Jumat, 07 Desember 2012



Cubung Wulung

                                                                                                  edohaput

Keempatpuluhsembilan

Gudel terus mengamati kegiatan Kemi. Berhari - hari kegiatan Kemi tidak lepas dari intaiannya. Gudel sangat ingin bisa kembali bertemu dengan Kemi. Tidak ada keberanian untuk datang ke rumah pak Lurah untuk menemui Kemi. Gudel takut karena memang selama ini tidak pernah ada hubungan dengan Kemi. Kalau tiba - tiba dirinya menemui Kemi di rumah dan diketahui pak Lurah, bu Lurah atau Genjik, pasti akan mengundang kecurigaan. Gudel memilih bersabar. Satu saat pasti Kemi ke sawah lagi. Tapi kapan. Dirinya harus bersabar. 
Siang. Ada mendung di atas gunung. Angin turun ke lembah menebarkan hawa sejuk. Gudel berjalan menyusuri pematang. Kepalanya di longok - longokkan ke arah sawah - sawah pak Lurah. Barangkali matanya melihat sesosok Kemi. Pucuk dicinta ulam tiba. Mata Gudel tertumbuk pada sesosok perempuan yang menggendong tenggok berjalan di pematang sawah pak Lurah. Gudel meletakkan telapak tangannya di atas alis matanya untuk menghindari silau sinar matahari yang membuat pandangannya tidak jelas. Hati Gudel berbunga - bunga. Ternyata yang berjalan di atas pematang dengan menggendong tenggok itu Kemi. Gudel Berjingkrak. Tidak sia - sia berhari - hari dirinya mengamati sawah pak Lurah. Setengah berlari di atas pematang Gudel menyegerakan langkahnya agar segera bisa dekat dengan Kemi. 
Kemi terkejut ketika Gudel telah berada di dekatnya, dengan sedikit napasnya yang terengah - engah. " Lho kok kang Gudel ?" Kemi meletakkan gendongannya. " Iya Mi, aku. Aku ingin ketemu kamu lagi. Kemarin lusa itu kan dak bisa jadi ta, Mi ? Gimana Mi, kalau siang ini kita ulangi. Mumpung sepi, Mi ?" Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah kang Gudel ini ada - ada saja. " Kemi manja. " Kok sendiri, Mi ?" Gudel duduk di pematang. Diikuti Kemi yang juga segera mengambil posisi di samping Gudel. " Iya kang, hari ini pak Lurah, bu Lurah dan kang Genjik pergi ke kota. Katanya mau belanja." Kemi melipat selendang yang tadi digunakan untuk menggendong tenggok. Matanya menatap Gudel yang terus tersenyum senang karena apa yang diharap - harapkan bisa bertemu lagi dengan Kemi kesampaian. " Lha kamu kok dak diajak ta, Mi ?" Gudel merogoh sakunya dangan mengeluarkan sebungkus rokok. Gudel menyulut rokok dan menghempaskan asapnya. " Dak kang. Aku suruh jaga rumah. Dan buang ini sampah. Lagian bu Lurah tadi bilang kalau aku mau dibelikan celana dalam dan kutang. Rupanya bu Lurah tahu kalau celana dalamku dah pada sobek dan kutangku dah pada pedot talinya. Ya aku manut saja ta, kang. Lagian ke kota kan malah capek. Dan kalau aku ikut pergi kan dak ketemu kang Gudel sekarang, ta kang ?" Kemi tertawa. Lagi - lagi Gudel tersenyum. " Betul juga, Mi. Kalau kamu ikut ke kota hari ini kita tidak ketemu. Aku kangen lho, Mi ?" Gudel merayu. Gudel merogoh saku celana kolornya lagi. Yang dikeluarkan dari sakunya kemudian segenggam uang. " Ini Mi. Buat kamu !" Gudel mengansurkan uang ke tangan Kemi. " Lho dak apa - apa kok aku diberi uang ta, kang ?" Kemi menatap mata Gudel heran. " Sudah berhari - hari uang itu di kantong, Mi. Menununggu ketemu kamu. Dan sekarang terimalah. Bisa kamu pakai jajan." Gudel memegangi tangan Kemi. " Wah ini bisa untuk beli kain, kang. Terima kasih ya kang !" Kemi ceria. " Dah terserah kamu saja. Mau buat jajan boleh, mau untuk beli kain boleh terserah kamu. Sekarang itu dah uangmu." Gudel terus memegangi tangan Kemi. " Baru kali ini lho kang ada orang kasih uang ke aku sebanyak ini." Kemi juga membalas memegangi tangan Gudel. Mereka jadi saling berpegang tangan. Tiba - tiba di hati Kemi mengalir rasa suka terhadap Gudel. Kemi tidak habis pikir kenapa dirinya diberi uang. Apa karena peristiwa tempo hari yang lalu itu. Apa kerena dirinya mau dicumbu lalu dirinya diberi uang. Kemi mau bertanya begitu. Tetapi bibirnya malas mengatakan itu. Kemi memilih menerima uang tanpa tahu maksud mengapa Gudel memberinya uang. Kemi yang sangat jarang memegang uang menjadi sangat senang. " Sekali lagi terima kasih ya, kang." Kemi menggamit. " Halah cuma segitu saja kok terima kasihnya berulang - ulang. Dah kantongi !" Gudel mencubit hidung Kemi yang tidak mancung tetapi juga tidak pesek. " Ah kang Gudel ini lho. Hidung lagi rada pilek lho kang !" Kemi manja dan tangannya memasukkan uang ke saku kainnya. " E ... Mi, Genjik punya kegiatan apa, Mi ?" Gudel mulai melancarkan pertanyaan mengarah untuk menyelidik Genjik. " Ya biasa ta kang. Urusan tembakau." Jawab Kemi. " Bukan itu, Mi. Genjik tu ada  tanda - tanda apa, yang tidak biasanya gitu lho, Mi." Gudel menjelaskan. Kemi mengerinyitkan dahi. " Iya ... iya ... ada kang, ada. Kang Genjik malam itu membersihkan cicin bermata batu akik warna merah, kang. Ketika aku datang kang Genjik buru - buru menyembunyikannya, kang. Tidak biasanya kang Genjik menimang - nimang cincin. Dan selama ini aku belum pernah melihat kang Genjik memakai cincin lho, kang." Kemi menjelas - jelaskan. Gudel terdiam. Gudel menjadi semakin yakin kalau Genjik inilah yang memperdaya dan menghabisi nyawa yu Jumprit. Sekarang sudah sangat nyata. Jimat itu ada di tangan Genjik. Jahat benar Genjik ini. Kalau begitu Genjik ini memang pembunuh. Gudel merasa ngeri juga. Genjik sekarang memegangi jimat. Dia akan semakin kuat. Semakin sakti. Lalu dengan cara apa agar dirinya bisa mengambil jimat itu dari tangan Genjik. Gudel menjadi terdiam. Pikirannya melayang. Mencari cara agar bisa mengembalikan jimat itu ke tangan yang berhak. Gudel ingin menyampaikan penemuannya ini kepada Menik. Siapa tahu Menik punya cara. Dan Menik pasti akan sangat mengagumi dirinya yang bisa menemukan orang jahat yang telah memperdaya yu Jumprit dan sekarang menguasai jimatnya. " Lho kang, kok jadi diam ta ? Siang ini kok juga sepi sekali ya, kang. Kok dak ada orang di sawah ya kang ?" Kemi memecah kediaman Gudel. " Ya ... ya ... Mi ... sepi sekali. Kita ke gerumbul saja yuk, Mi !" Gudel tergagap dan menjawab Kemi sekenanya. Kemi sangat senang Gudel mengajaknya ke gerumbul. Dengan begitu kemarin lusa yang miliknya belum jadi terterobos mentimun Gudel, hari ini akan jadi diterobos. " Ah ... kang Gudel ini ada - ada saja." Kemi manja dan pura - pura menolak. " mau dak ... " Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah ... kang Gudel ini lho, bikin ... ah ... !" Kemi mencubit paha Gudel. Melihat Kemi mau. Gudel segera menarik tangan Kemi menuju gerumbul. 
Gerumbul segera bergoyang - goyang. Karena di tengah gerumbul Kemi telah ditindih Gudel. Kaki Kemi telah menyebabkan gerumbul terus bergoyang. Kain Kemi telah tidak terpasang dengan sempurna karena telah dibuka - buka oleh Gudel. Payudara Kemi telah mencuat keluar dari kalin dan menjadi mainan tangan Gudel yang nakal. Terus meremas. Bibir, leher, dan telinga Kemi menjadi santapan nikmat mulut Gudel. Kemi manaik - naikkan pantatnya agar Gudel segera memelorotkan celana dalamnya. Tetapi Gudel belum mau sampai ke situ. Gudel masih sangat suka dengan payudara kemi yang masih sangat kenyal dengan puting susu kecil yang semakin memerah. " Kang aduh ... kang ... aku dak tahan ... " Kemi terus mendesah. Gudel tahu Kemi sudah sangat kelabakan. Gudel merasa kasihan juga. Dipelorotkannya celana dalam Kemi. Dengan sekali tarik berhasil. Celana kolornya sendiri juga segera dilepas. Kemi mengangkang. Gudel berada di atas Kemi. Gudel mengarahkan mentimunnya ke milik Kemi. Gudel menempelkan ujung mentimunnya di permukaan milik Kemi yang sudah membasah dan licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Sejenak mata Kemi terbeliak menatap mata Gudel. Kemi merasakan miliknya kemasukan benda kaku, hangat, besar, dan sangat menyesak di kedalamannya. Kemudia Kemi hanya bisa memejamkan mata sambil terus menikmati miliknya yang terus ditabrak - tabrak mentimun dengan kuatnya. Kemi melayang - layang. Payudaranya sangat geli hangat karena mulut Gudel telah berada disana. Setiap kali sampai ke puncak Kemi hanya bisa menjejak - jejakkan kakinya yang membuat gerumbul semakin bergoyang dan menimbulkan suara. Gudel terus memacu. Gudel tidak ingin berlama - lama. Gudel takut ketahuan orang. " Mi ... ayo ... Mi ... !" Gudel terus memacu keluar masuknya mentimunnya di milik Kemi. " Kang ... ah ... kang ... ayo ... " Dengan sangat cepat Gudel memasuk keluarkan mentimunnya di milik Kemi. Kemi menjerit - njerit tertahan karena kenikamatan yang tidak ada duanya. Gudel memekik dan memeluk kuat tubuh Kemi. Kemi Mengangkat - angkat pantatnya. Kemi merasakan miliknya diguyur air kental hangat dan terasa meleleh - leleh di kedalaman miliknya. Cairan lelaki Gudel yang hangat meleleh di kedalaman miliknya, membuat miliknya marasakan geli luar biasa. Menyebabkan sekali lagi Kemi sampai ke puncak . Kemi menjerit keras sambil menggelinjang kuat. Kedua kakinya dilingkarkan di pinggul Gudel dan pantatnya digoyang - goyang. Gerumbul bergoyang keras. Sejurus kemudian gerumbul tenang. Dan suasana kembali sepi. Yang terdengar kemudian adalah gemerisiknya dedaunan yang tertiup angin yang bertiup semilir dan menebarkan wanginya rumputan. 

bersambung ..........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar