Selasa, 25 September 2012



Cubung Wulung 


                                                                                       edohaput

Keduapuluhsembilan

Tobil dan Plencing tidak berhasil mempengaruhi Yu Jumprit, mereka segera mengalihkan sasaran. Tobil dan Plencing membidik Kliwon. Menurut Tobil dan Plencing Kliwon akan lebih mudah dipengaruhi. Tobil dan Plencing menemui Kliwon di sawah. Di sawah tidak akan banyak dilihat orang. Bisa bebas berbicara. 
Siang di langit ada mendung. Karena mendung hanya tipis dipastikan tidak akan turun hujan. Mendung membuat matahari siang tidak menyengat. Kliwon sibuk matun. Matun adalah membersihkan rumput gulma pengganggu tanaman. Plencing dan tobil melangkah mantap di atas pematang sawah mendekati Kliwon.
Kedatangan Plencing dan Tobil membuat Kliwon bertanya - tanya. Ada apa gerangan dua pembantunya juragan Gogor ini menemuinya di sawah. Kenapa tidak di rumah saja. " Kalau menemui aku di rumah kan bisa sambil wedangan ta, kang. Kalau di sawah gini kan malah kehausan." Kliwon membuka pembicaraan sambil menempatkan pantatnya di pematang diikuti Tobil dan Plencing. " Jangan kawatir Won. " Plencing membuka bungkusan yang sejak tadi ditenteng. " Ini wedang serbatnya mbok Semi." Plencing mengeluarkan botol - botol yang berisi wedang serbat dan cangkir bambu. " Dan ini pisang gorengnya. Juga dari kedainya mbok Semi." Tambah Plencing. " Dan ini rokok sedap buat kamu Won." Tobil mengeluarkan dua bungkus rokok dari sakunya. " Wela ... mau berpesta di sawah ini rupanya ." Kliwon tertawa gembira. Melhat Kliwon tertawa gembira, Tobil dan Plencing optimis Kliwon bakal bisa dipengaruhi. Kliwon lahab menikmati pisang goreng dan berkali - kali menuang wedang serbat. Kliwon memang sedang haus dan lapar. Sejak pagi berada di sawah. Kliwon menyulut rokok dan menikmatinya. Tobil dan Plencing senang, Kliwon sangat menikmati apa yang dibawa dan diberikan kepada Kliwon. " Won kamu ini dak kepingin kaya, apa ?" Plencing mulai membuka kalimat strategi mempengaruhinya. " Lho sapa orangnya Cing yang dak kepingin kaya ?" Buru - buru Kliwon menanggapi kalimat Plencing. " Tetapi untuk menjadi kaya itu kan tidak gampang ta Cing." Kliwon melanjutkan kalimatnya. " Bagi orang lain memang susah Won, untuk menjadi orang kaya itu. Seperti aku dan Plencing ini susah untuk menjadi kaya. Hidupku hanya tergantung juragan Gogor. Tapi bagi kamu mau jadi kaya itu masalah sepele, Won." Tobil langsung membuat kalimat yang segera akan menuju sasaran. " Lho kok sepele, Bil. Lha ini aku selalu membanting tulang di sawah saja hasilnya dak pernah buat aku kaya kok, Bil."  Bantah Kliwon. " Gini Won .... aku pikir - pikir kamu dan keluargamu ini aneh. Lha dak aneh gimana. Lha wong Nyi Ramang ini kan nenekmu. Tapi kok anehnya mewariskan jimat Kecubung wulung itu malah ke yu Jumprit. Harusnya kan ke pak Pedut bapakmu itu. Atau ke kamu. Atau ke Menik. Lho kok malah ke yu Jumprit. Apa itu dak aneh, Won ?" Plencing sudah masuk ke strategi mempengaruhi. Kliwon mengerinyitkan dahinya. " Mendiang nenekmu itu menurut aku sangat tidak tepat dan sangat tidak adil memberikan mewariskan jimat itu ke yu Jumprit. Lha yu jumprit itu apa ta ? Kan hanya pembantu. Walaupun masih ada ikatan darah, tapi kan tetap hanya pembantu ta, Won !" Sambung Tobil. " Dan anehnya lagi, Won. Kamu itu lho, kamu itu kan pewaris langsung dari Nyi Ramang. Kenapa jimat itu jatuh di tangan yu Jumprit kamu diam saja. Seolah - olah dak terjadi apa - apa. Mbok ya dipikir, Won. Sapa tahu yu jumprit mendapat jimat itu dengan cara tidak wajar. Misalnya ketika Nyi Ramang akan meninggal yu Jumprit merebut jimat itu dari tangan Nyi Ramang. Bisa saja ta Won, yu Jumprit berbuat begitu ?" Plencing mencoba mencuci otak Kliwon. Mendengar kalimat Plencing ini Kliwon semakin mengerinyitkan dahinya. " Bentar ..... bentar .... aku kok jadi bingung. Apa hubungannya aku gampang bisa menjadi kaya dengan omongan - omongan kalian ini ?" Kliwon memang benar - benar bingung. Untuk menjadi kaya dirinya dibilang Tobil dan Plencing hanya sepele. Tetapi Tobil dan Plencing kok malah mengarah kepada keberadaan jimat. " Jelasnya gini Won. Jika saja jimat itu ada di tanganmu, kamu akan sangat mudah menjadi kaya. Sebab juragan Gogor mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Kalau saja jimat itu segera bisa berada di tangan juragan Gogor, juragan Gogor masih mau menambah sepuluh ekor sapi. Itu lho Won, yang aku maksudkan kamu untuk menjadi kaya itu sepele." Plencing pidato. Kliwon mengernyitkan dahinya lagi. Kliwon menelan ludah. Kliwon membayangkan setengah kilogram emas dan sepuluh ekor sapi. " Lha sekarang jimat itu di tangan yu Jumprit. Kalau satu saat Jumprit mendapat tawaran seperti ini dari juragan lain ? Jangan - jangan yu Jumpritlah yang menjadi kaya. Bukan kamu, Won, gamana coba !" Plencing semakin mencuci otaknya Kliwon. Kliwon mulai terpengaruh. Masuk akal juga omongan Tobil dan Plencing ini. Jangan - jangan benar nantinya omongan ini. Tapi bukankah dirinya telah setuju kalau yu Jumprit akan segera dinikahi bapaknya. Jikalau yu Jumprit menjadi isteri Bapaknya, bukankah yu Jumrpit akan menjadi keluarganya. Dan kalau toh terjadi seperti apa yang dikatakan Tobil dan Plencing dirinya juga akan ikut menikmati kekayaan hasil penjualan jimat itu, jika jimat itu dijual oleh yu Jumprit. " Dan begini Won, sekarang jimat itu menghasilkan apa. Coba dipikir. Orang yang pada datang minta pertolongan, paling - paling membawa barang bawaan gula, teh, kopi, rokok, yang tidak seberapa. Malah - malah ada yang membawa sayuran, kelapa, dan barang - barang yang mudah basi. Yang untung kan tetangga dekat. Dan walaupun barang - barang itu dikumpulkan selama lima tahun dan diuangkan, dak akan sebanding dengan tawaran juragan Gogor. Benar dak, Won. Untuk jadi kaya bagi kamu itu mudah kan ?" Kalimat dari Plencing ini sungguh masuk dipikiran Kliwon. Dan membunuh akal sehatnya. Yang ada di pikiran Kliwon emas setengah kligram dan sepuluh ekor sapi besar - besar. " Lha terus aku harus berbuat apa Cing ?" Kliwon sudah terpancing oleh umpan Plencing dan Tobil. " Gitu aja kok susah ta, Won .... Won ...!" Tobil menyambung. " Ya gimana caranya kamu kan bisa mikir dan berbuat. Kalau dak boleh diminta dengan cara halus ya dengan cara yang kasar ta, Won ? Lha yu Jumprit itu hanya pembantumu kok kamu bingung dan takut !" Plencing semakin berani menyampaikan kalimat - kalimatnya yang menohok karena tahu Kliwon sudah terpengaruh. Kliwon terdiam. Di dalam pikirannya berkecamuk tentang jimat. Jangan - jangan memang benar omongan Tobil dan Plencing yu Jumprit mendapatkan jimat itu dengan cara yang tidak wajar. Dan satu saat yu Jumritlah yang akan menjadi kaya kalau jimat itu dibeli orang. Sekarang saja ya yu Jumpritlah yang menjadi orang terkenal dan dihormati orang. Bukan dirinya. jikalau satu saat nanti yu Jumprit nakal, keluarganyalah yang akan menderita rugi.

Dari kejauhan nampak Sarinti dan Pokol berjalan beriring di pematang. Melihat Sarinti dan Pokol Tobil tertawa. " Kenapa tertawa kang ?" Tanya Plencing heran. " Tu Sarinti dan Pokol siang - siang mau pacaran ." Jawab Tobil sambi menunjuk dengan dagunya ke arah Sarinti dan Pokol berjalan beriring. Plencing yang kemudian juga melihat jadi tertawa. " Siang bolong begini pacaran, mbok ya nanti malam gelap. " Plencing berguman yang kemudian ditimpali Tobil : " Justru siang - siang begini malah enak Cing, kelihatan jelas." Tobil kemudian tertawa ngakak. Mendengar Tobil dan Pencing Guyonan Kliwon tetap tidak bisa tertawa. Pikirannya berkecamuk antara jimat, yu Jumprit, emas setengah kilogram, dan sapi - sapi yang besar. Dan bagaimana caranya nanti mendekati yu Jumprit agar yu Jumprit mau menyerahkan jimat. 

bersambung .......................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar