Rabu, 12 Desember 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                          edohaput 


Kelimapuluh

Menik sibuk mematikan api tungku yang masih membara dengan guyuran air. Api bara yang tiba - tiba mati membuahkan asap. Asap menyebar ke seluruh ruang dapur. Menik tersedak - sedak asap. Diambilnya kipas tungku dan dikibas - kibaskannya agar asap tidak mengenai mukanya. Gudel yang sedang duduk di amben dapur dan sedang menikmati kue gandhos juga tersedak - sedak. Kue gandhos yang di mulutnya menjadi tersemprot keluar dan Gudel jadi batuk - batuk. Untuk menghilangkan tersedaknya Gudel menyerutup wedang jahe. Menik terus berkegiatan mengibaskan kipas tungku. 
Malam belum jauh, tetapi pak Pedut memilih berada di dalam kamar dan tidur untuk melepaskan penatnya badan yang seharian digunakan untuk menggarap tanah sawah. Sejak kematian yu Jumprit pak Pedut cenderung banyak murung. Semangat hidupnya menurun. Tidak menampakkan keinginan - keinginan yang dulu - dulu pernah ada. Jika malam tiba pak Pedut lebih memilih tidur dari pada terjaga. Ketika yu Jumprit masih ada pak Pedut selalu terjaga sampai malam larut, karena menunggu yu Jumprit selesai dengan pekerjaan dapur. Begitu juga Kliwon. Kliwon yang memang pemalas tidak pernah menggubris Menik yang semakin tambah pekerjaan. Kliwon tidak pernah mau tahu tanggung jawab Menik yang semakin repot setelah yu Jumprit tidak ada. Kliwon tahunya bekerja di sawah, makan, dan tidur. Kliwon tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Harapan untuk bisa punya harapan hidup lebih baik  tidak lagi ada. Kliwon menjadi semakin malas. Kliwon lebih banyak melamun dari pada bekerja. Di sawahpun Kliwon kadang - kadang hanya duduk dan melamun. Kliwon menjadi lebih banyak mengurung diri di kamar. 
Asap yang dikibasi Menik hilang. Menik kemudian rebah di amben di dekat Gudel duduk. Menggeliat dan mergangkan otot - ototnya yang kaku karena seharian berkerja di dapur. Menik menguap kecil, kemudian tubuhnya rebah lemas terlentang di dekat Gudel. Gudel melihat tubuh lunglai Menik. Dadanya yang hanya ditutupi kain tipis dan tidak berkutang kelihat begitu menggunung. Gundukkan yang ada di bawah pusarnya yang juga hanya ditutupi kain tipis nampak juga di mata Gudel. Garis celana dalam yang dipakai Menikpun nampak di mata Gudel karena kain bawah yang dikenakan Menik  juga tipis dan trasparan. Gudel menelan ludah. " Dah sangat jelas, Nik. Sangat jelas kalau yang memperdaya yu Jumprit itu Genjik, Nik. Batu akik di cincin Genjik yang diceritakan Kemi kepada aku itu jelas jimat, Nik. Tolong sekarang aku dibantu menyari cara bagaimana agar jimat itu bisa kembali ke keluargamu.  Mengahadapi Genjik secara lelaki jelas aku dak mampu Nik. Genjik itu sangat kuat lagi sakti. Empat penyamun saja bisa mudah dilumpuhkan. Apalagi sekarang Genjik memegangi jimat, pasti Genjik akan menjadi tambah sakti, Nik. Tolong Nik, kira - kira cara apa yang harus ditempuh agar jimat itu kembali ke keluargamu." Genjik memecah kesunyian dangan kalimat - kalimatnya yang diucapkan dengan nada menyerah. Menik tidak merespon kalimat - kalimat Genjik. Menik malah sekali menggeliat, meregangkan otonya, menguap kecil dan merubah posisi terlentangnya dengan tudur tengkurap. Gudel menjadi melihat patat Menik yang begitu padat menonjol. Kain bawah Menik tertarik sampai di bawah pantatnya. Karena ketika tadi Menik merubah posisi terlentangnya ke tengkurap, Menik tidak ambil pusing dengan rok bawahnya. Kedua paha Menik yang sampai ke pangkalnya tidak tertutup kain nampak di mata Gudel. Celana dalam di balik kain trasparannya yang menutupi pantatnya tampak tidak terpasang rapi. Sekali lagi Gudel menelan ludah. " Akan sangat berbahaya Nik. Kalau jimat itu di tangan orang yang jahat, pembunuh keji kayak Genjik itu. Apa kamu rela jimat itu suatu saat digunakan untuk kejahatan, Nik. Apa kamu juga rela jimat yang diharap - harap oleh warga bisa ketemu dan   kembali  kekeluargamu itu dimanfaatkan secara salah. Ayo, nik. Pikirkan. " Gudel terus memandangi kegempalan pantat Menik. Kelelakiannya yang ada di balik celana kolornya menggeliat. Dan beransur - ansur menjadi kaku. " Dah lah kang. Jimat itu dak usah diomong lagi. Dak usah dipikirkan lagi. Yang sudah terjadi biarlah terjadi, kang. Nasi dan jadi bubur, apa lagi yang mau diperbuat. Jimat itu sekarang dak usah diingat ingat lagi. Kang Gudel dak lagi - lagi perlu menyari - nyari jimat. Dan dak perlu lagi menebak - nebak siapa yang memperdaya yu Jumprit." Menik merespon kalimat Gudel dengan nada yang malas seperti oang lagi kantuk ngomong. Dan berkata malas begitu Menik tetap sambil tertelungkup badan. Hanya pantatnya saja yang sedikit digerakkan untuk menyari posisi enak tidur tengkurapnya. Pantat yang digerakkan menyebabkan kain bawah semakin tertarik ke atas dan menyebabkan sebagian pantat Menik terbuka. Mentimun Gudel menjadi kaku. Karena Gudel tiba - tiba berandai - andai dengan pantat Menik. Tetapi Gudel sangat terkejut dengan jawaban Menik. Mengapa Menik menanggapi ceritanya dengan begitu dingin. Seolah - olah tidak terjadi apa - apa. Seolah kematian yu Jumprit bukan masalah. Seakan - akan jimat tidak lagi ada artinya. Gudel yang semula bercerita tentang penemuannya tentang Genjik yang diduganya telah menguasi jimat, berharap akan memperoleh sanjungan dan pujian dari Menik, yang diperoleh sebaliknya. Dengan dingin dan sepi Menik menanggapi ceritanya. Gudel menjadi amat kecewa. Mengapa Menik seakan sekarang tidak lagi ambil perduli terhadap kematian yu Jumprit dan musnahnya jimat. Kekcewaannya membuat hatinya dongkol. Dibalikkannya tubuh Menik yang tengkurap. Menik terlentang. Membuka mata dan tersenyum. Gudel terpesona. Mulut Menik mengahkirin senyumannya dengan menganga. Bibirnya basah memerah. " Kang ... " Nada manja keluar dari mulut Menik. Sorot mata Menik amat sayu. Dengan gemasnya diraihnya dan diangkatnya tubuh Menik kepangkuan. Gudel menjadi lupa rasa kecewanya. Gudel melupakan dongkolnya. Di hati Gudel rasa cinta menggelora. Rasa sayang mengembang. Dipeluknya Menik. Dan diciumnya bibir Menik yang terbuka. Menik menanggapi ciuman Gudel. Keduanya menjadi lupa dan telah berpagut. Tangan Gudel telah membuat kain tipis yang menutupi dada Menik terlepas. Payudara Menik menyembul keluar. Gudel segera meremasnya sambil terus menjulurkan lidah di mulut Menik. Gelinjangan Menik mebuat tangan Gudel semakin mudah saja di buah dada ranum Menik. Gudel merebahkan tubuh Menik di amben. Kemudian menindihnya. Mulut Gudel berpindah dari bibir Menik ke payudara yang telah berada sepenuhnya di luar kain. Gudel mencupangnya. Menyedot - nyedot puting susu merah kecil dan telah kaku. Menik terus menggeliat - geliat bagai cacing kepanasan dan mulutnya tidak berhenti mendesah. Ketika tangan Gudel akan sampai di selangkangannya buru - buru Menik merapatkan keduan pahanya. " Kan ... jangan yang itu. Kang ... jangan dulu ... "  Berkata begitu tangan Menik menelusur masuk ke celana kolor Gudel. Celana Gudel yang kombor memudahkan tangan Menik segera menemukan mentimun Gudel yang sudah sangat kaku dan panas. Menik meremasnya dengan gemas. Menarik - nariknyanya. Dan genggamannya bergerak maju mundur di mentimun Gudel. Gudel merasakan tangan lembut Menik yang hangat sangat nikmat. Gudel mebayangkan mentimunnya telah berada di dalam milik Menik. Sebaliknya Menik yang terus payudaranya diserang Gudel dengan panas merasakan geli kenikmatan yang tiada tara. Rasa di payudara menjalar sampai di miliknya. Menik menjerit karena sampai. Miliknya membasahi celana dalamnya. Rasa nikmat yang dirasakan Menik, membuat tangannya yang meggenggam mentimun Gudel semakin nekat mempermainkannya. Gudel tidak tahan. Dengan kuat tubuh Menik dipeluknya. Gudel menjerit tertahan. Di tangan Menik cairan lelaki Gudel menyemprot dan meleleh - leleh membasahi tangan Menik. 

bersambung .....................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar