Senin, 08 April 2013

Cubung Wulung

                                                                                                         edohaput


Ketujuhpuluhempat

Kliwon kedatangan tamu orang besar dan kaya dari kota. Untuk pertama kalinya jalan desa yang licin, banyak berlubang, tidak rata, naik turun dan becek, dilewati mobil. Banyak anak - anak berkerumun melihat mobil bagus yang diparkir di halaman rumah pak Pedut. Warga bertanya - tanya siapa tamu Kliwon yang satu ini. Pasti bukan orang sembarangan. Pasti orang kaya dan orang penting. Orang sekaya juragan Gogor saja belum berani memiliki mobil lantaran jalan desa yang sangat tidak memenuhi syarat. Orang yang nekat berani melewati jalan desa dengan mobil ini pasti orang yang sangat kaya dan berpengaruh. Kalau bukan tidak bakalan datang ke desa ini dengan mengendari mobil. 
Hari menjadi begitu ramai. Warga pada berada di pinggir jalan. Mereka tidak habis pikir, terhadap mobil yang bisa masuk ke desanya. Desa yang terpencil terletak di lereng Gunung. Dengan jalan menuju ke kota yang berkelok - kelok dengan di kiri kanan ada jurang. Sopir mobil itu pasti supir yang sangat terampil. Jika tidak pasti mobil tidak bakalan sampai di halaman rumah Kliwon. 
Kliwon sangat berbangga hati. Dirinya yang dianugerahi bisa menyembuhkan orang dari sakit, ternyata dikenal jauh sampai di kota. Siapa yang menyebar kabar kalau dirinya ini orang pintar dirinya tidak pernah tahu. Yang jelas kini telah datang orang kota meminta jasanya. Kata orang di kota sudah banyak doter dan rumah sakit, kenapa orang kota harus jauh - jauh menempuh perjalanan berbahaya menuju desanya. Apakah orang telah menganggap dirinya telah jauh lebih pinter dari dokter ? Kliwon yang bodo, Kliwon yang tidak berpengalaman kehidupan di kota tidak bisa menerka mengapa orang besar ini datang menemuinya. 
Tamunya yang bercerita tentang sakit ginjal, cuci darah, kemoterapi, dan obat - obatan yang susah diucapkan dan bahasa kedokteran yang tidak dimengerti hanya membuat Kliwon terlongo dan mengangguk - angguk pura - pura mengerti tetapi yang benar tidak mengerti apa - apa. Malah membuat Kliwon menjadi pusing, bingung, dan membuat dirinya amat bodoh dan sangat tidak berpengalaman. Yang dimengerti Kliwon hanya setiap malam Jumat Kliwon mengambil air kedung dengan bumbung, dan air ini diberikan kepada orang yang datang untuk diminum dan orang itu sembuh dari sakitnya. Itu saja. Maka ketika tamunya bercerita banyak tentang sakitnya, Kliwon malah merasa apa yang diomongkan tamunya terasa aneh dan sangat asing ditelinganya. 
Setelah tamunya minum air, mencuci muka dan mengguyurkan air yang diberikannya di kepalanya, tidak lama kemudian tamunya berjingkrak wajahnya berbinar, dan tersenyum - senyum gembira, karena tiba - tiba seluruh badanya terasa segar, dan rasa sakit yang dideritanya tidak lagi dirasakan. Ketika datang tamunya dituntun - tuntun sopirnya, berjalan tertatih, bermuka muram dan pucat, tiba - tiba bisa berdiri tegak dan berjingkrak. " Mas Kliwon, kamu hebat .... kamu hebat ... kamu sakti mas Kliwon ... " Tamu ini berjingkrak dan kemudian dengan tiba - tiba belutut di hadapan Kliwon. " Terima kasih mas Kliwon ... terima kasih ... " Tamu ini memeluk kaki Kliwon. Kliwon hanya bisa kikuk dan bingung. Belum pernah ada tamu yang datang disembuhkan lalu berbuat seperti ini. Tamu ini kemudian menangis  sambil memeluk kaki Kliwon. Kliwon menarik Tubuh tamunya dan meminta duduk kembali di kursi yang diduduki tadi. " Pak saya dak bisa apa - apa, Yang Maha Kuasa lah yang memberi kesembuhan bapak. Jadi berterima kasihlah kepada Yang Maha Kuasa." Jawab Kliwon sambil meminta tamunya kembali duduk.
Saking gembiranya tamu Kliwon yang satu ini, dirinya berjanji akan datang lagi ke desa dan minta dipertemukan dengan Lurah dan tokoh - tokoh desa. Dirinya ingin membantu membangunkan jalan desa. Agar warga mudah untuk mencapai kota. 
Wakini sangat bergembira, karena kedatangan tamu yang satu ini meninggalkan uang yang sangat banyak. Walaupun sudah ditolak - tolak oleh Kliwon tetapi setumpuk uang di amplop coklat tetap ditinggalkan di meja oleh tamunya. " Dah sana simpan saja. Kalu kamu butuh ambil secukupnya. Beli yang perlu - perlu saja. Siapa tahu besuk - besuk kita butuh duit banyak. Dan cepat bapak dikirim makanan, ini dah siang. Kasihan bapak nanti kehausan." Kliwon menyerahkan uang dalam amplop ke tangan Wakini. Wakini berlalu dan menyimpan uang di kamar. 
Wakini bergegas ke sawah. Sudah tiga hari dirinya tidak melayani mertuanya. Wakini juga sudah sangat kangen dengan cara pak Pedut memperlakukannya. Wakini berjalan cepat sambil menenteng tas berisi makanan kiriman buat pak Pedut. 

" Kok terlambat, Ni. Ada apa ?" Sapa pak Pedut. " Tamu yang dari kota itu dak pulang - pulang, pak. Nampaknya tamu dari kota itu sangat gembira sakitnya bisa langsung sembuh. Pak, tamu dari kota itu meninggalkan duit banyak banget. Trus mau datang lagi. Mau dipertemukan sama pak Lurah. Tamu dari kota itu mau bantu membangun jalan, pak. Baik sekali ya pak orang itu." Wakini nerocos cerita. Pak Pedut hanya manggut - manggut sambil menikmati makanan kiriman. " Lho bapak dah buat gubuk ta, pak ?" Mata Wakini tertumbuk pada bangunan Gubuk di seberang sawah dan ada di sudut sawah yang ditumbuhi banyak pohon pisang. Gubuk menjadi sangat terlindung dari pandangan orang. " Kapan pak gubuk itu dibuat ?" Wakini menanya Pak pedut yang lagi mulutnya penuh makanan. Pak Pedut tidak segera menjawab. Didorongnya makanan dengan teh yang masih panas. Pak pedut agak tersedak. " Pelan - pelan pak dak usah tergesa - gesa. Aku sabar kok, pak." Wakini tersenyum melihat pak Pedut menatapnya. " Ini tadi setengah hari aku cuma buat gubuk, Ni. Kalau di gubuk kan tambah enak. Dan kalau ada orang lewat kita dak takut - takut lagi." Pak Pedut menjawab pertanyaan Wakini yang tertunda dijawab. " Dah sana di tengok gubuknya. Kasurnya tebal dan empuk, Ni. Karena jeraminya banyak. Anget lagi." Pak pedut menyulut rokok dan menimatinya. 
Gubuk bertiang kayu turi. Berpagar anyaman daun kelapa. Beratap dari susunan batang pohon jagung. Berkasur jerami dan beralaskan tikar pandan. Wakini merebahkan diri di kasur jerami. Empuk, hangat, dan wanginya aroma jerami membuat Wakini terangsang. Aroma jerami selalu menghiasi ketika dirinya sedang menikmati cumbuan pak Pedut. Wakini melepasi kainnya. Wakini menjadi telanjang. Dirabanya sendiri buah dadanya yang kencang padat. Tangan satunya menelusur ke bawah mengelus perutnya yang rata dengan otot - otot perut yang kencang. Wakini mengagumi tubuhnya sendiri yang mulus dan muda. Wakini tidak pernah menyana kalau dirinya akan kembali muda seperti ketika dirinya berumur belasan tahun. Disentuhnya miliknya sendiri yang ada di antara pangkal pahanya. Sedikit menggunung , padat dan rapat. Pantas saja suaminya semakin tidak bisa menahan. Kemarin - kemarin Kliwon bisa tahan sampai mentimunnya tenggelam di miliknya, ahkir - ahkir ini baru ujungnya yang masuk Kliwon sudah tidak tahan untuk menyemburkan kenikmatannya. Wakini bangga akan tubuhnya yang indah. Sayang suaminya tidak bisa berlama - lama menikmati tubuhnya. Justru malah mertuanyalah yang dengan sangat senang mencumbu kemudaan tubuhnya. 
Pak Pedut menarik pintu gubuk dan mendapati Wakini yang telah telanjang. Pak Pedut yang bertelanjang dada segera memelorotkan celana kolornya dan segera menindih Wakini yang memang sudah menunggu. Wakini yang telah menunggu dengan mengangkang, kangkangannya segera ditempat pinggul pak Pedut. Dan tanpa menunggu lebih lama lagi pak Pedut segera menghunjamkan mentimunnya di milik Wakini yang rindu di sodok kuat - kuat. Dan yang dirasakan Wakini kemudian seluruh tubuhnya dilputi rasa nikmat, turutama payudaranya, lehernya, telinganya, dan terlebih - lebih miliknya yang terus digenjot pak Pedut dengan semangat ketuaannya. 

bersambung ......................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar