Sabtu, 22 Desember 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput

Kelimapuluhsatu

" Dahlah kang ... jangan Menik terus yang diurusi. Nolong ya nolong, tapi jangan keterlaluan. Masak tiap hari ada di rumah Menik." Tumi tidak bisa menutupi rasa cemburunya. Bagi Tumi Gudel adalah segala - galanya. " Kang Gudel dapat apa ta kang dari Menik ? Mbok punya sedikit harga diri ta kang. Masak tenaga diobral - obralkan. Apalagi ta kang yang harus dibantukan ke keluarga Menik ? Mulai Nyi Ramang meninggal, sampai ke yu Jumprit meninggal kang Gudel dak pernah berhenti ngobral tenaga di keluarga Menik. Mbok ya sudah kang." Tumi cemberut. Kalimat - kalimat yang keluar dari mulutnya muncul sebagai luapan rasa cemburu dan jengkel terhadap sikap Gudel yang sangat perhatian dengan Menik. Mendengar nada marah Tumi, Gudel hanya diam. Sesekali rokoknya diisap dalam - dalam dan asapnya dihempaskan. Pikirannya melayang ke Menik yang dicintainya. Menik yang membuat hatinya berbunga - bunga. Menik yang selalu dimimpikan dalam tidur nyenyaknya. " Sekarang apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel untuk keluarga Menik ? Nampaknya urusan ritual do'a - do'a meninggalnya yu Jumprit dah selesai kang. Apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel ?" Tumi memandangi Gudel dengan sorot mata marah. Tumi merasa bahwa Gudel adalah miliknya. Gudel adalah calon suaminya. Tetapi perhatian Gudel terhadap dirinya rasanya kurang. Malam ini saja kalau dirinya tidak mengundangnya mungkin Gudel tidak mengunjunginya. " Bilang ta kang. Apa yang dikerjakan kang Gudel di keluarga Menik." Tumi terus menatap Gudel yang cenderung banyak menengadahkan wajahnya ke langit yang di sana ada rembulan. " Ayo ta kang, bilang." Tumi mendesak. Gudel membuang puntung rokok. Kemudian memperbaiki posisi duduknya bergeser menempel ke tubuh Tumi. Gudel ingin menyembuhkan marahnya Tumi. Gudel tahu Tumi akan melupakan marah, kesal, jengkel dan cemburunya jika sudah didekati dan dipeluk. Tumi yang duduknya didekati Gudel beringsut menjauh. " Bilang dulu kang. Aku dak mau dekat kang Gudel kalau kang Gudel belum ngomong." Tumi membelakangi Gudel. " Jangan marah dulu ta Tum. Dengarkan, aku tak ngomong." Gudel memegangi pundak Tumi. Tumi pura - pura menepiskan tangan Gudel yang memegangi pundaknya. " Cepet ngomong dulu !" Tumi tetap membelakangi Gudel. " Tinggal sedikit lagi Tum. Kalau aku sudah bisa membuktikan Genjik yang ternyata memperdaya dan membunuh yu Jumprit semua selesai, Tum." Gudel bicara serius. Tumi terkejut dan membalikkan badan menatap Gudel. " Lho kok kang Genjik, kang ! Apa hubungannya ? Kang Gudel jangan ngawur lho kang. Salah - salah malah jadi malapetaka. Bisa - bisa kang Gudel jadi bermusuhan sama kang Genjik. Kang Genjik memang pernah membunuh orang di kota dulu. Tetapi sekarang kang Genjik itu dah jadi orang baik lho kang. Kang Gudel jangan mengada - ada kang." Tumi banyak membantah omongan Gudel. " Dah sangat jelas Tum. Sangat jelas. Aku sudah menemukan tanda - tanda yang sangat jelas kalau ya Genjik itu yang memperdaya yu Jumprit." Gudel ingin membuat Tumi percaya omongannya. " Tidak mungkin kang Genjik, kang. Tidak mungkin. Menurut aku justru kang Tobil dan kang Plencing yang patut dicurigai, kang. Kang Tobil dan kang Plencing dah berkali - kali meminta aku untuk mendekati Menik dan yu Jumprit untuk mengetahui jimat peninggalan Nyi Ramang. Bahkan kang Plencing dan kang Tobil selalu geram kalau ngomongkan yu Jumprit. Kayaknya kang Tobil dan kang Plencing ingin sekali yu Jumprit itu mati." Tumi memberitahu kepada Gudel dengan nada kesal. " Dan apa ta untungnya kang, jika kang Gudel bisa membongkar siapa pembunuh yu Jumprit ?" Tumi melontarkan kalimat yang sangat sulit dijawab Gudel. Ya memang apa untungnya bagi dirinya. Tujuan utama dirinya bersemangat untuk membongkar siapa pembunuh yu Jumprit adalah pujian Menik. Harapannya Menik akan semakin membuka hatinya. Dan menerima cintanya. Dan satu saat akan menerima pinangannya. Dan dirinya bisa menjadi suami Menik. Dirinya tidak mempunyai modal kekayaan untuk menarik hati Menik. Satu - satunya yang dimiliki adalah tenaga, pikiran, dan keberanian, yang disatukan menjadi jasa yang bisa diperlihatkan kepada Menik. Ahkirnya Gudel hanya bisa diam. " Dahlah kang. Jangan menuduh orang. Jangan kang Genjik. Jangan pula kang tobil dan kang Plencing. Lupakan saja. Pikirkan saja masa depan kang Gudel. Garap sawah dengan sungguh - sungguh. Kumpulkan hasil panin. Aku sudah menunggu dilamar kang Gudel lho kang." Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. " Ya ... ya ... ya Tum. Dah dak usah ngomong soal yu Jumprit." Gudel menarik tubuh Tumi ke dalam pelukannya. Gudel ingin segera meredakan kejengkelan Tumi. Gudel takut Tumi akan menyinggung - nyinggung Menik. 
Rembulan semakin meninggi, menggantung di atas gunung. Udara malam semakin dingin. Tumi dan Gudel yang duduk di halaman rumah beralas tikar dan terlindung pagar hidup berupa tanaman perdu telah saling memeluk. Tumi yang sudah berhari - hari tidak bisa menemui Gudel, karena Gudel selalu menghindar untuk bertemu dengan dirinya sangat ingin segera melepas rasa rindunya. Tumi segera melingkarkan kedua tangannya di leher Gudel. Dan tanpa menunggu Gudel siap Tumi telah mencium dengan panas bibir Gudel. Tumi telah berhari - hari menunggu ini. Gudel yang merasakan hangat dan wanginya bibir Tumi tidak bisa berbuat lain selain membalas ciuman Tumi. Pantat Tumi yang ada di pangkuan Gudel bergoyang - goyang menggoda mentimun Gudel yang mulai mengembang. Sebentar saja pantat Tumi sudah bisa merasakan menggilas - gilas mentimun Gudel yang ada di dalam celana kolornya. Gudel menikmati gilasan pantat Tumi di mentimunnya. Sementara itu payudara Tumi telah menyeruak keluar dari kain atasnya karena Gudel telah membuka semua kancing kain atas Tumi. Tumi sengaja tidak mengutangi buah dadanya. Karena Tumi tahu kalau malam ini pasti akan terjadi seperti yang sedang dialaminya. Dan kemudian Tumi hanya bisa merintih ketika daun telingannya diemut - emut dan digigit - gigit kecil oleh mulut Gudel. Ketika mulut Gudel sampai di lehernya dan menyedot kuat Tumi hanya bisa menjerit sambil semakin kuat memeluk tubuh Gudel. Apalagi tangan Gudel yang sudah sampai di pangkal pahanya dan menusukkan jarinya di miliknya yang telah sengaja tidak dikenakan celana dalam. Diam - diam Tumi mengagumi Gudel yang sangat pintar menempatkan jarinya di bagian - bagian yang kalau tersentuh terasa ada kenikmatan yang luar biasa. Tumi yang terus menggeliat dan meronta membuat keduanya telah rebah dan salin tindih. Mulut Gudel meluncur turun kepayudara Tumi yang padat kenyal. Sementar jari - jarinya terus di selangkangan Tumi, mulut Gudel tidak memberi ampun puting susu Tumi. Dusedot, digigit - gigit, dan dicupang - cupang. Tangan Tumi telah berhasil memelorotan celana kolor Gudel. Dan mentimun besar, kaku dan panas telah berada digenggamannya. " Kang ... dak ... tahan ... kang ... ayo ...kang ....aah...!" Tumi menggeliat - geliat bagai cacing kena panas. Gudel yang terus mendengus dan ngos - ngosan segera memposisikan pinggulnya di antara paha Tumi. Tumi menangkap mentimun Gudel dan menempelkan di bibir miliknya yang menganga dan telah basah licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Tumi menjerit tertahan. Mentimun Gudel amblas di kedalaman miliknya. Yang dirasakan kemudian miliknya bagai dijejali sesuatu yang kaku, hangat dan berkedut. Yang dilakukan Tumi kemudian hanya bisa memejamkan mata dan sesekali menggigit bibirnya karena rasa luar biasa enaknya. Gudel tidak ingin berlama - lama. Maka segera dipompakannya mentimunnya dengan kuat dan cepat. Menikmati sodokan - sodokan kuat dan cepat dari Gudel Tumi hanya bisa sebentar matanya terbeliak, sebentar matanya menutup rapat dan mulutnya terus menjerit - jerit tertahan. Tumit kaki Tumi telah membuat tikar robek karena kerasnya gerakan dan gesekan. 

bersambung ........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar