Selasa, 25 September 2012



Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput


Keduapuluhdelapan

Semakin hari semakin tambah banyak orang yang datang minta tolong kepada yu Jumprit. Tidak kurang dari dua puluh orang setiap hari antri di rumah pak Pedut untuk mintan pertolongan dari yu Jumprit. Ada yang datang karena sakit, ada yang datang karena sedang tertimpa kemalangan,   ada pula yang datang karena belum mendapat keturunan, bahkan ada yang datang karena belum berjodoh, dan lain sebagainya. Yu Jumprit menjadi sangat sibuk.
Yu Jumprit yang semula di rumah pak Pedut hanya sebagai pembantu rumah tangga, kini berbalik menjadi tuan rumah. Yu Jumprit yang masih memiliki hubungan darah dengan mendiang isteri pak Pedut yang telah meninggal dunia, tinggal di rumah pak Pedut sejak Nyi Ramang sakit sampai dengan meninggalnya Nyi Ramang. Pekerjaan yu Jumprit hanya membantu urusan dapur. Dan pekerjaan - pekerjaan kasar yang lainnya. Yu Jumprit yang namanya tidak banyak dkenal orang kini tiba - tiba mencuat menjulang menjadi sangat tenar. Yu Jumprit yang sakti. Yu Jumprit pengganti Nyi Ramang. Yu Jumprit berbalik sangat dihormati orang. 
Yu Jumprit banyak dibicarakan orang. Warga terus bertanda tanya, mengapa justru yu Jumprit yang mendapat warisan jimat sakti itu. Mengapa tidak pak Pedut anaknya, mengapa bukan Kliwon cucu pertamanya, atau mengapa tidak Menik. Banyak orang mengatakan pak Pedut orangnya lemah. Mungkin Nyi Ramang menilai pak Pedut tidak bakalan kuat ketempatan jimat. Kliwon orangnya pendiam. Tidak bisa banyak bergaul dengan orang. Mungkin Kliwon dinilai oleh Nyi Ramang tidak pantas menerima warisan jimat itu. Sedangkan Menik masih terlalu belia. Sehingga Nyi Ramang mungkin Menilai Menik masih belum tepat membawa jimat. Ahkirnya pilihan jatuh kepada yu Jumprit. Orang hanya bisa menduga - duga. Orang hanya bisa berkata tanpa memperoleh bukti nyata. Satu - satunya bukti adalah yu Jumrpit mampu berbuat seperti Nyi Ramang. Menyembuhkan orang sakit, meringankan beban orang yang sedang tertimpa kemalangan, dan lain sebagainya.
Hari - hari siang, sore, malam rumah pak Pedut ramai didatangi orang. Rumah pak Pedut kembali seperti ketika mendiang Nyi Ramang masih berpraktik menolong orang. Rumah pak Pedut tidak pernah sepi orang. Oleh - oleh dan barang bawaan orang menumpuk di dapur. Ada gula, ada teh, ada rokok, ada sayur mayur, ada kelapa, bahkan ada ayam, itik dan sebagainya. Orang sangat tahu mendiang Nyi Ramang tidak pernah mau diberi uang. Orang mewujudkan ucapan terima kasihnya berupa barang. Kini orang - orangpun terhadap yu Jumprit tidak ada yang memberi uang. Ucapan terima kasihnya tetap diwujudkan dalam bentuk barang. Jika barang sudah menumpuk banyak, tetangga terdekatlah yang beruntung. Mereka mendapat luberan oleh - oleh dan barang bawaan orang yang kalau tidak segera dimanfaatkan akan rusak dimakan hari. Tidak jarang pula maka tetangga terdekatlah yang selalu banyak membantu kerepotan yu Jumprit. 
Gudelpun lalu menjadi orang yang banyak membantu di keluraga pak Pedut. Selain Gudel ingin selalu dekat dengan Menik, Gudel adalah orang yang memang gampang membantu orang yang sedang repot. Air sumur yang keluar sangat sedikit dan kebutuhan air yang harus banyak, membuat jasa Gudel yang tidak segan mengusungkan air dengan bumbung bambu dari tebing menjadi sangat penting. Gudel ingin mendapat penilaian dari Menik. Gudel ingin cintanya yang selama ini terus dipendamnya mendapat balasan dari Menik. Apa yang diperbuat Gudel sekarang persis ketika waktu itu Rase berbuat membantu mendiang Nyi Ramang. Rase yang sekarang sudah menjadi juragan sudah tidak mungkin lagi berbuat seperti dulu. Hanya saja waktu itu Rase tulus berbuat membantu Nyi Ramang tanpa embel - embel pengharapan. Sedangkan Gudel jasanya ingin dihargai oleh Menik yang dicintainya. 

Hari belum terlalu sore. Udara begitu segar terasa di badan. Angin bertiup lembut. Pohon perindang tidak banyak bergerak karena lembutnya angin bertiup. Matahari yang miring terasa hangat di badan. Dengan mengenakan pakaian yang rapi dan mengoleskan wewangian di baju, Juragan Rase datang ke rumah pak Pedut bermaksud mengunjungi Menik. Beberapa orang yang ingin bertemu yu Jumprit masih duduk diteras menunggu pak Pedut mempersilahkan masuk untuk bertemu yu Jumprit di ruang tamu. Gudel yang tampa baju juga sedang duduk - duduk di teras istirahat sambil mengepulkan asap rokok. Gudel masih harus terus mengisi bak air di dapur dengan air yang diambilnya dari tebing. Hari - hari yang selalu banyak tamu sangat membutuhkan air untuk memasak. Juragan rase dengan tanpa menyapa Gudel  dan orang - orang yang sedang berada di teras langsung memasuki rumah melalui pintu dapur. Pikirannya yang ingin segera bertemu Menik membuatnya lupa menengok kekiri dan kekanan. Sehingga orang yang sedang ada diteraspun tidak terlihat oleh matanya. Menik ada di dapur sedang membantu perempuan - perempuan tetangga dekat yang sengaja datang membantu kerepotan yu Jumprit. " Duduk di rumah saja, kang. Di dapur kotor. " Sapa Menik pada Juragan Rase yang langsung duduk di amben dapur. " Ah disini saja enak. Sambil nemani kamu." Jawab juragan Rase. " Iya juragan di dapur nanti kena asap jadi sangit." Timpal perempuan tetangga mengiyakan kalimat Menik. " Sudahlah ... biasa sangit dak papa." juragan Rase tertawa. Menik membawa nampan yang di atasnya ada gelas teh dan sepiring wajik. " Minum kang, ini wajiknya manis banget. Buatan yu Jumprit." Menik menemani Juragan Rase Minum. " Gono dak pernah kirim kabar, Nik ?" Juragan Rase mengingatkan Menik tentang Gono. Juraga Rase sangat tahu kalau Gono selama ini tidak pernah kabar - kabar kepada Menik. Juragan rase tahu kalau Menik sedang bolong. Dulu Menik pacar Gono. Tetapi Gono yang sekarang tidak diketahui dimana rimbanya dan tidak pernah mengabari Menik, membuat Juragan Rase berani mencoba memasuki hati Menik. " Sejak kepergiannya ke kota sampai hari ini kang Gono tidak kirim kabar, kang." Menik mengansurkan piring wajik ke dekat duduk juragan Rase. " Ya ... ya Nik .. nanti aku ambil wajiknya aku tak minum dulu." Juragan Rase menyerutup teh. " Mungkin kang Gono sudah kecantol perawan kota, kang." Menik melanjutkan kalimatnya sambil tertawa. Mendengar kalimat Menik yang walaupun diucapkan sambil tertawa ditangkap oleh Juragan Rase kalau kalimat Menik ini sudah mengandung keraguan akan kesetiaan Gono. Maka Juraga Rase segera mencoba mempengaruhi keraguan Menik agar semakin meragukan Gono : " Iyo lho Nik. Perawan kota kan pandai bersolek. Perjaka siapa yang tidak tergoda. " Juragan Rase tertawa lepas. " Kalau kang Gono sudah kencantol perawan kota, ya aku ikhlas kok kang. Toh di desa masih banyak perjaka." Berkata ini Menik juga menyertakan tertawa lepasnya. Perempuan tetangga yang mendengarkan canda Menik dan Juragan Rase minmpali :" Tuh .... juragan Rase masih perjaka, ta ? .... kaya lagi....!'' Perempuan tetangga ikut melepaskan tertawanya pula. Kalimat perempuan tetanggga ini membuat juragan Rase tersipu malu, tetapi di dalam hatinya berbungan - bunga. " Juragan rase juga suka perawan kota, yu. Perawan kota yang wangi dan suka bersolek. " Menik menimpali kalimat perempuan tetanggga yang tetap sambil sibuk. " Dak.... dak ....Nik. Aku tetap suka perawan desa yang lugu dan ayu seperti kamu, Nik !" Juragan Rase semakin melepaskan tawanya. " Nah itu .... ternyata juragan Rase suka perawan yang seperti kamu, yang seperti kamu.... ya kamu itu.... Nik. Begitu kan juragan ?" Perempuan tetangga menggoda Menik. Mereka yang di dapur semua tertawa lepas. 
Gudel yang masih berada di teras di depan dapur mendengar percakapan ini. Tiba - tiba di dalam dadanya terasa ada sesuatu yang sesak mengganjal dan terasa panas. Gudel merasa kawatir jika guyonan itu kebablasan bisa - bisa ia mendapatkan saingan yang tidak seimbang. Jika juragan Rase nantinya menyukai Menik berarti dirinya akan bersaing dengan juragan Rase. Akankah dirinya bisa menang bersaing dengan orang sekaya juragan Rase ? Juragan Rase akan bisa melakukan apa saja dengan uangnya. Dirinya hanya bisa menjual jasa, mengorbankan tenaganya untuk membantu. Gudel menjadi gelisah, resah dan panas hati. Gudel tiba - tiba merasa kecil dan tidak berarti.
Apa yang harus dilakukannya untuk memenangkan persaiangan ini. 
Guyonan di dapur semakin rame saja. Juragan Rase semakin banyak tertawa. Ditelinga Gudel tawa juragan Rase bagai halilintar yang memekakan telinganya. Setiap kali didengar tawa Menik hatinya bagai teriris. Dan tawa - tawa para perempuan tetangga bagai hinaan terhadap dirinya. Gudel bangkit dari duduk dan ngeloyor pergi membawa sakit hatinya.

bersambung .................










Tidak ada komentar:

Posting Komentar