Jumat, 08 Juni 2012


Cubung Wulung

                                                                                                                             edohaput


Kedua 

Hari masih belum siang. Menik tidak ke sawah. Keculai pekerjaan memanen kacang sudah selesai, Menik merasakan badannya sangat capai ketika kemarin seharian di sawah memanen kacang. Menik bisa bermalas - malas sebelum tugas rumah untuk menyiapkan hidangan makan siang dikerjakannya. Semua anggota keluarganya pergi ke sawah. Bapaknya, dan kakaknya. Ia mengeluarkan kertas yang terselip di tumpukan bajunya di keranjang di dekat tempat tidurnya. Dibacanya lagi surat dari Gono. Sudah berkali - kali satu -satunya surat dari Gono ini dibacanya. Tetapi Menik selalu mengulangi membacanya ketika ia kangen dengan kekasihnya yang pergi ke kota untuk bekerja. Diahkir suratnya Gono menuliskan Nik aku akan segera pulang kalau uang sudah terkumpul banyak. Aku segera akan melamarmu. Jangan tergoda oleh rayuan lelaki lain, ya ! Jangan mau kalau didekati sama Gudel ya ! Gudel itu suka sama kamu. Tetapi kamu sudah pacarku lho Nik. Sabar ya Nik ... ya .... dari kekasihmu Gono.
Dengan membaca surat itu kerinduan Menik terhadap Gono bisa sedikit terobati. Pada saat - saat tidak banyak pekerjaan, Menik sangat merindukan Gono. Gono yang sangat perhatian terhadap dirinya. Gono yang selalu membuat perasaannya gembira. Gono yang ketika mencium pipinya selalu dengan kelembutan dan mulutnya selalu berbisik : Nik .... kamu cantik banget ... "
Menik dan Gono sepasang remaja yang saling jatuh cinta. Remaja sedusun yang mula - mula tak ada hati. Tidak ada perasaan saling mencinta. Tidak ada  perlakuan saling memperhatikan. Mereka bergaul biasa. Dimana mereka bertemu, hanya canda ria saja yang terjadi. Di sawah ketika Gono merumput dan Menik bekerja di sawahnya mereka hanya saling menyapa. Saling tersenyum, saling menggoda, tetapi tidak ada yang spesial di hati mereka. Sampai pada suatu malam ketika di desa ada keramaian berupa kegiatan tradisi desa. Setiap kali hasil panen berlimpah, desa mengadakan keramaian sebagai ujub ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. 
Malam itu desa menjadi sangat semarak. Lampu penerangan dimana - mana berbinar terang. Orang - orang berjualan aneka jajanan dan aneka barang tumpah ruah di desa. Para penjual barang dan jajanan tahu kalau orang desa lagi banyak duit. Mereka akan membelanjakannya dengan senang hati. Berbagai baju, celana, sandal dan alat - alat bertani dijajakan pada malam itu. Tontonan berupa Jatilan, dan totonan lain semacam digelar. 
Gono, Menik, Tumi, Gudel, Mindi, Menur, Wuni, Ginem, Waru dan perjaka dan perawan desa lainnya sibuk mengatur keramaian. Mereka para remaja yang gesit menangani kepanityaan. Mereka mengganti para orang tua yang selayaknya sudah harus didudukan sebagai orang - orang yang dimuliakan dan dimanjakan pada saat - saat seperti ini. 
Keramaian berahkir setelah lewat tengah malam. Suasana menjadi sepi, dingin, dan hanya tinggal lampu - lampu yang sebagian masih berbinar. Rembulan yang menggantung di langit barat mulai tampak pucat. Suasana desa malam itu kembali menjadi tamaram. 
" Nik ayo aku antar pulang !" Gono menyapa Menik yang lagi sibuk membereskan alat makan. Kebetulan arah jalan Gono memang searah dengan Menik. " Ya ... kang sebenatar ! Lima menit biar alat - alat ini beres dulu !" Menik melihat Gono berdiri di dekatnya. " Ya betul Nik ! Kamu bareng kang Gono saja ! Sudah sana tinggal saja pekerjaannya nanti aku yang bereskan !" Sela Tumi yang memang rumah tinggalnya tidak sejauh rumah Menik dari pusat keramaian. " Kang Waru sudah bersedia mengantar aku pulang kok Nik ! Sudah sana kamu duluan !" Sambung Tumi dengan nada yang sangat iklas. 
Semakin jauh dari pusat keramain suasana menjadi semakin gelap. Jalan hanya diterangi rembulan pucat dan lampu - lampu kecil panjeran yang dipasang di teras - teras rumah sederhana. Gono dan Menik berjalan beriring. Menik berjalan di depan Gono mengikuti dibelakangnya. Tepat di jalan turunan Menik terpeleset. Jalan yang berupa tanah liat sangat licin. Beberapa hari sebelumnya turun hujan. Dan jalan belum sempat kering. Menik yang ditangannya menenteng berupa bungkusan makanan sisa hidangan di keramaian kehilangan keseimbangan, terhuyung dan jatuh. Kakinya keseleo. Menik benar - benar tidak bisa bangun dari posisi jatuh terduduknya. Pergelangan kakinya terasa sangat sakit. Gono cepat - cepat meraih tangan Menik untuk ditarik agar Menik berdiri. Tetapi Menik tidak mampu berdiri dan hanya mampu merintih kesakitan. " Tolong aku kang, kakiku keseleo. Sakit sekali. Aku tak bisa berdiri ". Ucap Menik sambil meringis kesakitan. Gono lalu memeluk badan Menik dan mencoba mengangkat agar Menik berdiri. Pada saat memeluk dan mencoba mengangkat badan Menik inilah tangan Gono tak urung menyentuh    payudara Menik. Begitu mengkal. Kencang dan terasa hangatnya karena Menik mengenakan baju yang tipis. Menik ahkirnya bisa berdiri tetapi tetap harus ditopang. Menik terpincang - pincang. Menik dengan ditopang gono berjalan - terpincang dan sangat lambat. Sesekali berhenti dan meringis kesakitan. " Kalau caranya begini suk pagi nyampe rumah, Nik " Keluh Gono. " Kamu harus aku gendong saja " sambung Gono. " Sini ayo aku gendong saja !" Berkata begitu Gono langsung jongkok di depa Menik berdiri. Tidak ada cara lain untuk bisa segera sampai ke rumah selain harus digendong Gono. Maka tanpa pikir panjang Menik segera menempelkan tubuhnya di punggung Gono. Gono mengangkatnya. Menik yang tubuhnya ramping terasa ringan di gendongan Gono. Apalagi Gono sudah terbiasa mengangkat beban berat ketika membawa hasil merumput. Gono berjalan cepat. Menik terguncang - guncang digendongan Gono. Malam yang dingin tak dirasakan Gono. Karena di punggungnya ada tubuh Menik. Gono begitu merasakan payudara Menik menekan punggungnya. Kedua tangan Gono yang menyangga kedua paha Menik juga merasakan hangatnya tubuh menik. Selain itu Gono juga merasakan halusnya kulit paha gadis yang sedang digendongnya ini. Sebaliknya Menik yang ada di gendongan Gono juga merasakan hangatnya tubuh Gono. Payudaranya yang terjepit antara dadanya dan punggung gono terasa geli karena terguncang dan tergesek - gesek punggung Gono. Belum lagi kedua pahanya yang dicengkeram tangan Gono. Terasa sedikit sakit tetapi geli nikmat. " Kuat kang gendong aku sampai ke rumah ?" Menik berbisik di telingan Gono. " Kuat !" Jawab Gono sambil merasakan hangatnya napas Menik yang terasa di telinganya. Karena jalan yang memang tidak rata dan licin maka sebentar - sebentar Gono membenahi gendongannya karena Menik akan melorot saja dari punggung Gono. Pada saat membenahi gendongan inilah tidak sengaja tangan Gono menyentuh yang ada diselangkang Menik. Gono kaget. Tak Mengira tangannya bakal menyentuh milik Menik. Gono merasakan sesuatu yang menonjol di selangkangan Menik. Empuk - empuk kenyal. Cepat - cepat Gono segera menjauhkan tangannya dari empuk - empuk kenyal ini. Menik tak bereaksi. Ia tahu kalau Gono tidak sengaja menyentuh miliknya. Aneh ada rasa yang sangat tidak diketahui oleh Menik. Rasa yang tiba - tiba muncul ini malah ingin dirasakan lagi. Dalam benaknya ingin tangan Gono tidak senganja menyentuhnhya lagi. Keinginannya untuk miliknya tersentuh lagi membuat Menik melemaskan badan sehingga selalu akan melorot dari punggung Gono. Tak ayal Gono terus berulang - ulang memperbaiki gendongannya. Tetapi tangan Gono tak berubah posisi. Selalu hanya di paha dekat lutut. Menik belum berhasil. Menik mencoba memelorotkan badannya dan gono dengan cekatan memperbaiki gendongannya. Karena Menik ketika melorot agak mengatupkan pahanya makan tangan Gono tak urung jadi mendekati pangkal paha dekat selangkangan Menik. Pada posisi begini mau - tidak mau tangan Gono kembali menyentuh punya Menik. Karena melorotnya Menik cukup kebawah maka Gono menaikkannya tubuh Menik ke punggungnya menjadi susah. Tak urung tangan Gono cukup lama menyentuh milik Menik. Bahkan Gono secara tidak sengaja menjadi menekan - nekan milik Menik sebelum posisi gendongannya kembali ke posisi yang baik. " Ngantuk ya Nik ? Jangan ngatuk lah ! Nanti melorot terus !" Gono mengingatkan Menik. Menik tak menjawab. Ia masih merasakan sensasi ketika miliknya cukup lama tersentuh tangan Gono bahkan secara tidak sengaja merasa ditekan - tekan. Bukan laki - laki kalau Gono juga tidak merasakan apa - apa ketika tangannya cukup lama di selangkangan Menik. Gono menjadi deg - degan. Jantungnya berdegup. dan nafasnya sengal tertahan. Kejantanannya yang tersembunyi di balik celananya menggeliat. Gono membayangkan yang empuk - empuk kenyal di selangkangan Menik. Gono menjadi ingin menyentuhnya. Tetapi ia tidak berani melakukannya. Bukankah tadi hanya tidak sengaja ? Bagaimana kalau disengaja. Pikiran Gono jadi kacau. Tuntutan pikirannya untuk menyentuh lagi milik Menik tak tertahankan. Nekat Gono mendekatkan posisi tangannya ke pangkal paha Menik sambil pura - pura membenahi gendongan. Tangan Gono telah penuh menyentuh milik Menik. Empuk - empuk, kenyal dan hangat dirasakan tangan Gono. Jantungnya semakin berdegup. Nafasnya semakin tersengal. Miliknya yang ada di dalam celana semakin kaku. Sementara itu Menik yang miliknya telah dikuasai tangan Gono malah pura - pura tertidur di punggung Gono. Menik sangat menikmati tangan Gono. Tiba - tiba ada sesuatu yang luar biasa dirasakan di miliknya. Rasanya ingin pipis tapi tidak. Tetapi tiba - tiba terasa ada yang ingin mengalir keluar dari dalam miliknya. Dan rasa itu luar biasa enaknya. Menik tak mungkin membiarkan rasa itu hilang. Semakin lama semakin enak dan rasanya mau pecah. Dan tiba - tiba menik menggelinjang dan seperti berontak. Menik tak kuasa menahan rasa nikmatnya. Ketika menggelinjang inilah tangan Gono Menjadi kuat menekan milik Menik dan menjadikan milik Menik tambah tak karuan rasanya. Tak ayal tangan Gono menjadi basah oleh cairan milik Menik. Menik tersadar. Gono tersadar. Untung saja telah sampai di depan rumah Menik. 

bersambung ..........................


Tidak ada komentar:

Posting Komentar