Rabu, 15 Mei 2013

Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput


Kedelapanpuluhsatu

sebelas hari sejak kamatian Kliwon, rumah pak Pedut kembali sepi. Menik dan Gono juga telah kembali ke kota lagi. Di rumah tinggal pak Pedut dan Wakini janda Kliwon. Wakini mendapat mandat dari Menik agar tidak pergi kemana - mana. Wakini diminta Menik agar menemani bapaknya. Jika satu hari nanti Wakini berkeinginan untuk nikahan lagi Menik mempersilahkan. Tetapi untuk sementara Wakini harus tinggal bersama pak Pedut. 
Malam dingin sepi. Wakini dan pak Pedut menghangatkan badan di dekat tungku api sambil menunggu air yang dijerang mendidih. " Kamu dapat pesan apa dari Menik, Ni ? Kemarin lusa kok nampaknya Menik sungguh - sungguh banget bicara sama kamu ?" Pak Pedut memasukkan  kayu bakar di lubang tungku sambil melirik Wakini yang jongkok di dekatnya. Wakini yang kain bawahnya sangat kendor membuat mata pak Pedut bisa melihat kedua paha Wakini yang tidak tertutup sempurna bahkan boleh dikatakan sangat terbuka. Dan Wakini sengaja tidak membetulkan kain bawahnya yang kendor dan sengaja membiarkannya karena kain yang kendor membuat dirinya mudah melakukan kegiatan terutama ketika berjongkok di depan tungku. Api tungku yang menyala besar dan berkilat - kilat menimpa kedua paha Wakini yang bersih. " Menik bilang pesan begini pak. Yu kamu jangan tinggalkan bapak. Walaupun kang Kliwon sudah dak ada, kamu harus tetap tinggal di rumah ini menemani bapak. Kasihan bapak sendirian. Suatu saat nanti kalau ada orang yang ingin menikahimu, yu Wakini boleh meninggalkan bapak. Tetapi jangan sekarang. Syukur jika yu Wakini sudah dak ingin lagi nikah, dan tetap setia menemani bapak. Gitu pak pesan Menik. Dan Menik juga bilang kalau nanti bertemu dengan malam Jumat Kliwon Menik akan pulang ke rumah ini. Menik mau apa aku tidak tahu, pak." Wakini menyampaikan pesan Menik kepada dirinya kepada pak Pedut. " Terus kamu menyanggupi pesan Menik ta Ni ?" Pak Pedut meraih tangan Wakini yang mempermainkan kayu bakar di tungku. " Dak usah dipesan begitupun aku tetap akan menemani bapak ta..." Wakini menatap mata pak Pedut sambil tersenyum. " Lagi pula aku rasa - rasanya lagi hamil, pak." Kalimat Menik ini mengejutkan pak Pedut. " Jadi ... jadi ... kamu hamil ... ?" Pak pedut menatap Wakini dengan penuh rasa sayang. " Ya pak rasanya aku hamil. Hanya saja aku tidak tahu ini anak kang Kliwon apa anak bapak." Wakini menegakkan dadanya dan mengelus perutnya. Posisi jongkok Wakini yang menegakkan dada dan perut membuat kain yang menutup pahanya semakin tersibak ke arah pangkal paha. Membuat mata pak Pedut melihat pangkal paha Wakini yang tertimpa cahaya api tungku dan tidak dikenakan celana dalam. Mendengar pengakuan Wakini ini tiba - tiba di perasaannya mengalir rasa sayang mendelam terhadap Wakini. " Ni ... " Pak Pedut berdiri dari jongkok. Diraihnya pundak Wakini dan ditariknya dengan lembut. Wakini dibimbing menuju amben dapur. Wakini manut - manut saja. Lembut pak Pedut mendorong dada Wakini agar tidur terlentang di amben. Wakini manut - manut saja. Pak Pedut membuka kain bawah Wakini. Wakini telanjang bagian bawah mulai dari pusar sampai ke ujung kaki. Pak Pedut mengelus perut Wakini. Pak pedut bisa merasakan perut Wakini memang sudah sedikit membuncit. " Ni ..." Tangan pak Pedut yang mengelus perut berjalan ke arah bawah dan menyentuh permukaan milik Wakini. Wakini menyediakan miliknya untuk diraba dengan melebarkan jarak paha. Untuk memberi ruang tangan pak Pedut mencapai miliknya. " Ni ... " Tangan pak Pedut menyentuh milik Wakini. Dan tangan pak Pedut reflek bermain di milik Wakini. " Pak ... aaaah ... " Wakini hanya bisa mendesah. Wakini yang sudah sepuluh hari tidak merasakan sentuhan sangat ingin menikmati sentuhan. Dan memang hanya pak Pedut yang bisa melakukan sentuhan yang membuat dirinya nikmat. " Aku tidak perduli ini anak Kliwon atau anakku, Ni. Anak dalam dalam kandunganmu ini kita akan rawat sebaik - baiknya." Pak Pedut memasukkan jarinya di milik Wakini dan mengutak - utik yang ada di dalamnya. " Pak ... aaaaaahh ..." Wakini hanya bisa begitu dan merapatkan pahanya agar jari pak Padut terjepit miliknya dan bisa semakin dinikmati. Sementara tangannya mebukai kancing - kancing kain atasnya sampai dadanya terbuka. Dan payudaranya yang tidak dikutangi dan kencang menggunung menyembul. Sementara itu pula tangan pak Pedut yang lain telah melepasi kain sarung dan celana kolornya. Pak Pedut telah telanjang bawah dan mentimunnya telah sangat kaku mendongak dan tersentuh paha hangat Wakini. Tiadanya Kliwon membuat pak Pedut semakin leluasa mengusai Wakini. Kini pak Pedut dan Wakini tidak perlu lagi sembunyi - sembunyi di gubuk sawah untuk melakukan hubungan. Wakini dan pak Pedut menjadi sangat leluasa. Wakini yang sudah tidak tahan untuk segera di tindih membuka kangkangan pahanya lebar - lebar. Pak Pedut tahu kalau Wakini sudah sangat menginginkan. Tetapi pak Pedut tidak segera menempatkan dirinya. Pikirannya tiba - tiba terganggu oleh pesan Menik kepada Wakini, jika nanti bertemu dengan malam Jumat Kliwon Menik akan pulang ke rumah. Apa yang akan dilakukan Menik pada malam Jumat Kliwon nanti. Akankah Menik berbuat sesuatu terhadap kematian kakaknya yang tidak wajar itu. Tetapi pikiran ini segera lenyap ketika dilihatnya wajah Wakini yang menyiratkan dengan penuh harap agar segera ditindih. Pak Pedut tidak tega melihat Wakini yang sudah sangat menunggu. Maka segera ditempatkan dirinya. Dengan penuh rasa sayang pak Pedut mendorongkan mentimunnya. Wakini menatap mata pak Pedut yang menyorotkan rasa cinta kasihnya pada dirinya. Wakini merasakan itu. Wakini begitu bahagia. Dan perasaan ini semakin membuat dirinya bisa menikmati yang dilakukan pak Pedut. Pak pedut telah tidak sabar lagi untuk menyedot buah dada Wakini. Mencium bibir Wakini. Memeluk erat tubuh Wakini. Dan sebentar kemudian yang terdengar hanya desahan dan geraman serta kecipak paha beradu, buah dada dan leher yang dicupang - cupang, dan derit serta derak amben dapur yang bergoyang - goyang. 

bersambung .....................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar