Minggu, 10 Juni 2012


Cubung Wulung

                                                                                                                                    edohaput

Keempat

Gudel begitu bersemangat untuk bisa segera dekat dengan Menik. Berbagai cara dipikirkan untuk bisa mendekatinya. Tetapi rasanya Gudel belum menemukan cara yang tepat untuk bisa dekat dengan Menik. Walaupun Gudel sangat ingin segera dekat dengan Menik, ia tidak ingin kemauannya yang menggebu ini diketahui Menik. Sekalipun ia sebenarnya laki - laki berangasan, tetapi  terhadap Menik ia harus hati - hati. Jangan - jangan nanti Menik sakit hati, selamanya dirinya tidak akan bisa mendekatinya. Cara yang jitu belum ditemukan Gudel. Gudel hanya bisa memikirkan cara. Setiap kali ia sudah memutuskan satu cara, lagi - lagi Gudel berpikir ulang dan ahkirnya cara itu tidak jadi dipraktikan. Ia takut salah di depan Menik. Gudel sangat takut Menik tersinggung yang justru bisa membuat Menik tidak menerimanya. Satu hari Gudel bermaksud meminta tolong Tumi untuk menyampaikan maksudnya, kalau dirinya ingin dekat dengan Menik. Maksud inipun diurungkan. Gudel takut nantinya Menik menganggap dirinya tidak jantan. Gudel menjadi judeg. Rasanya sulit sekali mencari alasan agar bisa berada didekat Menik. Pernah juga terpikirkan di benak Gudel untuk mengirim secarik kertas berisi tulisan pernyataan ingin dekat. Setiap kali surat ditulis rasanya kalimatnya salah. Jangan - jangan nanti malah ditertawakan Menik. Setiap kali sudah selesai menulis dipandanginya tulisannya. Tulisan yang jelek dan tidak rapi. Gudel sangat maklum tidak bisa menulis rapi. Bangku sekolah yang bisa dinikmatinya hanya sampai di kelas lima. Teman - teman sedesa dan sebayanyapun hanya sekolah sampai di kelas enam. Tidak ada yang sampai ke tingkat lanjutan. Kecuali sekolah begitu jauh, juga biaya yang tidak memungkinkan. Hanya anak - anak pak Lurah dan pak bayan saja yang bisa ke sekolah lanjutan. Itupun kadang - kadang putus di tengah jalan. Menik, Tumi, Ginem, Menur, Sarjah dan lain - lainnya malah hanya selesai di kelas empat. Mereka keburu diminta orang - orang tuanya untuk membantu  di sawah. Rasanya asal sudah bisa sedikit membaca dan sedikit bisa menulis, cukup. Hasil panen menjadi lebih penting dari pada bisa menulis baik dan rapi. Para orang tua juga pada takut menyekolahkan anak - anaknya di kota. Mereka takut terhadap pengalaman yang sudah. Anak yang sekolah di kota pada umumnya kehilangan jati dirinya sebagai orang desa. Mereka tidak lagi mau menanam sayuran dan palawija. Mereka tidak lagi mau kena lumpur liat. Mereka menjadi sombong. Mereka tidak lagi mau merumput untuk memberi makan sapi - sapinya. Mereka menuntut sapinya dijual dan dibelikan motor. Mereka menuntut sawahnya digadaikan saja untuk biaya mencari pekerjaan di kota. Sawah ladang yang terbentang tidak lagi menjadi harapan. Mereka lebih ingin yang gemerlap di kota. Mereka berpikir ilmunya yang diperoleh di kota tak bisa dimanfaatkan di desanya. Kehidupan yang ayem, tentrem, makmur, sejahtera dan damai di desanya tak lagi menarik. Hingar - bingar dan berbinarnya kota lebih menarik perhatiannya. Gudel, Gono, Waru, Damar, Manggar, Tumi, Ginem, Sarjah, Menik dan lain - lainnya adalah korban pemikiran orang tuannya dan juga korban ulah para pendahulunya yang ketika setelah selesai sekolah di kota kehilangan jati dirinya sebagai orang desa yang lugu, polos, jujur, dan menyukai gotong royong, ketenteraman dan kedamian serta kehidupan yang sederhana. 
Keinginan Gudel untuk mendekati Menik belum juga kesampaian. Gudel menjadi sering termenung dan melamun. Karena seringnya melamun sampai - sampai tangannya tergores sabit ketika merumput. Bahkan ketika berjalan di pematang sawah Gudel terpeleset jatuh masuk parit. Tidur tidak nyenyak, makan tidak terasa enak. Yang ada di pikirannya hanya Menik dan Menik. Menik yang segera akan diajaknya masuk ke hutan di atas desa yang sepi. Menik yang akan segera digumulinya.  Menik yang akan diminta memegangi punyanya yang besar dan panjang. Menik yang akan menerima muntahan birahinya. 

Di sisi lain Tumi yang sebenarnya menaruh hati, malah luput dari perhatiannya. Tumi yang ketika ketemu  dirinya selalu membusung - busungkan dada agar buah dadanya lebih tampak menggunung dan menaik - naikkan pantatnya agar lebih tampak menarik, tidak pernah terlihat oleh matanya. Gudel tidak tahu kalau Tumi menyukainya. Tumi yang ketika berkesempatan duduk di dekatnya selalu menaik - naikkan roknya agar pahanya nampak dan bisa dilihat, tak dihiraukannya. Bahkan pada suatu saat ketika Gudel sedang merumput di sawah Tumi sengaja mendekatinya dan ia pura - pura jatuh terpeleset agar ditolong dan dijamah - jamah oleh Gudel, malah menjadi bahan tertawaan Gudel. 

Sebenarnya Tumi tidak kalah cantik dengan Menik. Malahan Tumi berpostur lebih gempal daripada Menik. Dari cara bergaul Tumi lebih terbuka dan lebih gampang diajak bicara. Menik cenderung banyak diam dan tidak banyak mengumbar senyum. Tumi cerewet, suka tertawa terbahak, dan sangat murah senyum. Tumi kalau berjalan tidak pernah menunduk. Matanya selalu kemana - mana. Apalagi kalau ada sekumpulan pemuda yang lagi nongkrong - nongkrong Tumi tidak segan - segan nimbrung dan dengan sikapnya yang centhil mencoba menggoda. Dimana ada Tumi disitulah terjadi gurauan - gurauan yang membangkitkan birahi. 

Tumi menyukai Gudel karena Gudel suka terbuka seperti dirinya. Di mata Tumi Gudel  sangat jantan. Sifat laki - lakinya sangat menonjol. Cenderung kasar dan keras. Disamping itu postur tubuh Gudel yang tinggi besar sangat seksi di mata Tumi. Di benak Tumi Gudel akan memperlakukannya dengan sangat agresif ketika sedang berpacaran. Tumi tidak menyukai lelaki yang halus, klemat - klemet dan lelet. Satu saat Tumi membayangkan Gudel yang meremas - remas payudaranya dengan tangannya yang kokoh kuat. Menciumi bibirnya sampai ia gelagapan. Memeluknya kuat - kuat dan menggosok - gosokkan kelakiannya yang besar panjang. Dan mempermainkan miliknya dengan cara yang membabi buta. Tumi suka diperlakukan demikian. Pernah juga terbayangkan indahnya diperkosa oleh Gudel. Tumi tahu Gudel yang berangasan pasti akan bisa sangat menyenangkan dirinya. 

Satu hari ketika dirinya pasti akan ketemu  Gudel di sawah, karena hari itu Gudel sedang diminta membantu bekerja di sawahnya, Tumi sengaja mengenakan pakaian yang kekecilan. Sehingga payudaranya nampak menonjol dan belahan dadanya bisa dilihat, dan karena roknya pendek pasti pahanya akan selalu nampak. Kalau ia membungkuk nanti di depan Gudel, Gudel pasti akan melihat pantatnya dan melihat celana dalamnya. Harapannya Gudel akan terangsang dan menjadikan Gudel memperhatikannya. Dan satu saat Gudel akan mencarinya, mengajaknya ke hutan dan disana akan terjadi paduan kasih yang diharapkannya. Dan ahkirnya Gudel akan melamarnya. Sayang hari itu kejadian tidak seperti yang diharapkan Tumi. Gudel bekerja tanpa memperhatikan Tumi yang selalu di dekatnya membantu - bantu Gudel. Tingkah polah Tumi tidak menarik perhatian Gudel. Malah ketika Gudel melihat Tumi yang duduk kangkang dihadapannya sambil menyajikan makanan kiriman, Gudel sambil tersenyum menyampaikan kalimat olok - oloknya : " Tum ... tu celana dalammu kelihatan. Dak malu pa saya lihat !" Kemudian Gudel tertawa lepas sambil tetap melototi sesuatu yang mlenuk di selangkang Tumi. " Dasar laki - laki kalau sudah ngeliat tak berkedip ! " Balas Tumi pura - pura memberengut tetapi tetap membiarkan selangkangannya terbebas dari rok yang seharusnya menutupinya. Tumi terus tetap sibuk menuangkan air teh, menciduk nasi, dan menata lauk di pematang sawah dengan tetap membiarkan selangkangan nampak. Tumi nekat berbuat demikian karena sejak tadi polah tingkahnya selalu tak menarik perhatian Gudel. Sementara itu sambil menyulut sebatang rokok Gudel tetap memelototi yang sengaja ditampakkan Tumi. " Kedip kang ... tu nanti mata kang Gudel tribilen lho kalau natap terus !" Kata Tumi sambil menatap mata Gudel. Gudel terbahak. Tumi sempat melirik ke celana kolor Gudel. Disana ada yang membusung. Dalam hati Tumi berjingkrak. " Kena kau kang Gudel ... besuk atau lusa kau pasti akan mengajakku ke hutan !".

Yang ditunggu Tumi tidak pernah hadir. Gudel tidak pernah menghampirinya. Gudel tidak pernah datang ke dirinya untuk mengajak ke hutan. Tumi sangat kecewa. Tetapi rasa sukanya terhadap Gudel tidak padam. Tidak surut. Tumi berpikir mungkin belum saatnya Gudel mengajak dirinya ke hutan. Suatu saat nanti siapa tahu. Tidak pernah terpikirkan oleh Tumi kalau Gudel sebenarnya menyukai Menik. Hatinya telah tertambat di Menik yang sudah dipacari Gono. Tumi tidak menyadari itu. 

bersambung .................









Tidak ada komentar:

Posting Komentar