Sabtu, 22 Desember 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput

Kelimapuluhsatu

" Dahlah kang ... jangan Menik terus yang diurusi. Nolong ya nolong, tapi jangan keterlaluan. Masak tiap hari ada di rumah Menik." Tumi tidak bisa menutupi rasa cemburunya. Bagi Tumi Gudel adalah segala - galanya. " Kang Gudel dapat apa ta kang dari Menik ? Mbok punya sedikit harga diri ta kang. Masak tenaga diobral - obralkan. Apalagi ta kang yang harus dibantukan ke keluarga Menik ? Mulai Nyi Ramang meninggal, sampai ke yu Jumprit meninggal kang Gudel dak pernah berhenti ngobral tenaga di keluarga Menik. Mbok ya sudah kang." Tumi cemberut. Kalimat - kalimat yang keluar dari mulutnya muncul sebagai luapan rasa cemburu dan jengkel terhadap sikap Gudel yang sangat perhatian dengan Menik. Mendengar nada marah Tumi, Gudel hanya diam. Sesekali rokoknya diisap dalam - dalam dan asapnya dihempaskan. Pikirannya melayang ke Menik yang dicintainya. Menik yang membuat hatinya berbunga - bunga. Menik yang selalu dimimpikan dalam tidur nyenyaknya. " Sekarang apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel untuk keluarga Menik ? Nampaknya urusan ritual do'a - do'a meninggalnya yu Jumprit dah selesai kang. Apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel ?" Tumi memandangi Gudel dengan sorot mata marah. Tumi merasa bahwa Gudel adalah miliknya. Gudel adalah calon suaminya. Tetapi perhatian Gudel terhadap dirinya rasanya kurang. Malam ini saja kalau dirinya tidak mengundangnya mungkin Gudel tidak mengunjunginya. " Bilang ta kang. Apa yang dikerjakan kang Gudel di keluarga Menik." Tumi terus menatap Gudel yang cenderung banyak menengadahkan wajahnya ke langit yang di sana ada rembulan. " Ayo ta kang, bilang." Tumi mendesak. Gudel membuang puntung rokok. Kemudian memperbaiki posisi duduknya bergeser menempel ke tubuh Tumi. Gudel ingin menyembuhkan marahnya Tumi. Gudel tahu Tumi akan melupakan marah, kesal, jengkel dan cemburunya jika sudah didekati dan dipeluk. Tumi yang duduknya didekati Gudel beringsut menjauh. " Bilang dulu kang. Aku dak mau dekat kang Gudel kalau kang Gudel belum ngomong." Tumi membelakangi Gudel. " Jangan marah dulu ta Tum. Dengarkan, aku tak ngomong." Gudel memegangi pundak Tumi. Tumi pura - pura menepiskan tangan Gudel yang memegangi pundaknya. " Cepet ngomong dulu !" Tumi tetap membelakangi Gudel. " Tinggal sedikit lagi Tum. Kalau aku sudah bisa membuktikan Genjik yang ternyata memperdaya dan membunuh yu Jumprit semua selesai, Tum." Gudel bicara serius. Tumi terkejut dan membalikkan badan menatap Gudel. " Lho kok kang Genjik, kang ! Apa hubungannya ? Kang Gudel jangan ngawur lho kang. Salah - salah malah jadi malapetaka. Bisa - bisa kang Gudel jadi bermusuhan sama kang Genjik. Kang Genjik memang pernah membunuh orang di kota dulu. Tetapi sekarang kang Genjik itu dah jadi orang baik lho kang. Kang Gudel jangan mengada - ada kang." Tumi banyak membantah omongan Gudel. " Dah sangat jelas Tum. Sangat jelas. Aku sudah menemukan tanda - tanda yang sangat jelas kalau ya Genjik itu yang memperdaya yu Jumprit." Gudel ingin membuat Tumi percaya omongannya. " Tidak mungkin kang Genjik, kang. Tidak mungkin. Menurut aku justru kang Tobil dan kang Plencing yang patut dicurigai, kang. Kang Tobil dan kang Plencing dah berkali - kali meminta aku untuk mendekati Menik dan yu Jumprit untuk mengetahui jimat peninggalan Nyi Ramang. Bahkan kang Plencing dan kang Tobil selalu geram kalau ngomongkan yu Jumprit. Kayaknya kang Tobil dan kang Plencing ingin sekali yu Jumprit itu mati." Tumi memberitahu kepada Gudel dengan nada kesal. " Dan apa ta untungnya kang, jika kang Gudel bisa membongkar siapa pembunuh yu Jumprit ?" Tumi melontarkan kalimat yang sangat sulit dijawab Gudel. Ya memang apa untungnya bagi dirinya. Tujuan utama dirinya bersemangat untuk membongkar siapa pembunuh yu Jumprit adalah pujian Menik. Harapannya Menik akan semakin membuka hatinya. Dan menerima cintanya. Dan satu saat akan menerima pinangannya. Dan dirinya bisa menjadi suami Menik. Dirinya tidak mempunyai modal kekayaan untuk menarik hati Menik. Satu - satunya yang dimiliki adalah tenaga, pikiran, dan keberanian, yang disatukan menjadi jasa yang bisa diperlihatkan kepada Menik. Ahkirnya Gudel hanya bisa diam. " Dahlah kang. Jangan menuduh orang. Jangan kang Genjik. Jangan pula kang tobil dan kang Plencing. Lupakan saja. Pikirkan saja masa depan kang Gudel. Garap sawah dengan sungguh - sungguh. Kumpulkan hasil panin. Aku sudah menunggu dilamar kang Gudel lho kang." Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. " Ya ... ya ... ya Tum. Dah dak usah ngomong soal yu Jumprit." Gudel menarik tubuh Tumi ke dalam pelukannya. Gudel ingin segera meredakan kejengkelan Tumi. Gudel takut Tumi akan menyinggung - nyinggung Menik. 
Rembulan semakin meninggi, menggantung di atas gunung. Udara malam semakin dingin. Tumi dan Gudel yang duduk di halaman rumah beralas tikar dan terlindung pagar hidup berupa tanaman perdu telah saling memeluk. Tumi yang sudah berhari - hari tidak bisa menemui Gudel, karena Gudel selalu menghindar untuk bertemu dengan dirinya sangat ingin segera melepas rasa rindunya. Tumi segera melingkarkan kedua tangannya di leher Gudel. Dan tanpa menunggu Gudel siap Tumi telah mencium dengan panas bibir Gudel. Tumi telah berhari - hari menunggu ini. Gudel yang merasakan hangat dan wanginya bibir Tumi tidak bisa berbuat lain selain membalas ciuman Tumi. Pantat Tumi yang ada di pangkuan Gudel bergoyang - goyang menggoda mentimun Gudel yang mulai mengembang. Sebentar saja pantat Tumi sudah bisa merasakan menggilas - gilas mentimun Gudel yang ada di dalam celana kolornya. Gudel menikmati gilasan pantat Tumi di mentimunnya. Sementara itu payudara Tumi telah menyeruak keluar dari kain atasnya karena Gudel telah membuka semua kancing kain atas Tumi. Tumi sengaja tidak mengutangi buah dadanya. Karena Tumi tahu kalau malam ini pasti akan terjadi seperti yang sedang dialaminya. Dan kemudian Tumi hanya bisa merintih ketika daun telingannya diemut - emut dan digigit - gigit kecil oleh mulut Gudel. Ketika mulut Gudel sampai di lehernya dan menyedot kuat Tumi hanya bisa menjerit sambil semakin kuat memeluk tubuh Gudel. Apalagi tangan Gudel yang sudah sampai di pangkal pahanya dan menusukkan jarinya di miliknya yang telah sengaja tidak dikenakan celana dalam. Diam - diam Tumi mengagumi Gudel yang sangat pintar menempatkan jarinya di bagian - bagian yang kalau tersentuh terasa ada kenikmatan yang luar biasa. Tumi yang terus menggeliat dan meronta membuat keduanya telah rebah dan salin tindih. Mulut Gudel meluncur turun kepayudara Tumi yang padat kenyal. Sementar jari - jarinya terus di selangkangan Tumi, mulut Gudel tidak memberi ampun puting susu Tumi. Dusedot, digigit - gigit, dan dicupang - cupang. Tangan Tumi telah berhasil memelorotan celana kolor Gudel. Dan mentimun besar, kaku dan panas telah berada digenggamannya. " Kang ... dak ... tahan ... kang ... ayo ...kang ....aah...!" Tumi menggeliat - geliat bagai cacing kena panas. Gudel yang terus mendengus dan ngos - ngosan segera memposisikan pinggulnya di antara paha Tumi. Tumi menangkap mentimun Gudel dan menempelkan di bibir miliknya yang menganga dan telah basah licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Tumi menjerit tertahan. Mentimun Gudel amblas di kedalaman miliknya. Yang dirasakan kemudian miliknya bagai dijejali sesuatu yang kaku, hangat dan berkedut. Yang dilakukan Tumi kemudian hanya bisa memejamkan mata dan sesekali menggigit bibirnya karena rasa luar biasa enaknya. Gudel tidak ingin berlama - lama. Maka segera dipompakannya mentimunnya dengan kuat dan cepat. Menikmati sodokan - sodokan kuat dan cepat dari Gudel Tumi hanya bisa sebentar matanya terbeliak, sebentar matanya menutup rapat dan mulutnya terus menjerit - jerit tertahan. Tumit kaki Tumi telah membuat tikar robek karena kerasnya gerakan dan gesekan. 

bersambung ........................

Rabu, 12 Desember 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                          edohaput 


Kelimapuluh

Menik sibuk mematikan api tungku yang masih membara dengan guyuran air. Api bara yang tiba - tiba mati membuahkan asap. Asap menyebar ke seluruh ruang dapur. Menik tersedak - sedak asap. Diambilnya kipas tungku dan dikibas - kibaskannya agar asap tidak mengenai mukanya. Gudel yang sedang duduk di amben dapur dan sedang menikmati kue gandhos juga tersedak - sedak. Kue gandhos yang di mulutnya menjadi tersemprot keluar dan Gudel jadi batuk - batuk. Untuk menghilangkan tersedaknya Gudel menyerutup wedang jahe. Menik terus berkegiatan mengibaskan kipas tungku. 
Malam belum jauh, tetapi pak Pedut memilih berada di dalam kamar dan tidur untuk melepaskan penatnya badan yang seharian digunakan untuk menggarap tanah sawah. Sejak kematian yu Jumprit pak Pedut cenderung banyak murung. Semangat hidupnya menurun. Tidak menampakkan keinginan - keinginan yang dulu - dulu pernah ada. Jika malam tiba pak Pedut lebih memilih tidur dari pada terjaga. Ketika yu Jumprit masih ada pak Pedut selalu terjaga sampai malam larut, karena menunggu yu Jumprit selesai dengan pekerjaan dapur. Begitu juga Kliwon. Kliwon yang memang pemalas tidak pernah menggubris Menik yang semakin tambah pekerjaan. Kliwon tidak pernah mau tahu tanggung jawab Menik yang semakin repot setelah yu Jumprit tidak ada. Kliwon tahunya bekerja di sawah, makan, dan tidur. Kliwon tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Harapan untuk bisa punya harapan hidup lebih baik  tidak lagi ada. Kliwon menjadi semakin malas. Kliwon lebih banyak melamun dari pada bekerja. Di sawahpun Kliwon kadang - kadang hanya duduk dan melamun. Kliwon menjadi lebih banyak mengurung diri di kamar. 
Asap yang dikibasi Menik hilang. Menik kemudian rebah di amben di dekat Gudel duduk. Menggeliat dan mergangkan otot - ototnya yang kaku karena seharian berkerja di dapur. Menik menguap kecil, kemudian tubuhnya rebah lemas terlentang di dekat Gudel. Gudel melihat tubuh lunglai Menik. Dadanya yang hanya ditutupi kain tipis dan tidak berkutang kelihat begitu menggunung. Gundukkan yang ada di bawah pusarnya yang juga hanya ditutupi kain tipis nampak juga di mata Gudel. Garis celana dalam yang dipakai Menikpun nampak di mata Gudel karena kain bawah yang dikenakan Menik  juga tipis dan trasparan. Gudel menelan ludah. " Dah sangat jelas, Nik. Sangat jelas kalau yang memperdaya yu Jumprit itu Genjik, Nik. Batu akik di cincin Genjik yang diceritakan Kemi kepada aku itu jelas jimat, Nik. Tolong sekarang aku dibantu menyari cara bagaimana agar jimat itu bisa kembali ke keluargamu.  Mengahadapi Genjik secara lelaki jelas aku dak mampu Nik. Genjik itu sangat kuat lagi sakti. Empat penyamun saja bisa mudah dilumpuhkan. Apalagi sekarang Genjik memegangi jimat, pasti Genjik akan menjadi tambah sakti, Nik. Tolong Nik, kira - kira cara apa yang harus ditempuh agar jimat itu kembali ke keluargamu." Genjik memecah kesunyian dangan kalimat - kalimatnya yang diucapkan dengan nada menyerah. Menik tidak merespon kalimat - kalimat Genjik. Menik malah sekali menggeliat, meregangkan otonya, menguap kecil dan merubah posisi terlentangnya dengan tudur tengkurap. Gudel menjadi melihat patat Menik yang begitu padat menonjol. Kain bawah Menik tertarik sampai di bawah pantatnya. Karena ketika tadi Menik merubah posisi terlentangnya ke tengkurap, Menik tidak ambil pusing dengan rok bawahnya. Kedua paha Menik yang sampai ke pangkalnya tidak tertutup kain nampak di mata Gudel. Celana dalam di balik kain trasparannya yang menutupi pantatnya tampak tidak terpasang rapi. Sekali lagi Gudel menelan ludah. " Akan sangat berbahaya Nik. Kalau jimat itu di tangan orang yang jahat, pembunuh keji kayak Genjik itu. Apa kamu rela jimat itu suatu saat digunakan untuk kejahatan, Nik. Apa kamu juga rela jimat yang diharap - harap oleh warga bisa ketemu dan   kembali  kekeluargamu itu dimanfaatkan secara salah. Ayo, nik. Pikirkan. " Gudel terus memandangi kegempalan pantat Menik. Kelelakiannya yang ada di balik celana kolornya menggeliat. Dan beransur - ansur menjadi kaku. " Dah lah kang. Jimat itu dak usah diomong lagi. Dak usah dipikirkan lagi. Yang sudah terjadi biarlah terjadi, kang. Nasi dan jadi bubur, apa lagi yang mau diperbuat. Jimat itu sekarang dak usah diingat ingat lagi. Kang Gudel dak lagi - lagi perlu menyari - nyari jimat. Dan dak perlu lagi menebak - nebak siapa yang memperdaya yu Jumprit." Menik merespon kalimat Gudel dengan nada yang malas seperti oang lagi kantuk ngomong. Dan berkata malas begitu Menik tetap sambil tertelungkup badan. Hanya pantatnya saja yang sedikit digerakkan untuk menyari posisi enak tidur tengkurapnya. Pantat yang digerakkan menyebabkan kain bawah semakin tertarik ke atas dan menyebabkan sebagian pantat Menik terbuka. Mentimun Gudel menjadi kaku. Karena Gudel tiba - tiba berandai - andai dengan pantat Menik. Tetapi Gudel sangat terkejut dengan jawaban Menik. Mengapa Menik menanggapi ceritanya dengan begitu dingin. Seolah - olah tidak terjadi apa - apa. Seolah kematian yu Jumprit bukan masalah. Seakan - akan jimat tidak lagi ada artinya. Gudel yang semula bercerita tentang penemuannya tentang Genjik yang diduganya telah menguasi jimat, berharap akan memperoleh sanjungan dan pujian dari Menik, yang diperoleh sebaliknya. Dengan dingin dan sepi Menik menanggapi ceritanya. Gudel menjadi amat kecewa. Mengapa Menik seakan sekarang tidak lagi ambil perduli terhadap kematian yu Jumprit dan musnahnya jimat. Kekcewaannya membuat hatinya dongkol. Dibalikkannya tubuh Menik yang tengkurap. Menik terlentang. Membuka mata dan tersenyum. Gudel terpesona. Mulut Menik mengahkirin senyumannya dengan menganga. Bibirnya basah memerah. " Kang ... " Nada manja keluar dari mulut Menik. Sorot mata Menik amat sayu. Dengan gemasnya diraihnya dan diangkatnya tubuh Menik kepangkuan. Gudel menjadi lupa rasa kecewanya. Gudel melupakan dongkolnya. Di hati Gudel rasa cinta menggelora. Rasa sayang mengembang. Dipeluknya Menik. Dan diciumnya bibir Menik yang terbuka. Menik menanggapi ciuman Gudel. Keduanya menjadi lupa dan telah berpagut. Tangan Gudel telah membuat kain tipis yang menutupi dada Menik terlepas. Payudara Menik menyembul keluar. Gudel segera meremasnya sambil terus menjulurkan lidah di mulut Menik. Gelinjangan Menik mebuat tangan Gudel semakin mudah saja di buah dada ranum Menik. Gudel merebahkan tubuh Menik di amben. Kemudian menindihnya. Mulut Gudel berpindah dari bibir Menik ke payudara yang telah berada sepenuhnya di luar kain. Gudel mencupangnya. Menyedot - nyedot puting susu merah kecil dan telah kaku. Menik terus menggeliat - geliat bagai cacing kepanasan dan mulutnya tidak berhenti mendesah. Ketika tangan Gudel akan sampai di selangkangannya buru - buru Menik merapatkan keduan pahanya. " Kan ... jangan yang itu. Kang ... jangan dulu ... "  Berkata begitu tangan Menik menelusur masuk ke celana kolor Gudel. Celana Gudel yang kombor memudahkan tangan Menik segera menemukan mentimun Gudel yang sudah sangat kaku dan panas. Menik meremasnya dengan gemas. Menarik - nariknyanya. Dan genggamannya bergerak maju mundur di mentimun Gudel. Gudel merasakan tangan lembut Menik yang hangat sangat nikmat. Gudel mebayangkan mentimunnya telah berada di dalam milik Menik. Sebaliknya Menik yang terus payudaranya diserang Gudel dengan panas merasakan geli kenikmatan yang tiada tara. Rasa di payudara menjalar sampai di miliknya. Menik menjerit karena sampai. Miliknya membasahi celana dalamnya. Rasa nikmat yang dirasakan Menik, membuat tangannya yang meggenggam mentimun Gudel semakin nekat mempermainkannya. Gudel tidak tahan. Dengan kuat tubuh Menik dipeluknya. Gudel menjerit tertahan. Di tangan Menik cairan lelaki Gudel menyemprot dan meleleh - leleh membasahi tangan Menik. 

bersambung .....................



Jumat, 07 Desember 2012



Cubung Wulung

                                                                                                  edohaput

Keempatpuluhsembilan

Gudel terus mengamati kegiatan Kemi. Berhari - hari kegiatan Kemi tidak lepas dari intaiannya. Gudel sangat ingin bisa kembali bertemu dengan Kemi. Tidak ada keberanian untuk datang ke rumah pak Lurah untuk menemui Kemi. Gudel takut karena memang selama ini tidak pernah ada hubungan dengan Kemi. Kalau tiba - tiba dirinya menemui Kemi di rumah dan diketahui pak Lurah, bu Lurah atau Genjik, pasti akan mengundang kecurigaan. Gudel memilih bersabar. Satu saat pasti Kemi ke sawah lagi. Tapi kapan. Dirinya harus bersabar. 
Siang. Ada mendung di atas gunung. Angin turun ke lembah menebarkan hawa sejuk. Gudel berjalan menyusuri pematang. Kepalanya di longok - longokkan ke arah sawah - sawah pak Lurah. Barangkali matanya melihat sesosok Kemi. Pucuk dicinta ulam tiba. Mata Gudel tertumbuk pada sesosok perempuan yang menggendong tenggok berjalan di pematang sawah pak Lurah. Gudel meletakkan telapak tangannya di atas alis matanya untuk menghindari silau sinar matahari yang membuat pandangannya tidak jelas. Hati Gudel berbunga - bunga. Ternyata yang berjalan di atas pematang dengan menggendong tenggok itu Kemi. Gudel Berjingkrak. Tidak sia - sia berhari - hari dirinya mengamati sawah pak Lurah. Setengah berlari di atas pematang Gudel menyegerakan langkahnya agar segera bisa dekat dengan Kemi. 
Kemi terkejut ketika Gudel telah berada di dekatnya, dengan sedikit napasnya yang terengah - engah. " Lho kok kang Gudel ?" Kemi meletakkan gendongannya. " Iya Mi, aku. Aku ingin ketemu kamu lagi. Kemarin lusa itu kan dak bisa jadi ta, Mi ? Gimana Mi, kalau siang ini kita ulangi. Mumpung sepi, Mi ?" Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah kang Gudel ini ada - ada saja. " Kemi manja. " Kok sendiri, Mi ?" Gudel duduk di pematang. Diikuti Kemi yang juga segera mengambil posisi di samping Gudel. " Iya kang, hari ini pak Lurah, bu Lurah dan kang Genjik pergi ke kota. Katanya mau belanja." Kemi melipat selendang yang tadi digunakan untuk menggendong tenggok. Matanya menatap Gudel yang terus tersenyum senang karena apa yang diharap - harapkan bisa bertemu lagi dengan Kemi kesampaian. " Lha kamu kok dak diajak ta, Mi ?" Gudel merogoh sakunya dangan mengeluarkan sebungkus rokok. Gudel menyulut rokok dan menghempaskan asapnya. " Dak kang. Aku suruh jaga rumah. Dan buang ini sampah. Lagian bu Lurah tadi bilang kalau aku mau dibelikan celana dalam dan kutang. Rupanya bu Lurah tahu kalau celana dalamku dah pada sobek dan kutangku dah pada pedot talinya. Ya aku manut saja ta, kang. Lagian ke kota kan malah capek. Dan kalau aku ikut pergi kan dak ketemu kang Gudel sekarang, ta kang ?" Kemi tertawa. Lagi - lagi Gudel tersenyum. " Betul juga, Mi. Kalau kamu ikut ke kota hari ini kita tidak ketemu. Aku kangen lho, Mi ?" Gudel merayu. Gudel merogoh saku celana kolornya lagi. Yang dikeluarkan dari sakunya kemudian segenggam uang. " Ini Mi. Buat kamu !" Gudel mengansurkan uang ke tangan Kemi. " Lho dak apa - apa kok aku diberi uang ta, kang ?" Kemi menatap mata Gudel heran. " Sudah berhari - hari uang itu di kantong, Mi. Menununggu ketemu kamu. Dan sekarang terimalah. Bisa kamu pakai jajan." Gudel memegangi tangan Kemi. " Wah ini bisa untuk beli kain, kang. Terima kasih ya kang !" Kemi ceria. " Dah terserah kamu saja. Mau buat jajan boleh, mau untuk beli kain boleh terserah kamu. Sekarang itu dah uangmu." Gudel terus memegangi tangan Kemi. " Baru kali ini lho kang ada orang kasih uang ke aku sebanyak ini." Kemi juga membalas memegangi tangan Gudel. Mereka jadi saling berpegang tangan. Tiba - tiba di hati Kemi mengalir rasa suka terhadap Gudel. Kemi tidak habis pikir kenapa dirinya diberi uang. Apa karena peristiwa tempo hari yang lalu itu. Apa kerena dirinya mau dicumbu lalu dirinya diberi uang. Kemi mau bertanya begitu. Tetapi bibirnya malas mengatakan itu. Kemi memilih menerima uang tanpa tahu maksud mengapa Gudel memberinya uang. Kemi yang sangat jarang memegang uang menjadi sangat senang. " Sekali lagi terima kasih ya, kang." Kemi menggamit. " Halah cuma segitu saja kok terima kasihnya berulang - ulang. Dah kantongi !" Gudel mencubit hidung Kemi yang tidak mancung tetapi juga tidak pesek. " Ah kang Gudel ini lho. Hidung lagi rada pilek lho kang !" Kemi manja dan tangannya memasukkan uang ke saku kainnya. " E ... Mi, Genjik punya kegiatan apa, Mi ?" Gudel mulai melancarkan pertanyaan mengarah untuk menyelidik Genjik. " Ya biasa ta kang. Urusan tembakau." Jawab Kemi. " Bukan itu, Mi. Genjik tu ada  tanda - tanda apa, yang tidak biasanya gitu lho, Mi." Gudel menjelaskan. Kemi mengerinyitkan dahi. " Iya ... iya ... ada kang, ada. Kang Genjik malam itu membersihkan cicin bermata batu akik warna merah, kang. Ketika aku datang kang Genjik buru - buru menyembunyikannya, kang. Tidak biasanya kang Genjik menimang - nimang cincin. Dan selama ini aku belum pernah melihat kang Genjik memakai cincin lho, kang." Kemi menjelas - jelaskan. Gudel terdiam. Gudel menjadi semakin yakin kalau Genjik inilah yang memperdaya dan menghabisi nyawa yu Jumprit. Sekarang sudah sangat nyata. Jimat itu ada di tangan Genjik. Jahat benar Genjik ini. Kalau begitu Genjik ini memang pembunuh. Gudel merasa ngeri juga. Genjik sekarang memegangi jimat. Dia akan semakin kuat. Semakin sakti. Lalu dengan cara apa agar dirinya bisa mengambil jimat itu dari tangan Genjik. Gudel menjadi terdiam. Pikirannya melayang. Mencari cara agar bisa mengembalikan jimat itu ke tangan yang berhak. Gudel ingin menyampaikan penemuannya ini kepada Menik. Siapa tahu Menik punya cara. Dan Menik pasti akan sangat mengagumi dirinya yang bisa menemukan orang jahat yang telah memperdaya yu Jumprit dan sekarang menguasai jimatnya. " Lho kang, kok jadi diam ta ? Siang ini kok juga sepi sekali ya, kang. Kok dak ada orang di sawah ya kang ?" Kemi memecah kediaman Gudel. " Ya ... ya ... Mi ... sepi sekali. Kita ke gerumbul saja yuk, Mi !" Gudel tergagap dan menjawab Kemi sekenanya. Kemi sangat senang Gudel mengajaknya ke gerumbul. Dengan begitu kemarin lusa yang miliknya belum jadi terterobos mentimun Gudel, hari ini akan jadi diterobos. " Ah ... kang Gudel ini ada - ada saja." Kemi manja dan pura - pura menolak. " mau dak ... " Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah ... kang Gudel ini lho, bikin ... ah ... !" Kemi mencubit paha Gudel. Melihat Kemi mau. Gudel segera menarik tangan Kemi menuju gerumbul. 
Gerumbul segera bergoyang - goyang. Karena di tengah gerumbul Kemi telah ditindih Gudel. Kaki Kemi telah menyebabkan gerumbul terus bergoyang. Kain Kemi telah tidak terpasang dengan sempurna karena telah dibuka - buka oleh Gudel. Payudara Kemi telah mencuat keluar dari kalin dan menjadi mainan tangan Gudel yang nakal. Terus meremas. Bibir, leher, dan telinga Kemi menjadi santapan nikmat mulut Gudel. Kemi manaik - naikkan pantatnya agar Gudel segera memelorotkan celana dalamnya. Tetapi Gudel belum mau sampai ke situ. Gudel masih sangat suka dengan payudara kemi yang masih sangat kenyal dengan puting susu kecil yang semakin memerah. " Kang aduh ... kang ... aku dak tahan ... " Kemi terus mendesah. Gudel tahu Kemi sudah sangat kelabakan. Gudel merasa kasihan juga. Dipelorotkannya celana dalam Kemi. Dengan sekali tarik berhasil. Celana kolornya sendiri juga segera dilepas. Kemi mengangkang. Gudel berada di atas Kemi. Gudel mengarahkan mentimunnya ke milik Kemi. Gudel menempelkan ujung mentimunnya di permukaan milik Kemi yang sudah membasah dan licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Sejenak mata Kemi terbeliak menatap mata Gudel. Kemi merasakan miliknya kemasukan benda kaku, hangat, besar, dan sangat menyesak di kedalamannya. Kemudia Kemi hanya bisa memejamkan mata sambil terus menikmati miliknya yang terus ditabrak - tabrak mentimun dengan kuatnya. Kemi melayang - layang. Payudaranya sangat geli hangat karena mulut Gudel telah berada disana. Setiap kali sampai ke puncak Kemi hanya bisa menjejak - jejakkan kakinya yang membuat gerumbul semakin bergoyang dan menimbulkan suara. Gudel terus memacu. Gudel tidak ingin berlama - lama. Gudel takut ketahuan orang. " Mi ... ayo ... Mi ... !" Gudel terus memacu keluar masuknya mentimunnya di milik Kemi. " Kang ... ah ... kang ... ayo ... " Dengan sangat cepat Gudel memasuk keluarkan mentimunnya di milik Kemi. Kemi menjerit - njerit tertahan karena kenikamatan yang tidak ada duanya. Gudel memekik dan memeluk kuat tubuh Kemi. Kemi Mengangkat - angkat pantatnya. Kemi merasakan miliknya diguyur air kental hangat dan terasa meleleh - leleh di kedalaman miliknya. Cairan lelaki Gudel yang hangat meleleh di kedalaman miliknya, membuat miliknya marasakan geli luar biasa. Menyebabkan sekali lagi Kemi sampai ke puncak . Kemi menjerit keras sambil menggelinjang kuat. Kedua kakinya dilingkarkan di pinggul Gudel dan pantatnya digoyang - goyang. Gerumbul bergoyang keras. Sejurus kemudian gerumbul tenang. Dan suasana kembali sepi. Yang terdengar kemudian adalah gemerisiknya dedaunan yang tertiup angin yang bertiup semilir dan menebarkan wanginya rumputan. 

bersambung ..........

Senin, 03 Desember 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                         edohaput

Keempatpuluhdelapan 

Kemi mengamati rumah induk. Dimana pak Lurah dan bu Lurah berada. Sepi. Semua jendela sudah ditutup rapat. Kemi mengambil kesimpulan pak lurah dan bu Lurah sudah berangkat tidur. Udara malam yang dingin disertai adanya gerimis mungkin membuat pak Lurah dan bu Lurah lebih memilih berada di kamar tidur daripada berkegiatan lain. Ini berarti dirinya tidak akan lagi disuruh - suruh untuk mengerjakan sesuatu. Memang Kemi bisa istirahat jika majikannya sudah tertidur. Kalau belum ada saja yang disuruhkan pak Lurah dan bu Lurah. 
Kemi yang sudah sejak sore ingin menemui Genjik di gudang sudah bersih - bersih badan. Kemi melangkah meninggalkan dapur. Gudang yang hanya bersebelahan dengan dapur sangat mudah dicapai Kemi. Kemi mengintip melalui jendela yang belum ditutup rapat oleh Genjik. Kemi melihat Genjik sedang membersihkan cincin bermata batu akik. Karena tempat Genjik tidur beralas tikar padan persis di bawah jendela, membuat Kemi bisa memandang jelas apa yang sedang dilakukan Genjik. Cincin bermata batu akik kecil warna merah ditimang - timang di tangan. Dibasahi dengan uap mulut, digosok - gosok menggunakan kain sarungnya. Batu akik merah delima bercahaya ditimpa lampu minyak. Selama ini Kemi belum pernah melihat Genjik mengenakan cincin. Tetapi mengapa malam ini dirinya melihat Genjik menimang cincin. Pikiran Kemi lalu melayang ketika dirinya ketemu dengan Gudel di sawah. Gudel bertanya banyak tentang Genjik. Bahkan menyinggung - nyinggung tentang jimat pula. Kemi juga menjadi ingat ketika Genjik pernah bercerita tentang keinginannya memiliki jimat Nyi Ramang yang pernah diwariskan ke yu Jumprit. Jangan - jangan yang memperdaya dan mengabisi nyawa yu Jumprit itu Genjik. Dan kini Genjik telah menguasai jimat yang berupa batu akik itu. Kemi merinding. Bulu kuduknya berdiri. Buru - buru Kemi menepis pikirannya sendiri dengan perbuatan Genjik yang selama ini selalu baik. Tidak pernak macam - macam. Adanya cuma kerja dan kerja. Keluar dari rumah kalau tidak karena menemani pak Lurah, genjik tidak pergi. Tidak. Kang Genjik tidak mungkin melakukan itu. Kemi berjingkat jinjit kembali ke dapur. Takut langkahnya didengar Genjik. 
Kemi kembali mendekati jendela dengan membawa nampan yang di atasnya ada gelas wedang jahe,  singkong goreng, sepiring nasi lengkap dengan lauk. Kemi berteriak di dekat jendela : " Kang, makan malam. Buka pintunya aku mau masuk !" Kemi melangkah memutar menuju pintu gudang. Terdengar jawaban Genjik yang juga berteriak : " Masuk Mi ! Pintu dak aku kancing !" Tumi mendorong pintu dengan kakinya karena tangannya memegangi nampan. Kemi selintas melihat Genjik yang buru - buru menyembunyikan cicinnya di bawah bantal ketika melihat dirinya datang. " Hayo ... apa itu kok disembunyikan ... " Kemi meledek genjik. " Ah ... bukan apa - apa, Mi. Dah sini aku sudah lapar banget." Kemi meletakkan nampan di lantai yang beralas tikar tempat Genjik duduk. " Dah dimakan kang, tak tunggui. Aku dah dak ada pekerjaan kok." Kemi duduk dekat Genjik. Genjik meraih nampan dan segera lahap  menikmati masakan Kemi. " Hari ini sedap betul masakanmu, Mi. Enak banget. Sayur lompong gandem. Ini gorengan tempe benguknya juga sedap." Kalimat Genjik diucapkan sambil terus memenuhi mulutnya dengan makanan. Kemi sangat senang masakannya dipuji - puji Genjik. " E ... kang, apa ta yang disembunyikan kang Genjik itu ?" Kemi mengulangi ledhekannya. " Ah ... kamu Mi...Mi mau tahu saja. Bukan apa - apa dah dak usah tanya - tanya !" Genjik dengan nada agak marah. " Ya dah ... aku dak tanya - tanya lagi." Kemi takut Genjik akan marah.  Jangan - jangan keinginannya untuk bisa dicumbu Genjik menjadi urung. Kemi  diam. Genjik makan.  Sudah beberapa hari ini Kemi mencoba mengamati Genjik. Genjik tidak pernah ada waktu. Pekerjaannya mengawut tembakau sepertinya tidak pernah selesai. Larut malam Genjik baru bisa istirahat. Kemi tidak memperoleh kesempatan. 
Genjik selesai makan. Bersendaha keras setelah menenggak wedang jahe. Matanya menatap Kemi yang diam. " Lho kok diam ta, Mi ?" Genjik meledhek kemi. " Lho tadi katanya dak boleh tanya -  tanya ..." Kemi pura - pura memberengut manja. " Kalau tanya - tanya jangan, tapi kalau ngomong kan boleh ta, Mi." Genjik tersenyum menampakkan sebaris giginya yang tersusun rapi. Melihat Genjik tersenyum deg - degan juga jantung Kemi. Di mata Kemi Genjik pria tampan, gagah dan mempesona. Kemi merubah posisi duduknya dan sengaja menggerakkan kaki agak nekat sehingga pahanya terbuka. Genjik yang masih menatap Kemi melihat selangkangan Kemi tidak dikenakan celana dalam. " Ih ... kamu dak pakai celana dalam ya, Mi ?" Genjik malah nekat melihat selangkangan Kemi dengan cara sedikit membungkukkan badan. " Basah semua kang, tadi aku cuci dak kering " Kemi bohong sambil pura - pura membetulkan kain bawahnya. Dan sengaja tidak dibetulkan dengan sempurna sehingga pahanya masih sangat terbuka. Kemi memang ingin Genjik terangsang dan kemudian mencumbunya seperti ketika tempo beberapa minggu yang lalu. Kemi memang sengaja tidak mengenakan celana dalam. Genjik menyulut rokok. Kemi nekat rebahan di sisi Genjik duduk. " Aku tiduran ya, kang. Capai banget ni badan." Kemi kembali berbohong. Kain bawah yang tidak dibetulkan sempuna, kembali tertarik ke atas. Membuat paha Kemi nampak sampai ke pangkal. Kemi yang tiduran terlentang dadanya nampak menggunung. Dan sengaja dadanya juga tidak dikutanginya. Melihat tubuh Kemi yang aduhai tidak ayal jantung Genjik menjadi deg - degan. Kejantanannya tiba - tiba tergugah. Rokok dimatikan di asbak dan tangan segera maraih tubuh Kemi ditarik kepangkuannya. " Lho kang ... jangan ... jangan kang ... " Kemi meronta kecil. Genjik segera memeluk tubuh Kemi dan tiada ampun segera dilahapnya bibir Kemi. Kemi yang mengharapkan ini terjadi segera membalas ciuman Genjik dengan panas. Tangan Genjik telah kemana - mana. Mula - mula yang jadi bulan - bulanan tangan Genjik payudara Kemi. Disana tangan Genjik yang besar, kuat, dengan jari - jari yang panjang meremas gemas buah dada Kemi yang memang masih sangat kenyal. Payudara perawan yang belum pernah teraba oleh perjaka kecuali pernah sekali oleh Genjik tempo beberapa minggu lalu dan pernah sekali oleh Gudel ketika kejadian di sawah tempo hari lalu. Sejak merasa payudaranya diremas perjaka, Kemi menjadi ketagihan. Ingin rasanya setiap hari payudaranya diperlakukan demikian. Genjik terus meremas dan meremas sementara mulutnya menggarap bibir Kemi yang mendesah tak jelas karena mulut terbungkam bibir Genjik. Tangan Genjik melorot ke bawah dan sampai ke milik Kemi. Kemi tidak menutup pahanya, tetapi justru malah melebarkan kangkangannya. Kemi sangat menikmati jari - jari Genjik yang berada di miliknya. Dan terus bergerak menekan, menyodok, mengilik dan menerobos miliknya. Kemi yang sudah kesetanan tangannya menyelusup ke dalam sarung Genjik dan menemukan mentimun Genjik yang sudah sangat kaku dan besar. kemi menggenggamnya dan menarik - nariknya. Kemi berkeinginan mentimun Genjik masuk ke dalam miliknya yang telah sangat basah karena ulah jari Genjik. Kemi memelorotkan sarung Genjik. Dan mencoba pula memelorotkan celana kolor Genjik, yang juga memang dibantu - bantu oleh Genjik. Genjik menjadi tak lagi bersarung. Dan juga celana Kolor telah lepas. " Mi ... " Genjik melepas ciuman dibibir Kemi. " Kang ... ayo ... " Napas Kemi sangat memburu. Dada kemi sangat kentara sekali naik turun seirama dengan debur napasnya. Tangan Genjik yang berada di selangkangan Kemi berhenti begiat. " Mi ... aku takut kamu hamil " Kalimat ini muncul disela napasnya yang menderu. " Aku bersedia jadi isterimu, kang ... " Kemi merangkul leher Genjik dan menempelkan bibirnya di bibir Genjik. Kembali mereka berciuman panas. Genjik telah menindih tubuh Kemi. Kemi membuka pahanya semakin lebar. Genjik menempelkan mentimunnya di milik Kemi yang memang sudah sangat siap dan sangat mengharap diterobos. Sekilas Kemi ingat ketika miliknya sudah ditempeli mentimun Gudel saat kejadian di sawah tempo hari. Tetapi urung karena keburu orang - orang datang. Sejak itu milik Kemi menjadi sering pegal, gatal, basah dan rasanya seperti menganga ingin ditabrak. Mentimun Genjik yang sudah menempel di bibir milik Kemi yang membasah tidak segara didorong. Kemi yang sudah menunggu, tidak sabar. Digerakkannya pantatnya ke atas dan membuat ujung mentimun Genjik menerobos masuk. Sebaliknya Genjik yang merasakan ujung mentimunnya terjepit sesuatu yang sangat lunak, hangat dan basah menjadi tidak tertahankan. Dengan sekali dorong mentimun besar Genjik amblas di milik Kemi. Kemi hanya bisa memekik, menjerit sakit, miliknya yang perawan diterobos mentimun Genjik. Sebentar saja Kemi merasakan sakit. Selebihnya dan selanjutnya yang dirasakan Kemi adalah kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah diperolehnya. Genjik terus memompa dengan tekanan - tekanan yang nekat karena semakin lama mentimunnya semakin merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan. Pernah pula sebetulnya Genjik melakukan hubungan dengan perempuan ketika di kota. Genjik melakukan dengan peeska. Tidak seenak milik Kemi yang perawan. Tidak semencengkaram milik Kemi. Sebentar saja Genjik sudah tidak tahan. Mentimunnya telah begitu membengkak. Demikian juga Kemi yang dilakukannya hanya terus menggelinjang dan mendesah. bergerak tidak karuan. Tumit kakinya membuat tikar pandan tidak lagi pada posisinya. Tangannya memeluk kuat tubuh Genjik. Kemi berkali - kali sampai. Genjik tidak lagi kuat menahan. Tiba - tiba tubuhnya mengejang seiring dengan gelinjang hebat Kemi. Keduanya menjerit, terpekik. dan sejurus kemudian lunglai. Kemi merasakan miliknya sangat basah kena guyuran air lelaki Genjik. Kemi sangat puas. Kemi sangat bahagia. 

bersambung ....................




Jumat, 23 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                  edohaput


Keempatpuluhtujuh

Hari menjelang sore. Cuaca cerah. Angin semilir mengalir dari gunung turun kelembah. Hawa dingin gunung terbawa angin merambahi desa. Angin yang berhembus sepoi tidak mampu menggoyangkan daun - daun rimbum pepohonan. Celoteh dan teriakan anak - anak membuat segar suasana sore yang cerah. Matahari menebarkan hangatnya sinar, membuat udara dingin gunung tidak begitu terasa dinginnya. Yang terasa kemudian adalah kesejekan hawa. Dari kejauhan terdengar sayup - sayup orang melantunkan tembang Dandang Gula Mas Kumambang. Seperti biasanya sore cerah selalu dihiasi dengan lantunan tembang - tembang orang - orang yang sedang merumput di tepi hutan. Suasana menjadi sangat damai, teduh, luruh dan menenteramkan.
Di rumah Tumi sedang menerima kedatangan Tobil dan Plecing yang mengenakan kain lebih pantas dari kain yang dikenakan hariannya.  Tobil dan Plencing sangat pinter mencari kesempatan ketika rumah Tumi sedang sepi dari orang. Sore dengan cuaca yang cerah pasti rumah Tumi sepi. Karena bapak dan mboknya pergi ke sawah. " Apalagi ini kang ?" Tumi melihat kantong kain yang teronggok di meja di depan Tumi duduk. " Seperti biasanya, Tum. Ini duit. Tapi kali ini beda. Di dalam kantong ini ada perhiasan berupa gelang, kalung dan cincin emas." Tobil yang sore ini mengenakan kain batik dengan motif bunga - bunga berwarna merah menjelaskan isi kantung. " Ya bahkan duitnya lebih - lebih dari biasanya, Tum." Tambah Plencing yang sore ini juga mengenakan kain batik lengan panjang dengan motif batikan daun - daun berwarna hijau memberikan tambahan penjelasan. " Dak kang, jangan. Aku dah tak sanggup menerima pemberian juagan Gogor. Aku takut, kang. Takut diketahui warga. Takut kang Gudel tahu. Lalu apa jadinya kalau kang Gudel tahu, kang. Dah bawa kembali kantung ini. Dan katakan kepada juragan Gogor kalau aku dah dak mau lagi. Sudah empat kali lho, kang, aku diminta melayani juraganmu itu. Betul kang aku takut." Tumi perlahan mendorong kantung kain berwarna merah ke arah Plencing dan Tobil duduk. " Kedatanganku bersama Plencing kali ini beda, Tum. Aku dan Plencing diminta juragan Gogor untuk melamarmu. Juragan Gogor telah menaruh hati kepadamu, Tum. Juragan Gogor melamarmu untuk dijadikan isteri ketiganya." Tobil menghentikan kalimatnya karena melihat Tumi tampak begitu kaget. Matanya terbeliak. Kedua alis matanya menjadi agak terangkat ke atas. Keadaan demikian malah membuat wajah Tumi tampak semakin cantik. Apalagi wajah Tumi yang tiba - tiba merona, menjadikan Tumi nampak sebagai perawan ayu tiada tanding. Tumi yang juga tiba - tiba terbengong membuat mulutnya sedikit terbuka. Bibirnya yang merah basah bagai terolesi madu merekah memperlihat sedikit barisan gigi yang yang tersusun rapi. Karena juga Tumi tiba - tiba menghela napas menjadikan gundukan di dadanya nampak semakin menonjol. Kain tipis yang dikenakan Tumi semakin menjelaskan kalau payudara itu tiba - tiba mengencang dan tegak menggunung. Karena juga Tumi tidak mengenakan kutang, puting susunya menjadi nampak menyodok keluar kain tipisnya. Melihat itu Tobil hanya bisa menelan ludah. Pikirannya melayang. Seandainya dirinya diciptakan jadi orang kaya, Tumilah perawan yang akan dipersuntingnya. Tumi akan dicintai dan disayanginya dengan sepenuh hati. Tumi akan dijadikan isteri yang selalu dimanjakannya. Tumi akan dijadaikan perhiasan kebanggaannya. Jika malam telah tiba Tumi akan dipangkunya, dipeluknya, diciuminya, dimanjakannya, dan diberikan kenikmatan yang tiada taranya. Perasaannya menjadi nelangsa ketika ingat dirinya adalah orang yang tidak berharta. Orang yang pekerjaannya hanya menjadi suruhan orang kaya. Orang yang hanya pernah punya mimpi tetapi tidak pernah bisa mewujudkannya. " Juragan Gogor tidak ingin jawabanmu hari ini Tum. Kamu boleh berpikir dulu." Plencing menambah kalimatnya Tobil. Tumi hanya bisa kaget. Ternyata juragan Gogor ingin memilikinya secara utuh. Tidak hanya sekedar bersenang - senang. " Juragan Gogor juga berpesan agar dikatakan kepadamu. Kalau kamu bersedia untuk diperistri juragan Gogor, kamu boleh minta apa saja. Juragan Gogor akan membuatkan kamu rumah di kota. Bapak dan mbokmu bisa dapat sawah. Sawah yang mana, mbokmu dan bapakmu disuruh milih. Tidak hanya itu Tum, malah juragan Gogor juga akan membuatkan rumah yang lebih baik bagi bapakmu dan mbokmu. Gitu Tum welingan dari juragan Gogor. Semua dah tak sampaikan. Sekarang terserah kamu." Plencing tidak berbohong. Memang seperti itu apa yang dikatakan juragan Gogor. 
Tumi terbengong. Terbayang di benak Tumi rumah mewah di kota. Berarti dirinya tidak perlu bersusah - susah lagi pergi ke sawah. Terbayang kehidupan yang serba mudah. Serba menyenangkan. Dan bapak mboknya juga akan hidup lebih senang karena akan ada pemberian sawah. Rumah yang mungkin akan diperbaiki juragan Gogor. Terbayang pula Gudel yang dicintainya. Akan tegakah dirinya meninggalkan Gudel. Gudel yang telah diberi keperawanannya. Gudel yang telah berkali - kali diajaknya menikmati indahnya hidup. Gudel yang selalu memnerikan kenikmatan luar biasa ketika mencumbunya. Gudel yang dikala sedang mencumbu selalu meremas payudara dengan kasar, tetapi sangat nikmat dirasa. Gudel yang setiap kali bercinta dengan dirinya selalu menyodokan mentimun besarnya dengan kuat dan cepat, membuat dirinya selalu tidak bisa menahan. Gudel yang suka menggeram - geram dan memeluk tubuhnya dengan kuat. Gudel yang selalu membuat dirinya gemas dan geregetan.  Akan hidup bahagiakah dirinya tanpa Gudel mendampinginya. Apa artinya bergelimangan harta tanpa Gudel menemaninya. Tumi bingung. 
" Ya sudah Tum. Kalau kamu sudah punya jawaban temui aku." Tobil beranjak dari duduk diikuti Plencing. " Mau kemana lagi ta kang, kok tergesa - gesa ?" Tumi berbasa - basi. " Ada urusan penting Tum." Plencing yang menjawab Tumi. " Urusan jimat ya kang ?" Tumi mengagetkan Tobil dan Plencing. " Hus .... ! Jangan ngomong itu. Sekarang tidak perlu lagi ngomong soal jimat. Soal Jumprit. Jumprit sudah mati. Jimat dak perlu diomong lagi. Ayo cing kita pergi !" Tobil menggandeng tangan Plecing dan segera melangkah meninggalkan rumah Tumi. 
Melihat Tobil dan Plencing tidak lagi mau diingatkan soal jimat, kecurigaan Tumi terhadap Tobil dan Plencing ada hubungan dengan kematian yu Jumprit semakin besar. Sebelum yu Jumprit mati, Tobil dan Plencing sangat bersemangat jika diingatkan soal jimat. Tidak diingatkanpun Tobil dan Plencing setiap ketemu dirinya pasti ngomong soal jimat. Tidak henti - hentinya Tobil dan Plencing meminta dirinya menyelidiki keberadaan jimat itu. Tobil dan Plencing tahu kalau dirinya banyak bersama dengan Menik. Tobil dan Plencing ingin memperalat dirinya untuk mendapatkan jimat itu. Melihat Tobil dan Plencing melangkah cepat dan terburu - buru dari rumahnya Tumi hanya bisa tersenyum geli. 

bersambung ......................

Rabu, 21 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                              edohaput


Keempatpuluhenam

Hari siang panas. Di sawah Gudel berhasil menemui Kemi. Sudah berhari - hari Gudel mengincar untuk bisa bertemu dengan Kemi. Tetapi Kemi tidak pernah keluar rumah. Sangat jarang Kemi keluar dari rumah pak Lurah. Kalau tidak ada pekerjaan sawah yang menuntut dirinya membantu, Kemi tidak ke sawah. Kesempata yang ditunggu - tunggu Gudel datang. Kemi ke sawah untuk membantu merabuk tanaman di sawah pak Lurah. Pak Lurah, bu Lurah dan para pekerja sedang pulang ke rumah untuk makan siang. Tinggal Kemi sendiri di sawah menebar rabuk. Ini kesempatan bagi Gudel untuk menemui Kemi. Gudel yang sudah berhari - hari selalu mengintai kegiatan Kemi, kini sangat beruntung bisa menemui kemi. Setengah berlari Gudel mendekati Kemi. 
" Sendiri ya Mi !" Sapa Gudel yang mengagetkan Kemi yang lagi membungkuk - bungkuk menebar rabuk ke setiap tanaman. " Lho kok kang Gudel ?" Kemi berdiri tegak dan menatap Gudel, dan kekagetannya masih nampak di raut mukanya. Kemi tidak pernah bertemu dengan Gudel. Selain jarak rumah pak Lurah dengan rumah Gudel cukup jauh, juga karena memang Kemi sangat jarang diminta juragannya untuk keluar rumah. " Ya, Mi. Kamu dak ikut pulang makan siang ya ?" Tanya Gudel familier. " Dak kang, aku diminta menyelesaikan menebar rabuk ini !" Jawab Kemi. " Mi, aku mau ada perlu sama kamu, sini duduk di pematang sini, Mi. Aku mau ngomong !" Setengah berteriak Gudel meminta Kemi. Kemi yang berada di tengah sawah segera berhenti dari menebar rabuk dan berjalan mendekati dimana Gudel berdiri di pematang. " Kok bikin deg - degan ta, kang ? Ada apa ?" Kemi duduk di pematang diikuti Gudel yang duduk di samping Kemi. " Ah dak begitu penting kok, Mi. Cuma .... cuma mau tanya sedikit sama kamu kok, Mi. " Gudel bingung juga setelah dekat dengan Kemi. Rencananya yang menggebu mau bertanya tentang kegiatannya Genjik selama ini menjadi buyar. Gudel takut juga, jangan - jangan Kemi nanti akan membeberkan maksudnya kepada Genjik. Ini bisa jadi runyam. Kalau Genjik tahu dirinya sedang menyelidiki Genjik, jangan - jangan Genjik nanti marah. Dan bisa - bisa dirinya harus berhadapan dengan Genjik. Genjik ini sakti. Terbukti empat penjahat pengganggu desa saja bisa dikalahkan Genjik. Tetapi apa lacur, Kemi sudah dihadapannya. Kalau maksudnya tidak jadi dilaksanakan, kapan lagi punya kesempatan bertemu dengan Kemi. Kemilah satu - satu sumber informasi tentang Genjik. Gudel berharap mudah - mudahan Kemi gampang ditanya, dan mau memberi informasi tentang Genjik. Apa mau dikata. Kalaupun niatnya ini nantinya membawa dirinya bermusuhan dengan Genjik, itu sudah resiko. Inginnya berjasa di depan Menikpun membuat Gudel menjadi berani dan tidak ragu - ragu. " Kamu ini cantik lho, Mi. Cuma sayang kecantikanmu ini jarang dilihat orang, karena kamu jarang keluar rumah. Mbok sering - sering keluar rumah, Mi. Siapa tahu ada perjaka yang kepincut dan lalu mempersunting kamu." Gudel memulai kalimat. Tangannya mengansurkan buah jeruk keprok manis yang selesai dikupasnya kepada Kemi. " Lho bawa jeruk ta, kang." Kemi menerima jeruk yang sudah dikupas, dan karena memang sedang haus langsung jeruk masuk mulutnya yang berbibir agak tebal tetapi sangat menggoda bagi perjaka yang menatapnya. " Sengaja aku bawa untukmu, Mi. Perawan yang cantik." Gudel menggoda. " Ah aneh - aneh kang Gudel ini. Belum ada lho kang, orang yang mengatakan aku ini cantik. " Kemi sambil tersipu. " Lha kamu jarang bertemu perjaka ! Coba kalau sering bertemu perjaka. Pasti akan banyak perjaka yang merayu kamu, Mi." Gudel semakin menggoda Kemi. " Ah, kang Gudel ini ada - ada saja." Kemi terus memasukkan buah jeruk ke mulutnya. " E Mi, Aku mau saja lho jadi pacarmu." Gudel semakin nekat menggoda. Godaan - godaan ini dimaksudkan oleh Gudel agar nantinya kalau dirinya masuk ke inti pertanyaan Kemi tidak merasa sedang ditanyai. " Ah yang bener kang, .... kang Gudel kan sudah jadi pacarnya yu Tumi ta ?" Kemi menjawab dengan nada kemayu. Agaknya godaan Gudel berhasil membuat Kemi tidak merasa kalau dirinya akan ditanyai macam - macam oleh Gudel tentang Genjik. " Mi, jujur Mi. Kamu pernah diapa - apain oleh Genjik ya ?" Gudel mulai memasang perangkap. " Ah kang Gudel ini aneh banget lho." Kemi tersipu. Dirinya ingat ketika dicumbu Genjik. Bibirnya diciumi. Payudaranya diraba dan diremas. bahkan miliknya yang ada diselangkanganyapun pernah dipermainakan Genjik. Dan dirinya menikmatinya. Ingat itu Kemi jadi merinding. Rasanya ingin mengulang lagi. " Kamu sama Genjik kan serumah. Pasti sudah .... sudah ... bercumbu ya, Mi. Dicium ya Mi oleh Genjik. Apa malah sudah di ..... " Gudel tidak meneruskan kalimatnya karena buru - buru dipenggal Kemi. " Kang Gudel ini lho. Bikin aku ingat malam itu saja." Kemi keceplosan, karena memang rasa seluruh tubuhnya merinding mengingat cara Genjik mencumbu dirinya. " E Mi. Genjik pernah cerita sama kamu ya, kalau Genjik itu pernah diberi kekuatan sama Nyi Ramang." Gudel merasa Kemi telah masuk perangkapnya. Maka pertanyaannya mulai dilancarkan. " Pernah kang, kang Genjik pernah cerita itu." Jawab Kemi semangat. Rupanya Kemi telah benar - benar kena perangkapnya. " Lalu Genjik pernah ngomong apa saja, Mi ?" Gudel mencoba menggali apa yang dipunyai Kemi. " Malah kang Genjik tu pernah ngomong kalau kang Genjik ingin memiliki jimat itu kang. Kang Genjik bilang kalau dirinya memiliki jimat itu pasti kang Genjik akan semakin sakti. Gitu lho kang, kang Genjik pernah ngomong." Lagi - lagi Kemi keceplosan. Mendengar kalimat terahkir Kemi, Gudel terkejut tetapi juga lega. Genjik pasti ada hubungannya dengan kematian yu Jumprit. Dipikiran Gudel, Genjik adalah pembunuh. Genjik pasti tega menghabisi yu Jumprit demi jimat itu. Gudel merasa apa yang dikatakan Kemi sudah cukup. Gudel sudah mendapat informasi yang sangat baik. Informasi ini akan disampaikan ke Menik. Menik pasti akan sangat terkejut. Dan dirinya pasti akan memperoleh simpati lebih dari Menik. Tiba - tiba hati Gudel jadi berbunga - bunga. Dibayangkannya Menik akan menyambut informasi yang diperolehnya ini dengan rasa senang dan kemudian menyanjung dirinya. Cintanya kepada Menik akan semakin berbalas. Gudel sangat gembira. Saking gembiranya Gudel menjadi tidak terkontrol. Tiba - tiba dengan gerakan cepat wajahnya didekatkan ke wajah Kemi, dan hidungnya mencium pipi Kemi. Kemi yang memang tidak menduga kalau Gudel mau berbuat demikian hanya bisa kaget. Matanya terbelalak menatap mata Gudel. Gudel yang ditatap Kemi dengan kekagetannya tertawa lepas. Kemi pura - pura memberengut. Padahal hatinya tiba - tiba berbunga - bunga. Ternyata ada juga perjaka yang mau pada dirinya. Ternyata ada perjaka yang mau menggodanya. Tiba - tiba Kemi marasa dirinya cantik. " Kok gitu ta Kang ?" Kemi pura - pura memberengut dan mencoba menampakkan wajah tidak relanya pipinya ditempeli hidung Gudel. " Habis kamu cantik Mi. Aku jadi gemas." Gudel lagi - lagi menggoda Kemi. " Ih... kang Gudel. Kalau yu Tumi tahu, gimana coba ?" Kemi kembali kenes. Lupa pura - pura memberengutnya. " Tumi kan belum isteriku ta, Mi. Hanya baru pacaran saja. Aku suka kamu lho, Mi." Gudel kembali tertawa lepas, sambil tangannya merangkul bahu Kemi. " Ah jangan kang !" Kemi sedikit meronta dari rangkulan Gudel, tetapi rontaannya hanya pura - pura. Gudel tahu kalau Kemi meronta pura - pura. Gudel nekat memeluk tubuh Kemi dan mencium bibirnya. Kemi gelagepan. " Jangan disini kang, dak enak nanti dilihat orang." Kemi yang tiba - tiba dirasuki nafsu untuk dicumbu, menjadi tidak malu - malu mengajak Gudel untuk pindah tempat. Dasar Gudel, dapat angin segar, segera tidak membuang kesempatan. Ditariknya tangan Tumi menuju gerumbul tanaman laos. Gurumbul tanaman laos cukup rimbun. Mampu menghalangi pandangan orang untuk melihat tengah - tengah gerumbul. Kemi yang ditarik Gudel tanpa pikir panjang, dan karena memang tiba - tiba birahinya muncul tidak menolak. Ada rasa ingin sekali dicumbu. Rasa tubuhnya serasa menjadi panas. Payudaranya mengencang. Yang ada diselangkangannya terasa gatal pegal dan membasah. Sampai di tengah gerumbul Gudel segera memeluk tubuh Kemi dan merebahkannya. Yang dipeluk dan direbahkan manut - manut saja. Kemi malah nekat membuka kancing kain yang menutupi dadanya. Buah dada Kemi yang besar segar dan kenyal menyembul dari kain. Tanpa ampun segera dilahab mulut Gudel. Mulai dari digigit - gigit putingnya, disedot - sedot, bahkan dicupang sampai meninggalkan bekas merah lebam. Kemi hanya bisa membuat tanaman laos semakin bergoyang - goyang saja. Tangannya, kakinya, dan tubuhnya yang polah membuat tanaman laos terus bergoyang. Tangan Gudel yang sudah berhasil berada dibalik celana dalam Kemi tidak berhenti bergerak. Mengelus, menekan, mengilik, dan ada jari yang menerobos masuk ke milik Kemi. Kemi sudah tidak ingat apa - apa. Tubuhnya serasa malambung ke angkasa. Melayang bagai kapas terbang terbawa angin. " Mi ... " Gudel berbisik di telinga Kemi sambil tangannya memelorotkan celana dalam Kemi. " Kang....." Kemi mengangguk dan memberi kemudahan bagi Gudel untuk melepas celana dalamnya. Gudelpun dengan sigap memelorotkan celana kolornya, setelah celana dalam Kemi terlepas. Dengan sigap pula Gudel segera melebarkan kangkangan Kemi. Dan segera menempatkan pinggulnya diantara paha Kemi yang terkangkang lebar. Sekilas Gudel melihat milik Kemi yang menggunung berambut tipis halus. Bibirnya terbelah membuka siap diterobos. Mentimun Gudel besar panjang dan sangat kaku, siap mengarah ke milik Kemi. " Mi ....." Disela napasnya yang memburu Gudel sekali menanyakan ke Kemi apakah perawannya ikhlas diambil. " Kang .... " Kemi mengangguk dan sorot matanya yang penuh nafsu berharap agar Gudel segera menghujamkan mentimunnya. Kemi siap menerima. Kemi gadis perawan yang memang sudah masanya memperoleh sentuhan bercinta sangat ingin merasakannya nikmatnya bercinta. Malam itu ketika Genjik mencumbunya hanya membuat dirinya kecewa. Walaupun telah berkali - kali sampai tetapi hanya tangan Genjik yang membuat sampai. Kemi ingin miliknya merasakan milik seorang perjakan. Kemi ingin miliknya diguyur air lelaki. Kemi yang juga napasnya memburu tersengal mengharap Gudel menancapkan mentimunnya. Dan miliknya akan merasakan betapa hangatnya mentimun Gudel. Kemi ingin miliknya segera merasakan guyuran air lelaki seperti ketika ia mimpi basah. Gudel yang melihat Kemi begitu pasrah segera dengan pelahan menempelkan ujung mentimunnya di permukaan milik Kemi. Kemi merasakan hangatnya ujung mentimun Gudel yang terasa lembut di permukaan miliknya. Gudel segera akan mendorongnya. Bersamaan dengan itu suara ribut - ribut terdengar. Pak Lurah, bu lurah dan para pembantunya kembali ke sawah. Suara semakin jelas terdengar, tanda orang - orang itu semakin dekat melangkah. Kemi sangat kaget. Gudelpun demikian. Kemi segera bangkit dan mendorong tubuh Gudel dan segera keluar dari gerumbul melupakan celana dalamnya. Demikian juga Gudel. Segera membetulkan celana kolornya, mengendap - endap dan pergi menjauh dari gerumbul mencari jalan yang tidak mungkin berpapasan dengan rombongan pak Lurah. 

bersambung .......................

Senin, 19 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput 

Keempatpuluhlima

Ritual do'a -do'a menujuh hari meninggalnya yu Jumprit usai. Warga yang datang sejak sore untuk bersama - sama memanjatkan do'a sudah satu - satu meninggalkan rumah pak Pedut. Malam telah merambat semakin jauh. Udara dingin membuat orang tidak mau berlama - lama berada di rumah pak Pedut. Orang ingin segera sampai di rumah membungkus dirinya dengan selimut dan menikmati pulasnya tidur. Sebentar saja rumah pak Pedut kembali menjadi sepi. 
Kliwon menutup pintu rumah yang sejak sore terbuka lebar untuk warga yang datang untuk mengikuti acara ritual do'a. Pak Pedut yang kesepian karena kepergian yu Jumprit, tidak mau berlama - lama pikirannya terus dipenuhi rasa sesal. Lebih baik baik tidur melupakan yu Jumprit. Begitu juga Kliwon, dirinya tidak mau direpotkan urusan dapur. Lebih enak masuk kamar dan tidur. Hanya Menik dan Gudel yang tetap sibuk di dapur. Menik tidak mau esuk harinya pecah belah yang tadi digunakan untuk jamuan makan masih berserakan di dapur. Menik membersihkannya dan menatanya kembali di tempat yang semestinya. Berdua dengan Gudel pekerjaan segera bisa diselesaikan. 
" Dah kang, beres ! Sekarang kang Gudel duduk saja di amben. Tak bikinkan wedang anget. Jahe apa kopi, kang." Menik yang sedari tadi sibuk tidak sempat berkata - kata, membuka percakapan dengan nada yang ringan. Sebenarnya Menik sangat penat. Sudah tujuh hari Menik tidak sempat menikmati istirahat. Menanggapi para pelayat, menyiapkan hidangan untuk tamu - tamu yang berdatangan menyampaikan ucapan belasungkawa, dan menjelang malam menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ritual do'a. Karena memang ini menjadi tanggung jawabnya Menik tidak mengeluh. Dirinya satu - satunya perempuan di rumah. Pekerjaan dapur miliknya. Bukan tanggung jawab Kliwon kakaknya atau bahkan milik bapaknya. Untung saja Gudel selalu setia membantunya. " Kopi ditambah jahe, Nik. Biar anget dan bisa sekaligus nahan kantuk." Gudel menyulut puntung rokok yang memang sejak tadi tidak sempat disulut ulang karena membantu sibuknya Menik. " Wedangnya tak bikin kental kang, biar mantep." Menik sambil melihat Gudel yang nampaknya juga sangat kelelahan. " Siiip, Nik. Cocok." Gudel menghempaskan asap rokoknya.
Menik menuangkan wedang kopi jahe kental di gelas di hadapan Gudel duduk bersila sambil menikmati asap rokok. Mendekatkan piring berisi jadah bakar dan dan wajik hitam ke dekat duduk Gudel. " Ni, kang. Jadahnya dah sempat tak bakar. Anget, kang. Dah diminum dan dimakan. Biar tubuh jadi anget. Dari tadi kang Gudel kena air terus kan kang ?" Gudel tidak menjawab omongan Menik. Segera disambarnya jadah bakar dan diserutupnya berkali - kali wedang kopi jahe kental panas. " Nik, mulai besuk pagi aku mau cari sisik melik siapa yang mencederai yu Jumprit. Orang itu harus ditangkap Nik. Warga harus tahu. Siapa penjahat itu yang tega menghabisi yu Jumprit." Gudel serius berkata - kata. " Aku sangat percaya kematian yu Jumprit ini pasti ada kaitannya dengan jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit ini pasti menginginkan jimat itu, Nik. Ini tidak boleh dibiarkan." Kalimat - kalimat Gudel ini belum medapat respon dari Menik. Menik hanya terdiam. Mulut mungilnya hanya sibuk mengunyah jadah sambil sesekali bibirnya tertempel gelas yang kopi jahe. " Apa salah yu Jumprit. Yu Jumprit selama ini selalu baik. Menolong orang tanpa pamrih. Yu Jumprit tidak pernah macam - macam. Mengapa ada orang setega itu memperdaya yu Jumprit. Aku tidak rela, Nik." Gudel terus berkata - kata. Nada pengucapan kalimat - kalimatnya terdengar geram. Sesekali Menik menatap wajah Gudel yang marah. " Coba bayangkan Nik, kalau orang itu benar bisa merebut jimat itu, dan digunakannya untuk berbuat jahat, seperti apa jadinya. Nik, apa kamu tahu dimana yu Jumprit menyimpan jimat itu, Nik ? Apa malam itu jimat juga dibawa yu Jumprit ya ? Jangan - jangan yu Jumprit menyimpan jimat itu di rumah ini, Nik. Aku juga punya dugaan gini Nik. Malam itu yu Jumprit pergi tidak membawa jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit tidak bisa menemukan jimat, lalu membawa semua kain yang dikenakan yu Jumprit. Mungkin saja orang itu mengira jimat disimpan di kain yu Jumprit. Jadi orang itu membawa kain yu Jumprit untuk dicari dimana di kainnya yu Jumprit menyelipkan jimat. Tetapi kalau malam itu yu Jumprit meninggalkan jimat itu di rumah, terus dimana ya nik yu Jumprit nyimpennya ? Apa yu Jumprit dak pernah ngomong sama kamu pa Nik ?" Kalimat - kalimat Gudel meluncur keluar dari mulutnya yang juga terus dijejali jadah. Menik merespon kalimat Gudel yang terahkir diucapkan dengan hanya menggelengkan kepala perlahan sambil menatap mata Gudel yang penuh tanda tanya. " Aneh.... " Gudel berguman dan menghela napas panjang. " Nik, satu - satunya orang di desa ini yang pernah jadi pembunuh adalah Genjik. Dan menurut warga yang tahu, ketika Genjik mau pergi ke kota dulu, minta diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Betul itu, Nik ?" Kalimat Gudel ini dijawab Menik dengan anggukan kepala sambil menatap mata Gudel yang tidak pernah lepas menatap dirinya." Jangan - jangan Genjik Nik yang melakukan. Genjik ingin lebih kuat dan lebih sakti. Jadi Genjik ingin memiliki jimat itu. Edan ... Genjik ternyata orang jahat. Warga juga banyak menghubungkan Genjik dengan meninggalnya yu Jumprit lho Nik. Baik, mulai besuk pagi aku akan menyelidiki Genjik. Kurang ajar betul Genjik ini. Jangan dikira hanya dia saja yang lelaki di desa ini !" Gudel menjadi semakin geram. Dan kegeramannya menampakkan kebenciannya kepada Genjik. " Jangan tergesa - gesa menuduh orang, kang. Tidak baik. Lha kalau iya, kalau tidak ?" Kalimat ini diucapkan Menik sambil tersenyum merekahkan bibirnya. " Dah kang, kita ini capek. Dak usah yang aneh - aneh dulu." Sambil berucap begitu Menik menggeser duduknya mendekati Gudel. Menik ingin meredam Gudel yang tiba - tiba marah. Menik memang sudah merencanakan malam ini ingin membayar jasa Gudel yang sudah menumpuk. Mulai dari menemukan jasad yu Jumprit sampai pada acara nujuh hari sejak dikuburkannya yu Jumprit. Gudel tidak mengenal lelah, tidak pernah menampak kecapaiannya. Siang malam tidak menghitung waktu selalu setia membantunya. Menik ingin melunasinya. 
Gudel kaget. Menik tiba - tiba merebahkan kepalanya di pangkuannya." Nik... .... !?" cepat - cepat Gudel meraih bahu Menik mengangkatnya. " Kang ...". Mulut Menik merekah. Karena bahunya diangkat Gudel maka wajahnya menjadi begitu dekat dengan wajah Gudel. Lemas tubuh Menik dipelukan Gudel. Melihat mata Menik yang sayu menatapnya dan mulut Menik yang terbuka dengan bibir yang basah, jantung Gudel tiba - tiba bergetar dan berdetak keras. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik tiba - tiba memenuhi perasaannya. Gudel melupakan kegeramannya kepada Genjik yang tadi memenuhi pikiran dan perasaannya. Perawan yang dicintainya tiba - tiba lunglai pasrah di pelukkannya. Gudel mendekatkan bibirnya ke bibir Menik yang terbuka. " Kang ... " Lembut dan lirih Menik berucap sambil tidak lepas matanya menatap mata Gudel yang menyorotkan rasa sayang. Dengan lembut pula Gudel menempelkan bibirnya ke bibir Menik. Menik menyambutnya dengan gerakan bibir yang menyedot bibir Gudel. Mendapat sambutan yang hangat, rasa sayangnya dan cintanya kepada perawan yang sedang dipeluknya ini menjadi bercampur dengan nafsu birahi. Sebentar saja napas ngos - ngosan Gudel sudah menjadi - jadi. Mulutnya berpagut dengan mulut Menik yang juga semakin membalas ciuman panas Gudel. Gudel telah merebahkan Menik di amben dan menindihnya. Menik yang sengaja tidak berkutang karena memang ingin membayar dan menyenangkan Gudel, buah dadanya dengan gampang ditelusuri tangan Gudel yang menuruti instingnya mengarah kesana. Dan Menik hanya bisa merintih tidak jelas karena mulutnya terus dilahap, ketika tangan Gudel tidak berhenti meremas payudaranya yang sudah menyembul keluar dari kain yang dikenakannya. Melepas mulut Menik, mulut Gudel berada di puting payu dara Menik. Menik merasakan geli enak di payudaranya. Rasa nikmat di payudaranya membuat yang ada di selangkangannya membasah. Tidak bisa tidak Menik menggelinjang. Meronta, merintih dan mengejangkan tubuhnya. Tangan Gudel terus menuruti instingnya. Dari mengelus dan meraba perut Menik terus menelusur ke bawah menuju selangkangan Menik. Ketika tangan Gudel sudah akan sampai di selangkangan, Menik merapatkan pahanya. " Jangan kang .... jangan yang itu. Jangan kang ... ". Rasa sayang dan cintanya kepada Menik membuat Gudel mengurungkan tangannya yang sangat ingin meraba selangkangan Menik. Malah sebaliknya tangan Menik yang telah masuk ke dalam celana kolornya dan memegangi mentimunnya dan menggamit - gamitnya. Merasakan tangan Menik yang lembut, lumer, halus dan hangat Gudel tidak bisa menahan gejolak. Diserbunya payudara Menik dengan mulutnya. Lepas dari buah dada mulut menyerang bibir. Amben berderit - derit dan bergoyang - goyang karena polah Gudel dan Menik. Dan amben bergetar keras dan tidak lagi hanya berderit - derit tetapi berderak - derak ketika Gudel tiba - tiba menggeram dan memeluk tubuh Menik kuat - kuat sambil mulutnya di leher Menik. Menik merasakan lehernya begitu panas dan sangat geli karena Gudel menyedotnya kuat. Dan Menik merasakan pula telapak tangannya basah oleh cairan hangat kental yang keluar dari mentimun Gudel. 

bersambung ....................

Rabu, 31 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                             edohaput


Keempatpuluhempat

Matahari belum sempurna muncul. Gudel bersama pak Blengur dan tiga pemuda dusun sudah sampai di pinggir kali. Suasana pinggir kali masih gelap lantaran pohon - pohon besar dan rimbunya daun. Empat orang berdiri di pinggir kali. Mereka termangu. " Disini Del. Sandal itu aku temukan. Satu sandal disini, yang satunya lagi disana." Pak Blengur menunjuk tempat dimana sandal yu Jumpit ditemukannya. Gudel mengamati tanah disekitar tempat ditemukannya sandal. Ada beberapa telapak kaki yang nampak berusaha dihapus. Gudel terus mengamati. Beberapa telapak kaki ditemukan. " Melihat telapak - telapak kaki ini, ada langkah - langkah kaki yang menuju ke hulu. Sebaiknya kita menyusur kali menuju ke hulu." Gudel memberi tahu pak Blengur dan ketiga temannya. " Benar telapak - telapak kaki ini menuju ke hulu." Waru mengiyakan pendapat Gudel. " Ini bukan telapak kaki yu Jumprit. Terlalu besar untuk telapak kaki perempuan. Berarti yu Jumprit tidak sendiri. Ia bersama orang lain." Gudel menambah pernyataannya. " Sudah ayo kita turun dan kita susuri saja kali dan kita benar harus berjalan ke hulu." Pak Blengur menyemangati.
Kali yang penuh dengan batu - batu besar dan tumbuhan liar sangat susah dilalui. Lumut tebal yang menempel di pepohonan dan tebing - tebing kali membuat seramnya suasana kali. Setiap kali melewati gerumbul yang rimbun Gudel terpaksa menggunakan sabitnya untuk membersihkan tanaman liar untuk untuk memberi jalan. Belum lama mereka berjalan menyusur kali pandangan mereka tertumbuk tumpukan ranting - rating kayu yang mengonggok. Gudel, pak Blengur, Waru, Pokol, dan Tunggak berhenti berjalan. Mereka semua matanya tertuju pada onggokan ranting. Daun - daun ranting nampak sudah layu dan belum kering. Dipikiran mereka ranting - ranting itu dipotong dari pohon pasti belum lama. Yang menjadi pertanyaan mereka siapa orang yang datang kesini untuk memotong ranting. Kalau hanya mencari kayu bakar, tidak perlu orang menyusur kali sejauh ini. Semakin menuju hulu, kali ini memang tidak penah didatangi orang. Selain sulitnya berjalan, juga mau apa datang  jauh - jauh menempuh perjalanan sulit dan berbahaya. Setelah beberapa saat termangu, Gudel, Waru, Pokol, Tunggak dan pak Blengur bergegas mendekati onggokan ranting. Mereka mencurigai onggokkan ranting yang ditata menggunduk seperti menutupi sesuatu. Dengan sabitnya Gudel segera membongkar tumpukan ranting. Mereka terkejut dan sacara bersamaan mundur surut selangkah setelah melihat apa yang ditutupi ranting - ranting itu. Jasad yu Jumprit terlentang telanjang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Mereka mendekat lagi dan melihat lebih dekat. Gudel melihat ada luka sayat di payudara yu Jumpit dengan darah yang sudah mengering. Mukanya lebam. Dan ada bekas cekikan di leher yu Jumprit. Mata jasad yu Jumprit masih terbuka, nampak melotot. Rambut panjangnya tergerai tidak beraturan. Mereka segera berpendapat dan berkesimpulan yu Jumprit diperdaya orang. Siapa orangnya tega melakukan ini. Gudel tidak bisa berpikir jernih. Gudel meminta Waru untuk segera pulang ke dusun agar warga membantu membawa pulang jasad yu Jumprit. 
Tidak sepotongpun kain yu Jumprit ditemukan di sekitar. Gudel, Pokol dan Tunggak menyisir sekitar. Tetap tidak ditemukan kain yang semula dikenakan yu Jumprit. Juga tidak ditemukan benda lain yang mungkin ditinggalkan oleh orang yang memperdaya yu Jumprit. Mereka berkesimpulan, orang yang memperdaya yu Jumprit ini pasti membawa pergi kain yu Jumprit. Lalu untuk apa kain itu dibawa.  
Dusun geger. Semua warga, terutama yang laki - laki dan para perjaka bergegas bahkan pada berlarian menuju kali. Waru dan para pemuda mempersiapkan pikulan dari bambu untuk membawa pulang jasad yu Jumprit. Para perempuan segera bergegas menuju rumah pak Pedut untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan perawatan jenasah. Tidak sedikit pula para perempuan yang segera sibuk mengepulkan asap dapur yang pasti akan sangat dibutuhkan untuk menyambut orang - orang yang datang melayat. Rumah pak Pedut yang belum lama kebanjiran orang karena meninggalnya Nyi Ramang, kini pasti akan lagi kebanjiran orang melayat yu Jumprit yang meninggal mendadak karena diperdaya orang. 
Juragan Rase datang bersama para pembantunya dengan menuntun dua ekor sapi untuk disembilih. Juragan Gogor datang memberikan uang kepada keluarga pak Pedut. Orang - orang terpandang di dusun tidak ketinggalan sibuk membawa barang berupa beras, jagung, kelapa, sayur - mayur dan lain sebagianya. 
Kabar cepat sekali tersiar ke mana - mana. Pak Lurah bersama bu Lurah telah datang sebelum jasad yu Jumprit tiba di rumah pak Pedut. Orang banyak berkumpul di halaman rumah pak Pedut menunggu jasad yu Jumprit tiba. 
Warga hanya bisa saling bertanya tanpa bisa memberi jawaban pasti. Siapa tega membunuh yu Jumprit. Mengapa yu Jumprit di bunuh di kali. Mengapa yu Jumprit di bunuh. Benarkah yu Jumprit dibunuh orang lantaran jimat. Orang yang telah tega memperdaya yu Jumpit adalah orang yang sangat kejam. Belum pernah ada sebelumnya peristiwa yang sangat mengejutkan seperti ini  terjadi. Warga hidup dengan sangat rukun. Tidak pernah ada perselisihan antar warga yang menajam. Warga saling hormat, saling mengasihi, saling menghargai bahkan saling membantu. Warga tidak pernah ada cekcok mulut. Mengapa tiba - tiba ini terjadi menimpa yu Jumprit. 
Yu Jumprit dikenal waga sebagai sosok yang ramah, rendah hati, mudah bergaul, ringan membantu sesama, dan belum pernah terdengar di telinga warga yu Jumprit cekcok dengan tetangga. Yu Jumprit ditinggal mati suaminya. Dan sejak itu hidupnya diabdikan di keluarga pak Pedut. Yu Jumprit masih ada hubungan darah dengan mendiang isteri pak Pedut. Sejak berada di keluarga pak Pedut, yu Jumprit memang jarang keluar rumah. Jarang ke sawah. Pekerjaannya hanya di dapur membantu Menik. Yu Jumprit tidak pernah punya keinginan yang aneh - aneh. Yu Jumprit tahu menempat dirinya yang hanya sebagai pembantu di rumah pak Pedut. 
Yu Jumprit menjadi orang terkenan ketika mula - mula menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Sejak itu banyak orang datang meminta tolong yu Jumprit. Kemudian orang tahu kalau yu Jumprit adalah pengganti Nyi Ramang. Yu Jumprit telah mewarisi jimat Nyi Ramang. Didengar pula oleh warga kalau yu Jumrpit akan segera dinikahi pak Pedut. 
Kemana yu Jumprit pergi kini sudah terjawab. Yu Jumprit sudah ditemukan. Yang masih menjadi pertanyaan mengapa yu Jumprit mati karena diperdaya orang. Siapa yang membunuhnya. Dan apa alasannya sampai orang tega memperdaya yu Jumprit.
Menik yang banyak menerima pertanyaan dari para perempuan, termasuk Tumi yang datang membantunya di dapur tidak banyak menjawab. Menik memilih diam. Menik tidak mau berkata - kata yang mungkin justru kalimat - kalimatnya akan membuat para perempuan bingung dan kaget. Menik menyibukan diri. Dan menghindar setiap kali ada perempuan yang bertanya tentang yu Jumprit. 
Kliwon yang dikerumini para perjaka juga tidak banyak berkata - kata. Kliwon tanpak tidak peduli akan kematian yu Jumprit. Kliwon tidak mau menanggapi omongan para perjaka yang mengira - ira. Yang berandai - andai. Kliwon terus menjejali mulutnya dengan rokok, dan duduk santai di teras rumah sambil terus menerima ucapan bela sungkawa dari orang. Di wajah Kliwon tak ada nampak wajah yang sedih. 
Pak Pedut juga terdiam di ruang tamu. Dirinya hanya bisa berucap aku tidak tahu setiap kali orang menanyakan tentang yu Jumprit, sambil sesekali mengusap air matanya. 

bersambung ................



Selasa, 30 Oktober 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                             edohaput 


Keempatpuluhtiga

Menik dan Gudel menjadi terdiam. Mata mereka hanya bisa menatap sandal yu Jumprit yang ada di amben dapur tempat mereka duduk. Pikiran Menik dan Pikiran Gudel sibuk bertanya - tanya mengapa sandal yu Jumprit bisa ada di pinggir kali. Apakah malam itu yu Jumprit tidak pergi ke keramaian melihat tontonan di halaman rumah pak Lurah, melainkan malah ke pergi ke kali di dekat kuburan dusun ? Rasanya tidak ketemu akal jika yu Jumprit melakukan itu. Jikat tidak mengapa sandal itu bisa ada disana. Apakah malam itu yu Jumprit diajak seseorang laki - laki ke tempat yang jauh dari orang ? Bisa juga. Sebab yu Jumpit janda. Mungkin yu Jumprit juga ingin merasakan sesuatu yang sudah lama tidak dinikmati. Tidak ketemu akal juga jika demikian. Karena selama ini yu Jumprit sudah tidur sekamar bersama pak Pedut ayahnya. Tetapi bisa saja yu Jumpit tidak puas dengan ayahnya. Menik terus mencoba menghubung - hubungkan rekaan dalam pikirannya. 
Lain lagi apa yang ada di benak Gudel. Yu Jumprit pasti pegi nenepi. Nenepi untuk menambah kesaktiannya. Atau mungkin yu Jumprit mendapat wangsit untuk pergi bertapa beberapa hari agar jimat yang dipegangnya menjadi semakin sakti. Atau mungkin yu Jumprit sedang menayuh jimat. Yu Jumprit barangkali ingin tahu mengapa jimat justru diberikan kepadanya oleh Nyi Ramang. Bukan kepada pak Pedut, Kliwon atau Menik. Dengan menayuh jimat di tempat yang sepi dengan cara bersemedi barangkali yu Jumprit akan mendapat jawabannya. 
" Sebaiknya kang Gudel susuri sepanjang kali. Siapa tahu nanti kang Gudel menemukan petunjuk. Semua orang tahu lho kang, kalau kali dekat kuburan itu wingit, angker, dan banyak pohon - pohon besar. Kang Gudel mesti hati - hati disana pasti masih banyak ular besar kang." Menik memecah kesunyian. Dan membuat lamunan Gudel Pudar. Gudel tergagap dan tangannya segera menyambar gelas wedang jahe dan meneguknya untuk menutupi tergagapnya. " Bapak juga punya pikiran begitu kok, kang. Bapak juga akan menyusuri kali untuk menemukan petunjuk. Bahkan Bapak mau minta bantuan pak Blengur. Karena memang pak Blengur ta kang, yang pertama - tama menemukan sandal yu jumprit ini ?" Lancar Menik mengucapkan kalimat dari mulutnya yang mungil. Gudel tidak lepas menatap Menik. Gudel merasakan semakin lama wajah Menik ditatap nampak semakin ayu. Semakin tidak bercela. Dan kecantikan wajah Menik ini menusuk - nusuk relung hatinya dan menyebabkan jantungnya berdegup. Hasratnya ingin mengelus pipi Menik yang merah merona saat berkata - kata. Hasratnya ingin mencium bibir Menik yang terbuka - buka dan basah saat berbicara. Hasratnya ingin menatap terus mata Menik yang berkedip dan terbelalak saat mulutnya berucap - ucap. Apalagi kalau Menik sedang menggerakkan tubuh  untuk memperbaiki posisi duduknya. Gudel sangat ingin memeluk tubuh gemulai itu. Rasanya ingin tubuh itu dipeluknya dan tidak akan pernah dilepaskan lagi. Kalau sudah begini Gudel hanya bisa gemas. " Lho kok malah menatap aku ta, kang. Gimana kang, berani dak kang Gudel nyusuri kali ?" Gudel kembali tergagap. Lamunannya yang membuat perasaannya bahagia dibuyarkan lagi oleh Menik. " Brani Nik ! Brani ! Jangan sebut aku Gudel kalau cuma nyusuri kali takut." Sifat Gudel yang berangasan jadi muncul. Ketika Menik seolah menantangnya agar menyusuri kali. " Lik Pedut dak usah lakukan nyusur kali. Cukup aku saja, Nik ! Jangankan hanya kali. Kemarin Gua saja sudah saya masukki !" Gudel semakin sombong dan ingin menampakkan keberaniannya di depan Menik. " Percaya kang. Percaya. Tetapi hati - hati juga perlu lho, kang." Menik menimpali kalimat Gudel yang diucapkan  Gudel sambil membusungkan dadanya. Menik tersenyum geli menyaksikan Gudel tiba - tiba sombong. Melihat senyum Menik yang membuat wajahnya jadi tambah ayu, Gudel sangat terpesona, seperti biasanya. Menik memang sangat mempesona pria. Di dusun kecantikan Menik hanya mendapat saingan dari Tumi, Sarinti, Trinil, Wiji, dan Wuni. Kelima perawan remaja ini tidak ada yang menarik perhatian Gudel. Bahkan Tumi yang sudah berkali - kali digaulinya, dan banyak membantu dirinya dalam mengatasi kesulitan keluarga tidak masuk di hati Gudel. Tumi tidak lebih dari perawan yang dikasihani bukan dicintai. " Sama sapa kang, kang Gudel mau nyusur kali ?" Menik lagi - lagi yang ngomong, karena Gudel malah sibuk menatap Menik yang jadi kikuk karena tatapan Gudel. " Trus mau kapan kang, besuk ?" Menik membuat petanyaan untuk menutupi kikuknya dan agar Gudel menjawab dan berhenti menatapnya. Menik sangat tahu kalau Gudel menyukainya. Menik juga tahu kalau Gudel dari dulu suka menjual jasa pada keluarganya. Dan Menik pernah membayarnya, ketika malam itu Gudel memeluknya. Dibiarkannya Gudel mencium bibirnya. Dibiarkannya tangan Gudel meremas payudaranya. Namun ketika tangan Gudel malam itu akan segera sampai di miliknya Menik buru - buru bangkit dan meninggalkan Gudel. Menik merasa cukup membayar jasa Gudel dengan itu. Sekarang sudah menumpuk lagi jasa Gudel kepada keluarganya. Akankah dia juga segera membayarnya. Menik sangat tahu Gudel sudah sangat gemas terhadap dirinya. Pasti Gudel sudah sangat ingin memeluknya. Menik memang ingin segera membayar jasa Gudel. Tetapi Menik takut apabila justru Gudel akan salah paham dan semakin menyukainya. Gudel akan nyusur kali. Kemarin Gudel sudah pergi ke gua. Yang dilakukannya sangat tidak gampang dan berbahaya. Walaupun belum berhasil menemukan yu Jumpit, tetapi Gudel sudah menunjukkan perhatiannya yang amat besar kepada keluarganya. Menik mesti membayarnya. Gudel yang terdiam, berhenti menatap Menik, menyambar jadah, menyerutup wedang jahe dan menjawab Menik : " Besuk Nik, sebelum matahari meninggi aku mau mengajak teman yang kemarin menemani aku ke gua. Tolong jangan bilang sama sapa - sapa kalau aku mau nyusur kali." Menik Tahu yang dimaksud Gudel agar tidak ngomong ke siapa - siapa. Gudel pasti tidak ingin jasa yang diperbuat untuk keluarganya diketahui Tumi. Menik sudah beberapa kali diminta Tumi agar melarang Gudel untuk banyak membantu kesulitan keluaganya. Bahkan secara jelas, terbuka, dan terang - terangan kalau Gudel adalah pacarnya. Gudel adalah perjaka yang akan dijadikan ayah bagi anak - anaknya. Hanya saja Menik tidak bisa menolak Gudel yang terus datang tanpa diminta untuk membantu kerepotan keluarganya. Selain keluaganya sangat membtuhkan uluran tenaga Gudel, juga Menik tidak tega mengucapkan kata - kata menolak terhadap Gudel. " Ya kang, aku dak akan bilang - bilang. Tapi sawah kang Gudel jangan ditelantarkan lho, kang." Karena Menik tahu sudah empat hari Gudel tidak ke sawah karena sibuk membantu kerepotan keluarganya. " Oh iya, Nik. Dak usah kawatir sawah kuurus. Ya kalau dak aku urus nanti dak panen ta, Nik." Jawab Gudel berbohong. Kalau sudah Menik Gudel melupakan segalanya. Kali ini Menik perlu bantuannya. Apapun pasti akan ditinggalkannya untuk bisa mencukupi yang dibutuhkan Menik dan keluarganya. 
Malam telah berjalan seperempatnya. Udara dingin masuk melalui pintu celah pintu dapur. Gudel beranjak dari duduk. " Aku pulang dulu, Nik. Besuk malam aku kabari hasilnya." Gudel berdiri dan melangkah menuju pintu dapur diikuti Menik dari belakang. Menik yang merasa sudah berhutang begitu banyak ingin membayar jas Gudel. Dari belakang Menik memegang baju Gudel yang kombor. " Hati - hati yang kang." Menik sambil rada menarik baju Gudel. Gudel yang merasa bajunya ditarik, seolah dirinya belum diiklaskan meninggalkan Menik, langsung membalikkan badan berhadapan dengan Menik. " Kang hati  - hati ya kang." Menik mebuka mulutnya yang bibirnya membasah oleh wedang jahe. Menik yang berdiri berhadapan sangat dekat dengan Gudel, sampai - sampai bisa merasakan napas hangat Gudel, dan itu disengaja oleh Menik, agar Gudel memeluknya dan dirinya akan melunasi hutangnya. Gudel yang sedari tadi gemas dengan tubuh Menik, tidak menyia - nyiakan kesempatan. Dipeluknya Menik dengan lembut tetapi kuat. Menik mendesah dan membuka mulut. Gudel melihat  mulut Menik yang sangat menantang sangat tidak tahan. Segera dilumatnya bibir mungil dan wangi itu. Karena Menik memang berniat membayar, maka dibalasnya ciuman Gudel dengan menyambut juluran lidah Gudel yang telah bersemangat dan menggebu menyerang kedalaman mulut Menik. Gudel dan Menik berpagut. Tangan kiri menjaga tubuh Menik yang seolah ambruk  kebelakang, tangan Gudel yang lain telah berada di balik kain yang menutupi dada Menik. Menik hanya bisa menggeliat dan mendesah tak jelas karena mulut kecilnya telah dibekab mulut Gudel yang terus bergerak. Lepas dari payudara Gudel berniat menelusurkan tangannya menuju selangkang Meni. Pada saat yang berbarengan dengan itu, pintu dapur di ketuk orang. Buyar mereka segera lepas dari berpelukan. Menik kaget, begitu juga Gudel. Juragan Rase mendorong pintu dapur dari luar. Daun pintu mengenai tubuh Gudel. " O .... kamu Del !" Juragan Rase menyapa Gudel yang belum hilang terkejutnya, dengan nada seorang juragan kepada pembantunya. Tidak menjawab sapaan juragan Rase Gudel dengan sigap melebarkan daun pintu dapur dan segera meninggalkan Menik dan juragan Rase. Perasaannya dongkol dan sangat kecewa. Gudel melangkah cepat dengan membawa mentimunnya yang sudah terlanjur kaku dan terasa pegal. Di jalan kakinya mengehentak - hentak dan menendang apa saja yang tersentuh kakinya. Gudel amat marah, kecewa, dan sakit. 

bersambung .......................


Sabtu, 27 Oktober 2012


Cubung Wulung

                                                                                                          edohaput

Keempatpuluhdua

Mbok Semi tidak bisa menghilangkan ingatannya tentang sandal yu Jumprit yang ada di kolong ambennya pak Blengur. Tidak pernah terdengar sebelumnya kalau Blengur ada hubungan dengan yu Jumprit. Tidak pernah ada gunjingan ada hubungan antara Blengur dengan yu Jumprit. Mbok Semi juga tahu siapa yu Jumprit itu. Perempuan janda yang sangat jarang keluar rumah. Pekerjaannya hanya mengurus sawah peninggalan suaminya. Bahkan sejak ikut di keluarga pak Pedut, yu Jumprit menjadi sangat jarang ke luar rumah. Sawah peninggalan suaminya digarap orang lain. Apalagi sejak yu Jumprit menjadi orang yang bisa menolong orang seperti layaknya Nyi Ramang, maka yu Jumprit menjadi sangat jarang bisa keluar rumah. Hari - harinya disibukkan oleh tamu - tamu yang datang pergi silih berganti. Mbok Semi tahu itu. Tetapi sandal itu ? Mengapa ada di kolong ambennya Blengur. Kalau Jumprit tidak datang apa mungkin sandal itu bisa sampai kesana. Jumprit bisa saja menemui Blengur. Mungkin saja Jumprit menemui Blengur. Bukankah Jumpritlah yang menyembuhkan Blengur dari kesurupannya ketika itu ? Mungkin saja Jumprit menemui Blengur. Lalu karena Jumprit janda muda tidak tahan melihat Blengur yang berotot dan tidak pernah mengenakan baju di waktu siang. Jumprit tergoda. Ahkirnya terjadi kegiatan yang tidak direncanakannya di rumah Blengur yang sepi itu. Karena Jumprit tidak ingin ketahuan orang lalu Jumprit tergesa - gesa keluar dari rumah Blengur dan sandalnya ketinggalan. Mbok Semi mereka - reka. Mbok Semi cemburu. Tetapi Mbok Semi juga ragu akan rekaannya sendiri. Mungkinkah begitu ? Mbok Semi  tidak punya kesimpulan. Ahkirnya mbok Semi mengambil keputusan untuk menanyakan saja kepada Blengur, mengapa sandal Jumprit bisa berada di rumahnya. Mbok Semi tidak mau sandal itu membebani pikirannya. Semalam sandal itu telah membuatnya tidak bisa memejamkan mata.

Pak Blengur kaget mbok Semi datang siang - siang. " Kok siang - siang ta, yu ?" Pak Blengur menyapa Mbok Semi. " Lho apa dak boleh aku datang menemuimu siang - siang ?" Bantah Mbok Semi. " Ya boleh saja ta, yu. Cuma tumben ". Blengur tertawa. " Dak tumben - tumbenan. Apa dak boleh orang kangen pingin ketemu." Yu Jumprit memberengut manja. " E lha ... marah ya ?" Lagi - lagi Blengur tertawa berderai. " Dak lucu !" Mbok Semi tambah pura - pura memberengut sambil meletakkan bungkusan pisang goreng dan wedang serbat panas. " Dak jualan ya, yu ?" Pak Blengur tidak lagi tertawa. " Lho piye ta, lha orang dak bisa nahan kangen ya lebih baik kedai ditutup." Mbok Semi membongkar bungkusan dan menata pisang goreng dan minuman di amben. " Dah ini diminum mumpung panas. Pisang gorengnya juga masih panas." Mbok Semi duduk di amben diikuti pak Blengur. " Yang bener ada apa ta yu, kok siang - siang." Pak Blengur menyambar pisang goreng dan memasukkan ke mulutnya. " Kamu ini gimana ta ? Orang sudah dibilang kangen kok masih tanya lagi !" Kembali mbok Semi pura - pura memberengut. Pak Blengur jadi diam. Mulutnya yang penuh pisang goreng mencoba tersenyum. " Begini dik. Dari pada aku pusing bertanya - tanya pada pikiran sendiri, lebih baik aku bertanya langsung pada dik Blengur. Tapi sebelumnya maaf lho, dik." Mbok Semi serius. " Weh .... kok bikin deg - degan ta, yu. Ada apa ?" Blengur menyerutup wedang serbat panas. " Gini dik, aku penasaran mengapa sandal Jumprit bisa ada di rumah ini ?" Mbok Semi tambah serius. " Sandal Jumprit, yu ?" Pak Blengur mengerinyitkan dahi. Mbok Semi berdiri dari duduk, membungkuk dan mengambil sepasang sandal di kolong amben. " Ni dik. Ni sandal Jumprit. Mengapa sandal ini bisa ada disini, dik." Mbok Semi mengangkat sepasang sandal dan ditunjukkan ke pak Blengur. Pak Blengur sekilas mengamati sandal. " Jujur saja dik. Aku dak marah kok. Dan aku juga dak cemburu. Pantas saja kalau dik Blengur menyukai Jumprit. Jumprit kan lebih muda dari aku." Mbok Semi lagi - lagi memberengut. Pak Blengur tertawa lepas. Untung saja rumah Blengur di ujung kuburan. Jika tidak tertawa lepasnya bisa mengagetkan orang. " Jadi sandal ini milik Jumprit ta, yu ?" Blengur masih dengan tertawa. " Aku dak tahu kalau sandal itu milik Jumprit, yu." Blengur serius. " Aku menemukan sandal itu ada di pinggir kali empat hari yang lalu, yu. Jadi sandal itu milik Jumprit ta, yu ?" Pak Blengur minta penjelasan mbok Semi. " Jangan bohong dik, dak baik." Mbok Semi ingin penegasan dari pak Blengur. " Sungguh yu, sandal itu aku temukan di pinggir kali sewaktu aku mau buang air. Buat apa aku bohong, yu." Pak Blengur serius. Melihat roman muka Blengur yang sungguh - sungguh mbok Semi jadi percaya. Perasaannya jadi ayem. Ternyata Blengur tidak berhubungan dengan Jumprit. " Apa dak dengar kabar pa, dik, kalau Jumprit sudah empat hari mengilang ?" Mbok Semi memberitahu Blengur. " Lha aku ini hidupnya kan hanya di kuburan ta, yu. Mana dengar kabar ? Jumprit menghilang gimana, yu ?" Pak Blengur ingin tahu lebih banyak. " Makanya dik, walaupun dik Blengur ini juru kunci kuburan, ya sering - seringlah datang ke dusun. Biar bisa tahu ada apa di dusun." Mbok Semi menyalahkan pak Blengur. " Sekarang orang - orang sedang resah karena kepergian Jumprit yang tidak diketahui kemana. Sebaiknya nanti sore dik Blengur ke rumah pak Pedut. Ceritakan yang sebenarnya tentang sandal ini. Barangkali bisa jadi petunjuk kemana Jumprit itu pergi. Kok aneh ya dik. Sandal ini kok bisa di pinggir kali. Ah dak usah dipikir. Yang penting dik Blengur segera mengembalikan sandal Jumprit ini kepada pak Pedut." Banyak mbok Semi ngomong. " Baik yu. Sekarang saja aku akan kembalikan sandal ini ke pak Pedut. Dan aku mau cerita kalau sandal ini aku temukan di pinggir kali." Blengur mau beranjak dari duduknya. Mbok Semi cepat - cepat mencegah pak Blengur beranjak dengan cara mendekati duduknya dan memeluk tubuh besar Blengur yang tidak berbaju. " Yu ..!" Blengur kaget. " Aku kangen dik !" Mbok Semi terus memeluk tubuh pak Blengur sambil kakinya dikangkang - kangkangkan agar kain bawah yang dikenakannya menjadi kendur. " Lho kan kemarin malam sudah ta, yu." Blengur mendengus - dengus karena wajahnya menempel di payudara yang empuk - empuk kenyal di dada Mbok Semi yang masih tertutup kain atas. " Ah ... pokoknya aku kangen....!" Napas mbok Semi memburu. Blengur yang memang selalu ketagihan oleh ulah mbok Semi tidak menyia - nyiakan kesempatan. Segera dirogohnya milik mbok Semi yang ada di balik kain bawahnya. Mbok Semi ambruk di amben. Sebentar kemudian pak Blengur dan mbok Semi segera membuat keributan di atas amben. Pisang goreng yang ada di piring menjadi berserakkan karena tertendang kaki. Wedang serbat di gelas terguling dan tumpah membasahi tikar amben. Amben bergoyang dan berderit - derit. Gelas dan piring yang berbenturan karena ulah kaki - kaki yang ribut tidak lagi terdengar di kuping mbok Semi dan kuping pak Blengur. Mereka sangat sibuk untuk menempatkan diri pada posisi yang diharapkan   dapat segera menghantarkan mereka menuju rasa yang berlebih - lebih. 

bersambung ....................