Rabu, 01 Mei 2013

Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput


Ketujuhpuluhsembilan

Langkah Gudel terhenti sejenak. Dipandanginya onggokkan batu - batu nisan di kuburan. Mata Gudel menebar pandang ke sekeliling. Kuburan tampak bersih terawat. Tumbuhan kemuning tertata rapi, berjenis - jenis kemuning dengan daun yang bentuk berbeda dan warna berbeda. Tetapi semua daun kemuning dihiasi warna kuning yang dominan. Tidak ada rumput liar yang tumbuh di sela - sela batu nisan. Pohon kamboja berbunga putih, ungu, merah, sedang mekar - mekarnya. Bertebaran luruhan bunga kamboja masih terlihat di pagi ini. Wanginya bunga kamboja adalah aroma khas kuburan. Kuburan tampak sangat terpelihara. Rupanya pak Blengur sebagai juru kunci kuburan tidak pernah malas merawat. 
Mata Gudel tertumbuk dengan rumah pak Blengur di tepi kuburan. Rumah kecil dengan taman asri di depan rumah. Pintu masih tertutup rapat. Dipikiran Gudel pak Blengur masih belum terjaga dari tidurnya. Gudel melangkah mendekati rumah pak Blengur dengan melompati batu - batu nisan yang ada. Sampai di depan pintu yang masih tertutup Gudel kaget. Karena mendengar suara rintihan seorang perempuan dari dalam rumah pak Blengur. Rintihan yang setelah oleh Gudel didengar dengan cara menempelkan telinga di pintu, ternyata rintihan seorang perempuan yang mendesah. Gudel surut kebelakang beberapa langkah. Ada apa di rumah pak Blengur. Pagi - pagi begini ada suara desahan perempuan. Gudel maju lagi beberapa langkah dan mencoba menempelkan matanya di celah dinding bambu. Gudel sangat kaget. Dilihatnya dari lubang intipnya, mbok Semi yang telanjang sedang ditindih tubuh pak Blengur yang juga telanjang. Kedua kaki mbok Semi melingkar di pinggul pak Blengur dan terus bergerak - gerak, dan kedua tangannya meremas, menjambak rambut pak Blengur yang gondrong karena jarang di cukur. Sementara itu juga dilihat oleh satu mata Gudel pak Blengur terus menggerakkan pantat naik turun, maju mundur, dengan interval yang pendek dan cepat. Yang terdengar di telinga Gudel bukan lagi rintihan dan desahan dari mbok Semi, melainkan jeritan - jeritan mbok Semi yang nekat dikeluarkan dari mulut tanpa takut - takut dan malu - malu. Barangkali mbok Semi berpikir ini kuburan, tidak mungkin ada seorangpun sepagi ini datang ke kuburan. Sehingga mbok semi nekat dan leluasa menjerit mengekpresikan kenikmatannya ketika terus digenjot pak Blengur. Suara deru napas pak Blengur juga begitu jelas di telanga Gudel. Tak urung itu semua membuat milik Gudel menggeliat dan tiba - tiba kaku. Gudel ingat Tumi. Rasanya Gudel ingin segera meninggalkan kuburan dan rumah pak Blengur berlari pulang dan segera akan memeluk Tumi. Niatnya diurungkan karena ia pagi ini harus bertemu pak Blengur yang mungkin tahu tentang Kliwon. Dan anehnya ada rasa enggan Gudel melepas mata dari lubang intip. Matanya malah diposisi - posisikan agar pandangannya semakin memperoleh ruang. Sejurus kemudian Gudel melihat pak Blengur terkejang dan melenguh keras bak harimau sedang menangkap mangsa. Sedangkan mbok Semi yang ada di bawah tubuh pak Blengur bagai cacing kena panas. Kedua kakinya terjulur kejang, dan bergerak membuat tikar pandan bergeresek keras. Sentakan - sentakan kedua makhluk yang sedang nikmat sampai di puncak ini membuat amben bambu berderak, berderit, dan bergoyang. Tidak lama kemudian mata Gudel menyaksikan keduanya lunglai dan terengah - engah. Gudel surut kebelakang menjauh dari rumah pak Blengur. Gudel bersembunyi di balik batu nisan. Gudel tahu pasti sebentar kemudian mbok semi akan meninggalkan rumah pak Blengur.
Betul apa yang disangkakan Gudel. Tidak lama kemudian mbok Semi keluar dari rumah pak Blengur dan bergegas meninggalkan rumah pak Blengur mengambil jalan setapak di tepi kali. Nampak kain mbok Semi dikenakan dengan tidak rapi. Sambil bergegas berjalan mbok Semi nampak membetulkan kainnya agar terlihat rapi. 
Beberapa saat kemudian Gudel muncul dari persembunyian dan melangkah ke rumah pak Blengur dengan melangkahi batu - batu nisan. Gudel mengetuk pintu. " Sapa ?" Suara dari dalam rumah menyapa. " Aku Gudel kang Blengur !" Gudel menjawab sapaan pak Blengur. " Masuk Del ...!" Pak Blengur minta Gudel membuka pintu. Gudel masuk rumah pak Blengur. Yang terlihat di mata Gudel amben yang berantakan. Tikar pandan melenceng - lenceng dari semestinya. Bantal terletak di sudut. Pak Blengur telanjang dada dan hanya memakai sarung. Celana kolor pak Blengur masih belum sempat dikenakan dan terserak di lantai tanah. Melihat itu semua Gudel hanya bisa tersenyum dalam hati. " Pagi - pagi begini menemui aku ada orang meninggal ya, sapa Del ?" Pak Blengur mengambil celana kolor di lantai tanah dan dikenakan. Lagi - lagi Gudel hanya bisa tersenyum dalam hati. " Dak kang, dak ada orang meninggal, kang." Gudel memberi keterangan. " Lalu ada apa ?" Pak Blengur selesai mengenakan celana kolor duduk diamben dengan bersila. Gudel memposisikan duduk di tepi amben yang tikarnya belum pas dipasang. " Kang Kliwon semalam dari rumah Tumi dak pulang ke rumah, kang. Aku takut terjadi apa - apa pada kang Kliwon. Jangan - jangan kejadian yang menimpa yu Jumprit terjadi pada kang Kliwon. Aku kesini barangkali kang Blengur punya sisik melik, kang." Gudel memberi keterangan. Pak Blengur mengerinyitkan dahi. Wajahnya berubah menjadi tegang. Diam. Pandangan matanya menerawang. Gudel hanya bisa menunggu apa yang akan diperbuat pak Blengur. Pak Blengur beranjak dari amben, menuju ruang rumah belakang, dan  kembali membawa sepasang serandal. " Ini aku temukan tadi malam sepulang aku nonton ledhek di rumah Tumi, Del ! Ini aku temukan di jalan masuk kuburan. Aku pulang dari pesta pernikahanmu sudah cukup larut, Del." Pak Blengur menunjukkan sepasang sandal kulit. Gudel kaget. Gudel tahu itu sandal Kliwon. Gudel deg - degan. Jantungnya berdegup. Pikiran jangan - jangan terbukti. Mulut Gudel seperti terkunci. Gudel hanya bisa menatap sepasang sandal. Setelah beberapa saat Gudel baru bisa bersuara : " Itu sandal kang Kliwon, kang Blengur. Duh jangan - jangan ... " Kalimat Gudel  berhenti disini. " Ini sandal Kliwon, Del ?" Wajah Pak Blengur menjadi semakin tegang. Di pikiran pak Blengur terbersit apa yang telah dialaminya dulu. Menemukan sepasang sandal yu Jumprit dan berahkir dengan ditemukannya jasad yu Jumprit yang diperdaya orang. Tak urung pak Blengurpun menjadi deg - degan. " Dah gini saja, Del. Kamu pulang. Ajak beberapa perjaka. Nanti kita susuri kali. Duh ... jangan - jangan .... " Pak Blengur berhenti berkata dan pandangan matanya kosong menerawang. Gudel cabut dari duduk dan segera meninggalkan pak Blengur yang bengong.

bersambung ..........................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar