Kamis, 21 Juni 2012


Cubung Wulung 


                                                                                                                                                                                                                                                edohaput


Keenam

Tumi kecewa. Mengapa ada orang meninggal siang ini. Siang ketika ia sebenarnya akan berkencan dengan Gudel. Siang dimana ia akan menjerat Gudel agar ia bisa memiliki Gudel. Siang dimana ia akan merasakan kenikmatan sebagai perempuan yang dicumbui lelaki. Apalagi dicumbui lelaki berangasan. Pasti akan sangat enak dinikmati. Akan datangkah Gudel ? Pasti tidak. Karena sebagai pemuda pasti akan lebih mementingkan berada di tempat orang yang sedang kesusahan. Kalaupun Gudel datang pantaskah sedang ada kesusahan ia dan Gudel justru malah pergi ke hutan menikmati cumbuan dan gumulan ? Tumi kecewa. Tetapi kekecewaannya ditindihnya dengan nalar warasnya. Toh masih ada waktu lain. 

Orang di jalanan ramai berbincang. Ternyata yang meninggal di siang ini adalah Nyi Ramang. Mendengar yang meninggal ternyata Nyi Ramang, Tumi tidak lagi ingat Gudel. Tidak lagi ingat akan rencana menjerat Gudel. Ia harus segera ke rumah Menik. Menik pasti lagi menangis karena ditinggal mati neneknya. Menik pasti sedang bingung. Ia harus membantunya. Maka segera Tumi masuk rumah. Dikenakannya celana dalam dan kutang yang sejak tadi tidak dikenakan agar memudahkan Gudel menjangkau miliknya. Tumi segera meninggalkan rumah menuju rumah Menik. 

Ketika Tumi tiba, di rumah Menik telah banyak orang melayat. Para pemuda dusun sibuk. Termasuk Gudel. " Maaf Tum, terpaksa kita urung ke hutan " Kata Gudel setelah ada kesempatan berdekatan dengan Tumi disela - sela kesimbukannya sebagai pemuda yang membantu ini itu demi lancarnya urusan mayat. " Dak apa - apa kang, toh masih ada waktu lain " Jawab Tumi sambil berlalu dari hadapan Gudel karena ia harus meronce kembang yang akan dikalungkan di kerenda mayat. 

Semakin siang pelayat semakin banyak. Ratusan bahkan ribuan orang berdatangan. Mereka pada membawa barang bawaan berupa keperluan dapur. Bahkan terlihat beberapa orang datang menuntun sapi, kerbau, dan kambing untuk disumbangkan dan disembelih. Bagi orang - orang yang telah pernah ditolong Nyi Ramang, apalagi kalau orang kaya barang bawaan yang disumbangkan kelewat banyak. Rumah Menik yang berhalaman luas tidak juga bisa menampung banyaknya pelayat. Pelayat meluber ke jalan, ke rumah - rumah tetangga dan ada yang terpaksa duduk sekenanya dimana ada tempat untuk duduk. 

Nyi Ramang meninggal dalam usia 112 tahun. Hampir sepanjang hidupnya diabdikannya bagi siapa saja yang butuh pertolongan darinya. Dalam memberikan pertolongan Nyi Ramang tidak pernah pilih - pilih. Siapa saja yang butuh pertolongannya sebisa mungkin dilayani. Tidak yang kaya, tidak yang miskin mereka memperoleh pelayanan yang sama. Nyi Ramang dikenal sebagai perempuan sakti.  


Nyi Ramang bak dokter di kota. Bahkan lebih dari dokter. Penyakit apapun dapat diobati oleh Nyi Ramang. Orang sedusun, bahkan sedesa, bahkan pula sampai ke tetangga desa, semua berobat ke Nyi Ramang. Tidak pria, tidak wanita, anak - anak sampai orang tua jompopun dibawa ke Nyi Ramang. Nyi Ramang memiliki kelebihan dari orang - orang pada umumnya. Tidak hanya mereka yang sakit, yang mempunyai masalah keluarga, sampai pada masalah - masalah yang ruwet sekalipun bisa diberikan jalan keluar oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang kemudian dikenal sebagai dukun sakti. 


Telah ratusan, bahkan ribuan orang telah ditolong oleh Nyi Ramang. Nyi Ramang berhenti memberikan pertolongan sejak benar - benar Nyi Ramang sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur karena usia. Dua tahun sejak hari meninggalnya ini, Nyi Ramang hanya tergeletak tidak berdaya di tempat tidur. badannya tinggal tulang dan kulit yang membalutnya. Banyak orang kecewa karena tidak bisa lagi berobat, atau minta pertolongan Nyi Ramang. Orang bertanya - tanya mengapa tidak ada yang mewarisi ilmu Nyi Ramang. Pak Pedut satu - satunya anak Nyi Ramang mengaku tidak memperoleh warisan ilmu dari mboknya. Kliwon anak pak Pedut, yang juga cucu Nyi Ramang juga mengaku tidak memperoleh apa - apa dari neneknya. Apalagi menik yang lugu dan baru menginjak dewasa pasti juga tidak mewarisi ilmu neneknya. Orang menduga - duga, mungkin saja nanti kalau Nyi Ramang sudah meninggal dunia pak pedut baru akan menjalankan apa yang dilakukan Nyi Ramang. Pak Pedutlah orang yang patut mewarisi ilmu Nyi Ramang. Nyi Ramang pasti sudah mewariskan ilmunya kepada anaknya. Tidak mungkin jika tidak. Hanya saja pak Pedut belum berani berbuat ketika Nyi Ramang masih ada. Satu hari datang orang meminta pertolongan dan memaksa - maksa agar pak Pedut mau mengobati sakitnya. Pak Pedut hanya kebingungan. Orang tidak percaya kalau pak Pedut tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukan Nyi Ramang. Warga dusun, bahkan seluruh warga desa dan orang - orang yang tahu siapa pak Pedut sangat mengharapkan pak Pedut bisa menggantikan Nyi Ramang. Jika tidak warga akan menemukan kesulitan jika menderita sakit dan menemui berbagai masalah. Sejak Nyi Ramang berhenti mengobati dan menolong orang karena usianya yang sudah sangat lanjut, orang terus meminta dan mendukung agar pak Pedut segera bisa menggantikan Nyi Ramang. Pak pedut hanya terdiam, bingung dan galau. Tidak jarang pula orang menemui Kliwon anak pak Pedut cucu Nyi Ramang. Orang juga menduga - duga Kliwonlah yang mewarisi ilmu neneknya. Banyak orang meminta Kliwon agar mengobati orang sakit yang datang. Seperti ayahnya Kliwon hanya bingung dan takut. Karena memang dirinya tidak bisa melakukan seperti yang dilakukan neneknya. Tidak luput Menikpun banyak ditanya teman - temannya dan para perempuan dusun. Menik hanya bisa diam. Apa yang harus dilakukannya ? Jawaban apa pula yang mesti disampaikan kepada para penanya ? Kalau sudah begitu Menik hanya bisa tertunduk dan menitikan air mata. Setelah melihat itu barulah mereka berhenti bertanya. Tetapi pada kesempatan lain orang lagi - lagi mengganggu Menik dengan pertanyaan - pertanyaan yang sama.


Menjelang matahari tenggelam jasad Nyi Ramang dimakamkan. Ratusan pelayat mengiring jasadnya sampai ke kubur di atas bukit kecil di belakang dusun. 


bersambung ..............


Tidak ada komentar:

Posting Komentar