Senin, 17 September 2012



Cubung Wulung

                                                                                                              edohaput


Keduapuluhtiga

Tumi menemui Gudel. Siang tengah hari. Gudel sedang istirahat di bawah kerindangan pohon nangka di sawah. Tumi datang membawa teh dan makanan. Sengaja Tumi menemui Gudel. Tumi harus menemui Gudel. Tumi harus segera mengingatkan kekasihnya ini akan adanya jeratan oleh juragan Gogor. " Kang Gudel ini gimana ta ? Kalau pinjam uang di juragan Gogor tu pasti nantinya susah. Sawah yang tergadai ahkirnya hilang dimiliki juragan Gogor ." Tumi membuka pembicaraan setelah Gudel mereguk teh dan makan makanan yang dibawa Tumi. " Habis gimana Tum. Ternyata tabunganku ditambah dengan hasil penjualan emas yang kamu pinjamkan ke aku ternyata belum cukup ." jawab Gudel sambil terus menikmati makanan. " Ya kakangmu itu suruh bersabar dikit ta kang. Masak semua harus diadakan. Kalau kurangnya tidak banyak, nanti aku coba bilang bapak sama simbok. Kelihatannya bapak sama simbok punya tabungan, kang. " Tumi kembali menawarkan pinjaman kepada kekasihnya ini. " Ya aku malu ta Tum. Emasmu sudah saya pinjam, masak tabungan bapakmu dan mbokmu aku pinjam juga. " Kalimat Gudel diucapkan dengan nada sedih. " Dak usah malu kang. Aku tulus kok kang, membantu kang Gudel." Tumi membesarkan hati Gudel. 
Gudel sangat tahu kalau meminjam uang ke juragan Gogor dengan cara menggadai sawah, pasti sawahnya akan hilang, karena juragan Gogor pasti akan memberi tenggang waktu untuk melunasi pinjamannya sangat pendek. Uang dari mana untuk mengembalikan uang yang dipinjam dari juragan Gogor. Hasil panen tidak bakalan cukup. Sepuluh kali panenpun belum tentu cukup untuk mengembalikan pinjaman. Padahal kakaknya yang butuh uang untuk modal usaha tidak bisa diajak bicara. Ngertinya harus ada. Kalau tidak segera dicukupi pilihannya adalah sawah dijual saja. Kalau sawah dijual lalu apa yang akan dikerjakan Gudel dan keluarganya. 
" Gimana ya Tum. Aku bingung dan susah ." Nampak Gudel susah menelan jadah yang dibawa Tumi. " Dak usah susah dan usah bingung kang. Percaya aku. Aku akan merayu simbok dan bapak agar mau meminjamkan uangnya." Sekali lagi Tumi membesarkan hati perjaka pujaannya ini. " Pokoknya jangan pinjam uang sama juraga Gogor, titik." Tumi tegas. " Ya kalau gitu aku manut kamu saja, Tum." Kalimat pasrah Gudel diucapkan dengan nada lemas. 
Gudel yang sudah dua kali menggauli Tumi menjadi semakin tahu kalau Tumi benar - benar menginginkannya dirinya menjadi pacarnya. Tidak hanya sekedar pacar Tumi pasti mengingkan lebih dari itu. Kalau tidak mengapa Tumi mau berkorban membantu dirinya sejauh ini. Tumi pasti punya rencana yang jauh kedepan. Lalu bagaimana dengan hatinya yang saat ini masih terus tertambat di diri Menik ? Dengan Tumi dirinya tidak ada rasa yang istimewa. Biasa - biasa saja. Bahkan ketika menggauli Tumi dibayangkannya yang sedang dicumbu adalah Menik. 
Melihat wajah Gudel yang mulai tenteram, tidak lagi bingung mikir kebutuhannya, Tumi mulai merajuk. Tumi menempelkan tubuhnya di bahu Gudel yang besar kekar. Seperti biasanya kalau Tumi dekat Gudel, selalu mengatur strategi agar Gudel terangsang. Sambil menyandarkan tubuhnya di bahu Gudel, Tumi sedikit mengangkat - angkat pahanya dengan maksud agar rok bawahnya tersingkap dan Gudel akan melihat pahanya yang terbuka. 
Gudel tahu yang diinginkan Tumi. Apalagi Tumi baru saja mengatakan kalau akan lagi - lagi membantu dirinya, maka Gudel menyambut keinginan Tumi. Diraihnya tubuh Tumi sehingga berada di pelukannya. 
Siang tengah hari biasanya orang - orang di sawah pulang. Kecuali untuk istirahat mereka juga perlu mengisi perut. Mereka akan berangkat ke sawah lagi kalau matahari mulai miring ke barat. Sawah menjadi sepi orang. 
Gudel membimbing Tumi ke gerumbul semak yang rimbun. Beralaskan rumput Tumi terlentang kangkang di bawah tubuh Gudel yang sudah berhasil memelorotkan celana dalam Tumi. Gudel langsung menciumi buah dada Tumi yang sudah menyembul dari kainnya, karena Tumi sudah membukanya. Dari buah dada ganas Gudel beralih menciumi bibir, leher, dan menggigit - gigit kecil daun telingan Tumi. Tumi hanya bisa menjejak - jekakan tumit kakinya karena menahan rasa, sampai - sampai rerumputan di tumit Tumi tercabut dan tanah tergerong. Mulutnya tidak berhenti mendesah bagai orang mengigau. Tangan Tumi terus memegang erat mentimun Gudel yang masih berada di dalam celana kolor. " Kang .... aku sudah ... dak ...tahan ...kang.... ayo ... kang ...ayo !" Desah Tumi tertahan - tahan diantara napasnya yang memburu. Sebaliknya Gudel ingin Tumi kelabakan lebih dulu. Dengan begitu Tumi pasti nanti akan cepat sampai. Tangan Gudel yang sudah berada di selangkang Tumi, menemukan milik Tumi yang sudah begitu membasah. Dengan lembut Gudel dengan kedua jarinya membuka bibir milik Tumi dan jari tengahnya ditekankan di tengah - tengah dan di gesek - gesekkan halus. Tumi menggelinjang hebat. Ternyata jari Gudel membuatnya sampai. Mulut Tumi tidak bisa melenguh karena tersumpal bibir Gudel yang terus menjulurkan lidah dan bermain di rongga mulut. Terbeliak - beliak mata Tumi mengekpresikan kenikmatannya. Gudel sangat senang melihat Tumi demikian. Gudel percaya Tumi akan semakin merindukannya. Dan akan semakin menyukainya. Gudel percaya Tumi pasti akan membantu kesulitannya. "Eeehhhggg ...... Eeehgg .... eeehhgg.......eeehhgg....!" Tumi hanya bisa begitu dan terus mengangkat - angkat pantatnya. Gudel memelorotkan celana kolornya dan segera mengarahkan mentimunnya ke milik Tumi yang sudah sangat menunggu untuk dihunjam. Gudel yang sudah tidak ingat lagi siapa yang ada di bawahnya Menik apa Tumi langsung menyodokkan mentimunnya. Bibir Tumi yang terlepas dari sumpalan bibir Gudel menjerit tertahan. Dan Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali memejamkan matanya dan menggeleng - gelengkan kepalanya seraya tangannya mencoba mencari - cari pegangan. Sementara itu Gudel terus memacu mentimunnya keluar masuk di milik Tumi dan khayalnya Meniklah yang sedang digaulinya. Wajah Tumi yang terus menampakkan ekpresi kenikmatan dilihat sebagai wajah cantik Menik yang sedang menerima gelora cintanya. Desahan dan rintihan Tumi didengarkan sebagai lenguhan Menik yang merdu membuat Gudel semakin sayang. Geliatan nikmat Tumi dirasakan sebagai geliatan Menik dan membuat birahinya menjadi semakin bertambah - tambah. Tidak lama kemudian Gudel terpekik. Hampir saja mulut Gudel menyebut nama Menik. Tumi mengejang. Mereka sampai bersama - sama. Dan membuat semak belukan menjadi ikut bergoyang - goyang. 
Setiap kali sehabis melakukan dengan Tumi ada perasaan menyesal di hati Gudel. Sepertinya dirinya telah mengkhianati Menik. Gudel merasa berdosa. Merasa membohongi Menik. Lalu apa yang akan dilakukan Menik jika Menik tahu. Rasa cintanya kepada Menik rasa sesal Gudel begitu dalam. Sejak malam itu ketika ia secara tidak sengaja bisa mencumbu Menik, cinta Gudel kepada Menik begitu dalam. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik memenuhi seluruh ruang hatinya. Rasanya tidak tersisa untuk Tumi. Lalu atas dasar apa yang baru saja dilakukannya dengan Tumi. 
Angin semilir mengalir menggoyangkan kembang - kembang jagung yang mulai mekar. Wanginya  daun kemangi dan daun adas begitu membuat segar udara persawahan. Diikuti langkah Gudel Tumi berjalan di atas pematang sawah. Hati Tumi sangat berbunga - bunga bisa berduaan dengan pria yang dipujanya. Yang dicintainya dan disayanginya. Tumi sangat berharap apa yang baru saja dilakukannya dengan Gudel akan membuatnya hamil. Tumi tahu hanya dengan dirinya hamil, maka Gudel akan bisa dimilikinya. Ia sangat takut kehilangan Gudel. Apapun akan dilakukannya untuk dapat memiliki Gudel dan bersanding selamanya dengannya. 

bersambung ..........................





Tidak ada komentar:

Posting Komentar