Jumat, 22 Maret 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput


Keenampuluhdelapan

Wakini banyak tersenyum. Wakini berbinar. Wakini ceria. Wakini cenderung kenes dan rada kemayu. Lagak lagunya lincah. Wakini sangat nampak lega dan gembira. 
Kliwon heran. Beberapa hari terahkir Wakini banyak memberengut. Uring - uringan. Mudah marah. Mudah tersinggung. Dan gampang melotot. Kliwon tahu persis yang membuat Wakini begitu. Wakini kecewa. Wakini gela karena dirinya tidak bisa memuaskan Wakini di tempat tidur. Dirinya selalu tidak tahan saat berhubungan badan dengan Wakini. Belum semenit mentimunnya ada di dalam milik Wakini dirinya sudah tidak kuat menahan keluarnya cairan lelakinya. Ini membuat Wakini tidak bisa menikmati persetubuhan yang sebenarnya. Wakini menjadi sangat kecewa. Tetapi hari ini Wakini ceria. Wakini berbinar. Dan Wakini nampak gembira. " Ni ... Hari ini kamu beda banget. Gembira. Semringah. Dan kenesnya keluar. Ada apa Ni ?" Kliwon menyoba cari tahu tentang perubahan perilaku Wakini. " Ya gembira dan senang ta, kang. Dak semringah gimana, lha hari ini tamu - tamu kang Kliwon kan barang bawaannya banyak banget. Ada beras. Ada ayam. Ada gula pasir. Ada teh. Semua kebutuhan kita jadi berlimpah, kang. Itu yang membuat aku gembira, kang." Wakini berbohong. Yang benar adalah karena Wakini kemarin telah mendapatkan kepuasan yang tiada tara dari pak Pedut orang tua Kliwon. Mertuanya telah membuat dirinya merasakan nikmatnya bersetubuh. Nikmatnya berhubungan. Nikmatnya digauli dengan semangat birahi. Wakini ingin mengulang lagi berhubungan dengan mertuanya. Wakini akan sangat senang melayani pak Pedut. Kliwon lega mendengar jawaban Wakini. " Dah kamu kumpulkan saja barang bawaan ini. Mudah - mudahan besuk banyak kayak gini lagi." Kliwon memandangi Wakini yang cekatan mengumpulkan barang bawaan tamu. " Kang ini makanan kiriman buat bapak aku antar dulu ke sawah ya kang. Kasihan bapak kalau aku terlambat mengirim makanan." Wakini memasuk - masukkan makanan kiriman yang akan dibawa ke sawah. " Iya Ni ... kasihan bapak, kalau kesiangan. Dah sana berangkat." Kliwon minta Wakini segera berangkat mengantar makanan ke pak Pedut. " Kang Kliwon makan dulu. Tu dah aku siapkan di meja." Wakini bergegas menuju pintu. Untuk pergi ke sawah. Kliwon melangkah kembali ke ruang tamu, menemui tamu - tamu yang menunggu untuk diberi air kesembuhan. 

Di sawah pak Pedut menunggu kedatangan Wakini. Pak Pedut telah menyiapkan tempat di tengah ladang jagung. Tanah dicangkul rata. Di atasnya diletakkan tumpukan jerami yang akan menjadi kasur. Di atas jerami di alasi tikar pandan yang sengaja di bawa pak Pedut tadi pagi. Pak Pedut akan  membuat Wakini menjadi lebih senang, dan lebih bisa menikmati persenggamaan. Tadi pagi sebelum dirinya berangkat ke sawah Wakini minta untuk disiapkan tempat yang terlindung untuk bermain. Pada hari lain pak Pedut akan membuat Gubuk yang rapat di tempat yang agak jauh dari jangkauan mata orang. Pak Pedut akan menyiapka gubuk yang nyaman. Gubuk kecil tetapi terlindung. 
Wakini datang dan menebar senyum kepada mertuannya yang telanjang dada dan nampak otot - ototnya menonjol. Mertuannya ini nampak sekali kalau masih kokoh. Badanya masih gempal dan berotot. Walaupun rambutnya disana - sini sudah banyak yang memutih, tetapi kulitnya belum berkeriput. Kulitnya yang legam karena selalu terbakar matahari malah membuat Wakini terangsang. Utamanya bisep - bisep di lengan dan di kaki yang sangat menonjol dan nampak kokoh kuat sangat membuat pikiran Wakini tergoda. Betapa kokoh kuatnya mertuannya ini. Sangat berbeda dengan Kliwon suaminya yang tidak berotot. Dan Kliwon tanpak rapuh. Mudah lelah dan kurang semangat. " Minum dan makan dulu, pak. Nanti biar tambah kuat." Wakini menggoda. " Ah ... kamu ini, Ni ... Ni... " Pak Pedut mulai menyantap makanan. " Habis bapak kuat banget. Aku kan jadi ketagihan, pak." Wakini tersenyum manja sambil melihat pak Pedut yang lahap menikmati makanan kiriman. " Enak ini sayurnya, Ni. Mantap." Pak Pedut semakin lahap. Ingin rasanya makanan segera habis, dan segera mengajak Wakini ke tengah ladang yang di kelilingi pohon jagung yang meninggi. " Dak usah tergesa - gesa pak. Aku bersedia menunggu kok." Wakini berbohong. Yang sebenarnya Wakini ingin segera pak Pedut segera menyelesaikan makannya dan segera menariknya ke tengah ladang jagung. 
Pak Pedut menghabiskan minuman di gelas dan menancapkan puntung rokok di tanah dan segera berdiri menarik tangan Wakini dan menerobos ladang jagung. Wakini yang tidak sabar ingin segera menikmati genjotan pak Pedut segera mengendorkan kain bawahnya. Menarik kain ke atas sehingga seluruh tubuh bagian bawahnya terbuka. Wakini tidak memakai celana dalam. Wakini juga segera membuka kain yang menutupi dadanya. Buah dadan menyembul. Membuat pak Pedut menelan ludah. Wakini kemudian merebahkan diri di tikar padan yang dialasi kasur jerami. Wakini tidur terlentang dan kangkang. Pak Pedut bisa melihat milik Wakini yang bibirnya membuka. Di antara bibir - bibir, pak Pedut melihat daging merah, lembut, dan sedikit basah. Sekali lagi pak Pedut menelan ludah dan napasnya mulai memburu. Mentimunnya berontak. Menegang di dalam celana kolornya yang segera dipelorotkan. Pak Pedut melihat Wakini begitu berbinar. Wajahnya nampak sangat muda. Kulitnya nampak sangat bersih dan halus. Pak Pedut tidak habis pikir. Mengapa buah dada menantunya ini begitu segar. Tegak menggunung bagai buah dada milik gadis remaja belasan tahun. Dan buah dada ini kemarin telah pernah dirabanya, diremasnya. Begitu kenyal, dan tidak ada yang kendur. Tubuh Wakini begitu padat, dan tidak ada sedikitpun bagian kulitnya yang mengeriput. Pak Pedut heran. Karena Wakini berbeda dengan ketika  pertama - tama menjadi suami Kliwon anaknya. Wakini nampak sebagai perawan yang biasa - biasa saja. Tetapi mengapa sekarang malah nampak sangat muda. Pak Pedut segera menindih tubuh Wakini yang sudah menunggu. Dipeluknya tubuh ranum menantunya. Di remas - remas buah dadanya. Dijilati lehernya. Dan digosok - gosokkan mentimunnya di paha Wakini yang terus bergerak karena menahan nikmatnya buah dada yang diremas, leher yang dijilati. Wakini hanya bisa mendesah dan berharap miliknya segera dimasuki mentimun besar pak Pedut yang kalau sedang di dalam berkedut - kedut dan menyodok - nyodok bagian - bagian yang kalau tersodok terasa sangat enak. " Pak ......." Wakini meminta pak Pedut segera menancapkan mentimunnya. Pak Pedut nakal. Malah ujung mentimunnya disentuh - sentuhkan di permukaan milik Wakini. Ini membuat Wakini memaju - majukan pantatnya agar mentimun masuk. Tetapi begitu pantat wakini maju, sebaliknya pantat pak Pedut mundur. Pak pedut bermaksud Wakini menjadi sangat tergoda. " Ah ... pak ... aku dak tahan ... pak ayo sodok ... " Wakini mencengkeram lengan pak Pedut dan mulutnya menggigit dada pak Pedut. Wakini merintih merasakan miliknya yang sudah sangat pegal dan serasa ada yang membuat gatal. Ingin digaruk - garuk pakai mentimun. Setelah cukup mempermainkan Wakini, pak Pedut merasa kasihan juga dengan Wakini yang kakinya menendang - nendang pohon jagung di kiri - kanan. Pak Pedut menempelkan ujung mentimunnya di bibir milik Wakini dan dengan kuat mendorongnya masuk ke liang kenikmatan. Wakini terbeliak " Pak ... aaaaaaahhh ... !" Dadanya terangkat, kakinya meregang, mulutnya menganga.

bersambung .......................


1 komentar: