Senin, 11 Februari 2013

Cubung Wulung

                                                                                                       edohaput


Kelimapuluhsembilan

Melihat Gudel semakin bertambah hari semakin tidak berdaya, tidak bisa lain Kliwon merasa kasihan juga kepada Gudel. Walaupun sakit Gudel ini memang disengaja. Sakit yang dimaui. Sakit yang diharapkan. Gudel memang menginginkan kematian. Dirinya tidak sanggup hidup tanpa Menik yang dicintainya. Gudel yang punya sifat berangasan, braok, pemberani, dan kuat phisik, ternyata lemah mental. Hanya karena Menik dinikahi Gono Gudel lunglai tak berdaya. Selain Gudel sudah banyak berjasa terhadap keluarganya, juga karena sakit Gudel ini karena Menik adiknya, maka Kliwon merasa bertanggung jawab. Dirinya harus berupaya untuk kesembuhan Gudel. 
Kliwon tahu Menik juga bersalah kepada Gudel. Karena Menik pernah mau bercumbu dengan Gudel. Dengan begitu maka Gudel menjadi punya harapan, Menik mau, Menik menanggapi cintanya, seolah Menik memberi harapan. Padahal yang dilakukan Menik tidak lain hanya balas jasa atas tenaga yang pernah diberikan Gudel kepada keluarganya. Satu malam ketika Kliwon akan mengambil minum di dapur, mendapati Gudel dan Menik sedang berpelukan. Menik ada di pangkuan Gudel. Amben bergoyang - goyang dan ada suara krengket - krengket. Kliwon mengurungkan niatnya untuk terus ke dapur. Berhenti di balik pintu dan matanya yang dipincingkan dan ditempelkan di celah pintu yang menguhubungkan ruang rumah induk dengan dapur. Sebenarnya Kliwon tidak tega untuk melihat adiknya yang sedang asyik menikmati cumbuan. Tetapi hasrat lelakinya tiba - tiba muncul memenuhi otaknya. Membuat Kliwon tidak bisa menahan untuk melihat. Kliwon melihat tubuh Menik yang sudah dikuasi Gudel hanya bisa berjingkat - jingkat. Kain atasnya telah melorot ke bawah. Buah dadanya menjadi bulan - bulanan mulut Gudel yang membabi buta. Mulut Menik yang menganga - nganga juga menjadi sasaran bibir gudel yang terus berpindah - pindah dari bibir ke leher, kembali ke payudara. Sarung Gudel yang sudah tidak terpasang di pinggang menyebabkan celana kolornya yang telah melotrok - melotrok terlihat oleh mata Kliwon. Dan yang membuat Kliwon semakin deg - degan adalah tangan Menik yang telah menggenggam mentimun Gudel dan digerakkan. Dan yang membuat Kliwon agak lega adalah ketika tangan Gudel mencoba menuju selangkang Menik, selalu ditolak oleh menik. Rupanya Menik masih banyak sadarnya untuk mempertahankan miliknya. Kliwon sendiri sebenarnya kaget juga. Karena tidak menyadari adiknya telah begitu dewasa. Payudaranya telah begitu besar menyembul di dadanya. Setiap kali buah dada Menik di serang mulut Gudel, Kliwon menyaksikan Menik begitu menggeliat di pelukan Gudel. Jari - jari kakinya mengejang, pantatnya terangkat - angkat, dan lehernya menekuk kebelakang ke arah punggung dan wajah mendongak, mulut merintih dan mengeluarkan desahan. 
Pikiran Kliwon melayang ke wakini. Perawan yang disukainya. Perawan yang selalu di angannya. Tetapi dirinya tidak pernah berani mendekati. Wakini perawan sebaya Menik. Yang memiliki tubuh agak pendek. Lebih pendek dari Menik. Wakini cenderung gemuk, sintal, berpantat besar. Payudaranya sangat menonjol. Wakini perawan yang belum pernah didekati lelaki. Wakini yang pendiam dan sulit bergaul menjadi jauh dari para perjaka. Kliwon sangat menaruh perhatian terhadap Wakini, tetapi Kliwon tidak punya keberanian untuk mendekatinya. Satu hari Kliwon pernah dibuat jantungnya berdesir keras ketika Wakini sedang mencuci kakinya di parit. Kainnya diangkat sampai ke pangkal paha. Dan Kliwon bisa melihat punya wakini yang tidak dikenakan celana dalam. Tidak sengaja waktu itu Kliwon sedang berada di dekat wakini, karena parit dengan air yang mengalir bening itu selalu menjadi tempat orang mencuci kaki sehabis kerja di sawah. Menyadari dirinya dilihat Kliwon dengan mata melotot Wakini hanya tersenyum. Dan tidak segera menurunkan kainnya, malah kakinya digoyang - goyangkan di air dan membuat kainnya semakin naik ke pangkal paha. Dan tubuhnya dibungkuk - bungkukan sehingga Kliwon bisa melihat payudara Wakini yang menggantung di balik kainnya yang longgar. Kliwon menjadi kelimpungan karena ketahuan memelototi milik Wakini. Kliwon yang pengecut, segera berlalu membawa jantungnya yang terus deg - degan. 
Pikirannya yang melayang ke Wakini tiba - tiba menjadi buyar, ketika mendengar pekik tertahan Gudel yang erat mendekap Menik. Mata Kliwon dari balik celah pintu melihat menetimun Gudel yang di pegang Menik memuntahkan lavanya. Tersebur muncrat membasahi tangan Menik. Dan Kliwon Juga mendengar desahan Menik yang diikuti menggelinjangnya tubuh seiring mulut Gudel yang keras menyedot puting susu Menik. 
Niatnya untuk menolong Gudel membesarkan semangatnya untuk membuktikan kata - kata Menik malam itu. Gudel harus sembuh. Dirinya tidak tega membiarkan Gudel tergolek lemas. Jika kata - kata Menik benar, Gudel akan tertolong. Dan dirinya akan menjadi orang yang diperlukan oleh orang banyak. Kliwon bersumpah seluruh sisa hidupnya akan diabdikan untuk orang banyak. Kehidupannya selama ini yang hanya diisi dengan pergi ke sawah, diam di rumah, jarang bergaul dan tanpa cita - cita, akan diisinya dengan berbuat baik pada sesama. 
Malam telah hampir sampai di pertengahan. Kliwon dengan berkerudung sarung berjalan menuju kedung. Kliwon memilih jalan yang jarang di lewati orang untuk menuju kedung. Melewati persawahan dan menerabas ladang Kliwon sampai di pinggir kedung. Suasana kedung seram. Gelap gulita. Air kedung tidak nampak. Pohon - pohon besar di tepi kedung membuat bulu kuduk Kliwon berdiri. Seluruh badan merinding ketika didengar suara binatang malam yang aneh - aneh. 
Kliwon ingin membuktikan kata - kata Menik adiknya. Ini malam Jumat Kliwon. Jika kata - kata Menik benar ditengah malam ini air kedung akan bercahaya. Dan disaat itu pula tangannya akan segera memasukkan bumbung bambu untuk mengambil airnya. 
Kliwon berdiri di kegelapan. Termangu di pinggir kedung. Menunggu bukti omongan Menik. Dingin udara gunung tengah malam membuat tulang - tulang Kliwon sakit. Namun begitu dirinya segera melapas sarung yang digunakan untuk kerudung. Sarung ditalikan melingkar di perutnya. Kliwon bermaksud memudahkan dirinya untuk mengambil air saat kedung bercahaya. Kliwon menunggu dengan bumbung bambu tempat air siap di tangannya. Jantungnya berdegup keras. Seperti apa cahaya yang keluar dari kedung. Kliwon hanya bisa harap - harap cemas. Dan diperasaannya ada rasa takut yang luar biasa. Seandainya saja ada yang melihat wajah Kliwon saat ini pasti akan mengatakan wajah Kliwon pucat bagai wajah jasad orang yang telah mati. Pucat pasi. Jika bukan karena ingin membuktikan kata - kata adiknya dan ingin membantu Gudel sembuh dari sakitnya Kliwon tidak akan berani melakukan ini. Kliwon diketahui perjaka pengecut. Takut gelap. Takut berada di suatu tempat sepi sendirian. Walaupun belum pernah bertemu, Kliwon sangat takut dengan hantu. Kliwon tidak berani menebarkan pandangannya ke sekeliling kedung. Takut pandangan matanya akan menumbuk sesuatu yang ditakuti. Kliwon terpaku. Seluruh tubuh merinding. Belum lagi dinginnya malam yang begitu menggigit. 
Pribadi Kliwon tidak pernah mewarisi sifat - sifat mendiang Nyi ramang neneknya. Sifat - sifat mendiang Nyi Ramang dimonopoli Menik adiknya. Menik benar - benar Nyi Ramang muda. Gaya bicaranya. Gaya tingkah polahnya. Sorot matanya. Bahkan wibawanya ketika serius berbicara, Menik sangat identik dengan neneknya. Kliwon sangat mengakui itu. Maka Kliwon selalu berhati - hati terhadap Menik. Kliwon cenderung takut. Kliwon sangat hormat terhadap Menik jika Menik sedang serius. 
Byaaaaar .....!! Tiba - tiba iar kedung bercahaya sangat terang. Kliwon kaget bukan kepalang. Kekagetannya hanya berlangsung beberapa detik karena dirinya ingat saat itu pula dia harus mengambil air kedung. Dengan sigap Kliwon menenggelamkan bumbung. Blebeg .... blebeg .... bumbung terisi air. Saat Kliwon mengangkat bumbung cahaya di air kedung mulai menghilang. Yang diomongkan adiknya benar. Mudah - mudahan omongan Menik yang lain juga akan terbukti. 
Kliwon segera meninggalkan Kedung dengan membawa bumbung berisi air kedung. Langkah Kliwon cepat, kembali menerabas persawahan dan ladang - ladang jagung. Kliwon tidak peduli tubuhnya yang kadang - kadang harus tersangkut oleh semak berduri. Perih di kulit dan sakit di telapak kaki karena menginjak duri tidak dirasakan. Kliwon berjalan dengan jarak pandang yang sangat pendek. Yang terlihat hanya apa yang ada dekat di depannya. Selebihnya gelap. Kadang Kliwon harus terjerembab jatuh dan mempertahankan agar air dalam bumbung agar tidak tumpah. 
Sampai di rumah Kliwon mendapati bapaknya mendengkur keras. Dengan berjingkat Kliwon masuk kamar dan meletakkan bumbung berisi air kedung di sudut kamar. Kemudian direbahkan tubuhnya di ranjang yang beralas galar dan tikar. Rasa kantuknya mulai menyelimuti matanya. Sekali menguap kecil Kliwon sudah mulai lupa. Layap - layap antara tidur dan tidak. Disaat itulah tiba - tiba telinganya menangkap suara lembut. Dan itu suara mendiang neneknya. Kliwon kaget. Tetapi amat sulit membuka mata. " Won, rawat bapakmu. Jangan biarkan bapakmu sedih dan susah. Ingatlah pesan adikmu. Tolonglah sesamu dengan sekuat kemampuanmu. Jangan pernah lagi berbuat kesalahan besar. Untuk menebus kesalahan serahkan jiwa ragamu untuk sesama." Kliwon berkelenjotan, terkaget - kaget, jantung berdegup keras, tetapi tetap tidak bisa terjaga dari layap - layap tidurnya. 

bersambung ........................





Tidak ada komentar:

Posting Komentar