Rabu, 27 Maret 2013

Cubung Wulung

                                                                                                         edohaput


Keenampuluhsembilan

Tumi menemui Wakini. " Ni aku lihat kamu kok berubah ta, Ni ?" Tumi membuka pembicaraan untuk bisa langsung sampai pada sasaran yang diinginkannya. Tumi melihat Wakini berubah menjadi semakin muda. Semakin gempal padat. Berkulit halus. Dan Wajah berbinar. " Ah kamu ini ada - ada saja, Tum. Apanya yang betrubah ?" Wakini berkilah. Yang benar dirinya tahu kalau dirinya memang berubah. Tubuhnya terasa semakin segar. Dan kita satu hari sambil mandi diraba - raba tubuhnya semua kembali muda seperti saat dirinya berusia belasan tahun. " Ah kamu jangan gitu, Ni. Aku juga ingin seperti kamu. Kamu bilangkan sama kang Kliwon. Agar kang Kliwon juga mengobati aku. Betul, Ni. Aku ingin seperti kamu. Punya kulit halus. Dan wajah bercahaya. Kulit halus dan tubuh sintal." Tumi merajuk dan menampilkan wajah memelasnya. " Kamu tahu ta, Ni. Kalau bentar lagi aku akan nikahan dengan kang Gudel ? Aku ingin nanti di pesta perhelatan yang diadakan keluargaku, aku tanpak cantik, muda dan segar. Ni ... tolong Ni sampaikan ke kang Kliwon." Tumi semakin merajuk. Wakini mengernyitkan dahi. Wakini berpikir. Wakini ragu. Akankah Tumi diberitahu rahasia dirinya bisa kembali muda. Kalau dirinya membuka rahasia apakah kang Kliwon tidak marah. " Ayo Ni ... , kang Kliwon pasti mau mengobati aku, agar aku bisa seperti kamu. Ya Ni ya ... tolong ya ... " Tumi semakin merajuk saja. Wakini merasa kasihan. Tumi akan segera nikahan. Tumi pantas  menjadi cantik dan muda. Dan rugi apa kalau dirinya membuka rahasia. Tetapi dirinya mesti minta ijin kang Kliwon dulu. Wakini takut Kliwon marah dan tidak rela. " Ya gini saja Tum. Besuk sore kamu datang lagi. Nanti aku tak minta agar kang Kliwon mengobati kamu." Wakini ingin membuat Tumi gembira. Yang benar bisa saja dirinya langsung membuka rahasia. Malam Jumat Kiwon datang ke kedung. Menelanjangi diri di penggir kedung. Begitu air kedung bercahaya langsung menyeburkan diri di tengah kedung. Kalau air kedung sudah kehilangan cahaya,  keluar dari air kedung, dan tubuh kembali muda. Wakini sebenarnya tinggal omong itu. Tetapi Wakini mesti minta ijin dulu sama kang Kliwon. Wakini tidak ingin Kliwon tidak berkenan.  

Angin gunung bertiup ke lembah dan masuk ke pedesaan dengan deras. menerobos dinding - dinding anyaman bambu rumah penduduk. Hujan yang sejak sore turun dan reda setelah malam membuat udara tambah kekes dan dingin. Kliwon sudah mendengkur menikmati mimpi. Kliwon kelelahan menerima tamu - tamu yang berobat dari sakitnya. 
Di dapur Wakini sibuk memilah - milah barang - barang bawaan tamu, dan menempatkan pada wadah - wadah yang semestinya. Wakini gembira. Barang bawaan tamu selalu melimpah. Wakini membagi - bagi. Mana barang - barang yang awet dan mana barang - barang yang tidak awet. Yang tidak awet besukpagi akan menjadi rejeki tetangga - tentangga dekat. Beras, jagung, dan barang - barang mentah lainnya di tempatkan di wadah yang semestinya. Wakini belum mengantuk. 
" Belum ngantuk ya, Ni." Sapa pak Pedut yang datang di dapur. " Belum pak, bapak butuh apa, pak ? Wedang jahe panas ?" Wakini menyambut pak Pedut dengan senyum cantiknya. " Ya Ni. Ada ya ?" Pak Pedut duduk di amben dapur. " Ada pak, baru saja ku angkat dari tungku. Bentar pak aku tuangkan." Wakini segera mendekati tungku. Menuang Wedang jahe panas di gelas, dan kemudian ikut duduk di amben. " Lempernya masih pak. Tu lagi tak panasi." Wakini menawarkan kue lemper pada pak Pedut. " Dak Ni. Perutku dah kenyang." Pak Pedut memperbaiki posisi duduknya yang tadi kurang nyaman. " Tu ... suamimu dah mendengkur." Pak Pedut menyerutup wedang jahe panas. Air jahe panas masuk ke perut, hangatnya menyebar ke seluruh tubuh. Mengusir rasa dingin yang menggigit kulit. " Ya itu pak kang Kliwon, kalau sudah mendengkur dak ingat lagi sama isteri." Wakini membuat kalimat pancingan. " Dak ingat isteri yang kedinginan. Kalau dah ngorok seperti itu bangunnya kalau matahari dah terbit." Wakini tetap sambil sibuk dengan barang - barang di amben.  Pak Pedut tersenyum sambil matanya tidak lepas memandangi Wakini yang semua kain yang dikenakannya nampak kendur. " Sini tak angetin, Ni." Pak Pedut meraih tangan Wakini yang sibuk. karena ditarik dan posisi duduknya tidak pas maka Wakin ambruk miring di amben. " Pak ... " Wakini menatap mata pak Pedut yang telah dipenuhi nafsu birahi. " Dah ayo ... biar nanti tidurmu nyenyak ... " Tanpa pikir panjang lagi pak Pedut segera maraih tubuh Wakini dan memeluknya kuat. Wakini manut - manut saja. Karena satu - satunya orang yang bisa membuat dirinya merasakan sebagai perempuan hanya pak Pedut, mertuanya yang tubuhnya masih sangat kokoh ini. Wakini membuka kancing kain yang menutup dadanya. Kemudian dadanya dibusungkan sehingga buah dada mudanya menyeruak keluar dari kain. Buah dada ranum disambut mulut pak Pedut yang langsung menyedot puting susunya. Wakini menggeliat dan desahannya sangat tertahan takut menimbulkan suara gaduh yang bisa membangunkan Kliwon. Wakini menarik kainnya yang menutupi pahanya. Dan mengangkangkan pahanya. " Pak ... " Wakini merogoh ke dalam sarung pak Pedut. Wakini menemukan mentimun besar, hangat, dan yang sudah kaku  yang tidak lagi ditutup celana kolor. Wakini gemas. Diremas - remasnya mentimun pak Pedut. Pak pedut menjadi semakin ganas di payudara Wakini ketika mentimunnya merasakan halus dan hangatnya telapak tangan Wakini yang nakal. " Pak ... " Wakini rebah terlentang dan kangkang. Pak Pedut menindihnya sambil sibuk membuang sarungnya. " Pak ... aaaaaaahhhh ... " Desah Wakini sangat tertahan dan hanya lirih terdengar. Wakini terbeliak dan segera menutup matanya. Wakini menggelinjang. Wakini melayang. Benak dan perasaanya tidak lagi sadar. Yang ada hanya seluruh tubuhnya nikmat dan lepas dari segala beban. 

bersambung ......................

1 komentar:

  1. Bagus cerita nya...panjangkan kisah Pak Pedut dan wanita2 yg ditiduri nya...

    BalasHapus