Jumat, 23 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                  edohaput


Keempatpuluhtujuh

Hari menjelang sore. Cuaca cerah. Angin semilir mengalir dari gunung turun kelembah. Hawa dingin gunung terbawa angin merambahi desa. Angin yang berhembus sepoi tidak mampu menggoyangkan daun - daun rimbum pepohonan. Celoteh dan teriakan anak - anak membuat segar suasana sore yang cerah. Matahari menebarkan hangatnya sinar, membuat udara dingin gunung tidak begitu terasa dinginnya. Yang terasa kemudian adalah kesejekan hawa. Dari kejauhan terdengar sayup - sayup orang melantunkan tembang Dandang Gula Mas Kumambang. Seperti biasanya sore cerah selalu dihiasi dengan lantunan tembang - tembang orang - orang yang sedang merumput di tepi hutan. Suasana menjadi sangat damai, teduh, luruh dan menenteramkan.
Di rumah Tumi sedang menerima kedatangan Tobil dan Plecing yang mengenakan kain lebih pantas dari kain yang dikenakan hariannya.  Tobil dan Plencing sangat pinter mencari kesempatan ketika rumah Tumi sedang sepi dari orang. Sore dengan cuaca yang cerah pasti rumah Tumi sepi. Karena bapak dan mboknya pergi ke sawah. " Apalagi ini kang ?" Tumi melihat kantong kain yang teronggok di meja di depan Tumi duduk. " Seperti biasanya, Tum. Ini duit. Tapi kali ini beda. Di dalam kantong ini ada perhiasan berupa gelang, kalung dan cincin emas." Tobil yang sore ini mengenakan kain batik dengan motif bunga - bunga berwarna merah menjelaskan isi kantung. " Ya bahkan duitnya lebih - lebih dari biasanya, Tum." Tambah Plencing yang sore ini juga mengenakan kain batik lengan panjang dengan motif batikan daun - daun berwarna hijau memberikan tambahan penjelasan. " Dak kang, jangan. Aku dah tak sanggup menerima pemberian juagan Gogor. Aku takut, kang. Takut diketahui warga. Takut kang Gudel tahu. Lalu apa jadinya kalau kang Gudel tahu, kang. Dah bawa kembali kantung ini. Dan katakan kepada juragan Gogor kalau aku dah dak mau lagi. Sudah empat kali lho, kang, aku diminta melayani juraganmu itu. Betul kang aku takut." Tumi perlahan mendorong kantung kain berwarna merah ke arah Plencing dan Tobil duduk. " Kedatanganku bersama Plencing kali ini beda, Tum. Aku dan Plencing diminta juragan Gogor untuk melamarmu. Juragan Gogor telah menaruh hati kepadamu, Tum. Juragan Gogor melamarmu untuk dijadikan isteri ketiganya." Tobil menghentikan kalimatnya karena melihat Tumi tampak begitu kaget. Matanya terbeliak. Kedua alis matanya menjadi agak terangkat ke atas. Keadaan demikian malah membuat wajah Tumi tampak semakin cantik. Apalagi wajah Tumi yang tiba - tiba merona, menjadikan Tumi nampak sebagai perawan ayu tiada tanding. Tumi yang juga tiba - tiba terbengong membuat mulutnya sedikit terbuka. Bibirnya yang merah basah bagai terolesi madu merekah memperlihat sedikit barisan gigi yang yang tersusun rapi. Karena juga Tumi tiba - tiba menghela napas menjadikan gundukan di dadanya nampak semakin menonjol. Kain tipis yang dikenakan Tumi semakin menjelaskan kalau payudara itu tiba - tiba mengencang dan tegak menggunung. Karena juga Tumi tidak mengenakan kutang, puting susunya menjadi nampak menyodok keluar kain tipisnya. Melihat itu Tobil hanya bisa menelan ludah. Pikirannya melayang. Seandainya dirinya diciptakan jadi orang kaya, Tumilah perawan yang akan dipersuntingnya. Tumi akan dicintai dan disayanginya dengan sepenuh hati. Tumi akan dijadikan isteri yang selalu dimanjakannya. Tumi akan dijadaikan perhiasan kebanggaannya. Jika malam telah tiba Tumi akan dipangkunya, dipeluknya, diciuminya, dimanjakannya, dan diberikan kenikmatan yang tiada taranya. Perasaannya menjadi nelangsa ketika ingat dirinya adalah orang yang tidak berharta. Orang yang pekerjaannya hanya menjadi suruhan orang kaya. Orang yang hanya pernah punya mimpi tetapi tidak pernah bisa mewujudkannya. " Juragan Gogor tidak ingin jawabanmu hari ini Tum. Kamu boleh berpikir dulu." Plencing menambah kalimatnya Tobil. Tumi hanya bisa kaget. Ternyata juragan Gogor ingin memilikinya secara utuh. Tidak hanya sekedar bersenang - senang. " Juragan Gogor juga berpesan agar dikatakan kepadamu. Kalau kamu bersedia untuk diperistri juragan Gogor, kamu boleh minta apa saja. Juragan Gogor akan membuatkan kamu rumah di kota. Bapak dan mbokmu bisa dapat sawah. Sawah yang mana, mbokmu dan bapakmu disuruh milih. Tidak hanya itu Tum, malah juragan Gogor juga akan membuatkan rumah yang lebih baik bagi bapakmu dan mbokmu. Gitu Tum welingan dari juragan Gogor. Semua dah tak sampaikan. Sekarang terserah kamu." Plencing tidak berbohong. Memang seperti itu apa yang dikatakan juragan Gogor. 
Tumi terbengong. Terbayang di benak Tumi rumah mewah di kota. Berarti dirinya tidak perlu bersusah - susah lagi pergi ke sawah. Terbayang kehidupan yang serba mudah. Serba menyenangkan. Dan bapak mboknya juga akan hidup lebih senang karena akan ada pemberian sawah. Rumah yang mungkin akan diperbaiki juragan Gogor. Terbayang pula Gudel yang dicintainya. Akan tegakah dirinya meninggalkan Gudel. Gudel yang telah diberi keperawanannya. Gudel yang telah berkali - kali diajaknya menikmati indahnya hidup. Gudel yang selalu memnerikan kenikmatan luar biasa ketika mencumbunya. Gudel yang dikala sedang mencumbu selalu meremas payudara dengan kasar, tetapi sangat nikmat dirasa. Gudel yang setiap kali bercinta dengan dirinya selalu menyodokan mentimun besarnya dengan kuat dan cepat, membuat dirinya selalu tidak bisa menahan. Gudel yang suka menggeram - geram dan memeluk tubuhnya dengan kuat. Gudel yang selalu membuat dirinya gemas dan geregetan.  Akan hidup bahagiakah dirinya tanpa Gudel mendampinginya. Apa artinya bergelimangan harta tanpa Gudel menemaninya. Tumi bingung. 
" Ya sudah Tum. Kalau kamu sudah punya jawaban temui aku." Tobil beranjak dari duduk diikuti Plencing. " Mau kemana lagi ta kang, kok tergesa - gesa ?" Tumi berbasa - basi. " Ada urusan penting Tum." Plencing yang menjawab Tumi. " Urusan jimat ya kang ?" Tumi mengagetkan Tobil dan Plencing. " Hus .... ! Jangan ngomong itu. Sekarang tidak perlu lagi ngomong soal jimat. Soal Jumprit. Jumprit sudah mati. Jimat dak perlu diomong lagi. Ayo cing kita pergi !" Tobil menggandeng tangan Plecing dan segera melangkah meninggalkan rumah Tumi. 
Melihat Tobil dan Plencing tidak lagi mau diingatkan soal jimat, kecurigaan Tumi terhadap Tobil dan Plencing ada hubungan dengan kematian yu Jumprit semakin besar. Sebelum yu Jumprit mati, Tobil dan Plencing sangat bersemangat jika diingatkan soal jimat. Tidak diingatkanpun Tobil dan Plencing setiap ketemu dirinya pasti ngomong soal jimat. Tidak henti - hentinya Tobil dan Plencing meminta dirinya menyelidiki keberadaan jimat itu. Tobil dan Plencing tahu kalau dirinya banyak bersama dengan Menik. Tobil dan Plencing ingin memperalat dirinya untuk mendapatkan jimat itu. Melihat Tobil dan Plencing melangkah cepat dan terburu - buru dari rumahnya Tumi hanya bisa tersenyum geli. 

bersambung ......................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar