Selasa, 04 September 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                                         edohaput


Ketujuhbelas 

Warga desa sudah sangat gelisah. Pembicaraan antar mereka mulai menyimpang. Mereka sudah mulai menuduh pak Pedut sebagai orang yang tidak berbudi baik. Mereka sudah secara terang - terangan mengata - ngatai pak Pedut sebagai orang yang tidak mau menolong warga. Pak Pedut telah kehilangan rasa kasihan terhadap warga. Bahkan banyak orang menuduh pak Pedut telah menjual jimat Nyi Ramang. Sungguh tega pak Pedut terhadap warga yang sangat membutuhkan pertolongan. 
Sejak Nyi Ramang sakit tua sampai dengan ajalnya tiba, warga desa amat menderita. Mereka harus berjalan berkilo - kilo meter untuk mengobatkan sakitnya ke puskesmas di perbatasan kota dan desa. Sudah begitu penyakitnya tidak kunjung sembuh. Banyak diantara warga yang meninggal dunia lantaran sakitnya menjadi tambah parah lantara  harus ditandu jauh ke puskesmas. Belum lagi pelayanan yang lama dan bertele - tele membuat mereka stres. Lain ketika Nyi Ramang masih sehat. Mereka yang sakit hanya perlu datang ke Nyi Ramang dan sepulang dari Nyi Ramang mereka kembali bugar. 
Harapan warga sepeninggal Nyi Ramang pak Pedutlah yang menggantikannya. Tetapi kenyataan sampai dengan peringatan kematian Nyi Ramang pada hari keempatpuluhpun, tidak ada tanda - tanda pak Pedut membuka pintu bagi orang - orang yang membutuhkan pertolongan.
Di sawah, di warung - warung, di kedainya mbok Semi, dan setiap ada segerombol warga topik pembicaraan mereka adalah pak Pedut yang telah melupakan warga desa. Pembicaraan hangat terus terdengar dimana - mana. Pak Pedut sudah tidak layak lagi disebut sebagai warga yang baik. Pak Pedut telah berubah menjadi jahat. Berkembang dari mulut ke mulut pak Pedut telah menjual jimat berupa batu akik Kecubung Wulung kepada orang kaya entah dari mana. Pak Pedut mencoba memperkaya diri dengan menjual jimat itu. Pasti jimat itu dijual dengan sangat mahal. 
Warga desa berangsur - angsur pada menjauhi keluarga pak Pedut. Ketika pak Pedut menggotong - royongkan mencangkuli sawahnya, tidak banyak warga yang mau bergotong - royong. Sudah menjadi tradisi di desa siapa saja yang sedang butuh menggarap sawahnya orang datang membantu. Mereka tidak perlu diupah. Mereka bergotong - royong saling bergantian membantu. Karena warga telah merasa dilupakan pak Pedut mereka mulai tidak suka dengan pak Pedut. Mereka memercayai isu yang berkembang. pak Pedut tidak lagi mengasihi sesama warga. Pak Pedut telah mempersulit warga dengan menjual jimat yang ditinggalkan Nyi Ramang. Pak Pedut telah lebih memilih uang dari pada persaudaraan. 
Semakin hari semakin santer saja orang membicarakan kejelekan pak Pedut. Banyak warga yang telah sangat gelisah dan jengkel. Kejengkelan warga terhadap pak Pedut dilampiaskan dengan tidak bersedia bergotong royong di sawah pak Pedut, bahkan secara terang terangan banyak warga yang tidak lagi mau bertegur sapa dengan pak Pedut. 

Di sisi lain juragan Gogor yang sangat ingin memiliki jimat Nyi Ramang itu menjadi sangat kecewa dan marah mendengar pak Pedut telah menjual jimat peninggalan Nyi Ramang. Juragan Gogor yang baru menyelidiki keberadaan jimat itu lewat Tobil dan Plencing pembantu setianya menjadi sangat jengkel dan benci kepada pak Pedut. Kenapa jimat itu sampai dijual keluar. Padahal berapapun harganya juragan Gogor akan membayarnya. Hanya saja juragan Gogor masih perlu hati - hati untuk mengungkapkan maksudnya mau membeli jimat itu. Ia tidak gegabah dan tidak mau membuat pak Pedut tersinggung. Tetapi nyatanya malah pak Pedut begitu nekat menjual jimat itu kepada orang lain. Tahu begitu  kemarin - kemarin ia tidak perlu basa - basi terhadap pak Pedut. Pak Pedut yang dianggapnya punya nurani ternyata tidak berbudi dan jauh dari pekerti baik.

" Kamu berdua telah selidiki sampai dimana kebenaran jimat itu telah dijual, Bil dan kamu Plencing ! Juragan mana membeli jimat itu. Juragan siapa ... ha ...? " Dengan nada marah juragan gogor menanya Tobil dan Plencing yang sedang bersamanya. Tobil dan Pelncing hanya tertunduk. Takut menatap mata juragannya yang pasti sedang melotot. " Gimana kamu itu ! Percuma aku menggaji kalian, kalau kerjanya tidak becus !" Tobil dan Plencing semakin ciut hatinya mendengar kalimat juragannya keras dan lantang membentak. " Kenapa kalian bisa seterlambat ini ! Sekarang selidiki siapa dan dari mana juragan yang membeli jimat itu. Cari sampai ketemu ! Berapapun harganya akau akan menebus jimat itu ! Ngerti kalian !" Tobil dan plencing semakin dalam menunduk dan lirih mereka menjawab bentakkan juragannya :" Siap juragan saya dan kang Tobil akan bekerja keras ". Juragan Gogor menyulut rokok untuk meredakan rasa amarahnya. " Awas kalau kalian sampai tidak segera laporan tentang juragan yang membeli jimat itu ! Bulan depan kalian tidak akan dapat gaji ! Tapi sebaliknya kalian bisa segera temukan  juragan itu, gaji kalian aku lipatkan !" Juragan Gogor menghempaskan asap rokoknya ke wajah Tobil dan Plencing. Tobil dan Plencing tersedak - sedak karena begitu banyak asap rokok mengenai wajah dan tersedot hibungnya yang tidak siap. Keduanya merasa sangat takut, tetapi ada secercah harapan akan dilipatkan gajinya kalau bisa menemukan juragan yang membeli jimat Nyi Ramang yang dijual pak Pedut itu. Secercah harapan gaji akan dilipatkan membuat Plencing bergembira dan membuat suasana hatinya tenang, membuat rasa takutnya terhadap juragannya yang sedang marah berangsur berkurang. Dan Plencing akan mengingatkan juragannya tentang Tumi. Plencing memercayai jika juragannya diingatkan tentang Tumi pasti marahnya segera akan reda. Plencing sangat tahu jika juragannya ini diajak bicara tentang wanita cantik pasti akan senang dan dan lupa akan segalanya. " Maaf, gan..... e... lalu ... lalu ... tentang Tumi kami harus bagaimana ?" Plencing takut - takut. Benar dugaan Plencing. Begitu nama Tumi disebut juragannya tertawa lebar.

Mendengar nama Tumi juragan gogor pikirannya melayang dan menerawang. Tumi yang ranum. Tumi yang buah dadanya besar. Tumi yang pantatnya nungging. Tumi yang kenes. Tumi gadis perawan yang belum bisa dijamahnya.
Di khayalnya Tumi akan dibuatnya kelabakan. Akan dibuatnya menjadi ketagihan. Tumi pasti akan ketagihan jika sudah merasakan mentimunnya yang besar panjang dan gagah perkasa. Tumi akan diperawaninya dan akan terus dagaulinya. Keinginannya untuk menindih Tumi sangat lain dengan keinginannya ketika pernah menggauli perawan - perawan sebelumnya.  
Juragan Gogor  selalu kesampain terhadap yang diinginkannya. Belasan gadis desa telah bisa digaulinya. Plencing dan Tobillah yang selalu mencarikannya. Wajah dan bentuk tubuh tidak menjadi ukuran. Yang penting kemaluannya masih perawan. Berapapun diminta juragan Gogor bersedia membayar. Juragan Gogor sangat keranjingan terhadap kemaluan perawan. Setiap perawan yang berhasil dibelinya selalu digauli berulang - ulang. Biasanya juragan Gogor akan berhenti menggauli setelah Tobil dan Plencing telah menyediakan perawan berikutnya. 
Tumi bergitu menarik. Yang sudah - sudah tidak secantik Tumi. Yang sudah - sudah hanya perawan miskin yang butuh bisa hidup layak. Karena dengan mau dijadikan gundiknya berarti bisa membeli sawah. Bisa punya banyak perhiasan emas. Bisa berlimpah uang. Dan bisa mengangkat ekonomi keluarga. Rata - rata tidak cantik. Tidak seperti Tumi yang bibirnya selalu membasah. Kulitnya yang bersih dan berpenampilan sangat menarik dan menggiurkan. Alam pikirannya terus melayang. Tumi yang telah telanjang, terlentang di hadapannya. Diraihnya dan dipeluknya. Payudaranya yang kencang diremasnya. Bibirnya yang merah membasah disedot - sedotnya dan tangannya terus menggosok milik Tumi yang basah, hangat, lebat berambut  yang ada diselangkanngannya. Dikhayalnya Tumi mendesah, melenguh, menggelinjang dan membuat birahi menjadi semakin menggebu. 
" Gimana, gan ?" Plencing menyadarkan lamunan juragannya. Juragan Gogor tergagap dan menjawab sekenannya : " Ya... ya...Tumi..... Tumi harus ... harus... !" Sambil ribut tangannya menyapu - nyapu celananya yang kena abu rokoknya yang lama tidak diisapnya dan api rokoknya membuatnya kaget karena panas di jari lantaran sudah memendek.

bersambung ................................







Tidak ada komentar:

Posting Komentar