Senin, 29 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput 


Ketujuhpuluhtujuh

Kegiatan perhelatan pernikahan Tumi dengan Gudel sampai di puncaknya. Sejak sore tamu - tamu yang berdatangan silih berganti. Kesibukan di rumah Tumi menjadi luar biasa sibuk. Wakini dibantu perawan - perawan desa sangat cekatan melayani tamu - tamu yang datang menyumbang. Para perjaka yang sejak tiga hari sebelum hari puncak hari ini disibukan dengan berbagai persiapan termasuk mendirikan panggung hiburan Ledhek Tayub yang akan digelar, juga masih terus bergiat membantu demi lancarnya perhelatan. Candaria para perawan dan para perjaka menambah suasana ceria dan gembira di rumah Tumi. 
Seiring dengan merangkaknya malam, suara gamelan yang ditabuh mendayu, semakin membuat suasana semarak. Tumi yang didandani bak bidadari membuat kagum orang. Tumi tampak begitu cantik, muda dan bercahaya. Tumi duduk di pelaminan bersama Gudel yang juga didandani ala raja jawa. Tumi dan Gudel bak raja dan ratu yang sedang bertemu dengan rakyatnya. Tumi sangat mengumbar senyum cantiknya ketika menerima salam selamat dari para tamu. Begitu juga Gudel tampak sangat bangga bisa bersanding dengan Tumi yang malam ini kecantikannya mucul dengan sangat bercahaya. 
Juragan Gogor yang duduk di antara para tamu yang lain, menyaksikan kecantikan Tumi menjadi sangat geram. Berkali - kali hanya bisa menatap Tumi sambil menelan ludah. Tumi yang didandani ala perawan jawa dengan model pakaian yang hanya menutup separo dadanya, membuat mata juragan Gogor tidak lepas menatapnya. Khayalan juragan gogor melayang - layang, membayangkan tubuh Tumi dapat dikuasainya. Sesekali juragan Gogor menderakkan giginya tanda jengkel dan marah. Mengapa dirinya tidak mampu menggagalkan pernikahan Tumi. Lain lagi dengan juragan Rase yang tampak nelangsa. Sorot matanya lesu. Mengapa dirinya yang kaya raya ini ternyata tidak bisa memiliki perawan secantik Tumi. Dan yang lebih menyakitkan dirinya ternyata Tumi tetap tidak bisa berpisah dengan Gudel perjaka melarat yang hanya mengandalkan tubuhnya yang besar dan kekar. 
Gamelan terus bertalu - talu. Suara pesinden yang merdu merayu membuat suasana malam menjadi semakin semarak. Tarian - tarian Tradisional di gelar untuk menyemarakkan malam dan menjadi hiburan bagi para tamu. 
Malam semakin merangkak jauh. Tumi dan Gudel sudah tidak lagi ada di pelaminan. Para tamu terutama para perempuan sudah meninggalkan rumah Tumi. Tetap tinggal para lelaki dan para perjaka yang menantikan acara Tayub digelar. Termasuk juragan Gogor dan juragan Rase, masih tetap tinggal. 
Munculnya Ledhek di panggung membuat para perjaka mulai merangsek maju mendekati panggung. Tidak ketinggalan para lelaki juga merangsek maju pindah duduk di kursi yang ditata dekat panggung. Juragan Gogor dan juragan Rase menempati deretan kursi terdepan. Gamelan beritme galak dan centhil mengiringi lenggak - lenggok Ledhek yang gerakkannya sangat mengundang birahi lelaki. Pantat di naik - naikkan dan dimegal - megolkan. Dada yang begitu membusung disodor - sodorkan. Wajah yang dirias menor disedia - sediakan untuk di tumbuk hidung lelaki. Dua orang Ledhek cantik dan bahenol telah berada di atas panggung dengan lenggak - lenggoknya yang menantang. Orang yang paling tidak tahan untuk segera naik kepanggung untuk melakukan saweran terhadap Ledhek adalah juragan Gogor. Dengan gagahnya juragan Gogor menaikki tangga naik ke panggung dan segera berjoget bersama Ledhek. Tepuk tangan meriah dari para perjaka mengiringi awal juragan Gogor berjoget. Mata juragan Gogor tidak lepas dari dada - dada besar Ledhek. Dan tangan juragan Gogor tidak tahan untuk tidak usil. Sambil berjoget juragan Gogor terus menyawer. Uang saweran diselipkan di dada - dada Ledhek. Dan saat itu juga tangan juragan Gogor tidak bisa tidak usil mencolek - colek buah dada Ledhek. Dan Ledhek - Ledhek tidak menolak bahkan menyedia - sediakan dadanya dicolek - colek karena uang sawera juragan Gogor sangat menguntungkan. Para penonton hanya bisa menelan ludah dan ngiler menyaksikan ulah juragan Gogor. Juragan Gogor di panggung bersama Ledhek - Ledhek cantik membuat juragan Gogor melupakan Tumi yang sedari tadi sangat dikagumi dan digerami. 
Juragan Rase yang mentimunnya menggeliat - geliat di dalam celana menyaksikan ulah juragan Gogor terhadap Ledhek, tdak tahan untuk tidak segera naik panggung. Juragan Rase juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan juragan Gogor. Bahkan juraga Rase berani semakin nekat dengan menyenggol - senggolkan mentimun yang kaku di dalam celana ke pantat Ledhek. Dari balik tirai muncul lagi Ledhek cantik muda dan tidak kalah bahenolnya. Di panggung ada tiga ledhek. Seorang perjaka yang selama sebulan mengumpulkan uang agar bisa di panggung dan nyawer Ledhek naik panggung. Sorak sorai menggema. Gamelan semakin galak dan semakin centhil. Ledhek semakin menggoda. Suasana birahi tak terelakkan. Para perjaka yang tidak berduit hanya bisa berada di bawah panggung sambil memegangi mentimunnya yang berontak. 

Di dalam kamar Tumi telah melepasi kainnya. Tumi telah setengah telanjang. Demikian juga Gudel. Gudel kali ini berbeda dengan Gudel yang dulu yang tidak menyukai Tumi. Sejak sembuh dari sakitnya dulu, apalagi sejak tubuh Tumi kembali kemudaannya Gudel yang mengagumi Tumi. Gudel tidak tahan untuk tidak segera memeluk Tubuh Tumi yang muda, padat dan sintal. " Tum aku sayang kamu ... Tum ... " Hanya itu yang diucapkan Gudel. Selebihnya Gudel segera memeluk Tumi, dan mencium bibir Tumi yang masih bergincu merah dengan semangat birahinya. Tangan Gudel dengan tidak sabar melepasi kain yang tersisa di tubuh Tumi. Tumi telanjang. Gudel dengan gemasnya meremas dada Tumi yang sangat padat kenyal dan menggemaskan. Gudel tidak habis pikir mengapa tubuh Tumi begitu ranum. Berbeda ketika dulu - dulu ketika dirinya pernah menggerayangi tubuh Tumi. Tumi hanya bisa menggelinjang dan menikmati keganasan Gudel yang birahinya meledak - ledak. Tumi dan Gudel bergumul saling tindih, saling goyang, dan saling mendesah dan melenguh. Ranjang berderak - derak dan awut - awutan karena cinta kasih mereka sedang beradu dan memuncak. Napas - napas mereka yang menderu, kecipak paha yang saling beradu, jeritan dan lenguhan, tertindih suara gamelan galak yang mengiri lenggoknya Ledhek yang sedang disawer dan dinakali. 

bersambung ...............

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar