Selasa, 31 Juli 2012


Cubung Wulung

                                                                                              edohaput

Keempatbelas

Tumi menunggu Gudel di depan rumah seperti yang dijanjikannya kemarin. Ia sudah siap untuk pergi ke hutan bersama Gudel. Seperti ketika pernah mengajak Gudel ke hutan tetapi urung karena halangan Nyi Ramang meninggal, Tumi kali ini juga telah mendandani dirinya. Rok yang dikenakannya longgar. Karena Tumi bermaksud agar Gudel tidak kesulitan ketika nanti di hutan Gudel mencari - cari miliknya. Kutang dan celana dalam juga tidak dikenakan. Kembali keinginan Tumi untuk menjerat Gudel akan dilaksanakan. Tubuhnya sejak pagi telah dirawatnya. Ia telah mandi air mawar. Bagian - bagian yang akan diraba dan diciumi Gudel sudah digosok dengan pandan wangi dan rendaman air cendana. Tumi wangi. Tumi gelisah menunggu kedatangan Gudel. Kali ini ia sangat berharap tidak lagi ada peristiwa penting yang bisa menghalanginya untuk pergi ke hutan bersama Gudel.
Tumi terkesiap Gudel datang tiba - tiba. Rupanya Gudel datang tidak melewati jalan umum, melainkan melalui jalan lewat belakang rumah Tumi. Sehingga Tumi yang selalu melongok ke jalan tidak melihat ada tanda - tanda Gudel datang. " Kok lewat belakang, ta kang ? " Tanya Tumi sambil tersenyum menampakkan sebaris giginya yang telah digosok dengan arang sehingga nampak putih mengkilat bersih. " Berangkat sekarang ? " Belum sempat ada jawaban dari Gudel Tumi bertanya lagi. Tumi menatap mata Gudel dan mengamati tubuh Gudel yang besar tinggi mengenakan kaos dan celana sebatas lutut. " Tunggu apa ! Ayo ! " Gudel segera menggamit tangan Tumi. 

Matahari yang di tempat lain akan dirasakan pancarannya begitu panas, di tempat Tumi dan Gudel berjalan menuju hutan hanya terasa hangat. Kecuali udara gunung yang memang dingin, juga sinar matahari banyak terhalang oleh pucuk - pucuk cemara di lereng - lereng. Sayup - sayup tembang yang dilantunkan orang yang sedang merumput terdengar syahdu. Sesyahdu perasaan Tumi yang sedang bergelayut ditangan Gudel menaiki dan menuruni tebing untuk sampai di hutan. Hati Tumi berbunga - bunga. Harapannya bisa bersama dengan Gudel pria idamannya bisa kesampaian. Bagi Tumi rumput ilalang yang tumbuh subur di tepian jalan setapak menyebarkan wanginya cinta. Desis angin yang bertiup diantara cemara bagai alunan tembang yang sangat indah dialunkan seorang pesinden. Kembang - kembang rumputan yang  biasanya tercium langu menjadi wangian yang sangat sedap terhirup di hidung Tumi. Semua yang didengar dan dilihat Tumi semuanya indah. Tumi sangat berbahagia.
Lain perasaan yang dirasakan Gudel. Gudel teringat Menik. Gudel teringat ketika malam - malam mencumbu Menik. Menik yang telah sangat lama diperhatikannya. Menik yang membuatnya selalu bersemangat bekerja. Menik yang selalu dimimpikan pada setiap tidurnya. Gudel merasakan yang bergelayut di tangan kokohnya bukan Tumi, melainkan Menik. Setiap kali Tumi tubuhnya gontai karena jalan setapak yang licin, Gudel meraih dan menangkap tubuh Tumi yang sintal, tetapi di dalam khayalnya Meniklah yang sedang ditolongnya. 
Tumi semakin manja dirangkulan Gudel yang ketat. Dan Tumi selalu berpura - pura tubuhnya gontai agar segara ditangkap Gudel. Dan Tumi mencoba memasang - masangkan dadanya agar tersentuh tangan Gudel. " Jalannya licin ya, kang !" Tumi berucap manja dirangkulan Gudel. Dan Gudel hanya mendehem menanggapi kemanjaan Tumi. Tumi tidak tahu kalau Gudel tidak memiliki perasaan cinta terhadap dirinya. Tumi tidak tahu kalau Gudel mau bersama dirinya ke hutan karena hanya rasa kasihan saja. Tumi juga tidak tahu kalau yang ada dipikiran pria pujaannya ini hanya Menik, Menik dan Menik. 
Setelah sedikit menurini tebing, mereka sampai di tempat lapang yang dilindungi gerumbul. Hutan terasanya sangat sejuk. Tumi menggelar kain di atas runtuhan kembang cemara yang tebal menumpuk. Runtuhan kembang cemara akan menjadi kasur yang empuk. Tumi dan Gudel menikmati bekal yang mereka bawa dari rumah. Wedang jeruk dan tempe benguk goreng yang dibeli Tumi di kedai mbok Semi. " Kenapa ta kang Gudel sedari tadi kok dak banyak bicara ? Biasanya banyak tawa dan canda ? " Menik menguak sepi hutan dengan kalimat. " Ah ... dak ada apa - apa Tum. Cuma aku capai saja. Kemarin seharian di sawah mendangir jagung ". Jawab Gudel berbohong untuk menutupi perasaannya yang sebenarnya. Yang sebenarnya Gudel tidak merasa senang berada di Hutan bersama Tumi. " Kang .... aku menyukai kang Gudel sudah sejak lama lho, kang ?" Tumi terus terang menyatakan isi hatinya yang selama ini dipendam. " Aku ingin dipacari kang Gudel. Dan satu saat nanti aku ingin dilamar kang Gudel ". Lanjut Tumi lirih. Tetapi di telinga Gudel terdengar menderu. Gudel tak menyangka Tumi akan menyatakan cintanya. Tumi yang biasanya kenes kemayu tiba - tiba tampak lembut. Gudel menjadi semakin kasihan. Gudel bisa merasakan cinta Tumi tulus. Tumi sangat ingin menjadi pacarnya dan dikelak hari ingin diperistrinya. Gudel melihat keteduhan sorot mata Tumi. Semula Gudel mengira Tumi mengajaknya ke hutan hanya sekedar akan bersenang - senang. Gudel mengira Tumi yang selalu kenes, menthel, dan kemayu, hanya ingin menggodanya. Gudel Tahu kalau Tumi menyukainya. Tetapi tidak tiba - tiba seserius ini. " Kang aku menyintai kang Gudel. Aku ingin kang Gudel mengimbangi cintaku. Kok diam saja, ta kang ? Mbok ngomong !" Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. Gudel hanya mendengus. Ingatannya ke Menik. Kenapa yang menempel di tubuhnya bukan Menik yang disukainya. Seandainya yang ada didekatnya ini Menik, dia segera akan memeluknya dan merebahkannya dan segera akan menggumulinya. " Kang ..". Tumi merangkulkan kedua tangannya di leher Gudel. Wajahnya menjadi sangat dekat di wajah Gudel. Gudel bisa merasakan hangatnya napas Tumi yang agak tersengal. Gudel menatap dalam mata Tumi. Disana ada keteduhan cinta dan nafsu yang membara. Gudel bingung. Belum sempat memikirkan kebingungnya Gudel kaget, tiba - tiba bibir Tumi telah lekat di bibirnya. Tumi membuka bibirnya dan sedikit menjulurkan lidahnya. Gudel merasakan kehangatan dan kebasahan bibir Tumi yang wangi. Gudel merasakan seperti ketika malam itu merasakan bibir Menik. Hangat, lembut, basah dan wangi. Sebagai laki - laki, Gudel menjadi tidak tahan. Gudel membayangkan bibir yang menempel di bibirnya adalah bibir Menik. Maka dengan sigap disambutnya ciuman Tumi dengan kesungguhan cintanya kepada Menik. Gudel dan Tumi telah memulai melampiaskan hasratnya. Tidak terasa mereka telah rebah. Napas mereka telah menderu dan saling mendisis. Tangan Gudel telah berada di payudara Tumi. Tangan kokoh Gudel dengan jari - jari tangan yang panjang dan besar meremas payudara Tumi dengan lembut tetapi kuat. Tumi terus menggelinjang dan menyedia - menyediakan payudara untuk terus di remas pria pujaannya. Tumi belum pernah merasakan rabaan di payudaranya kecuali oleh tangannya sendiri ketika malam sepi dan dirinya sedang ingat Gudel. Gudellah lelaki pertama yang menjamah buah dadanya. Tumi merasakan nikmat di dadanya. Rada kasarnya tangan Gudel memperlakukan payudaranya dirasakan bagai sedang terbang melayang di atas awan. Kaki Tumi yang terus bergerak membuat rok longgarnya telah sangat menyingkap ke atas pangkal pahanya. Seluruh kakinya menjadi tidak tertutup rok longgarnya. Gudel menjadi lupa diri. Dengus napasnya sudah seperti banteng marah. Ia melepas ciuman di bibir Tumi wajahnya melorot ke bawah berganti mencium dan menghisah - hisap buah dada Tumi. Yang ada di benak Gudel yang sedang dicumbunya ini adalah Menik. Tumi mendesis keras ketika buah dadanya basah hangat dan sangat geli oleh bibir Gudel yang berpacu berganti - ganti menghisap menyedot dua buah dada Tumi. Puting susunya yang masih kecil tetapi telah menyadi kaku dan menonjol seiring dengan nafsu birahinya digigit - gigit kecil gigi Gudel. Tumi tidak sanggup menahan nikmatnya. Ia terus mendesis menggelinjang dan memeluk erat Tubuh Gudel yang besar. Gudel yang telah juga dirambati nafsu birahinya menjadi lupa dan muncul sifat berangasannya. kelelakiannya telah mengembang kuat dan mendesak celananya. Apalagi setelah tangan Tumi dengan sengaja menyentuh - nyentuhnya. Antara sadar dan tidak Tumi ingin Gudel segera mengeluarkan kelakiannya. Tumi merasakan ciuman dan hisapan  mulut Gudel di buah dadanya telah menjalar di kemaluannya. Tumi merasakan ada sesuatu yang membasahi miliknya. Tumi ingin segera tangan Gudel menyentuh miliknya. Tumi terus menyedia - menyediakan miliknya agar teraba oleh tangan Gudel yang telah sampai di pusarnya. Dengan satu gerakan mengangkat perut Tumi berhasil memelorotkan tangan Gudel ke selangkannya dan menyentuh miliknya. Sebaliknya antara sadar dan tidak Gudel terkejut. Ternyata milik Tumi tidak ditutupi celana dalam. Reflek jari Gudel telah mengelus dan menekan milik Tumi yang basah. Kembali dalam khayalnya apa yang sedang dipegangnya, yang empuk, hangat dan basah, terbuka, licin, dan di atasnya ada bulu - bulu yang juga tersentuh jarinya adalah milik Menik. Maka dengan sigap Gudel melepas celana dan kelelakiannya mendongak bebas menyenggol paha Tumi yang terus bergerak. Tumi merasakan ada sesuatu yang hangat kaku menyenggol pahanya. Tumi tahu, itu milik Gudel yang sudah bebas dari celana pria yang dicintainya. Gudel menjadi semakin lupa diri. Sambil terus berganti - ganti menciumi bibir, leher dan payudara Tumi, Gudel merubah posisinya dan telah berada di atas tubuh Tumi. Tumi juga sudah menyediakan dengan membuka kedua pahanya lebar - lebar. Dan pinggul Gudel telah berada di antara pahanya. Gudel yang birahinya sudah tak tertolong lagi terus menyodok - nyodokkan kelelakiannya dan menemukan milik Tumi yang belahannya sudah membuka. Sedetik ujung mentimun besar milik Gudel menempel di bibir basah milik Tumi Gudel kuat mendorongnya .... bleees ....mentimun Gudel amblas di kemaluan perawan milik Tumi. Tumi menjerit keras karena ada rasa sakit tetapi sebentar kemudian mendesah, melenguh, dan tubuhnya menggelinjang dipelukan kuat tangan Gudel. Gudel terus menindih dan memasuk keluarkan mentimun besarnya di milik Tumi. Mereka bergumul, mendesah, melenguh, dan menderukan napas - napas birahinya. Sampai ahkirnya keduanya menjeritkan kenikmatan dan saling meronta tidak karuan lantaran ada rasah nikmat yang tidak tertahankan yang mereka rasakan. 

Angin hutan berdisis menggoyangkan pucuk - pucuk cemara. Suara dedaunan yang gemerisik saling bersentuhan mulai bisa mengalahkan suara napas Tumi dan Gudel yang mulai luruh. Keduanya terletang lemas di atas kain yang digelar di reruntuh kembang cemara. 

bersambung ...................




Tidak ada komentar:

Posting Komentar