Senin, 19 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput 

Keempatpuluhlima

Ritual do'a -do'a menujuh hari meninggalnya yu Jumprit usai. Warga yang datang sejak sore untuk bersama - sama memanjatkan do'a sudah satu - satu meninggalkan rumah pak Pedut. Malam telah merambat semakin jauh. Udara dingin membuat orang tidak mau berlama - lama berada di rumah pak Pedut. Orang ingin segera sampai di rumah membungkus dirinya dengan selimut dan menikmati pulasnya tidur. Sebentar saja rumah pak Pedut kembali menjadi sepi. 
Kliwon menutup pintu rumah yang sejak sore terbuka lebar untuk warga yang datang untuk mengikuti acara ritual do'a. Pak Pedut yang kesepian karena kepergian yu Jumprit, tidak mau berlama - lama pikirannya terus dipenuhi rasa sesal. Lebih baik baik tidur melupakan yu Jumprit. Begitu juga Kliwon, dirinya tidak mau direpotkan urusan dapur. Lebih enak masuk kamar dan tidur. Hanya Menik dan Gudel yang tetap sibuk di dapur. Menik tidak mau esuk harinya pecah belah yang tadi digunakan untuk jamuan makan masih berserakan di dapur. Menik membersihkannya dan menatanya kembali di tempat yang semestinya. Berdua dengan Gudel pekerjaan segera bisa diselesaikan. 
" Dah kang, beres ! Sekarang kang Gudel duduk saja di amben. Tak bikinkan wedang anget. Jahe apa kopi, kang." Menik yang sedari tadi sibuk tidak sempat berkata - kata, membuka percakapan dengan nada yang ringan. Sebenarnya Menik sangat penat. Sudah tujuh hari Menik tidak sempat menikmati istirahat. Menanggapi para pelayat, menyiapkan hidangan untuk tamu - tamu yang berdatangan menyampaikan ucapan belasungkawa, dan menjelang malam menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ritual do'a. Karena memang ini menjadi tanggung jawabnya Menik tidak mengeluh. Dirinya satu - satunya perempuan di rumah. Pekerjaan dapur miliknya. Bukan tanggung jawab Kliwon kakaknya atau bahkan milik bapaknya. Untung saja Gudel selalu setia membantunya. " Kopi ditambah jahe, Nik. Biar anget dan bisa sekaligus nahan kantuk." Gudel menyulut puntung rokok yang memang sejak tadi tidak sempat disulut ulang karena membantu sibuknya Menik. " Wedangnya tak bikin kental kang, biar mantep." Menik sambil melihat Gudel yang nampaknya juga sangat kelelahan. " Siiip, Nik. Cocok." Gudel menghempaskan asap rokoknya.
Menik menuangkan wedang kopi jahe kental di gelas di hadapan Gudel duduk bersila sambil menikmati asap rokok. Mendekatkan piring berisi jadah bakar dan dan wajik hitam ke dekat duduk Gudel. " Ni, kang. Jadahnya dah sempat tak bakar. Anget, kang. Dah diminum dan dimakan. Biar tubuh jadi anget. Dari tadi kang Gudel kena air terus kan kang ?" Gudel tidak menjawab omongan Menik. Segera disambarnya jadah bakar dan diserutupnya berkali - kali wedang kopi jahe kental panas. " Nik, mulai besuk pagi aku mau cari sisik melik siapa yang mencederai yu Jumprit. Orang itu harus ditangkap Nik. Warga harus tahu. Siapa penjahat itu yang tega menghabisi yu Jumprit." Gudel serius berkata - kata. " Aku sangat percaya kematian yu Jumprit ini pasti ada kaitannya dengan jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit ini pasti menginginkan jimat itu, Nik. Ini tidak boleh dibiarkan." Kalimat - kalimat Gudel ini belum medapat respon dari Menik. Menik hanya terdiam. Mulut mungilnya hanya sibuk mengunyah jadah sambil sesekali bibirnya tertempel gelas yang kopi jahe. " Apa salah yu Jumprit. Yu Jumprit selama ini selalu baik. Menolong orang tanpa pamrih. Yu Jumprit tidak pernah macam - macam. Mengapa ada orang setega itu memperdaya yu Jumprit. Aku tidak rela, Nik." Gudel terus berkata - kata. Nada pengucapan kalimat - kalimatnya terdengar geram. Sesekali Menik menatap wajah Gudel yang marah. " Coba bayangkan Nik, kalau orang itu benar bisa merebut jimat itu, dan digunakannya untuk berbuat jahat, seperti apa jadinya. Nik, apa kamu tahu dimana yu Jumprit menyimpan jimat itu, Nik ? Apa malam itu jimat juga dibawa yu Jumprit ya ? Jangan - jangan yu Jumprit menyimpan jimat itu di rumah ini, Nik. Aku juga punya dugaan gini Nik. Malam itu yu Jumprit pergi tidak membawa jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit tidak bisa menemukan jimat, lalu membawa semua kain yang dikenakan yu Jumprit. Mungkin saja orang itu mengira jimat disimpan di kain yu Jumprit. Jadi orang itu membawa kain yu Jumprit untuk dicari dimana di kainnya yu Jumprit menyelipkan jimat. Tetapi kalau malam itu yu Jumprit meninggalkan jimat itu di rumah, terus dimana ya nik yu Jumprit nyimpennya ? Apa yu Jumprit dak pernah ngomong sama kamu pa Nik ?" Kalimat - kalimat Gudel meluncur keluar dari mulutnya yang juga terus dijejali jadah. Menik merespon kalimat Gudel yang terahkir diucapkan dengan hanya menggelengkan kepala perlahan sambil menatap mata Gudel yang penuh tanda tanya. " Aneh.... " Gudel berguman dan menghela napas panjang. " Nik, satu - satunya orang di desa ini yang pernah jadi pembunuh adalah Genjik. Dan menurut warga yang tahu, ketika Genjik mau pergi ke kota dulu, minta diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Betul itu, Nik ?" Kalimat Gudel ini dijawab Menik dengan anggukan kepala sambil menatap mata Gudel yang tidak pernah lepas menatap dirinya." Jangan - jangan Genjik Nik yang melakukan. Genjik ingin lebih kuat dan lebih sakti. Jadi Genjik ingin memiliki jimat itu. Edan ... Genjik ternyata orang jahat. Warga juga banyak menghubungkan Genjik dengan meninggalnya yu Jumprit lho Nik. Baik, mulai besuk pagi aku akan menyelidiki Genjik. Kurang ajar betul Genjik ini. Jangan dikira hanya dia saja yang lelaki di desa ini !" Gudel menjadi semakin geram. Dan kegeramannya menampakkan kebenciannya kepada Genjik. " Jangan tergesa - gesa menuduh orang, kang. Tidak baik. Lha kalau iya, kalau tidak ?" Kalimat ini diucapkan Menik sambil tersenyum merekahkan bibirnya. " Dah kang, kita ini capek. Dak usah yang aneh - aneh dulu." Sambil berucap begitu Menik menggeser duduknya mendekati Gudel. Menik ingin meredam Gudel yang tiba - tiba marah. Menik memang sudah merencanakan malam ini ingin membayar jasa Gudel yang sudah menumpuk. Mulai dari menemukan jasad yu Jumprit sampai pada acara nujuh hari sejak dikuburkannya yu Jumprit. Gudel tidak mengenal lelah, tidak pernah menampak kecapaiannya. Siang malam tidak menghitung waktu selalu setia membantunya. Menik ingin melunasinya. 
Gudel kaget. Menik tiba - tiba merebahkan kepalanya di pangkuannya." Nik... .... !?" cepat - cepat Gudel meraih bahu Menik mengangkatnya. " Kang ...". Mulut Menik merekah. Karena bahunya diangkat Gudel maka wajahnya menjadi begitu dekat dengan wajah Gudel. Lemas tubuh Menik dipelukan Gudel. Melihat mata Menik yang sayu menatapnya dan mulut Menik yang terbuka dengan bibir yang basah, jantung Gudel tiba - tiba bergetar dan berdetak keras. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik tiba - tiba memenuhi perasaannya. Gudel melupakan kegeramannya kepada Genjik yang tadi memenuhi pikiran dan perasaannya. Perawan yang dicintainya tiba - tiba lunglai pasrah di pelukkannya. Gudel mendekatkan bibirnya ke bibir Menik yang terbuka. " Kang ... " Lembut dan lirih Menik berucap sambil tidak lepas matanya menatap mata Gudel yang menyorotkan rasa sayang. Dengan lembut pula Gudel menempelkan bibirnya ke bibir Menik. Menik menyambutnya dengan gerakan bibir yang menyedot bibir Gudel. Mendapat sambutan yang hangat, rasa sayangnya dan cintanya kepada perawan yang sedang dipeluknya ini menjadi bercampur dengan nafsu birahi. Sebentar saja napas ngos - ngosan Gudel sudah menjadi - jadi. Mulutnya berpagut dengan mulut Menik yang juga semakin membalas ciuman panas Gudel. Gudel telah merebahkan Menik di amben dan menindihnya. Menik yang sengaja tidak berkutang karena memang ingin membayar dan menyenangkan Gudel, buah dadanya dengan gampang ditelusuri tangan Gudel yang menuruti instingnya mengarah kesana. Dan Menik hanya bisa merintih tidak jelas karena mulutnya terus dilahap, ketika tangan Gudel tidak berhenti meremas payudaranya yang sudah menyembul keluar dari kain yang dikenakannya. Melepas mulut Menik, mulut Gudel berada di puting payu dara Menik. Menik merasakan geli enak di payudaranya. Rasa nikmat di payudaranya membuat yang ada di selangkangannya membasah. Tidak bisa tidak Menik menggelinjang. Meronta, merintih dan mengejangkan tubuhnya. Tangan Gudel terus menuruti instingnya. Dari mengelus dan meraba perut Menik terus menelusur ke bawah menuju selangkangan Menik. Ketika tangan Gudel sudah akan sampai di selangkangan, Menik merapatkan pahanya. " Jangan kang .... jangan yang itu. Jangan kang ... ". Rasa sayang dan cintanya kepada Menik membuat Gudel mengurungkan tangannya yang sangat ingin meraba selangkangan Menik. Malah sebaliknya tangan Menik yang telah masuk ke dalam celana kolornya dan memegangi mentimunnya dan menggamit - gamitnya. Merasakan tangan Menik yang lembut, lumer, halus dan hangat Gudel tidak bisa menahan gejolak. Diserbunya payudara Menik dengan mulutnya. Lepas dari buah dada mulut menyerang bibir. Amben berderit - derit dan bergoyang - goyang karena polah Gudel dan Menik. Dan amben bergetar keras dan tidak lagi hanya berderit - derit tetapi berderak - derak ketika Gudel tiba - tiba menggeram dan memeluk tubuh Menik kuat - kuat sambil mulutnya di leher Menik. Menik merasakan lehernya begitu panas dan sangat geli karena Gudel menyedotnya kuat. Dan Menik merasakan pula telapak tangannya basah oleh cairan hangat kental yang keluar dari mentimun Gudel. 

bersambung ....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar