Senin, 01 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                           edohaput 

Ketujuhpuluh

Malam Jumat Kliwon. Hampir tengah malam. Sangat dingin. Gerimis kecil disertai kabut melingkupi pedesaan. Malam pekat. Hanya ada cahaya lampu minyak yang menerebos dinding - dinding anyaman bambu rumah warga.  Tumi memincingkan mata kadang membelalakkan  untuk melihat jalan yang berupa pematang sawah yang ada di depannya. Langkah cepat Kliwon yang  memanggul bumbung bambu di depannya dicoba untuk diimbangi. Tumi merasa kopontal - pontal mengikuti langkah Kliwon. Seandainya saja ada cahaya tidak begitu susah bagi Tumi untuk mengikuti langkah Kliwon. Tetapi berhubung gelap, pematang licin, membuat Tumi susah. Tanpa bicara Kliwon terus melangkah menuju kedung diikuti Tumi yang kepontal - pontal. Kadang gontai karena licinnya pematang, dan kadang Tumi kehilangan keseimbangan lalu terjerembab. Tangannya menjadi kotor kena lumpur sawah karena harus menyangga tubuhnya yang terjerembab. Bangun lagi dan segera melangkah cepat agar bisa dekat di belakang Kliwon. Tumi tidak berani meminta Kliwon agar langkahnya diperlambat. Tumi takut Kliwon marah dan mengurungkan niatnya. Tumi yang ingin tubuhnya kembali muda seperti halnya Wakini, lebih memilih terpontal - pontal, gontai, terjerembab dan melangkah cepat mengikuti langkah Kliwon.

Karena desakan Wakinilah Kliwon mengijinkan Tumi berangkat bersama dirinya di malam Jumat Kliwon ini menuju kedung untuk mandi. Wakini yang merengek - rengek manja agar Tumi diijinkan, meluluhkan perasaan Kliwon. Kliwon memang ingin selalu membuat Wakini senang. Kliwon sadar dirinya tidak bisa membuat wakini senang di tempat tidur. Makanya apapun yang dikehendaki Wakini Kliwon sulit menolak.  Asal Wakini  bisa senang apapun akan dilakukan. Kliwon tidak ingin membuat Wakini kecewa. Wakini boleh kecewa di tempat tidur, tetapi jangan di tempat yang lainnya.

Wakini tidak mengikuti Kliwon dan Tumi menuju kedung. Wakini lebih memilih tinggal di rumah. Dengan tinggal di rumah Wakini memperoleh kesempatan waktu untuk bernikmat - nikmat dengan pak Pedut. Wakini berharap Kliwon dan Tumi akan berlama - lama di kedung. Dengan demikian dirinya bisa lebih lama menikmati hubungan dengan pak Pedut. 

Pinggiran kedung gelap. Tumi melepasi kain yang menutup tubuhnya. Mulai dari kain atasnya. Tumi telanjang dada. " Dilepas semua ya, kang ?" Tumi meminta penjelasan Kliwon. Kliwon mengangguk, yang anggukannya tidak dilihat Tumi karena gelap. Tumi melepas kain bawahnya. Tumi menjadi telanjang. Kliwon mencoba melirik tubuh indah Tumi. Payudaranya sangat menonjol. Besar dan menggantung. Pemandangan indah ini hanya samar saja dilihat Kliwon. Gelapnya malam membuat semua tidak jelas. " Masih berapa lama lagi air kedung akan bercahaya, kang ? Ih ... dingin banget, kang. " Tumi menempelkan tubuh telanjangnya di tubuh Kliwon dengan tujuan memperoleh kehangatan. Kliwon tidak bereaksi. Hanya saja lengan Kliwon sempat tersentuh buah dada Tumi. Kliwon tetap berdiri terpaku dengan tangannya memegangi bumbung bambu. Tumi rupanya benar - benar kedinginan. Tanpa ragu - ragu Tumi memeluk Kliwon dari samping tubuh Kliwon. Kliwon kaget. Kliwon tidak bereaksi. Kliwon senang karena rasa dinginnya udara yang menggigiti tubuhnya yang hanya berkaos menjadi berkurang oleh hangat tubuh telanjang Tumi. " Dingin banget ya kang." Tumi semakin memepetkan tubuhnya di tubuh Kliwon. Sekali lagi Kliwon tidak bereaksi. Lengannya sangat terasa dipepet tonjolan buah dada besar Tumi. Tiba Kliwon dirambati nafsu yang menjalar ke arah yang ada di dalam celana kolornya. Tidak urung miliknya ini menggeliat. 
Byaaaar ... ! Air kedung bercahaya. Tumi kaget dan setengah takut. Pelukannya kepada Kliwon menjadi sangat erat. Sekilas Kliwon melirik tubuh Tumi. Tubuh indah perawan idaman perjaka. Tetapi Kliwon segera sadar kalau dirinya harus segera menenggelamkan bumbung bambu agar terisi air. Demikian juga Tumi, kekagetannya segera hilang. Tumi ingat pesan Wakini. Begitu air kedung bercahaya dirinya harus segera menyebur. Sementara Kliwon membungkuk membenamkan bumbung di air, Tumi ambyur ke dalam kedung. Tumi merasakan tubuhnya segar. Air terasa hangat. Tumi menenggelamkan seluruh tubuh telanjangnya. Naik, tenggelam lagi. Naik sebatas dada dan menenggelamkan diri. Kliwon selesai mengisi bumbung. Tumi tetap di dalam air, bagai angsa yang kegirangan karena menemukan air bening. Melihat Kliwon sudah selesai dengan tugasnya, Tumi ingin Kliwon masuk ke air menemani dirinya mandi. Tumi ingin berterima kasih dengan cara melayani Kliwon. " Kang temani aku mandi kang ! Ayo kang ! Lepasi kang ... !" Tumi terus menikmati air hangat kedung. Melihat jelas tubuh indah Tumi yang kadang tenggelam kadang muncul di permukaan air, dengan payudara yang bergerak - gerak, Kliwon terangsang. Tanpa pikir panjang dan didorong oleh nafsunya yang sejak tadi dipeluk Tumi sudah menggoda, menjadikan yang ada di dalam otaknya hanya ingin merasakan tubuh Tumi. Dengan tergesa Kliwon melepasi yang dikenakannya dan langsung menyebur ke air dan mendekati Tumi. Dipikiran Kliwon terbersit ingin membuktikan apakah selain dengan Wakini dirinya juga akan cepat keluar saat berhubungan. Kliwon yang mengira milik Wakini terlalu sempit sehingga mentimunnya menjadi tidak kuat menahan nikmat. Kliwon ingin mencobakan ke milik Tumi. Siapa tahu milik Tumi tidak sesempit milik Wakini, sehingga dirinya tidak segera menyemprotkan cairan lelakinya. Kliwon ingin membuktikan. 
Air kedung berangsur kehilangan cahaya. Tumi telah berada di pelukkan Kliwon. Tangan Kliwon telah bermain. Mulai dari meremas payudara Tumi yang menjadi sangat kenyal dan padat. Kliwon merasakan kulit Tumi yang menjadi sangat halus tidak ada keriput. Tangan Kliwon terus bergerak dan menuju selangkangan Tumi. Kliwon menemukan gundukan dengan rambut yang halus. Kliwon meraba dan terus mengelusnya. Menyibak - nyibakkan bibirnya. Sementara itu tangan Tumi telah menggenggam mentimun Kliwon yang telah tegak mengacung. " Kang ... ayo ... kang ... !" Napas Tumi memburu menyaingi napas Kliwon yang lebih menderu. Tumi segera mengangkangkan pahanya dan membimbing mentimun Kliwon untuk menempel di permukaan miliknya. Mentimun menempel. Kliwon mendorong. " Kang ... aaaahhhh !" Tumi merasakan miliknya ditembus. Belum sempat pantat Kliwon bergerak Tumi sudah merasakan miliknya disembur cairan hangat yang meleleh - leleh di kedalaman miliknya. Kliwon terpekik dan terkejang - kejang. " Lho kang kok dah keluar. Kok cepet banget ta kang ?" Tumi heran dan kecewa. Tumi tidak merasakan kenikmatan selanjutnya. Tetapi pikirannya lega karena telah bisa berterima kasih terhadap Kliwon.

bersambung ..............




Tidak ada komentar:

Posting Komentar