Selasa, 03 Juli 2012


Cubung Wulung 

                                                                                             edohaput

Kedelapan 

Hari belum terlalu siang. Matahari hangat menyentuh tubuh. Gudel baru saja menumpahkan air dari bumbung - bumbung yang diambil dari belik ke gentong di dapur di rumah Menik. Menik melihat Gudel dengan perasaan senang. Menik merasa sangat terbantu dengan keberadaan Gudel yang selalu berada di rumahnya sejak neneknya meninggal. " Kang gentong sudah penuh. Kang Gudel istirahat. ini sudah tak buatkan minum teh kental kang ". Kata Menik sambil sibuk menyiapkan teh untuk Gudel. Gudel duduk di amben dapur. Menik mendekat dengan teh dan pisang goreng di nampan. " Kang ini pisang gorengnya panas ". Kata Menik sambil menempatkan pantatnya di amben juga. Gudel menyerutup teh panas. Dan tangan kanannya meraih pisang goreng. " Nik ... ini sudah hari kesebelas sejak nenekmu meninggal. Tamu - tamu sudah tidak lagi banyak. Aku nanti mau pulang. Besuk kalau kamu butuh aku, panggil saja ". Gudel mengunyah pisang goreng dengan lahapnya." Kang aku sangat berterima kasih atas bantuan kang Gudel. Kang Gudel baik sekali terhadap keluargaku. Kalau dak ada kang Gudel gentong - gentong itu kering jadinya ". Menik juga ikut menikmati pisang gorengannya. Matanya sambil menatap Gudel dengan perasaan senang. " Ah ... ya endak ta Nik. Kalau aku dak ada ya mungkin orang lain yang ngerjakan ". Gudel menelan pisang dan segera mangambil lagi pisang goreng di piring. " Enak ta pisangnya. Kang Gudel lapar ya ? Makan ya kang tak siapkan ". Kata Menik sambil terus menatap Gudel. Ganteng juga kang Gudel ini. Tubuhnya tinggi besar. Badannya tampak kokoh. Melayang juga pikiran Menik ke Gono yang di kota. Gono berperawakan tidak begitu besar dan tinggi. Dari segi phisik Gono kalah besar dengan Gudel. Ah .... aku kok jadi membandingkan antara kang Gono dan Kang Gudel. Jangan aku dak boleh membanding - bandingkan mereka. Tetapi pikiran Menik malah melayang ke saat - saat sebelum Gono bekerja di kota. Gono yang sering memeluknya. Mencium bibirnya. Meraba dan meremas payudaranya. Gono yang satu saat mengajaknya ke hutan. Dan disana Gono sempat mengajaknya bercinta. Tetapi Menik menolaknya. Gono yang setiap kali akan mencoba meraba miliknya selalu tangannya ditepiskan.  Karena Menik tidak ingin Gono meraba - raba dan mengelus - elus miliknya. Gono yang selalu kecewa karena keinginannya meraba yang ada diselangkangannya selalu ditolaknya. Tetapi Gono tidak pernah marah.  " Dak Nik. Aku dak lapar ". Jawab Gudel menyadarkan lamunan Menik. Lamunan Menik menjadi buyar. " Nik .....  gimana Gono ? Sering beri kabar ?" Tanya gudel. Menik kaget juga. Mengapa tiba - tiba Gudel menanyakan soal Gono. Apa Gudel tahu baru saja ia melamunkan Gono ? " Dak kang. Kang Gono sudah lama banget dak ada kabar ". Jawab Menik menampakkan kekecewaannya. " Kamu dak kabari Gono kalau nenekmu meninggal ? " Tanya Gudel lagi sambil terus mengunyah pisang goreng. " Lha alamat kang Gono kerja saja aku dak tau. Gimana kasih kabarnya, kang !" Menik rada meberengut. Gudel tahu kalau Menik sebenarnya kecewa dengan Gono yang sudah lama tidak ada kabar. Hati Menik pasti sedang bolong. Pikir Gudel. Ini kesempatan. Siapa tahu maksud hatinya mendekati Menik segera akan kesampaian. Gudel ingin menyampaikan perasaan hatinya. Tetapi ragu. Jangan - jangan nanti ucapannya akan merusak kedekatannya dengan Menik. Gudel merasa belum cukup berjasa terhadap keluarga Menik. Ia akan terus membuat jasa terhadap keluarga Menik, sampai satu saat nanti Menik benar - benar berhutang budi pada dirinya, dan yang lebih penting lagi Menik semakin mengaguminya. 
Gudel berdiri dari duduk dan segera mengambil beberapa pakaiannya yang tergantung di paku - paku tiang dapur. " Ni..... pakaianku kotor semua. Mau saya cuci ". Kata gudel sambil megulung - gulung beberapa kaos dan sarung yang nampak kumal. " Aku cucikan saja kang. Nanti sore aku mau ke kedung ".  Menik mencoba merebut sarung dan kaos - kaos di tangan Gudel. Gudel berkelit. Dan langsung ngeloyor pergi. " Aku pulang Nik. Nanti malam aku tidak tidur sini !" Gudel terus berlalu. Gudel tidak ingin jasanya membantu keluarga Menik cepat - cepat dibalas. Kalau pakain - pakiannya dicucikan Menik, berarti sudah sedikit jasanya terbalas. Gudel tidak ingin itu. Ia ingin terus menanamkan jasa, yang pada satu saat jasanya akan dibalas dengan cinta Menik. 
Menik memandangi kepergian Gudel sampai tubuh Gudel ditelan gerumbul tanaman ditepi jalan. Menik tidak habis pikir. Gudel yang biasanya berangasan dan suka berolok - olok. Tetapi kali ini begitu baik di hadapannya. Membantu keluarganya dengan sangat bertanggung jawab. Ketika banyak tamu pelayat Gudellah yang selalu ada. Semua pekerjaan berat, Gudellah yang mengerjakannya. Gudel sangat membantu. 
Menik teringat ketika hari ketujuh neneknya meninggal. Peringatan hari ketujuh neneknya meninggal sangat merepotkan. banyak sekali pekerjaan dapur yang mesti diselesaikan.  Malam itu sudah larut. Gudel melepas lelah di amben dapur sambil merokok. Menik mendekati. " Kang ini dari bapak. Kata Bapak untuk kang Gudel yang telah bekerja berat membantu pekerjaan keluargaku ". Menik mengansurkan beberapa lembaran uang pecahan lima puluh ribuan. Gudel tersenyum sambil menatap mata Menik. " Aku tidak mengharapkan itu, Nik. Uang aku sudah punya. Simpan saja untukmu ". Jawab Gudel sambil merebahkan dirinya di amben dan memejamkan mata tanpa lagi memperhatikan Menik yang berdiri di dekatnya. 
Gudel sudah pulang. Berarti untuk keperluan dapur Kliwon kakaknyalah yang kembali harus mengambil air di sumber. Dan gentong - gentong air itu tidak selau penuh. Berbeda ketika Gudel yang mengisinya. Kliwon kakaknya tak bakalan mengisi gentong - gentong itu hingga penuh. Di dapur tidak ada lagi laki - laki. Tidak ada lagi yang membawakan kayu bakar. Tidak ada lagi orang yang membantu ketika malam malam ia butuh sesuatu. Di dapur hanya tinggal yu Jumprit. Yu Jumprit yang hanya bisa memasak dan menjerang air. Yu Jumprit yang tidak bisa mengerjakan pekerjaan kasar dan berat. Tiba perasaan Menik menjadi sepi. Mulai malam nanti Gudel tidak lagi ada di dapurnya. 
Selama sepuluh siang sepuluh malam Gudel di matanya. Gudel yang selalu mencuri pandang pada dirinya. Menik tahu kalau Gudel sangat sering memperhatikannya. Bahkan Menik menjadi sangat bangga ketika Gudel menatapnya lama - lama. Gudel selalu berada di dekatnya. Membantu apa yang menjadi pekerjaannya. Bahkan ketika barang berat akan diangkatnya, Gudel segera mendekatinya dan melarang dirinya mengangkat yang berat- berat. Gudel yang berangsan. Gudel yang setiap kali dekat dengan perempuan tangannya tak bisa diam dan pasti mencari peluang untuk bisa memegangi apa saja milik perempuan yang ada di dekatnya. Tetapi Menik merasakan Gudel yang tidak berangasan. Malahan Menik merasakan Gudel yang perhatian. Gudel yang lembut. Gudel yang mencoba menghindar bersinggungan dengan tubuhnya. Menik tidak habis pikir kenapa Gudel kali ini tidak berangasan terhadap dirinya. Menik teringat satu saat dulu Gudel pernah berangasan terhadap dirinya. Ketika ia pulang mandi dari kedung Gudel tiba - tiba mengikuti dari belakang dan sambil berlari mencubit bokongnya dan tertawa terbahak - bahak. Tetapi kali ini sebenarnya Gudel memperoleh banyak kesempatan jika akan berangasan terhadap dirinya. Betapa tidak, Gudel selalu dekat dengan dirinya. Gudel sangat sering berduaan dengan dirinya di dapur, di ruang tengah, bahkan malam - malam di rumah Menik Gudel selalu bertemu Menik. Tetapi Gudel justru bersikap lembut dan sangat sopan terhadap dirinya. Bahkan ketika tubuhnya akan bersinggungan Gudel mencoba menghindar. 

Karena sikap - sikap Gudel selama sepuluh hari di rumahnya ini membuat Menik menaruh simpati terhadap Gudel. Menik menjadi sedikit melupakan Gono yang pernah mencumbunya. Gono yang pernah memberikan kenikmatan tubuhnya. Gono yang setiap malam menemaninya di keremangan cahaya. Gono yang sangat suka mengelus rambutnya dan kemudian mengelus bagian tubuh lainnya. Dan ketika malam telah begitu dingin Gono pasti mendekapnya dan tangannya masuk di balik rok dimana disana ada buah dadanya. Dan Gono mengelusnya, meremasnya, sambil menciumi pipinya, lehernya, dan paling ahkir berlama - lama menciumi bibirnya. Dan ketikan tangan Gono mulai merogoh selangkang Menik menolak. Pikiran Menik melayang ke Gudel yang baru saja pulang dari rumahnya. Dan membuatnya tiba - tiba sepi. Gudel kelihatan begitu gagah. Begitu kuat. Ketika pundaknya ada pikulan yang di ujung - ujung pikulan tergantung bumbung - bumbung air, badan Gudel begitu berotot. Lengan Gudel begitu tampak kuat dan kokoh. Tangan besar. Jari - jarinya tangan kelihatan besar - besar dan kuat. Tidak terasa Menik dan tidak disadari Menik membayangkan Gudel memeluknya dengan kuat. Tangannya yang kokoh dan jari - jarinya yang besar - besar meremas buah dadanya. Tubuh Menik yang kecil bila dibanding tubuh Gudel pasti akan tenggelam di pelukan Gudel. Dan tubuhnya pasti akan dilumat - lumat oleh Gudel yang tinggi besar. Dan dirinya pasti tidak kuasa menahan nikmatnya dicumbu Gudel. Menik merinding dan tiba - tiba merasa malu pada diri sendiri karena di selangkangan ada rasa - rasa yang geli gatal seperti ada yang meleleh di miliknya. 

bersambung ................






Tidak ada komentar:

Posting Komentar