Senin, 28 Januari 2013



Cubung Wulung 

                                                                                                 edohaput

Kelimapuluhlima

Malam telah berjalan separuh. Udara dingin sudah menusuk tulang. Udara gunung sudah mulai merambah pedesaan. Embun sudah tebal membasahi dedaunan dan menetes di tanah liat pedesaan. Menik dan Gono telah berada dipinggiran kedung. Malam gelap gulita. Hanya diterangi kerlap - kerlipnya kunang - kunang di perasawah. Gelapnya malam membuat pepohonan di pinggiran kedung laksana raksasa yang berdiri di kegelapan. Suasana terasa seram. Seandainya harus sendirian Gono mungkin tidak akan berani berada  sendirian. Malam ini Menik memaksa dirinya untuk mengantar Menik ke kedung. Gono tidak mengerti apa yang akan dilakukan Menik tengah malam begini di kedung. Kedung yang setiap menjelang sore sampai matahari akan tenggelam selalu dipenuhi para wanita untuk mandi dan cuci. Kedung yang selalu ramai dengan celoteh para perawan. Kedung yang selalu menelan perawan - perawan telanjang berjibur air dan bersendau gurau. Kedung yang juga sering digunakan oleh Menik, Tumi, dan perawan - perawan lain saling mendorong, saling memegang dan saling meraba sambil olok - olok dan cekikikan. " Dah Nik apa yang akan kamu lakukan segerakan ini dah tengah malam." Gono meminta Menik melakukan sesuatu yang akan dilakukan Menik. Karena memang Gono belum diberitahu Menik, apa yang akan dilakukan Menik tengah malam di kedung. " Ya kang. Segera akan aku lakukan. Aku minta kang Gono jangan banyak tanya dan juga kang Gono jangan terkejut." Menik menatap mata Gono dikegelapan malam. Dan keheranan sorot mata Gono tidak diketahui Menik karena gelapnya malam.  Menik segera melapasi kain yang menutupi tubuhnya. Dan Menik menjadi telanjang. Gono kaget mengapa Menik menelanjangi diri. Samar - samar di mata Gono tampak tubuh Menik yang telanjang. Payudaranya menonjol. Mata Gono mencoba melotot, tetapi karena gelap yang dilihatpun hanya samar - samar. Gono tidak berani bertanya mengapa Menik menelanjangi dirinya. Menik meraih tangan Gono dan membimbing telapak tangan Gono untuk memegang yang ada di selangkangan Menik. Gono menurut saja. Telapak tangannya menyentuh rambut di atas milik Menik yang menggunung. Kekagetan Gono semakin menjadi. Gono tetap tidak berani bertanya. Menik terus membimbing telapak tangan Gono di selangkangannya. Dan berputar - putar di permukaan miliknya. Gono terangsang karena jari - jari terpaksa menyentuh bibir milik Menik yang terasa lembut dan hangat. " Nik ... " Gono memberanikan diri berucap. " Temukan kang temukan...." Menik tetap membimbing telapak tangan Gono. Dan beberapa saat kemudian Gono menemukan tali benang yang melilit pangkal paha Menik. Sampai ahkirnya telapak tangan Gono meraba benda semacam liontin kecil di ujung tali benang. Dan terasa di jari - jari Gono liontin ini bermata batu halus kecil sebiji kacang. Jari - jari Gono kemudian berhenti disitu dan terus mencoba melihat di gelapnya malam. Tidak nampak di mata Gono, tetapi gono bisa merasakan ada liontin bermata batu kecil, halus, sebiji kacang. " Yang dipegang kang Gono adalah batu Kecubung Wulung kang. Dah sangat lama batu Kecubung Wulung ini aku sembunyikan disini. Tolong putuskan tali benangnya kang." Menik minta Gono memutus tali benang dimana liontin bermata batu akik Kecubung Wulung menggantung. Dengan kedua tangannya Gono memutus tali. Dan Menik segra menggenggamnya. Dan punggung - punggun jari Gono terpaksa harus bersentuhan dengan milik Menik yang berambut lebat. Dan baru kali ini pula Gono bisa menyentuh milik Menik. 
Pikiran Menik melayang kebelakang. Teringat pesan Nyi Ramang neneknya yang ketika itu sakit tuanya semakin parah. " Nik, batu jimat ini aku berikan ke kamu. Selanjutnya terserah kamu. Kalau kamu mau memelihara, peliharalah. Gunakan seperti aku menggunakannya. Jika tidak terserah kamu. Tetapi jangan berikan kepada orang yang tidak berhak. Jika kamu bisa memilih, pilihlah orang yang akan kamu titipi jimat ini. Jika tidak, kembalikan jimat ini di tempatnya semula. Jimat ini berumah di tengah kedung." Pesan neneknya yang diucapkan  terbata - bata dengan menempelkan mulut di telinga Menik  ini selalu terngiang. 
" Kang jimat ini akan aku kembalikan ke tempatnya." Menik berucap sambil erat memegangi tangan Gono. Gono hanya bisa diam, bingung dan menduga, karena tidak tahu apa yang dimaksudkan Menik. Menik melempar liontin bermata batu akik Kecubung wulung jimat sakti warisan Nyi Ramang ke tengah kedung. Bersamaan dengan jatuhnya batu akik Kecubung Wulung di air kedung, tiba - tiba air kedung mengeluarkan cahaya sangat terang dan menyilaukan. Gono sangat kaget, sampai surut beberapa langkah ke belakang. Sekejap mata gono bisa melihat tubuh Menik yang bulat telanjang karena cahaya yang keluar dari air kedung. Cahaya sangat terang dari air kedung hanya berlangsung sesaat. Yang terjadi kemudian suasana kembali gelap. Belum habis dari tertegunnya oleh adanya cahaya terang sesaat setelah jimat masuk ke air kedung, kembali Gono dikagetkan ambyurnya Menik ke dalam kedung meninggalkan dirinya yang terpaku di bibir kedung. Sangat samar - samar mata Gono melihat Menik yang berjibur di air kedung. " Kang ... Kang Gono... Lepasi pakaian kang Gono, terjun ke air kang ! Airnya hangat !" Menik berteriak meminta Gono melepasi pakaian dan segara masuk kedung. Sejenak Gono ragu. " Kang ! Ayo ! Aku mau menyerahkan milikku untuk kang Gono !" Sekali lagi Menik meminta. Mendengar itu Gono maksud. Segera ditelanjangi dirinya dan tanpa ragu lagi Gono ambyur ke dalam kedung. 
Air kedung hangat. Menik menggelantung di pundak Gono. Hangat dan halusnya tubuh Menik membuat Gono gemes. Segera ditangkapnya tubuh Menik. Tidak terasa tangan Gono telah meremas - remas payu dara Menik. Bibirnya telah beradu dengan bibir Menik yang penuh semangat menerima ciuman Gono yang telah dipenuhi rasa birahi. Sementara itu Menik juga telah memegangi mentimun Gono yang telah membesar, memanjang dan sangat kaku. " Kang lakukan, lakukan kang ini milikmu." Menik menggosok - gosokkan ujung mentimun Gono di permukaan miliknya. " Nik ... " Napas Gono tersengal. " Kang lakukan ... " Menik berbisik di telinga Gono. Gono membawa minggir tubuh Menik ke bibir kedung. Di kedangkalan pinggir kedung , masih di dalam air Gono melebarkan kangkangan kaki Menik. Menik menurut semakin melebarkan kangkangan. Sambil memeluk tubuh Menik Gono merendahkan pinggulnya, menempatkan ujung mentimunnya di permukaan milik Menik yang bibirnya telah melabar menganga terbuka. Dengan pantatnya pelan Gono mendorong maju mentimunnya yang ujungnya mulai melesak masuk ke milik Menik. Air kedung mempermudah mentimun Gono masuk pelan - pelan ke milik Menik yang perawan. Karena gemas dan merasakan mentimunnya begitu nikmat ketika melewati bibir milik Menik yang telah licin, Gono menjadi tidak sabar ingin melesakkan seluruh mentimun di milik Menik yang perawan. Begitu juga yang dirasakan Menik. Miliknya terasa dijejali sesuatu yang kaku namun lembut, hangat, dan membuat apa yang ada di dalam miliknya terasa sangat enak. Menik juga tidak sabar untuk menelan habis mentimun Gono. Yang terjadi kemudian pantat Gono dengan kuat bergerak maju, dan juga pantat Menikpun berbuat sama. Menik memekik keras sambil tubuhnya dirapatkan ke tubuh Gono. Mata Menik hanya bisa terbeliak, sesaat kemudian mengatup rapat, dan mulutnya tidak berhenti mendesah di sela - sela kuluman bibir Gono yang terus berganti - ganti menyerang bibir, leher, dan juga puting susu perawan. 

bersambung .....................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar