Jumat, 01 Februari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                    edohaput


Kelimapuluhdelapan

Sudah beberapa hari Juragan Rase mengintai kegiatan Tumi. Juragan Rase ingin mendapatkan kesempatan bertemu dengan Tumi ketika Tumi benar - benar kelihatan senggang. Keinginannya menjumpai Tumi sangat menggebu. Sampai - sampai kegiatan mengintai Tumi, menyebabkan  kegiatan pokok berdagang hewan ternak sapi di pasar dipaksakan libur. Pagi, siang, sore, malam waktunya dipergunakan untuk mengamati Tumi. Ternyata Tumi senggang jika sore menjelang malam sudah tiba. Tumi akan berada di rumah. 
Sore sebelum matahari ditelan gunung, juragan Rase sudah mendandani diri dengan celana yang terbaik, baju yang terbaik, mengenakan jas yang dibeli di kota, dan tidak lupan menyemprot kain dan kulitnya dengan wewangian yang juga dibelinya di kota. 
Kedatangan juragan Rase di senja menjelang malam disambut oleh kedua orang tua Tumi yang penat karena seharian bekerja di sawah memanen jagung. Setelah sejenak berbasa - basi dengan juragan Rase kedua orang tua Tumi memilih masuk kamar dan untuk saling memijit untuk menghilangkan kepenatan. Tumi yang tidak menyangka - nyangka bakal kedatangan perjaka kaya tidak sempat membedaki wajah dan mengatur rambut. Seperti biasanya ketika sore menjelang malam tiba, Tumi mandi membersihkan diri dengan air kedung. Dan di sore ini Tumi benar - benar tidak menghoas diri. Tumi jarang berhias, dan membadaki parasnya, kecuali kalau dirinya sudah kencan untuk ketemu dengan Gudel. Kini berhari - hari Gudel hanya bisa tergolek di ranjang karena sakit. Dan ketika Tumi menjenguk Gudelpun Tumi tidak berdandan, karena kekasihnya ini sedang sakit dan tidak perlu dipameri wajah cantiknya. Walaupun begitu Tumi tetap tampak cantik dan mempesona. Apalagi yang melihatnya adalah mata juragan Rase yang sudah cukup hari ingin menjumpainya.  " Kamu itu cantik banget lho, Tum." Tiba - tiba juragan Rase melontarkan kalimat jujur yang tidak disengaja dan diucapkan spontan sambil tangannya meraih  singkong goreng yang disuguhkan Tumi. Kalimat ini muncul tiba - tiba tanpa disadari karena memang perawan yang duduk di hadapannya ini sungguh mempesona dan tidak sedetikpun parasnya dialihkan dari tatapannya. " Ah juragan Rase ini ada - ada saja. Masak orang kayak aku kok cantik." Jawab Tumi sambil tersipu. Tumi sendiri heran, karena sejak tadi juragan Rase hanya ngomong tentang harga sapi, harga kerbau dan bagaimana cara mendapatkan keuntungan berdagang hewan ternak yang tidak diketahuinya, tiba - tiba melontarkan kalimat pujian. Tumi sempat merasa bosan dengan omongan juragan Rase yang banyak pamer tentang pintarnya memilih sapi, dan selalu mendapat banyak keuntungan. Kalimat pujian tentang kecantikan dirinya itu tiba - tiba membuat dirinya yang sejak tadi diam dan mengantuk dan hanya duduk di hadapan juragan Rase sebagai pendengar sambil mempermainkan kuku - kuku jarinya,  tiba - tiba tubuhnya teraliri rasa segar dan tidak lagi mengantuk. " Benar Tum, kamu itu cantik banget." Juragan Rase memasukkan singkong goreng ke mulutnya. Tumi kembali tersipu. Rona memerah di wajah Tumi terlihat di mata juragan Rase menambah - nambah keayuannya saja. Tiba - tiba juragan Rase merasa gemas, ingin rasanya jari - jarinnya menyiwel pipi Tumi yang jika tersenyum ada lesung pipitnya. " Tum aku ini sebenarnya sedang susah lho." Juragan Rase menyoba membuat kalimat yang diinginkan agar segera menjadi awal untuk mengarah kepada omongan - omongan yang akan menampakkan kalau dirinya menyukai Tumi. " Lhah juragan kok susah. Susah ya aku ini. Juragan tu duit ada, kekayaan berlimpah, sehat juga. Gitu kok bilang susah. Susah ya aku ini, juragan. Ingin itu, ingin ini ngumpulkan duitnya harus kerja keras di sawah." Tumi melebarkan senyumannya. Juragan rase tidak berkedip menatap senyumnya Tumi. " Ini lho Tum aku ini kan perjaka tua yang dak laku - laku ta, Tum. Itu yang membuat aku susah." Juragan Rase mulai menggiring arah pembicaraan. " Woo ...kalau itu, ya salah juragan Rase sendiri. Lha juragan Rase ini kan kaya, rumah ada, mewah lagi. Duit berlimpah. Sawah ladang luas. Mana ada perawan yang menolak juragan." Kalimat ini diucapkan Tumi dengan semangat sambil lagi - lagi tersenyum yang membuat lesung pipitnya bisa nampak di kedua pipinya yang ranum. Rasanya ingin juragan Rase bangkit dari duduk dan menubruk Tumi untuk memeluknya dan menciumi pipinya. Tetapi juragan Rase hanya bisa memelototi pipi yang begitu menggemaskan. " Ada Tum ... ada ... ada perawan yang menolak aku." Juragan Rase senang karena pembicaraan sudah tergiring. " Ah ... bodoh amat perawan itu, juragan. Perawan mana itu juragan. Bodoh - bodohnya perawan kalau menolak juragan." Masih tetap dengan nada semangat. Juraga Rase ternsenyum. Dalam hati juragan Rase bersorak, kena kamu ! " Perawan yang menolak aku itu kamu Tum. Coba saja kalau aku melamarmu, kamu menolak kan, Tum ?" Kalimat ini telak menghantam Tumi. Tumi sangat kaget dengan kalimat ini. Tidak dinyana dan tidak disangka juragan Rase membuatnya terperangkap oleh kata - kata sendiri yang membodoh - bodohkan perawan yang akan menolak juragan Rase. Tumi terdiam sesaat. Dan bingung kalimat mana yang bisa menangkal kalimat juragan Rase. " Lho kok aku perawannya, juragan ?" Tumi menjadi sekenanya ngomong. Dan omongan ini juga tidak disangka dan dinyana akan memperoleh jawaban yang menjadi bumerang yang sangat sulit ditangkal. " Ya kamu Tum. Karena aku menyukai kamu. Dan aku akan melamarmu. Kamu akan menolak kan, Tum ?" Kalimat inilah yang membuat Tumi menjadi sangat terpojok dan bingung. Yang terjadi kemudian Tumi diam. Menunduk dan hanya bisa deg - degan menghadapi perjaka kaya yang sedang duduk dihadapannya. Kedua tangannya dijepitkan di antara pahanya yang merapat dan wajahnya dalam menunduk. " Sebenarnya dah lama aku menyukai kamu, Tum. Tetapi selalu aku pendam. Aku takut ditolak." Juragan Rase berbohong. Karena yang sebenar - benarnya juragan rase menyukai Menik. Kalimat ini pun membuat Tumi semakin dalam menunduk. Pikirannya kacau. Tumi tidak menemukan kalimat untuk menangkal kalimat juragan Rase ini.  Tumi tidak bisa berbuat banyak kecuali hanya diam. Karena Tumi terus diam, juragan Rase bangkit dan pindah duduk merapat dengan Tumi di kursi panjang yang diduduki Tumi. Tumi hanya sedikit beringsut, dan juragan Rase telah merangkul pundaknya. " Tum aku sangat menyukai kamu." Juraga Rase dengan sigap merogoh saku jasnya dan mengeluarkan cincin emas bermata berlian dan dengan cepat tanpa menunggu Tumi sadar juragan Rase meraih jari manis Tumi dan memasangkan cincin. Tumi kaget jari manisnya telah dilingkari cincin bermata berlian yang memantulkan cahaya lampu minyak di ruangan. Kedua tangan Tumi yang masih dipegangi Juragan Rase tiba dipasangi pula gelang - gelang yang juga bermata berlian. Sekali lagi Tumi sangat kaget. Tidak ada perasaan lain di hatinya dan pikirannya kecuali galau dan membuat kesadarannya hilang. Kekagetan Tumi yang ketiga kalinya dan membuatnya berada di antara setengah sadar dan setengah pingsan ketika juragan Rase meraih lehernya dan segera sebuah kalung dengan bandul bermata berlian juga melingkari lehernya, dan telingan samar - samar mendengar juragan Rase berbisik di telinganya. " Tum ini hadiah untukmu. Tum aku sangat menyukai kamu." Lembut kalimat ini sampai di telinga Tumi. Tumi merasakan hangatnya napas juragan Rase. Dan membuat kulitnya merinding. Dan Tumi juga tidak menyadari dan awalnya bagaimana tiba - tiba bibirnya telah beradu dengan bibir juragan Rase yang dengan penuh semangat melumat bibirnya. Rasa hangat dan nikmat di bibir membuat Tumi melupakan segalanya. Tumi meneriman ciuman juragan Rase dan tanpa disadarinya Tumi telah membalas ciuman juragan Rase. Napas panas juragan Rase sangat terasa di wajah Tumi. membuatnya semakin terlena, dan tidak disadarinya pula kain yang menutupi dadanya telah terbuka dan yang dirasakan kemudian payudara merasakan rasa geli nikmat. Tumi tidak tahu kutangnya juga telah lepas dan telah berada di lantai. 
Di luar rumah hujan mulai turun. Butir - butir air hujan menimbulkan suara berderak di genting Rumah. Sayup - sayup dari kamar belakang terdengar dengkur bapak dan mboknya Tumi yang tertindih suara hujan jatuh di genting. Kain Tumi telah melorot ke bawah membuat dadanya telanjang. Payudaranya telah dikuasai penuh oleh tangan juragan Rase. Sementara itu terjadinya bagaimana celana panjang dan celana dalam juragan Rase telah pula lepas dan terserak di lantai. Bibir juragan Rase telah berada di buah dada Tumi dan menyedot dan menggigiti kecil puting susu. Tumi kemudian hanya bisa menggeliat dan mengejang ketika gigitan juragan Rase nekat. Desahannya tidak tertahan. Jika saja malam ini tidak terjadi hujan, barangkali desahannya bisa membangunkan kedua orang tuanya yang sedang bermimpi.  Rasa yang sangat nikmat di payudaranya telah  menjalar ke miliknya yang masih tertutup celana dalam. Dan telah membuat celana dalamnya basah. Miliknya menjadi sangat pegal dan gatal. Tumi juga tidak tahu ketika dirinya telah berada di pangkuan juragan Rase yang napasnya sudah sangat tersengal dan memburu. Dan pantatnya tersentuh - sentuh sesuatu yang  bulat, panjang, hangat dan sangat kaku. Tumi menjadi sangat terangsang. Maka ketika juragan Rase berusaha memelorotkan celana dalamnya, Tumi membantunya dengan mengangkat - angkat pantatnya. Dan kemudian tidak tahu celana dalamnya telah terlempar kemana. Juga ketika juragan Rase merebahkan tubuhnya dan melebarkan kangkangan pahanya Tumi menurut saja. Tumi sudah sangat berharap merasakan miliknya ditembus agar rasa pegal dan gatalnya segera hilang dan berganti dengan rasa yang sangat diinginkan. Sekilas juragan Rase melihat milik Tumi yang berambut lebat. Bibirnya telah nampak basah dan terbuka. Juragan Rase menjadi sangat bernafsu. Di dekatkannya mentimunnya di milik Tumi yang sudah sangat siap menerima hujaman. Mentimun menempel di bibir basah. Tumi mendesah. Dengan sekali dorong dengan patatnya, t l e s e r ... mentimun juragan Rase amblas di milik Tumi. Tumi sesaat terbeliak dan sesaat kemudian mengatupkan pelupuk matanya rapat - rapat dan tangannya menggapai - gapai mencari sesuatu yang bisa diremas dan kedua kakinya bergerak - gerak mengejang.

bersambung .......


Tidak ada komentar:

Posting Komentar