Minggu, 29 Juli 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                                             edohaput

Ketigabelas

Tumi tahu kalau Gudel lagi ada di kedainya mbok Semi. Tumi segera bersolek dengan membedaki wajahnya dan mengoles gincu di bibirnya. Gincu yang dibelinya di kota saat ia berkesempatan ke kota untuk membeli kalung emas. Setiap kali hasil panennya berlebih, Tumi menabungn uangnya dengan cara dibelikan emas. Dari sedikit demi sedikit ahkirnya terkumpul banyak juga. Menjadi kesukaan Tumi mengumpul emas. Ia sangat suka dengan emas. Kalau sudah berbicara tentang emas, Tumilah jagonya. Tumi mau kerja keras dan melakukan apapun demi emas. Dikenakannya kain yang menurutnya paling membuatnya terlihat cantik dan bergegas ke kedainya mbok Semi. 
Gudel lagi menikmati wedang serbat panas. Wedang serbatnya mbok Semi tiada duanya. Mbok Semi sangat pinter meramu wedang serbat. Sehari saja mbok Semi tidak membuka kedainya orang - orang sudah pada merasa kangen akan wedang serbatnya. Wedang serbat terbuat dari rebusan daun serai dengan gula kelapa dan rempah - rempah  lain yang membuat hangat badan bila diminum apalagi diminum saat masih panas. Wedang serbat mampu mengusir rasa dingin badan. Begitu wedang serbat masuk ke perut segera menjalar rasa hangat di sekujur badan dan membuat badan terasa segar pulih dari rasa lesu dan pegal - pegal karena kerja di sawah. Gudel terus menyerutup wedang serbat panas. Bibirnya tak henti - hentinya meniup wedang agar segera dingin. Mulutnya juga terus dijejali pisang goreng panas. Kedai belum begitu ramai, kecuali karena  belum terlalu sore, gerimis menghalangi orang untuk datang ke kedai. Kedai mbok Semi akan ramai menjelang petang ketika udara dingin mulai turun bersama kabut malam. Saat - saat seperti itulah orang menjadi sangat butuh kehangatan. Wedang serbat mbok Semilah yang menjadi obatnya. 
Tumi tiba dan langsung duduk merapat di samping Gudel. Tumi memperoleh kesempatan baik. Kedai sepi. Hanya ada Gudel. " Kebetulan Tum kamu datang. Ni Tempa benguk kesukaanmu lagi tak goreng ". Mbok Semi menyambut kedatangan Tumi. " Ya mak. Wedangnya separo saja. Tempe benguknya digoreng kering, mak ". Tumi menanggapi sambutan mbok Semi yang memang selalu grapyak dengan pelanggan. Tumi meraba perut Gudel sambil tertawa : " Sudah kemasukan pisang goreng berapa potong, kang ? " Gudel tertawa juga dan tangannya segera memasukkan pisang goreng di mulutnya dan segera meraba perut Tumi. " Kok kecil perutmu Tum. Lapar ya ?". Tangan Gudel yang sedang meraba perut oleh Tumi segera ditangkap dan dipelorotkan ke arah paha Tumi. Gudel mencengkeram paha Tumi dengan kuat. Dan tangan Gudel tidak berhenti disitu. Dengan cepat tangan Gudel bergerak ke pangkal paha Tumi. Dan sempat menyentuh milik Tumi. Sifat Gudel yang berangasa yang disukai Tumi muncul. Tumi menjerit tertahan. Takut didengar mbok Semi. " Jangan edan kang. Ini di kedai !" Gudel melepas cengkeraman dan tertawa lepas sambil memperhatikan wajah Tumi. Tumi yang bermata bulat. Berhidung tidak pesek. Dan bibirnya dipoles tipis gincu merah. " Kang kapan jadi ke hutan ? Kata kang Gudel kalau sudah lepas hari keempatpuluh peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Ini sudah lewat lho kang. Besuk siang ya, kang !" Kata Tumi berbisik di telinga Gudel. Gudel menoleh ke wajah Tumi yang sangat dekat dengan wajahnya. Dan membuat Gudel dengan sangat cepat berkesempatan menempelkan hidungnya di pipi Tumi. " Mbantu ya mbantu kang, mosok siang malam terus - terusan di rumah Menik. Pemuda lain lain kan tidak begitu !" Menik melanjutkan kalimatnya dengan mencoba manja dan pura - pura memberengut. " Ya ... ya besuk siang ". Jawab Gudel yang membuat Tumi lega. Dan Tumi segera beringsut dari posisi duduknya yang merapat ke Tubuh Gudel. " Wah kalian ini cocok lho kalau menjadi suami isteri ". Kata mbok Semi sambil meletakan gelas wedang serbat di meja di depan Tumi. " Mana tempe benguknya, mak ?" Tumi  pura - pura tidak mendengar omongan mbok Semi yang sebenarnya membuat dirinya tersipu dan membuat hatinya berbunga - bunga. Dalam hatinya berkata juga. Memang dirinya cocok menjadi isteri Gudel. Sudah lama Tumi menginginkan Gudel jadi pacarnya. Sejak kedewasaannya merambat di tubuhnya Gudellah yang selalu menjadi obyek khayalnya. Diam - diam Tumi menyukai Gudel. Tetapi selalu saja Tumi belum memperoleh kesempatan baik untuk menyatakan kesukaannya. Dimana ada kesempatan bertemu dengan Gudel selalu saja ia tidak bisa menampakkan sikapnya yang menyukai Gudel. Tumi juga mengerti kalau Gudel tidak tertarik akan dirinya. Maka Tumi terus saja melakukan dengan cara mencuri perhatian Gudel. Gudel sepertinya bersikap sama terhadap siapa saja. Berangasan. Suka jahil. Dan tertawa lepas. Juga terhadap dirinya. Gudel nampak tidak ada sikap khusus. " Kang Gudel tidak menyukai Menik kan Kang ?" Tiba - tiba Tumi mengungkap tentang Menik. Mendengar Tumi berkata begitu Gudel tertawa lepas. " Kang Menik itu kan sudah ada yang punya ta kang ?" Tumi memang ada rasa cemburu terhadap Menik. Tumi curiga dengan sikap Gudel yang terus menerus berada di rumah Menik. Membantu keluarga Menik yang sedang repot dengan peringatan - peringatan meninggalnya Nyi Ramang. Tumi heran mengapa Gudel tidak seperti pemuda lainnya dalam membantu keluarga Menik. Jangan - jangan Gudel yang disukainya hatinya malah kepada Menik. Tetapi perasaan itu segera ditepisnya sendiri. Gudel sudah bersedia menemaninya ke hutan. Gudel pasti akan terperangkap oleh cintanya. Mendengar kalimat terahkir dari Tumi Gudel sekali lagi hanya tertawa lepas. " Besuk siang tak tanggu di depan rumah ya kang ! Aku mau bawa makanan agar kita bisa berlama - lama di hutan ". Kata Tumi sambil berdiri bermaksud segera meninggal kedai. " Ya.... ya... Tum ! Sudah sana pulang ! Aku yang bayar ! Tu tempenya dibungkus dibawa pulang !" Gudel memegangi tangan Tumi. " Mak tempe benguknya dibungkus mak ! Biar dibawa Tumi !" Gudel setengah berteriak ke mbok Semi yang sibuk dengan penggorengan. " Dak usah mak, lain kali saja aku tak keseni lagi !" Berkata begitu Tumi langsung keluar dan meninggalkan Gudel yang masih di kedai. 

Yang sebenarnya Gudel tahu kalau Tumi menyukainya sudah sejak lama. Tetapi dirinya tidak pernah tertarik dengan Tumi. Tumi yang bawel. Tumi yang terlalu terbuka dengan setiap pria. Tumi yang kalau bicara selalu saja keras dan kemayu bukan gadis yang diimpikannya. Hatinya malah sudah tertambat pada diri Menik. Sekarang hanya rasa kasihan saja yang ada di hati Gudel terhadap Tumi. Tumi begitu menyukainya. Gudel tidak tega Tumi sakit hati lantaran ia menolak cintanya. Gudel sudah bertekat akan memenuhi permintaan Tumi pergi ke hutan. Gudel tahu hutan yang di ujung desa adalah tempat muda dan mudi desa untuk memadu kasih. Mereka yang saling mencinta akan pergi ke hutan. Dan beberapa kali mereka pergi ke hutan tak lama kemudian mereka akan menikah. Mengingat itu Gudel bingung juga. Hatinya telah dicuri Menik. Tetapi ia merasa kasihan terhadap Tumi. Lalu apa yang akan dilakukannya besuk di hutan bersama Tumi ? Hutan adalah tempat bercumbu ketika orang dimabuk cinta. Di hutan besuk pasti Tumi akan merajuk. Gudel tahu sifat Tumi yang sangat mudah terbuka. Tetapi Tumi juga bukan gadis sembarangan. Satu kenyataan Waru yang berulangkali mengajak Tumi ke hutan tidak pernah kesampaian. Tumi bukan gadis yang gampangan. Gudel bingung. Ia sudah terlanjur berucap bersedia diajak ke hutan. Gudel ingat Menik. Menik yang telah pernah menerima cumbuannya. Walaupun Menik belum putus dengan Gono. Gudel bingung.

bersambung .................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar