Minggu, 09 September 2012

Cubung Wulung 

                                                                                              edohaput


Kesembilanbelas

Pak Blengur kesurupan. Pak Blengur menari - nari sambil nembang, diselingi tertawa keras - keras di tengah kuburan desa . Kuburan yang hanya terletak di belakang dusun memudahkan suara aneh pak Blengur  didengar warga. Mula - mula warga tidak peduli dengan suara pak Blengur. Karena memang pak Blengur suka nembang. Tetapi tembangan pak Blengur biasanya runtut, enak didengar dan tidak keras - keras. Kali ini tembang - tembang yang dilantunkan pak Blengur tidak runtut, keras sekali, sumbang, dan diselingi tertawa keras - keras dan ada pula kata - kata tidak senonoh. Warga yang rumahnya hanya dibatasi beberapa petak sawah dengan kuburan mulai curiga dengan suara pak Blengur. Suara pak Blengur yang tidak biasanya. Beberapa orang keluar rumah dan mereka berjalan ke arah kuburan. Mata mereka pada melotot terkesiap dan pikiran mereka tidak bisa menduga apa yang sedang terjadi. Pak Blengur sedang menari - nari dan melompat - lompat dari satu batu nisan ke batu nisan yang lainnya. Suara keras pak Blengur yang berupa tembang - tembang ngawur seperti bukan suara pak Blengur. Suaranya keras, parau dan menggeram. Matanya melotot merah, lidahnya dijulur - julurkan keluar dari mulut dan gerakan - gerakan tariannya seperti gerak raksasa marah. Tertawanya keras menggelegar. Jelas - jelas itu bukan suara asli pak Blengur.

Sore yang cerah dengan angin yang semilir menebarkan wanginya kembang keningkir berubah menjadi sore yang gegap gempita. Semua warga pada berlarian ke kuburan. Semuanya terkejut menyaksikan pak Blengur yang menari - nari dan melantunkan tembang yang tidak karuan. Laki - laki perempuan tumplek bleg datang ke kuburan. Mereka sangat merasa kasihan terhadap pak Blengur. Mengapa pak Blengur tiba - tiba kesurupan. 
Pak Blengur adalah juru kunci kuburan. Hidupnya diabdikan kepada seluruh warga untuk merawat kubur leluhurnya. Karena pengabdiannya yang total kepada warga untuk mengurus kuburan, sampai - sampai pak Blengur tidak pernah peduli pada dirinya sendiri. Pak Blengur tidak sempat berkeluarga. Hari - harinya habis dikuburan. Tempat tinggalnya pun di kuburan. Warga membangunkan rumah sederhana di komplek pekuburan untuk pak Blengur. Dia hidup atas uluran tangan seluruh warga. Pak Blengur tidak pernah kekurangan sandang pangan. Dengan tulus dan bermurah warga memberi pada pak Blengur. Pak Blengur bahagia dengan pekerjaannya.
Juragan Gogor yang ikut rame - rame datang ke kuburan, diikuti Plencing dan tobil mendekati pak Blengur yang terus menari, menggeram dan berteriak tidak karuan. Dengan juragan Gogor mencoba menenangkan pak Blengur : " Blengur ! Ada apa kamu jadi begini " Juragan Gogor berjalan mendekati pak Blengur. " Jangan mendekat kamu Gogor ! Ha....ha.....ha....ha..... kalau kamu mendekat lagi akan kubunuh kamu !" Pak Blengur yang biasanya sangat menghormati juragan Gogor dan selalu menyapa juragan Gogor dengan sebutan juragan, menyebut juragan Gogor dengan sebutan tanpa kata juragan dan sangat kasar menyapa. Tiba pak Blengur mengeluarkan pisau besar dari balik bajunya dan diangkat - angkat. Pelncing dan tobil yang ada di belakang juragan Gogor langsung berbalik dan lari ke kerumunan orang di pinggir kuburan. Plencing dan Tobil sangat ketakutan. Juragan Gogorpun surut mundur. Takut ancaman pak Blengur menjadi kenyataan. Pak Blengur terus berteriak. " Aku minta sesaji ! Ha.....ha.....ha.... Sediakan dua ingkung ayam jantan ! Ha....ha....ha.... Aku ingin makan nasi tumpeng yang besar. Malam nanti aku harus berpesta ! Ha.....ha......ha......Ikung dan nasi tumpeng .... ha..ha....ha...Kalau tidak segera ada seluruh desa akan aku obrak - abrik ... ha....ha....ha....! Akan kubakar semua rumah. Akan kubunuh kalian semua ! Ha.....ha.....ha....ha.... !" Pak Blengur mengacung - acungkan pisau besarnya yang mata pisau tampak begitu tajam. Tanpa dikomando beberapa orang terutama para perempuan segera bergegas meninggalkan kuburan. Mereka bermaksud segera bisa membuat sesaji yang diminta pak Blengur. Para lelaki dan para pemuda berjaga - jaga di pintu kuburan. Mereka berjaga - jaga agar pak Blengur tidak meninggalkan kuburan dan masuk dusun. Mereka berpikir kalau pak Blengur masuk dusun bisa menjadi semakin geger dan berbahaya. Orang yang sedang kesurupan bisa berbuat nekat apa saja. Para pemuda menyiapka tambang. Kalau - kalau pak Blengur berniat meninggalkan kuburan mereka akan menangkapnya dan merangketnya. Warga juga bergegas membuat alat pasungan. Mereka berniat juga memasung pak Blengur. Pak Blengur semakin keras saja teriakan dan geramannya diselingi dengan tembang - tembang yang oleh warga tidak diketahui artinya. 
Menjelang matahari terbenam sesaji yang diminta pak Blengur dibawa ke kuburan. Nasi tumpeng besar dan dua ingkung ayam jantan. Warga meletakkan nasi tumpeng dan dua ekor ayam jantan yang sudah jadi ingkung  di dekat pak Blengur yang terus tanpa lelah menari dan mulutnya tak berhenti berceloteh. Melihat sesaji sudah disajikan pak Blengur berhenti menari dan menggeram. Didekatinya sesaji dan pak Blengur lalu dengan lahabnya berpesta. Bagai orang yang sangat kelaparan pak Blengur menyatap sesaji. Warga menyaksikannya dengan penuh keheranan. Dengan cepat nasi tumpeng besar dan dua ingkung habis dilahap pak Blengur. Yang menyaksikan hanya tertegun dan berdecak. Mahkhluk apa merasuki jasad pak Blengur sehingga menjadi demikian. Habis menyantap sesaji pak Blengur ambruk di atas batu nisan dan mendengkur keras. Warga masih bertahan dan berkerumun di depan pintu kuburan.
Rembulan yang hanya nampak sepotong semakin meninggi. Malam semakin dingin. Pak Blengur terus mendengkur. Orang - orang percaya pak Blengur sangat kelelahan. Mereka percaya pula kalau mahkhluk halus yang merasuki pak Blengur telah lepas karena telah puas dengan sesaji. Mereka mulai satu - satu meninggalkan kuburan. Udara dingin yang menusuk tulang sangat memberi hasrat orang - orang untuk pulang. Suana kuburan kembali sepi. Tak satupun orang yang tinggal. Hanya suara dengkur pak Blengur yang terdengar semakin pelan. 
Pak Blengur tiba - tiba terbangun dari tidur lelapnya. Kembali matanya terbelalak. Berdiri dan berjalan meninggalkan kuburan. Malam yang begitu dingin membuat warga memilih berada di dalam rumah dan tidur. Suasana sangat sepi. Hanya gesekan - gesekan dedaunan yang terdengar. Pak Blengur berjalan ke arah kedai mbok Semi.
Mbok Semi masih terjaga. Sibuk dengan dagangan yang belum sempat terjual karena sore tadi warga geger dan tidak ada yang sempat ke kedainya mbok Semi. Betapa terkejutnya mbok Semi, tidak diketahui melalui pintu masuk mana, tiba - tiba pak Blengur telah berada di dalam kedainya. Rasanya semua pintu kedai telah ditutup rapat dan dikancing. Tetapi kena apa pak Blengur tiba - tiba tanpa suara telah berada di kedainya. " Minum .... minum .... beri aku minum.... semi ... !" Suara pak Blengur parau. Gemetaran takut mbok Semi mengambilkan menuangkan wedang serbat panas untuk pak Blengur. Mbok Semi mulutnya bagai terkunci tidak bisa bersuara. Mbok Semi takut, ngeri bercampur heran. Mengapa pak Blengur memanggilnya tanpa sebutan yu. Biasanya pak Blengur menyapanya dengan sebutan yu Semi. Mbok Semi hanya bisa diam dan seluruh tubuhnya gemetar. Sehabis menenggak habis minuman panas semangkuk pak Blengur berdiri mendekati mbok semi yang berdiri kaku dengan mata tidak berkedip memandangi pak Blengur. Mbok Semi yang didekati pak Blengur tidak bisa berbuat apa kecuali pasrah dan sangat ketakutan. Mulut bagai disumbat kapas segunung. Napasnya sesak. Lidahnya ngilu. Sarasa mau mati. Pak Blengur tiba - tiba memeluk tubuh mbok Semi dengan lembut dan membisikkan kalimat yang belum pernah didengar mbok Semi. " Semi ...aku kangen kamu .... Mi .... " Mbok Semi kaget setengah mati dengar kalimat itu lembut ditelinganya. Perasaannya begitu tertusuk. Mbok Semi menjadi terlena. Pak Blengur membimbing mbok Semi ke tempat tidur yang biasanya dipakai istirahat mbok Semi di kala capai. Yang digandeng tidak bisa menolak. Mbok Semi menurut saja dirembah ke tempat tidur oleh pak Blengur. Sambil merebahkan mbok Semi pak Blengur berulang - ulang mengucapkan kalimat dengan nada yang sangat mendayu di telinga mbok Semi. " Semi ....aku kangen kamu ....Mi... " Ada getaran jiwa yang sangat meluluhkan perasaan mbok Semi. Ketika pak Blengur mulai melucuti kain yang menempel di tubuhnya, mbok Semi tidak berontak. Justru ia malah membantu - bantu agar kainnya segera bisa terlepas dari tubuhnya. Ketika tangan pak Blengur dengan lembut menyentuh dan mengusap - usap kulitnya yang tidak lagi ditutupi kain, tubuhnya serasa tersengat hangatnya matahari pagi. Mbok Semi benar - benar kaget ketika tiba - tiba payudaranya yang telah jatuh kembali menggunung. Kulitnya yang disana - sini sudah berkeriput mengencang dan padat. Mbok semi tidak percaya ketika tangannya mencoba meraba kulit dan payudaranya. Mimpikah aku ? Digigitnya bibirnya sendiri. terasa sakit. Aku tidak bermimpi. Mengapa aku ini ? Pak Blengur yang juga telah telanjang segera menindih tubuh mbok Semi. Mbok Semi yang terus menatap pak Blengur berangsur - ansur tidak lagi melihat wajah pak Blengur, melainkan melihat wajah seorang pria tampan, gagah, berotot sedang menindih tubuhnya yang sintal padat. Mbok Semi merasakan bibirnya dikulum, payudaranya diremas - remas. Mbok Semi merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Kedua pahanya yang mengangkang ditengahnya telah ditempati pinggul pak Blengur. Antara sadar dan tidak sadar mbok semi mencuri meraba milikny yang ada diselangkangan. Begitu menggunung dan kencang. Mengapa begini. Ia sangat tahu kalau miliknya yang ada diselangkangnya sudah mengempis, kering dan tidak berisi. Mengapa sekarang menggunung, berisi, hangat, dan basah. Pak Blengur memeluk erat tubuh mbok Semi sambil terus berganti - ganti menciumi bibir dan leher mbok Semi. Mbok Semi mendesah, melenguh, menggelinjang dan dengan erat pula memeluk tubuh yang ada di atas tubuh telanjangnya. Bau wangi kembang seteman tercium di hidung mbok Semi membuatnya semakin terlena. Tiba - tiba mbok Semi merasa tubuhnya telah menyatu dengan tubuh pak Blengur setelah miliknya yang ada diselangkannya terasa ada yang menyodoknya dan menembus masuk ke kedalaman. Mbok Semi serasa melayang dilangit yang penuh dengan taburan bintang. Suluruh tubuhnya bergetar. Ada perasaan senang dan bahagia di hatinya. Geli kenikmatan merasuki suluruh bagian tubuhnya. Mbok Semi terus mendesah dan menggelinjang penuh kenikmatan. Pak Blengur semakin ganas berbuat. Bunyi ranjang bambu semakin lama derit - deritannya semakin keras. Kedai mbok Semi yang memang terpencil dari rumah - rumah warga tidak memungkinkan jeritan desah mbok Semi didengar orang. Tiba - tiba pak Blengur menggeram keras dan menghujamkan dalam - dalam  mentimun besarnya di kedalaman milik mbok Semi dan yang dirasakan mbok Semi ada sesuatu yang mengguyur  miliknya. Hangat, membuat semakin geli nikmat dan tak terhankan nikmatnya. Mbok Semi tidak lagi kuat menahan rasa. Kakinya menjejak - jejak sehingga pantatnya terangkat - angkat dan mulutnya menjerit tertahan karena ada rasa yang luar biasa di kemaluannya, diseluruh tubuhnya, dan di alam pikirnya. Pak Blengur dan mbok Semi menggoyangkan ranjang bambu dengan sangat keras. Keduanya sama - sama mengejang. Dan sejurus kemudian mereka lunglai terlentang di atas ranjang bambu. Yang terdengar hanya napas - napas mereka yang masih memburu. 
Mbok Semi tidak bisa bangun dari posisi terlentangnya. Tubuhnya begitu lemas. Lunglai bagaikan tidak berotot dan bertulang. Hanya matanya yang bisa terus menatap pemuda tampan, gagah dan berotot sedang mengenakan pakaiannya lagi. " Terima kasih Semi.... aku pulang... kangenku sudah terlampiaskan .... Semi....." Pemuda tampan di mata mbok Semi berlalu. Terdengar di telinga mbok Semi pintu berderit. Ada rasa tidak rela orang ini meninggalkannya. Ingin rasanya mbok semi berkata agar jangan pergi. Ingin rasanya Mbok Semi menggamit tangan kekar itu agar tidak pergi dari kedainya.

bersambung ..............................



Tidak ada komentar:

Posting Komentar