. Plencing dan Tobil tidak bisa melupakan kejadian yang menyakitkan itu. " Iya Tum. Yu Jumprit itu perempuan jahat yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini !" Tobil ikutan geram. " Bentar .... bentar .... kang. Kok terus malah pada marah, ta ? Lha aku ini harus berbuat apa untuk menolong kakang - kakang ini ?" Tumi tetap sambil tersenyum. " Gini, Tum." Plencing ingin segera menjelaskan maksudnya. " Tapi jangan pakai marah lho, kang." Tumi menggoda. " Dak ... dak Tum. Aku dak marah kok. Cuma jengkel banget sama itu yu Jumprit. Gini Tum. Tolong pertemukan aku dengan Menik. Di rumahmu ini saja. Tolong Tum. Aku dan kang Tobil mau bicara banyak sama Menik tentang jimat itu, Tum." Plencing dengan gaya memohon - mohon terhadap Tumi. " Aku dan Plencing sebisa - bisanya mau bantu Menik agar jimat itu kembali kepada pewaris syahnya, Tum. Kita harus kasihan sama pak Pedut, Kliwon dan Menik. Masak pewarisnya malah Jumprit itu !" Tobil kembali geram. Tumi termakan kebohongan Plencing dan Tobil. Dibalik kebohongannya ini Tobil dan Plencing akan berusaha mempengaruhi Menik agar meminta jimat dari tangan yu Jumprit dan seterusnya Tobil dan Plencing akan memengaruhi Menik agar mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Tobil dan Plencing penuh percaya diri Menik akan terpengaruh oleh perdayaannya. Menik pasti akan tergiur oleh emas sebanyak itu. " Baik kang kalau kakang berdua tulus mau membantu Menik, aku bersedia." Tumi benar - benar termakan kebohongan Plencing dan Tobil. " Segera ... segera ya Tum. Jangan lama - lama. Segera hubungi Menik." Tobil bersemangat.
Tumi meraih uang di meja dan menyelipkannya di balik bajunya. Ketika Tumi membuka baju untuk menyelipkan uang, Tobil dan Plencing sempat melihat payudara Tumi yang tidak berkutang. Payu dara yang begitu menggunung dan kencang. Pantas juragan Gogor sangat kangen. Sehabis memasukkan uang di balik kainnya, tumi memperbaiki duduknya yang justru menyingkapkan kain bawahnya. Tak urung mata Tobil dan Plencing melihat paha Tumi sampai sebatas pantatnya. Paha yang bersih kencang dan panjang. Alangkah beruntungnya juragan Gogor yang bisa menikmati itu semua. Baru melihat sedikit saja sudah deg - degan, apalagi kalau bisa melihat telanjang bulatnya. Pikiran Tobil dan Plencing jadi membayangkan yang tidak - tidak. Terbayang dipikirannya seandainya dia bisa menikmati keindahan tubuh Tumi. Tobil dan Plencing jadi kelimpungan karena miliknya masing - masing mulai menggeliat. Maka dengan cepat - cepat Tobil dan Plencing berdiri sambil mencoba menutupi miliknya yang mencoba mendongak, dan segera pamit meninggalkan rumah Tumi.

bersambung ................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar