Selasa, 30 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput 


Ketujuhpuluhdelapan

Pagi datang belum sempurna. Udara gunung masih begitu dingin. Desa masih diselimuti kabut. Jarak pandang pendek karena kabut tebal belum bisa dikalahkan oleh matahari yang baru muncul separo dari balik gunung. Wakini berlari ke arah rumah Tumi. Kainnya dicincingkan sebatas paha agar larinya bisa lebih cepat karena tidak terhalang kain yang dikenakan sampai sebatas di bawah lutut. Wakini berlari membawa kecemasannya. Semalam Kliwon suaminya yang jagong di rumah Tumi tidak pulang ke rumah.  Wakini tahu kalau suaminya suka dengan tontonan tayuban ledhek. Maka semalam Wakini pulang ke rumah lebih dahulu meninggalkan Kliwon yang masih akan menunggu tayuban digelar di panggung di halaman rumah Tumi. Sampai di rumah saking penatnya Wakini langsung ambruk dan ketiduran. Wakini terbangun tidak menemukan suaminya di sampingnya. Dicari seisi rumah Kliwon tidak berada. Sudah jadi kebiasaan Kliwon kalau malam harinya terjaga, pagi harinya terlambat bangun. Pak Pedutpun yang semalam juga hadir sebentar di rumah Tumi tidak melihat Kliwon pulang ke rumah. Pak Pedut yang juga ketiduran kaget ketika Wakini menanyakan keberadaan Kliwon. Wakini was - was. Jangan - jangan suaminya ketiduran di rumah Tumi. Tetapi tiddak mungkin, karena itu bukan sifat Kliwon. Kliwon tidak pernah pergi menginap. Pergi jauhpun Kliwon akan berusaha pulang walau sampai di rumah harus larut malam. Ketidak pulangan Kliwon pagi ini membuat Wakini cemas.
Di rumah Tumi sepi. Ada beberapa perjaka yang masih ketiduran di kursi dekat panggung yang semalam digunakan menggelar acara tayub. Tumi langsung menerobos masuk rumah. Celingukan barang kali suaminya ketiduran di rumah Tumi. Tidak ada. Wakini langsung ke dapur. Ada dua perempuan yang sibuk dengan tungku api. Wakini mendekati kamar Tumi.  Mengetuk. Tumi dan Gudel terbangun. Tumi hanya berselimut kain. Gudel bertelanjang dada. Rupanya semalam sehabis berkegiatan Tumi dan Gudel belum sempat mengenakan kainnya masing - masing. Tumi dan Gudel kaget Wakini datang pagi - pagi. " Ada apa yu ? Yu Wakini jangan pagi - pagi dah keseni bantu - bantu. Nanti siang saja, Yu. Dak papa. Kasihan yu Wakini. Ngantuk - ngantuk dah mau bantu kerja beres - beres." Gudel mengucek matanya yang masih merah karena kantuk. " Dak, dik Gudel. Aku mau nanyakan kang Kliwon. Semalam kang Kliwon tidak pulang ke rumah. Mungkin dik Gudel tahu dimana kang Kliwon." Wakini menyampaikan kalimatnya dengan nada cemas. " Aduh Ni, aku dan kang Gudel ya dak tahu. Lha semalam ketika turun dari pelaminan aku dan kang Gudel langsung masuk kamar. Ya baru ini aku dan kang Gudel bangun, Ni." Tumi menjawab dan mata merahnya dibuka - buka untuk menatap Wakini yang cemas. " Dah yu wakini pulang saja dulu. Nanti aku tanyakan ke orang - orang." Gudel meninggalkan Tumi dan Wakini di depan pintu kamar menuju belakang rumah untuk membersihkan badan. " Ya dah Tum. Aku tak pulang dulu. Tolong ya Tum, dik Gudel nanti yang nanyakan Kang Kliwon pada orang - orang." Berkata begitu wakini bergegas meninggalkan Tumi yang menjawab permintaannya : " Ya ... ya Ni, dak usah kawatir." Mata Tumi yang kantuk membuntuti langkah Wakini yang tergesa. 
Gudel membangunkan para perjaka yang ketiduran di kursi dekat panggung. Para perjaka terbangun dan malu.  " Semalam ada yang melihat kang Kliwon ?" Gudel mengansurkan rokok kepada para perjaka yang ogah - ogahan bangun. Seorang perempuan datang membawa bergelas - gelas teh panas. " Ni pada Minum, biar matanya melek." Perempuan ini meletakan teh dan makanan di meja. " Ya tu diminum. Terima kasih ya. Dah pada bantu - bantu aku." Gudel duduk di kursi. Para perjaka tanpa ini itu segera menyaut minuman menyerutupnya dan segera menyulut rokok pemberian Gudel dan tampak sekali menikmati asap rokok yang dikepulkan dari mulut dan hidungnya. " Semalam Kang Kliwon meninggalkan sini tengah malam, kang Gudel." Seorang perjaka memberi keterangan. " Ya betul kang. Tengah malam lebih sedikit." Perjaka yang lain menyambung. " Kang Kliwon cuma duduk - duduk kok kang. Kang Kliwon tidak ikut nyawer ledhek." Perjaka yang lain lagi menyambung. Gudel hanya mengerinyitkan dahi. " Dah pada diminum. Nanti siang tolong ya, bantu diberesi. Bentar lagi pada makan, tu dah dimasakkan soto sama sambel biar kantuknya ilang." berkata  begitu Gudel meninggalkan para perjaka yang menikmati rokok dan teh kental manis.
" Tum kabar dari Yu Wakini tadi yang bilang kang Kliwon semalam tidak pulang ke rumah kok membuat aku jadi deg - degan. Ada apa ya, Tum ?" Gudel membantu Tumi mengenakan kain. Tumi selesai mandi. Di kamar masih telanjang. Gudel mengelus tubuh Tumi dan membantu mengenakan kain di tubuh Tumi. Sempat pula sedetik Gudel mengagumi tubuh Tumi. Dan ingin rasanya memeluknya. Mengapa tubuh istrinya sangat berbeda dengan ketika waktu menjadi pacarnya. Kenapa justru sekarang malah tubuh Tumi begitu muda. Begitu ranum. Semua kencang padat. Payudaranya begitu menggunung kecang padat kenyal seperti milik perawan belasan tahun. Semalam tubuh Tumi yang sekarang telah menjadi isterinya, telah dibuatnya terkejang - kejang, karena tangannya yang terus menggerayangi milik Tumi yang mudah geli. Semalam Tumi telah dibuatnya terpuas - puas. Dibuatnya merintih - rintih nikmat. Dibuat mendesah - desah ketika sampai. Dan dirinya juga sangat menikmati. Karena tubuh Tumi bak tubuh perawan muda yang sangat menyenangkan diraba, diremas, dikilik dan diciumi. Ingin rasanya Gudel melakukan lagi kegiatan seperti semalam. Tetapi pikirannya terganggu oleh adanya berita Kliwon tidak pulang ke rumah.  " Kok aku ya juga kawatir banget dan cemas ya, kang. Perasaanku jadi dak enak. Ada apa ya, kang. Mudah - mudahan dak terjadi apa - apa pada diri kang Kliwon." Wakini berkata jujur kepada Gudel tentang perasaannya. " Dah, kalau gitu aku pamit. Pagi ini aku tak mencari kang Kliwon. Perasaanku dak enak banget, Tum." Gudel berganti kain dan segera meninggalkan Tumi yang masih sibuk mengenakan kain. " Ya kang, bantu Wakini menemukan kang Kliwon. Ah ada - ada saja." Wakini mengiyakan permintaan Gudel. Yang mungkin sudah tidak didengar Gudel karena Gudel bergegas  meninggalkan Tumi di kamar.  
Langkah Gudel dituntun oleh perasaan dan dugaan yang ada dipikirannya. Gudel menuju kuburan yang berada di belakang desa. Tujuan Gudel ingin menemui pak Blengur. Gudel berprasangka jelek. Jangan - jangan Kliwon diperdaya orang. Dulu ketika yu Jumprit mati diperdaya orang pak Blengurlah yang menemukan petunjuk. Dituntun oleh perasaannya yang was - was tidak ada lain pak blengurlah yang menjadi tujuan langkah kaki Gudel. Gudel harap - harap cemas. Gudel berharap pak Blengur tidak menemukan petunjuk seperti ketika yu Jumprit hilang. Kalau pak Blengur ada petunjuk tentang Kliwon, jangan - jangan Kliwon juga diperdaya orang. Dulu yu Jumprit hilang dan ditemukan sudah tidak bernyawa ketika ada keramain di rumah pak Lurah. Kini Kliwon hilang ketika ada keramaian yang memeriahkan malam pernikahannya dengan Tumi. Gudel terus was - was. jantungnya berdegup keras. Dipikirannya hanya ada, jangan - jangan. Jangan - jangan ....

bersambung ................
 

Senin, 29 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput 


Ketujuhpuluhtujuh

Kegiatan perhelatan pernikahan Tumi dengan Gudel sampai di puncaknya. Sejak sore tamu - tamu yang berdatangan silih berganti. Kesibukan di rumah Tumi menjadi luar biasa sibuk. Wakini dibantu perawan - perawan desa sangat cekatan melayani tamu - tamu yang datang menyumbang. Para perjaka yang sejak tiga hari sebelum hari puncak hari ini disibukan dengan berbagai persiapan termasuk mendirikan panggung hiburan Ledhek Tayub yang akan digelar, juga masih terus bergiat membantu demi lancarnya perhelatan. Candaria para perawan dan para perjaka menambah suasana ceria dan gembira di rumah Tumi. 
Seiring dengan merangkaknya malam, suara gamelan yang ditabuh mendayu, semakin membuat suasana semarak. Tumi yang didandani bak bidadari membuat kagum orang. Tumi tampak begitu cantik, muda dan bercahaya. Tumi duduk di pelaminan bersama Gudel yang juga didandani ala raja jawa. Tumi dan Gudel bak raja dan ratu yang sedang bertemu dengan rakyatnya. Tumi sangat mengumbar senyum cantiknya ketika menerima salam selamat dari para tamu. Begitu juga Gudel tampak sangat bangga bisa bersanding dengan Tumi yang malam ini kecantikannya mucul dengan sangat bercahaya. 
Juragan Gogor yang duduk di antara para tamu yang lain, menyaksikan kecantikan Tumi menjadi sangat geram. Berkali - kali hanya bisa menatap Tumi sambil menelan ludah. Tumi yang didandani ala perawan jawa dengan model pakaian yang hanya menutup separo dadanya, membuat mata juragan Gogor tidak lepas menatapnya. Khayalan juragan gogor melayang - layang, membayangkan tubuh Tumi dapat dikuasainya. Sesekali juragan Gogor menderakkan giginya tanda jengkel dan marah. Mengapa dirinya tidak mampu menggagalkan pernikahan Tumi. Lain lagi dengan juragan Rase yang tampak nelangsa. Sorot matanya lesu. Mengapa dirinya yang kaya raya ini ternyata tidak bisa memiliki perawan secantik Tumi. Dan yang lebih menyakitkan dirinya ternyata Tumi tetap tidak bisa berpisah dengan Gudel perjaka melarat yang hanya mengandalkan tubuhnya yang besar dan kekar. 
Gamelan terus bertalu - talu. Suara pesinden yang merdu merayu membuat suasana malam menjadi semakin semarak. Tarian - tarian Tradisional di gelar untuk menyemarakkan malam dan menjadi hiburan bagi para tamu. 
Malam semakin merangkak jauh. Tumi dan Gudel sudah tidak lagi ada di pelaminan. Para tamu terutama para perempuan sudah meninggalkan rumah Tumi. Tetap tinggal para lelaki dan para perjaka yang menantikan acara Tayub digelar. Termasuk juragan Gogor dan juragan Rase, masih tetap tinggal. 
Munculnya Ledhek di panggung membuat para perjaka mulai merangsek maju mendekati panggung. Tidak ketinggalan para lelaki juga merangsek maju pindah duduk di kursi yang ditata dekat panggung. Juragan Gogor dan juragan Rase menempati deretan kursi terdepan. Gamelan beritme galak dan centhil mengiringi lenggak - lenggok Ledhek yang gerakkannya sangat mengundang birahi lelaki. Pantat di naik - naikkan dan dimegal - megolkan. Dada yang begitu membusung disodor - sodorkan. Wajah yang dirias menor disedia - sediakan untuk di tumbuk hidung lelaki. Dua orang Ledhek cantik dan bahenol telah berada di atas panggung dengan lenggak - lenggoknya yang menantang. Orang yang paling tidak tahan untuk segera naik kepanggung untuk melakukan saweran terhadap Ledhek adalah juragan Gogor. Dengan gagahnya juragan Gogor menaikki tangga naik ke panggung dan segera berjoget bersama Ledhek. Tepuk tangan meriah dari para perjaka mengiringi awal juragan Gogor berjoget. Mata juragan Gogor tidak lepas dari dada - dada besar Ledhek. Dan tangan juragan Gogor tidak tahan untuk tidak usil. Sambil berjoget juragan Gogor terus menyawer. Uang saweran diselipkan di dada - dada Ledhek. Dan saat itu juga tangan juragan Gogor tidak bisa tidak usil mencolek - colek buah dada Ledhek. Dan Ledhek - Ledhek tidak menolak bahkan menyedia - sediakan dadanya dicolek - colek karena uang sawera juragan Gogor sangat menguntungkan. Para penonton hanya bisa menelan ludah dan ngiler menyaksikan ulah juragan Gogor. Juragan Gogor di panggung bersama Ledhek - Ledhek cantik membuat juragan Gogor melupakan Tumi yang sedari tadi sangat dikagumi dan digerami. 
Juragan Rase yang mentimunnya menggeliat - geliat di dalam celana menyaksikan ulah juragan Gogor terhadap Ledhek, tdak tahan untuk tidak segera naik panggung. Juragan Rase juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan juragan Gogor. Bahkan juraga Rase berani semakin nekat dengan menyenggol - senggolkan mentimun yang kaku di dalam celana ke pantat Ledhek. Dari balik tirai muncul lagi Ledhek cantik muda dan tidak kalah bahenolnya. Di panggung ada tiga ledhek. Seorang perjaka yang selama sebulan mengumpulkan uang agar bisa di panggung dan nyawer Ledhek naik panggung. Sorak sorai menggema. Gamelan semakin galak dan semakin centhil. Ledhek semakin menggoda. Suasana birahi tak terelakkan. Para perjaka yang tidak berduit hanya bisa berada di bawah panggung sambil memegangi mentimunnya yang berontak. 

Di dalam kamar Tumi telah melepasi kainnya. Tumi telah setengah telanjang. Demikian juga Gudel. Gudel kali ini berbeda dengan Gudel yang dulu yang tidak menyukai Tumi. Sejak sembuh dari sakitnya dulu, apalagi sejak tubuh Tumi kembali kemudaannya Gudel yang mengagumi Tumi. Gudel tidak tahan untuk tidak segera memeluk Tubuh Tumi yang muda, padat dan sintal. " Tum aku sayang kamu ... Tum ... " Hanya itu yang diucapkan Gudel. Selebihnya Gudel segera memeluk Tumi, dan mencium bibir Tumi yang masih bergincu merah dengan semangat birahinya. Tangan Gudel dengan tidak sabar melepasi kain yang tersisa di tubuh Tumi. Tumi telanjang. Gudel dengan gemasnya meremas dada Tumi yang sangat padat kenyal dan menggemaskan. Gudel tidak habis pikir mengapa tubuh Tumi begitu ranum. Berbeda ketika dulu - dulu ketika dirinya pernah menggerayangi tubuh Tumi. Tumi hanya bisa menggelinjang dan menikmati keganasan Gudel yang birahinya meledak - ledak. Tumi dan Gudel bergumul saling tindih, saling goyang, dan saling mendesah dan melenguh. Ranjang berderak - derak dan awut - awutan karena cinta kasih mereka sedang beradu dan memuncak. Napas - napas mereka yang menderu, kecipak paha yang saling beradu, jeritan dan lenguhan, tertindih suara gamelan galak yang mengiri lenggoknya Ledhek yang sedang disawer dan dinakali. 

bersambung ...............

 
 

Sabtu, 20 April 2013

Cubung Wulung

                                                                                                  edohaput


Ketujuhpuluhenam

Siang cerah. Di rumah Tumi ramai orang. Mereka sedang mempersiapkan uba rampe tarub untuk perlehatan pernikahan Tumi dengan Gudel. Para perjaka desa sibuk menata halaman, menghias rumah, dan ada juga yang sibuk dengan hewan - hewan yang akan disembelih. Para perawan sibuk di dapur mengepulkan asap dapur. Ada juga yang perawan - perawan yang sibuk membuat hiasan dari janur untuk penghias pelaminan pengantin. 
Wakini menjadi orang yang sangat sibuk. Karena dirinya dimintai tolong oleh Tumi untuk menjadi orang nomor satu  untuk urusan perhelatan  mantu ini. Wakini menjadi orang yang banyak mengatur segela sesuatu yang berhubungan dengan perhelatan. Mulai dari urusan dapur sampai urusan tamu - tamu yang bakal datang menjadi tanggung jawab Wakini. Wakini tiba - tiba menjadi orang penting untuk urusan ngunduh mantunya Tumi.
Para perempuan tetangga jauh tetangga dekat berbodong - bondong berdatangan dengan digendongannya ada tenggok yang berisi bahan mentah untuk disumbangkan ke keluarga Tumi. Bentuk kerukunan saling sumbang di desa masih sangat kental dan menjadi kewajiban warga. Plencing dan Tobil datang menuntun seekor sapi dari juragan Gogor untuk di sumbangkan. Juragan Rase bersama para pembantunya datang menuntun beberapa ekor kambing.Persiapan perehelatan pesta mantu menjadi sangat ramai orang. Celoteh para perawan yang menggoda para perjaka menjadi hiasan suasana tarub di hari cerah yang menyenangkan.
Genjik yang datang ikut tarub menjadi perhatian para perawan. Genjik yang hanya mengenakan kaos pendek tanpak begitu kekar. Tubuhnya yang tinggi tegap berkeringat karena dirinya mendapat pekerjaan angkat - angkat barang dan memotong - motong kayu bakar. Otot - otot lengannya tanpak begitu menonjol. Dada bidangnya yang sedikit terbuka menjadi lirikan para perawan. Genjik yang rambutnya sedikit gondrong tidak tahu kalau dirinya banyak diperhatikan dan dilirik mata para perawan. 
Wuli mendekati Genjik yang sedang mengelap keringat di dahi dengan punggung tangannya. " Kang minta tolong bisa ?" Wuli menatap tajam mata Genjik. " Minta tolong apa ?" Genjik juga menatap mata Wuli yang tinggi tubuhnya hanya sepundaknya. " Tu janurnya kurang. Kang Genjik bisa manjat pohon kelapa ta, kang ?" Wuli menoleh ke arah para perawan yang lagi pada sibuk dengan janur, dan diikuti pandangan mata Genjik yang juga melihat para perawan yang  sedang merangkai janur sebagai hiasan di pelaminan nanti. " Lho itu janurnya masih banyak banget, Wul ?" Genjik melihat tumpukan janur yang memang masih banyak. " Kurang kang itu nanti. Tambah saja beberapa pelepah, kang ! Ya kang ya ... " Wuli berubah menjadi manja di depan Genjik. " Ya ... dah ... ayo !" Genjik membungkuk mengambil parang dan mengikuti langkah Wuli keluar dari kerumunan orang yang sedang sibuk dan tidak sempat memperhatikan Wuli dan Genjik. " Ngambil dimana Wul janurnya ?" Genjik terus melangkah mengikuti langkah Wuli. " Di belakang rumahku saja kang, yang pohonya pendek - pendek." Wuli menjawab tanpa menoleh ke Genjik yang berjalan di belakangnya. 
Beberapa pelapah janur berhasil diambil Genjik dari pohon kelapa. Sementara itu Wuli sibuk di dapur rumahnya menyiapkan minum untuk Genjik. " Kang masuk rumah dulu, kang. Minum !" Wuli berdiri di pintu dapur yang menghubungkan dapur dengan belakang rumah. " Ah dak usah Wul. Aku dak haus." Jawab Genjik pendek sambil menyeret pelepah janur. " Tu ada growol lho kang. Growolnya anget." Wuli ngeyel agar Genjik masuk rumah. Mendengar ada growol Genjik jadi kepingin. Genjik ragu. " Dah ayo ... !" Wuli mendekati Genjik dan menarik tangan Genjik diajak masuk rumah. Genjik tidak bisa menolak. " Lho kok sepi Wul ? Kemama bapak sama mbokmu ?" Genjik memperhatikan dalam rumah yang sepi. " Lho gimana ta kang Genjik ini. Ya simbok dan bapak ada di rumah Tumi ta. Dah duduk, tu diminum ati - ati panas. Growolnya dimakan. Tunggu aku mau mandi dulu." Berkata begitu Wuli berlalu dan menuju tempat mandi di dekat dapur yang hanya ditutup anyaman bambu. Genjik bisa melihat tubuh Wuli yang mulai tidak tertutup kain karena satu - satu dilepasi dari celah - celeh gedhek bambu yang dianyam jarang. Genjik tidak perduli. Hanya sebentar saja melirik. Genjik lebih tertarik growolnya yang dilumati parutan kelapa muda. Genjik malah sibuk makan Growol dan tidak ingat kalau Wuli sudah telanjang dan sebenarnya bisa nampak dari celah gedhek. Suara guyuran air dan kecipak tangan Wuli yang menggosok tubuhnya tidak terdengar oleh Genjik, karena dikalahkan oleh gurihnya growol di mulutnya. 
Wuli selesai mandi. Tubuh telanjangnya hanya dibalut pakai handuk yang cupet. Paha putihnya sangat nampak. Dan payudaranya hanya separo yang tertutup haduk. Wuli duduk duduk di amben di depan Genjik duduk. Genjik kaget karena bisa melihat jelas tubuh Wuli. Duduknya Wuli seenaknya sehingga pahanya terbuka dan Genjik bisa melihat milik Wuli yang rambutnya tipis. " Lho kok malah duduk ta Wul. Dah cepet kainnya dipakai !" Genjik tetap menatap milik Wuli yang sengaja oleh Wuli semakin ditampakkan. " Ah kang Genjik ini. Aku juga mau minum dulu." Wuli semakin berulah. Handuk kendor dan melorot. Payudaranya semakin nampak di mata Genjik. Genjik menelan ludah dan matanya beralih pandang ke buah dada Wuli yang tidak begitu besar tetapi nampak menggunung kencang. " Kang kamu kok dak nikah - nikah ta kang. Takut perawan ya ?" Wuli mulai memancing suasana. " Ah mana ada perawan yang mau sama aku. Bekas pembunuh. Dan pernah berbuat jahat." Genjik menjawab jujur. " Lho itu kan dulu kang. Sekarang kang Genjik kan orang baik." Wuli berulah semakin nekat dari duduknya. Lututnya ditekuk ke atas. Seluruh selangkangan Wuli jelas nampak di mata Genjik. Sekali lagi Genjik menelan ludah. Dan mentimunnya yang di dalam celana menggeliat mendesak bagian depan celananya. " Dah sana cepet pakai kain. Jangan gitu ah, Wul !" Genjik bingung antara sikap Wuli begini dan mengapa Wuli nekat saja di depannya. " Kenapa kang. Kepingin ?" Wuli semakin nekat bicaranya. " Kalau kepingin ya ayo kang ! Aku layani !" Wuli bangkit dari duduk dan menarik tangan Genjik. Seperti kena setrum Genjik hanya manut saja mengikuti tarikan tangan Wuli menuju ke kamar. " Wul ... Wul ... lho ... Wul ...!" Genjik masih bingung. Tetapi di pikirannya juga sudah dipenuhi rasa ingin. 
Wuli ketika melihat Genjik saat memotong - motong kayu dengan kapak tiba - tiba darahnya menjadi mengalir deras. Kekokohan Genjik di mata Wuli menimbulkan rangsangan yang tak terbendung. Wuli mencari akal bagaimana caranya supaya bisa dekat Genjik dan bisa mengajak Genjik. Wuli menemukan cara dan alasan. Janur kurang. Genjik dimintai tolong menambah pelepah daun. Wuli berhasil. 
Di dalam kamar. Handuk wuli terlepas. Wuli telanjang bulat. Tangan wuli tanpa ragu - ragu meraih tangan Genjik dan dibimbing ditempelkan di miliknya. " Jangan Wul. Jangan ... jangan. Kamu masih perawan, Wul. Perawanmu untuk suamimu, Wul." Genjik mengingatkan Wuli di sela - sela napasnya yang tak urung memburu. " Dak kang aku dah dak perawan lagi. Perawanku dah diambil sama juragan Rase." Wuli jujur. Mendengar pengakuan Wuli Genjik kaget. Tetapi kekagetnya hanya berlangsung beberapa detik. Mengetahui Wuli sudah tidak perawan Genjik menjadi tidak lagi merasa kasihan terhadap Wuli. Tangannya yang sudah menempel di milik Wuli segera beraksi. Wuli mendesah. Genjik memeluk Wuli dan otak Genjik sudah dipenuhi birahi. Genjik dengan ganas segera menciumi payudara, bibir, dan leher Wuli. 
Wuli yang sudah lama tidak lagi diundang ke rumah juragan Rase menjadi sangat rindu dan sangat ketagihan. Melihat besar dan berototnya tubuh Genjik wuli menjadi sangat terangsang. Wuli dan Genjik yang telah kesetanan jatuh di amben kamar. Mereka segera bergumul. Dengan kakinya Wuli telah berhasil memelorotkan celana kolor Genjik. Mentimun Genjik mencuat mendongak. Sempat Wuli melihat milik Genjik. Wuli menjadi sangat bernafsu. " Kang ayo kang ... aku dah dak tahan. Kang ... ayo ... !" Wuli mengangkat - angkat pantatnya. Dan membuka kangkangannya lebar - lebar. Genjik segera menempatkan diri. Menempelkan mentimunnya di milik Wuli dan didorongnya kuat. " Aaaaaahhh ... kang ... aahhh ... enak banget, kang !" Wuli kemudian memejamkan mata menikmati mentimun Genjik yang terus menyodok - nyodoknya. 

bersambung ...................


Jumat, 19 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                              edohaput


Ketujuhpuluhlima

Desas desus akan diperbaikinya jalan desa atas bantuan tamunya Kliwon yang dari kota itu, sangat cepat tersebar di kalangan warga. Orang menyambut gembira. Jalan lincin, naik turun, dan selalu becek terbayang akan menjadi jalan yang keras, rata dan mudah dilalui. Warga menunggu kapan itu akan terlaksana. Sementara kali ini hanya baru sebatas kabar angin. 
Yang paling tidak setuju jalan desa diperbaiki adalah juragan Gogor dan juragan Rase. Jika jalan baik dan warga bisa mudah pergi pulang ke kota juragan - juragan ini akan menderita rugi, karena hasil bumi akan mudah dibawa ke kota dan juragan - juragan ini menjadi tidak bisa memonopoli hasil bumi yang bisa dibeli dengan harga murah dan dijual lagi dengan harga yang baik. 
Juragan Rase menemui juragan Gogor. " Mas Gogor dan saya harus mencari cara untuk menggagalkan jalan itu diperbaiki." Juragan Rase memulai kalimatnya dengan nada semangat jahat. " Betul dik. Kita harus berpikir dan membuat siasat agar jalan tidak diperbaiki." Juragan Gogor menimpali kalimat nada jahat juragan Rase. " Lagi pula aku takut orang - orang akan menjadi pinter. Terutama para perawannya, kalau mereka pinter dan terpengaruh pengetahuan kota, jangan - jangan aku jadi tidak bisa leluasa berbuat menikmati perawan mereka." Kalimat ini diahkiri oleh juragan Gogor dengan tertawa lepas. " Na itu mas, Kita jadi akan rugi besar." Juragan Rase mengangkat gelas minuman yang disajikan juragan Gogor. " Ngomong - ngomong mas Gogor dah pernah sama Tumi ya ?" Tiba - tiba juragan Rase mengalihkan topik pembicaraan. " Tumi ? Aaahh ... Tumi ? Mengapa sekarang Tumi jadi semakin muda dan tambah cantik dan berbinar ? Heran ... mengherankan sekali. Duh ... Tumi ... Tumi ... heeeem. " Juragan Gogor menjadi seperti bicara sendiri dan nada bicaranya seperti orang sedang gandrung. " Tumi itu sebentar lagi dipinang Gudel, dik Rase. Sayang mengapa Tumi harus dapat orang miskin kaya Gudel. Sayang benar dik Rase. Sayang, Tumi sebenarnya dak sepadan kalau dapat Gudel yang berangasan itu." Juragan Gogor semakin seperti orang yang sedang galau memikirkan seseorang. 
Juragan Gogor menjadi tidak fokus. Pikirannya melayang kepada Tumi. Tumi yang tidak bisa dilupakan dari ingatannya. Tumi yang selalu mengganggu tidurnya. Terbayang di benak juragan Gogor Tumi yang menggeliat dan mulutnya ternganga - nganga ketika buah dadanya diremas gemas. Dan dari mulut Tumi yang ternganga mengempas nafas wangi mawar yang mumbuat juragan Gogor tidak tahan untuk membekap bibir Tumi dengan bibirnya. Dan ketika bibir Tumi mendapat bekapan bibirnya. Tumi hanya bisa mendesah tertahan. Sementara itu tangan juragan Gogor telah sampai di milik Tumi yang celana dalamnya sudah kendor karena ditarik - tarik paksa tang kuat juragan Gogor. Kalau sudah begitu tidak sedetikpun juragan Gogor memberi kesempatn kepada Tumi untuk bernapas. Tidak ampun lagi karena nafsu birahinya telah tidak terkendali. Yang ada juragan Gogor bagai harimau yang sudah mencengkeram mangsa. Tubuh Tumi menjadi barang mainan yang indah dan sangat menyenangkan. 
" Mas ... mas Gogor ... mas ... lha kok malah ngelamun ta ?" Juragan Rase melihat juragan Gogor yang wajahnya merah matanya menatap langit - langit rumah dan kakinya bergerak - gerak. Teguran juragan Rase membuyarkan lamunan juragan Gogor. Dan membuat juragan Gogor kaget dan merasa malu. Tetapi dasar juragan Gogor, mulutnya malah berkomat - kamit menyebut nama Tumi. " Tumi ... ah ... Tum ... Tum ... mengapa kamu dak bisa kumiliki." Juragan Gogor kemudian nampak Geram. " Tobil ... ! ... Plencing ..!" Juragan Gogor berteriak keras.
Tergopoh - gopoh Tobil dan Plencing datang. Juragan Gogor melemparkan beberapa gepok duit. " Jangan gagal ... bawa Tumi kesini. Aku dah dak tahan!" Juragan Gogor memelototi kedua pembantunya dan mulutnya mecucu memberengut membuat Plencing dan Tobil sangat ketakutan. 
Tanpa ba bi dan bu Plencing dan tobil meraup uang di meja dan segera bergegas meninggalkan juragan Gogor dan juragan Rase.Di pikiran mereka yang terbayang Seni. Plencing dan tobil tidak akan menemui Tumi. Yang akan mereka datangi Seni. Toh juragannya tidak akan marah. Karena ternyata Seni juga bisa membuat juragannya senang dan puas. Tumi yang tinggal hanya dalam hitungan hari di pinang Gudel tidak akan bersedia diminta oleh juragannya. Dari pada sia - sia lebih baik menadatangi Seni. Toh Seni baru sekali dibawa ke juragannya. 
 " Dik Rase ... Tumi dak ada duanya. Banyak perawan dah aku rasakan dak ada yang yang rasanya senikmat memeluk Tumi. Tumi benar - benar dak ada duanya. Ah ..Tumi ..Tumi ... !" Juragan Gogor melepaskan kalimat - kalimatnya bagai mengigau. Kembali juragan Gogor menjadi bengong karena bayangan Tumi lagi - lagi memenuhi benaknya. Tumi yang telanjang dan tubuhnya dikuasainya. Diraba, diremas, dijilati, dipeluk erat. Hangat, penuh desah napas, dan gelinjangan. Tumi yang tubuhnya wangi melati. Yang napasnya wangi mawar, yang rambutnya terurai menebarkan wanginya jeruk nipis segar. Padatnya tubuh Tumi yang licin karena keringat membuat tangan mudah menelusur kemana - mana dan menyentuhi bagian - bagian yang menonjol yang kalau tersentuh membuat mulut ternganga dan menjerit kecil. 
Juragan Rase tersenyum melihat kebengongan juragan Gogor. Juragan Rase hanya bisa sesekali mengepulkan asap dari mulutnya. Asap dibuang sampai menyentuh langit - langit rumah. Juraga Rase tahu kalau juragan Gogor sedang menikmati bayangan Tumi. Maka dirinya tidak mau mengganggu dibiarkan juragan Gogor semakin masuk dalam lamunan. 
Juragan Rase yang juga pernah sekali menikmati Tumi menjadi sangat percaya kalau juragan Gogor menjadi sangat ketagihan. Benar Tumi memang tidak ada duanya. Juragan Rase yang juga telah banyak berpengalaman dengan penjaja tubuh di kota, tetapi juga belum pernah menemukan perawan yang seperti Tumi. Mengapa Tumi bisa begitu berbeda dengan perawan lain. Tetapi dirinya tidak seperti juragan Gogor yang begitu merindu Tumi. Barangkali karena dirinya tidak lebih berduit dibanding juragan Gogor, maka dirinya tidak bisa lebih leluasa seperti yang dilakukan juragan Gogor.
" Edan ... ! Edan ... mengapa pikiranku selalu dibayangi Tumi. Edan ... ah .. Tumi ...!" Juragan Gogor tiba - tiba kembali seperti orang mengigau. " Dah lah mas ... Mas Gogor lupakan saja Tumi." Juragan Rase lagi  - lagi membuat juragan Gogor ingat akan dirinya. Juragan Gogor tampak tidak malu - malu menyebut nama Tumi di depan juragan Rase. " Wah ... dik ... Tumi itu sekarang malah lebih membuat aku semakin gila. Kenapa Tumi sekarang malah nampak sangat muda. Sangat perawan.  Dik Rase tahu itu dak, dik ? Wah betapa senangnya si Gudel itu. Kenapa tidak aku !" Juragan Gogor memelototi awang - awang yang di sana ada bayangan Tumi perawan yang kembali menjadi muda. " Tahu mas ... aku tahu ... tidak hanya Tumi yang kemudaannya muncul kembali. Wakini isteri Kliwon juga begitu, mas !" Juragan Rase memantapkan pernyataan juragan Gogor. " Nah dik ... Tumi bisa jadi kembali muda, Wakini bisa kembali muda, itu pasti Kliwon yang membuatnya. Jimat Kecubung Wulung itulah yang digunakan Kliwon untuk membuat Wakini dan Tumi jadi muda lagi. Makanya dik, kita harus atur siasat, kita cari cara jimat itu bisa berpindak ke tangan kita. Kalau jimat itu bisa pindah ke tangan kita, apa saja bakal bisa kita kuasai." Juragan Gogor semangat. " Siap mas ... siap ... ! Apapun caranya dan berapapun biayanya akan kita upayakan !" juragan Rase menambah semangat juragan Gogor. "Kita perdaya Kliwon kalau memang Kliwon itu tidak bisa secara baik - baik mau menyerahkan jimat." Juragan Gogor melotot. " Banyak cara mas ... banyak cara. Aku kira Kliwon itu mata duitan. Pasti dia ingin kaya. Kita iming - imingi saja dia kekayaan. Serahkan saja pada aku, mas. Tidak akan lama jimat itu pasti akan ada di tangan kita." Juragan Rase mantap meluncurkan kalimatnya sambil membusungkan dadanya. 

bersambung ..................


Senin, 08 April 2013

Cubung Wulung

                                                                                                         edohaput


Ketujuhpuluhempat

Kliwon kedatangan tamu orang besar dan kaya dari kota. Untuk pertama kalinya jalan desa yang licin, banyak berlubang, tidak rata, naik turun dan becek, dilewati mobil. Banyak anak - anak berkerumun melihat mobil bagus yang diparkir di halaman rumah pak Pedut. Warga bertanya - tanya siapa tamu Kliwon yang satu ini. Pasti bukan orang sembarangan. Pasti orang kaya dan orang penting. Orang sekaya juragan Gogor saja belum berani memiliki mobil lantaran jalan desa yang sangat tidak memenuhi syarat. Orang yang nekat berani melewati jalan desa dengan mobil ini pasti orang yang sangat kaya dan berpengaruh. Kalau bukan tidak bakalan datang ke desa ini dengan mengendari mobil. 
Hari menjadi begitu ramai. Warga pada berada di pinggir jalan. Mereka tidak habis pikir, terhadap mobil yang bisa masuk ke desanya. Desa yang terpencil terletak di lereng Gunung. Dengan jalan menuju ke kota yang berkelok - kelok dengan di kiri kanan ada jurang. Sopir mobil itu pasti supir yang sangat terampil. Jika tidak pasti mobil tidak bakalan sampai di halaman rumah Kliwon. 
Kliwon sangat berbangga hati. Dirinya yang dianugerahi bisa menyembuhkan orang dari sakit, ternyata dikenal jauh sampai di kota. Siapa yang menyebar kabar kalau dirinya ini orang pintar dirinya tidak pernah tahu. Yang jelas kini telah datang orang kota meminta jasanya. Kata orang di kota sudah banyak doter dan rumah sakit, kenapa orang kota harus jauh - jauh menempuh perjalanan berbahaya menuju desanya. Apakah orang telah menganggap dirinya telah jauh lebih pinter dari dokter ? Kliwon yang bodo, Kliwon yang tidak berpengalaman kehidupan di kota tidak bisa menerka mengapa orang besar ini datang menemuinya. 
Tamunya yang bercerita tentang sakit ginjal, cuci darah, kemoterapi, dan obat - obatan yang susah diucapkan dan bahasa kedokteran yang tidak dimengerti hanya membuat Kliwon terlongo dan mengangguk - angguk pura - pura mengerti tetapi yang benar tidak mengerti apa - apa. Malah membuat Kliwon menjadi pusing, bingung, dan membuat dirinya amat bodoh dan sangat tidak berpengalaman. Yang dimengerti Kliwon hanya setiap malam Jumat Kliwon mengambil air kedung dengan bumbung, dan air ini diberikan kepada orang yang datang untuk diminum dan orang itu sembuh dari sakitnya. Itu saja. Maka ketika tamunya bercerita banyak tentang sakitnya, Kliwon malah merasa apa yang diomongkan tamunya terasa aneh dan sangat asing ditelinganya. 
Setelah tamunya minum air, mencuci muka dan mengguyurkan air yang diberikannya di kepalanya, tidak lama kemudian tamunya berjingkrak wajahnya berbinar, dan tersenyum - senyum gembira, karena tiba - tiba seluruh badanya terasa segar, dan rasa sakit yang dideritanya tidak lagi dirasakan. Ketika datang tamunya dituntun - tuntun sopirnya, berjalan tertatih, bermuka muram dan pucat, tiba - tiba bisa berdiri tegak dan berjingkrak. " Mas Kliwon, kamu hebat .... kamu hebat ... kamu sakti mas Kliwon ... " Tamu ini berjingkrak dan kemudian dengan tiba - tiba belutut di hadapan Kliwon. " Terima kasih mas Kliwon ... terima kasih ... " Tamu ini memeluk kaki Kliwon. Kliwon hanya bisa kikuk dan bingung. Belum pernah ada tamu yang datang disembuhkan lalu berbuat seperti ini. Tamu ini kemudian menangis  sambil memeluk kaki Kliwon. Kliwon menarik Tubuh tamunya dan meminta duduk kembali di kursi yang diduduki tadi. " Pak saya dak bisa apa - apa, Yang Maha Kuasa lah yang memberi kesembuhan bapak. Jadi berterima kasihlah kepada Yang Maha Kuasa." Jawab Kliwon sambil meminta tamunya kembali duduk.
Saking gembiranya tamu Kliwon yang satu ini, dirinya berjanji akan datang lagi ke desa dan minta dipertemukan dengan Lurah dan tokoh - tokoh desa. Dirinya ingin membantu membangunkan jalan desa. Agar warga mudah untuk mencapai kota. 
Wakini sangat bergembira, karena kedatangan tamu yang satu ini meninggalkan uang yang sangat banyak. Walaupun sudah ditolak - tolak oleh Kliwon tetapi setumpuk uang di amplop coklat tetap ditinggalkan di meja oleh tamunya. " Dah sana simpan saja. Kalu kamu butuh ambil secukupnya. Beli yang perlu - perlu saja. Siapa tahu besuk - besuk kita butuh duit banyak. Dan cepat bapak dikirim makanan, ini dah siang. Kasihan bapak nanti kehausan." Kliwon menyerahkan uang dalam amplop ke tangan Wakini. Wakini berlalu dan menyimpan uang di kamar. 
Wakini bergegas ke sawah. Sudah tiga hari dirinya tidak melayani mertuanya. Wakini juga sudah sangat kangen dengan cara pak Pedut memperlakukannya. Wakini berjalan cepat sambil menenteng tas berisi makanan kiriman buat pak Pedut. 

" Kok terlambat, Ni. Ada apa ?" Sapa pak Pedut. " Tamu yang dari kota itu dak pulang - pulang, pak. Nampaknya tamu dari kota itu sangat gembira sakitnya bisa langsung sembuh. Pak, tamu dari kota itu meninggalkan duit banyak banget. Trus mau datang lagi. Mau dipertemukan sama pak Lurah. Tamu dari kota itu mau bantu membangun jalan, pak. Baik sekali ya pak orang itu." Wakini nerocos cerita. Pak Pedut hanya manggut - manggut sambil menikmati makanan kiriman. " Lho bapak dah buat gubuk ta, pak ?" Mata Wakini tertumbuk pada bangunan Gubuk di seberang sawah dan ada di sudut sawah yang ditumbuhi banyak pohon pisang. Gubuk menjadi sangat terlindung dari pandangan orang. " Kapan pak gubuk itu dibuat ?" Wakini menanya Pak pedut yang lagi mulutnya penuh makanan. Pak Pedut tidak segera menjawab. Didorongnya makanan dengan teh yang masih panas. Pak pedut agak tersedak. " Pelan - pelan pak dak usah tergesa - gesa. Aku sabar kok, pak." Wakini tersenyum melihat pak Pedut menatapnya. " Ini tadi setengah hari aku cuma buat gubuk, Ni. Kalau di gubuk kan tambah enak. Dan kalau ada orang lewat kita dak takut - takut lagi." Pak Pedut menjawab pertanyaan Wakini yang tertunda dijawab. " Dah sana di tengok gubuknya. Kasurnya tebal dan empuk, Ni. Karena jeraminya banyak. Anget lagi." Pak pedut menyulut rokok dan menimatinya. 
Gubuk bertiang kayu turi. Berpagar anyaman daun kelapa. Beratap dari susunan batang pohon jagung. Berkasur jerami dan beralaskan tikar pandan. Wakini merebahkan diri di kasur jerami. Empuk, hangat, dan wanginya aroma jerami membuat Wakini terangsang. Aroma jerami selalu menghiasi ketika dirinya sedang menikmati cumbuan pak Pedut. Wakini melepasi kainnya. Wakini menjadi telanjang. Dirabanya sendiri buah dadanya yang kencang padat. Tangan satunya menelusur ke bawah mengelus perutnya yang rata dengan otot - otot perut yang kencang. Wakini mengagumi tubuhnya sendiri yang mulus dan muda. Wakini tidak pernah menyana kalau dirinya akan kembali muda seperti ketika dirinya berumur belasan tahun. Disentuhnya miliknya sendiri yang ada di antara pangkal pahanya. Sedikit menggunung , padat dan rapat. Pantas saja suaminya semakin tidak bisa menahan. Kemarin - kemarin Kliwon bisa tahan sampai mentimunnya tenggelam di miliknya, ahkir - ahkir ini baru ujungnya yang masuk Kliwon sudah tidak tahan untuk menyemburkan kenikmatannya. Wakini bangga akan tubuhnya yang indah. Sayang suaminya tidak bisa berlama - lama menikmati tubuhnya. Justru malah mertuanyalah yang dengan sangat senang mencumbu kemudaan tubuhnya. 
Pak Pedut menarik pintu gubuk dan mendapati Wakini yang telah telanjang. Pak Pedut yang bertelanjang dada segera memelorotkan celana kolornya dan segera menindih Wakini yang memang sudah menunggu. Wakini yang telah menunggu dengan mengangkang, kangkangannya segera ditempat pinggul pak Pedut. Dan tanpa menunggu lebih lama lagi pak Pedut segera menghunjamkan mentimunnya di milik Wakini yang rindu di sodok kuat - kuat. Dan yang dirasakan Wakini kemudian seluruh tubuhnya dilputi rasa nikmat, turutama payudaranya, lehernya, telinganya, dan terlebih - lebih miliknya yang terus digenjot pak Pedut dengan semangat ketuaannya. 

bersambung ......................


Jumat, 05 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                        edohaput

Ketujuhpuluhtiga

Melihat kedatangan Plencing dan Tobil bersama Seni, Juragan Gogor mengerinyitkan dahi dan memincing mata. Seolah tidak percaya. Kenapa Plencing dan Tobil membawa Seni, bukan Tumi. Seni yang tersenyum dan membungkuk - bungku hormat kepada dirinya, juragan Gogor terpesona. Rambut seni yang sebahu terurai membuat juragan Gogor tergoda. " Ini Seni kan ?" Juragan Gogor tersenyum. Melihat juragannya tersenyum Plencing dan Tobil sangat lega. Juragannya tidak marah, walaupun yang dibawanya buka Tumi. " Ya ... Seni juragan." Plencing tersenyum dan berani melihat roman muka juragannya yang berseri. " Seni anaknya mbok Sonah itu ya ?" Juragan Gogor menatap tajam Seni. " Betul ... betul juragan." Tobil menjawab dengan cepat dan sambil tersenyum lega. " Ya ... ya ... mbokmu sehat, Ni ?" Juragan Gogor nampak gembira. Dan matanya tidak lepas menatap tubuh Seni dari ujung kaki dan ujung rambut. Ketika sekilas mata juragan Gogor menatap payudara Seni yang ditutupi kain tipis juaragan Gogor menelan ludah. Dipikiran juragan Gogor payudara perawan ini pasti indah. " Sehat ... sehat juragan ... simbok sehat." Jawab Seni rada gagap dan dengan sikap membungkuk - bungkuk untuk hormat kepada orang kaya raya dihadapannya. Plencing mendehem memberi kode kepada juragan Gogor agar segera juragannya membawa Seni ke kamar. Juragan Gogor tanggap dengan kode Plencing. " Yuk ... kita ke atas, Ni." Juragan Gogor berjalan diikuti Seni yang berjalan dan menoleh ke arah Plencing dan Tobil. Tobil dan Plencing dengan dagunya memberi isyarat kepada Seni agar terus berjalan mengikuti juragan Gogor menaiki tangga menuju lantai dua, dimana disana ada kamar juragan Gogor. 
Setelah Seni berada di dalam kamar, juragan Gogor menutup pintu kamar dan menguncinya. " Kamu ini sudah umur berapa ya, Ni ?" juragan Gogor melepas jasnya dan digantung di kastok mewah. Seni yang ditanya sedang melihat sekliling kamar dan sedang terkagum - kagum dengan kemewahan kamar juragan Gogor. Ada tempat tidur besar dengan kasur yang namapak empuk ditutup dengan sprei putih bersih. Adal lemari besar dengan kaca besar. Ada meja ukir tempat meletakkan berbagai botol minuman. Ada lampu yang sangat terang dan lain - lain yang membuat Seni tercengang. Semua yang dilihatnya ini baru pertama kali dilihatnya. " E ... e ... dua puluh ... apa dua puluh satu juragan,  saya ... saya dak ingat  juragan, maaf ... " lagi - lagi Seni tergagap. " Maaf juragan kata kang Plencing dan kang Tobil saya diminta ngeroki juragan karena juragan masuk angin." Seni masih tetap berdiri  dan canggung. Juragan Gogor mengerinyitkan dahi dan rada bengong sekejap. " Ya ... ya ... benar Ni. Aku masuk angin. Tolong keroki." Pikiran juragan Gogor melayang ke Tobil dan Plencing. Pinter juga dua cecunguk ini menipu orang. Juragan Gogor tertawa geli di batinnya. Juragan Gogor kemudian melepas baju atasnya. Seni menyaksikan tubuh berotot juragan Gogor. Dadanya bidang nampak kuat dan ditumbuhi rambut. Celana panjangnya juga kemudian di lepas. Seni melihat kaki kokoh juragan Gogor yang juga ditumbuhi rambut. Juragan Gogor tinggal mengenakan celana dalam. Seni melihat tonjolan di dalam celana juragan Gogor. Seni malu melihatnya. Juragan Gogor berjalan ke arah meja di mana ada botol minuman. Menuang di gelas. Dan diberikan ke Seni. " Minum Ni. Ini limun. Manis dan segar. Dah Minum, Ni !" Seni menerima gelas dan kikuk karena dekat dengan lelaki kaya raya telanjang di hadapannya. Seni deg - degan. Juragan Gogor membuka lemari dan segera menutup lagi dan berjalan ke arah Seni. " Ni ... ini cincin bermata berlian. Ini buat kamu. Coba kenakan." Juragan Gogor meraih tangan kiri Seni yang tidak memegang gelas berisi limun berwarna merah. Juragan Gogor memakaikan civin di jari manis Seni. Agak kebesaran dan logro di jari manis tangan kiri Seni. " Juragan ... " Mulut Seni tersekat dan rasanya mulutnya kering walaupun baru saja diguyur limun segar. " Dah pakai saja ... lihat ! Indah kan ?" Juragan Gogor menepuk - nepuk pundak Seni dan segera menuju tempat tidur dan memposisikan tubuh tengkurap siap untuk dikoroki. " Dak usah dikeroki Ni. Pijit saja punggungku ini." Juragan Gogor melihat Seni berdiri terpaku di pinggir ranjang. Sesekali matanya melirik ke cicin yang matan cincinya bercahaya tertimpa sinar lampu terang. Seni tetap bengong. Kenapa juragan Gogor baik sekali terhadap dirinya. Tadi uang dan gelang kalung emas. Sekarang cincin. Apa maksud juragan Gogor ini. Seni menjadi buntu pikiran. Perasaannya menjadi tidak menentu. Deg - degan jantungnya semakin membuat tidak bisa berpikir jernih. " Dah ayo naik ke ranjang, Ni. Pijiti saja punggung ini. Biar masuk anginnya hilang." Juragan Gogor mengagetkan Seni yang bengong. Seni tudak bisa menolak. Tetapi Seni ragu - ragu dan takut mengotori ranjang besar dan sangat bersih ini. " Dah ayo naik saja, Ni. Dak apa - apa !" Juragan Gogor dengan lembut menarik tangan Seni. Seni naik di ranjang. Seni merasakan empuk dan lembutnya ranjang. Seni merasa sangat tidak pantas naik ke ranjang yang sangat bagus ini. " Dah Ni ayo pijit ". Juragan Gogor tengkurap dengan kepala di bantal besar matanya bisa menatap paha padat Seni yang masih ditutupi kain. " Maaf juragan, minta ijin memegang tubuh juragan." Tumi takut - takut meletakkan tangannya di punggung juragan Gogor. " Dah dak apa - apa. Terus pijit, Ni... ah ... enak Ni ... terus Ni ... yang lebih kuat lagi ... !" Juragan gogor merasakan lembutnya telapak tangan Seni. Jari - jari kecil Seni malah lebih terasa mengelus dan membuat geli kulit dari pada rasa dipijitnya. Rasa lembutnya tangan Seni dan matanya yang melihat pantat Seni gempal seni yang bergerak - gerak membuat mentimun juragan Gogor menggeliat dan segera memanjang dan kaku. Juragan Gogor menjadi tidak sabar. Segera membalikkan tubuhnya menjadi terlentang. " Sekarang dadaku Ni, yang dipijit." Juragan Gogor memegang tangan Seni dan membimbing ke dadanya. Seni deg - degan. Tetapi terus memijit - mijit dada bidang berambut juragan Gogor. Juragan Gogor meringis - ringis bukan karena rasa pijitan tetapi rasa geli di kulit karena lembutnya tangan Seni. Tangan juragan Gogor membimbing tangan seni ke arah perut. Dan terus ke bawah. Seni tidak berani menolak. Tangan Juragan gogor yang tetap memegangi tangan tumi memutar - mutar tangan Seni di perut dan menekan - nekankannya di perut dan bergerak ke bawah. Jantung Seni berdetak keras. Ketika tangannya disentuhkan mentimun juragan Gogor. Seni sempat melirik mentimun juragan Gogor yang masih di dalam celana dalam. Seni melihat benda yang panjang mendongak mendesak celana dalam, besar dan kaku. Seni bingung. Mengapa kejadiannya jadi begini. Seni buntu pikiran. Dan ketika pantatnya dielus juragan Gogor Seni malah terangsang. Sebagai perawan yang belum pernah tersentuh perjaka, Seni sebenarnya juga rindu sentuhan. Seperti layaknya perawan - perawan sebaya dirinya biasanya sudah pada pacaran, bahkan sudah banyak yang nikah dan punya anak. Dirinya perawan miskin jarang didekati perjaka. Seni tiba - tiba dialiri birahi. Maka ketika tangan juragan Gogor semakin nakal dan berani menelusup di kain bawahnya Seni tidak menolak, tetapi pura - pura segera mengatupkan pahanya. Padahal ingin juga rasanya miliknya yang belum pernah terjamah ini bisa disentuh lelaki. Satu malam Seni pernah mengelus - elus miliknya, dan membayangkan ada seorang perjaka yang sedang merabanya. Dan Seni merasakan nikmat. " Juragan ... ah ... jangan juragan ... " Seni mendesah lembut. " Kamu belum pernah ya, Ni ... ?" juragan Gogor menatap mata Seni. Seni menggeleng. Juragan Gogor yang sudah gemas dan tidak sabar nekat menarik tangan Seni. Seni ambruk di dada Juragan Gogor. Juragan Gogor yang napasnya sudah memburu semakin lupa daratan. Segara dipeluknya Seni. Dibalikkan Tubuhnya sehingga Seni berada di bawah tubuh besarnya. Tangan juragan Gogor segera berada merogoh yang ada di dalam kain Seni yang menutupi dadanya. Juragan Gogor menemukan buah dada padat, kenyan dan berputing susu kecil. Juragan Gogor tidak menyiakan kesempatan. Segera meremasnya. Seni melayang tidak ingat dan tidak mengerti yang sedang terjadi. Yang ada hanya rasa enak di dadanya. Seni tidak lagi ingat ketika tangan juragan Gogor telah membuka dan memelorotkan kain bawahnya. Seni telah telanjang tubuh bagian bawah dan hanya celana dalam murahan dan sudah kendor lanataran usang yang tinggal menempel menutupi pantatnya. Bibir Seni yang kemudian dibekap bibir juragan Gogor membuat Seni semakin melupakan dirinya. Maka ketika kain atas lepas dirinya sudah tidak tahu lagi. Yang dirasakan dadanya geli tersentuh rambut dada juragan Gogor. Tangan juragan Gogor yang kemudian dirasakan mengelus miliknya membuat Seni semakin hilang kesadaran. Seluruh tubuhnya terasa enak. Menyenangkan. Dan membuat perasaanya nyaman. Maka ketika celana dalamnya di pelorotkan juragan Gogor, Seni tidak merasa tahu. Tumi bulat telanjang ditindih juragan Gogor. Miliknya yang belum terjamah kecuali oleh dirinya menjadi bulan - bulanan tangan juragan Gogor. Seni hanya bisa mengangkat - angkat pantatnya saking nikmatnya. Juragan Gogor semakin gencar menciumi bibir dan bergantian leher dan buah dada Seni. Seni hanya bisa memejamkan mata dan terus menggeliat sambih mendesah. Celana dalam juragan Gogor sudah tidak lagi menempel dan menutupi mentimun. Mentimun besar, panjang dan sangat kaku milik juragan gogor mencuat dan menyentuh, menempel dan menggosok paha Seni. Pinggul juragan Gogor telah berada di antara paha Seni yang lebar kangkang. " Ni ... perawanmu aku minta ya Ni ... " Lembut suara juragan Gogor ditelingan Seni. Seni merasakan deru napas hangat di telinganya dan mebuat geli. " Boleh ya Ni ... ". Berbisik begitu juragan Gogor sambil menempelkan ujung mentimun besarnya di bibir milik Seni yang terkuak membuka dan sudah sangat membasah. Seni mendengar tetapi buntu pikiran. Seni tidak menjawab. Yang terjadi kemudian dirinya terpekik. " Aaaaaugggghh .... aaaahhhh .... juragan ...aduuuhhh ... !" Seni mencengkeran lengan juragan Gogor. Matanya sekejap terbeliak menatap juragan Gogor dan lalu mengatup rapat. Seni hanya bisa menggeliat di dalam pelukan dan dekapan juragan Gogor yang barus saja menembus keperawanan seorang perawan. Mentimun juragan Gogor sangat merasakan sempit dan lembutnya milik Seni yang menjepit - jepit. Juragan Gogor menggerakkan mentimunnya masuk keluar dengan sangat perlahan dan sangat dinikmati. Sebaliknya seni merasakan miliknya sedang dijejali benda lembut besar, panjang, dan menyodok - nyodok membuat seluruh miliknya yang ada di kedalamannya serasa sakit campur enak yang tiada tara. Tidak terasa seni melelehkan air mata di sudut matanya yang terpejam. Melihat ini di perasaan juragan Gogor mengalir rasa sayang yang begitu dalam. Juragan Gogor tiba - tiba bisa menyaksikan kecantikan sejati di wajah Seni. Juragan Gogor dialiri rasa cinta dan sayang. Mentimunnya terus bergerak semakin melaju. Seiring semakin cepatnya gerak masuk keluarnya mentimun juragan Gogor, Seni semakin menggeliat, semakin mendesah dan semakin melayang. Seni serasa sedang berada di surga dunia.

bersambung .......................

Kamis, 04 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                              edohaput

Ketujuhpuluhdua

Seni kaget kedatangan Tobil dan Plencing. Lagian tujuan Tobil dan Plencing datang untuk minta tolong agar dirinya mau datang ke rumah juragan Gogor untuk dimintai ngeroki juragan Gogor yang sedang masuk angin, membuat dirinya terheran - heran. Seni bingung kenapa tiba - tiba dirinya yang diminta. Belum pernah sama sekali dirinya ada hubungan  dengan juragan Gogor. Hanya sesekali saja dirinya berpapasan dengan juragan Gogor. Dan biasanya Seni hanya membungkuk - bungkuk hormat sambil tersenyum. Dan juragan Gogor tidak pernah memperhatikannya dan menyapanya.  " Kok saya ta, kang ? Biasa sapa ta yang ngeroki kalau juragan Gogor masuk angin ?" Seni yang heran mencoba mencari tahu alasan kenapa dirinya yang dimintai tolong ngeroki. " Ya biasanya isteri pertamanya ta, Ni. Tapi ini isteri pertamanya lagi ngambek. Dak mau bertemu sama juragan." Plencing mengeluarkan kalimat kebohongannya. " Begini, Ni. Rupanya juragan Gogor ahkir - ahkir ini memperhatikan kamu. Mungkin saja kamu orang yang akan diminta juragan Gogor membantu di rumahnya. Di rumah juragan Gogor kan sekarang dak ada pembantu yang cuci - cuci dan masak ta, Ni." Tobil nimbrung berbicara dan mengeluarkan jurus kebohongnya juga sambil tangangan merogoh saku dalam jaketnya dan mengeluarkan bungkusan dari balik jaketnya. " Kamu tahu ta, kalau isteri pertamanya dan isterinya keduanya tinggal di rumah lain ? Barangkali juragan Gogor ingin kamu menjadi pembantunya. Enak lho, Ni jadi pembantunya juragan Gogor, bayarannya besar. Dan juragan Gogor kalau sudah nyenangi orang dak hitung - hitung lho, Ni." Plencing menambahi kebohongan Tobil dan jurus merayunya mulai diterapkan. " Dan ini buktinya, Ni." Tobil membuka bungkusan di hadapan Seni. Diterangi lampu minyak yang agak terang tumpukan uang dan perhiasan emas gelang dan kalung nampak di mata Seni. Seni kaget. " Ini buat kamu, Ni. Juragan Gogor minta aku dan Plencing memberikan ini kepada kamu. Gimana, Ni ?" Dengan sombongnya Tobil memandangi Seni yang mengerinyitkan dahinya. " Ini emas kang ?" Seni mendekatkan matanya ke tumpukan uang yang di atasnya ada gelang dan kalung. " Masak imitasi. Pegang saja Ni. Kalau perlu pakai saja itu kan punyamu." Plencing juga dengan sombonganya memandangi Seni yang terkagum - kagum. Belum pernah Seni memiliki perhiasan emas. Belum pernah Seni melihat apalagi memegang tumpukan uang sebayak ini. " Maksud juragan Gogor ini semua untuk aku, kang. Hanya karena mau ngeroki lalu diberi uang dan emas sebanyak ini ?" Mata Seni menatap berganti - ganti mata Plencing dan Tobil. " Itulah, Ni. Kalau juragan Gogor dah senang sama orang dak hitung - hitung. Barangkali dak hanya ngeroki saja, Ni. Tapi Karena kamu mau dijadikan pembantu di rumah juragan, maka juragan memberi hadiah buat kamu." Tobil semakin bersemangat mengeluarkan jurus merayunya ketika melihat wajah Seni nampak tertarik dengan emas dan uang di hadapannya. " Dak hanya ini, Ni. Kalau nanti pekerjaanmu baik. Masakanmu enak. Pasti juragan akan semakin dak hitung - hitung, Ni." Plencing juga bersemangat mengeluarkan rayuannya. Plencing tahu Seni sudah kena jebakannya. " Trus ngerokinya juragan Gogor kapan, kang ?" Seni yang tergiur oleh emas dan uang tidak lagi berpikir panjang. Dipikirannya kenapa pekerjaan enak harus ditolak. " Lho ya sekarang ta, Ni. Masak besuk. Masuk anginnya juragan Gogor kan sekarang. Dan barangkali juragan Gogor kan ingin kenal lebih dekat sama kamu ta, Ni. Nanti pulangnya aku antar, Ni. Jangan kawatir." Plencing tambah semangat. Perasaan Plencing dan Tobil berbunga - bunga karena siasatnya berhasil dijalankan. " Dah sana ganti kain. Bedakan. Mumpung malam belum jauh. Ini uang dan emasnya disimpan." Tobil dengan gembiranya meminta menyegarakan lakunya. Seni berdiri dari duduk dan tangannya ragu - ragu ketika mau meraih uang dan emas di atas meja kayu yang sudah agak lapuk. " Dah ... ambil dan simpan, Ni. Itu buat kamu. Dan cepat. Jangan Lupa pamit mbokmu !" Plencing menyulut rokok. perasaannya sangat gembira. Terbayang juragannya akan berjingkrak karena kali ini dirinya berhasil membawa perawan ting ting untuk yang kesekian kalinya. Terbayang pula hadiah tambahan yang bakal diterima. Juragannya pasti tidak akan marah walaupun yang diajaknya bukan Tumi. Seni yang perawan sebenarnya tidak kalah banyak dengan Tumi. Seni memiliki kelebihan tinggi badan yang semampai. Payudara tidak besar tetapi pasti masih sangat kenyal karena belum terjamah - jamah perjaka. Seni dibanding Tumi lebih memiliki kemenonjolan pantat. Seni lebih muda dari segi umur dibanding Tumi. Postur tubuh Seni sebenarnya lebih indah dari pada yang dimiliki Tumi. Hanya saja Seni ini gadis melarat, maka tubuh indahnya tidak terawat. Karena kemiskinannya juga maka luput dari perhatian orang. 
Terbayang di benak Tobil dan Plencing juragannya akan ngos - ngosan menikmati tubuh perawan. Tubuh telanjang Seni pasti akan menjadi barang mainan juragannya yang sangat menyenangkan. Plencing dan Tobil sangat tahu kesenangan juragannya. Meremas gemas dan menciumi buah dada perawan. Juragannya akan menjadi menggila kalau yang dipermainkannya meronta dan menggelinjang nikmat. Juragannya akan menjadi sangat birahi kalau yang sedang dipeluk dan dijilatinya mendesah - desah dan mengejang. Seni yang perawan pasti akan demikian. Juragannya pasti akan sangat senang dan bersemangat. Tumpukan uang pasti akan diterima. Tobil dan Plencing berseri - seri. 
Melalui jalan yang sama, licin, gelap dan hanya diterangi bara upet Tobil berjalan cepat. Seni menggandeng dan bergelayut di tangan Plencing, takut kakinya terpeleset. Tercium di hidung Plencing, bau bedak dan wewangian murahan dipakai Seni. " Besuk beli bedak dan minyak wangi yang mahal, Ni. Biar tidak kalah dengan perawan - perawan lain." Plencing merangkul Seni dan tangannya tersentuh - sentuh payudara Seni. " Cepet dikit jalannya, Ni. Kasihan juragan Gogor yang masuk angin minta segera dikeroki." Plencing agak menyeret tubuh Seni biar langkahnya lebih cepat. Seni agak tertatih tetapi bisa mengimbangi langkah Plencing. 
Seni diam dan terus mengimbangi langkah Plencing yang menggandengnya. Pikirannya melayang. Malam ini barangkali awal nasib dirinya akan berubah. Seni perawan miskin yang selalu menderita karena keadaan, akan menjadi Seni yang bisa bekerja sebagai pembantu rumah tangga dengan bayaran yang besar. Seni yang hanya tinggal memiliki satu orang tua yaitu mboknya, dan tidak memiliki saudara dan hanya bisa bekerja kasar atas suruhan orang, akan berubah menjadi Seni yang memiliki duit dan bisa membahagiakan mboknya. Seni tidak mampu menolak tawaran yang menggiurkan ini. Banyak orang ingin diperkajakan oleh juragan Gogor. Bahkan banyak pula perawan miskin yang ingin bekerja di rumah juragan Gogor. Karena mereka tahu juragan Gogor orangnya terkenal dak hitung - hitung. Kini dirinya tidak disangka dan tidak dinyana malah langsung dijemput untuk bekerja di rumah orang yang banyak diinginkan. Memang Seni tidak habis pikir mengapa belum - belum dirinya sudah diberi duit yang tidak terhitung dan emas. Ah ... barangkali ini memang kebiasaan juragan Gogor. Kebiasaan orang berduit. Pekerjaan belum dilakukan malah duit dan hadiah sudah diterima duluan. Yang ada dipikiran Seni hanya rasa senang. Dan perasaannya selalu bertanya - tanya kenapa nasib baik begitu datang tiba - tiba. 

bersambung ...........................

Rabu, 03 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                          edohaput 


Ketujuhpuluhsatu

Tumi yang kemayu, Tumi yang bawel, Tumi yang kenes, Tumi yang mudah bergaul, Tumi yang suka wak - wakan dan slebor, Tumi yang suka mecari perhatian orang terutama para perjaka desa, Tumi yang suka pamer, membuat cepat tersiarnya kabar dirinya kembali muda bagai perawan belasan tahun. Kabar tentang tubuh Tumi yang kembali gempal, wajah bersinar berseri - seri, kulit halus dan bersih, serta kemudaan - kemudaan lain  tubuh Tumi menjadi pergunjingan warga terutama bagi para perawan sebaya Tumi. Bahkan banyak para perawan yang datang langsung membuktikan Tumi yang kembali muda bagai perawan remaja. Mereka menemukan bukti dan terheran - heran. Tumi menjadi semakin kemayu ketika banyak dikagumi orang. Terhadap pertanyaan - pertanyaan mengapa dirinya bisa kembali menjadi muda bagai petrewan remaja, Tumi tidak menjawab. Tumi pegang rahasia. Tumi pegang janji tidak akan bercerita kepada siapapun jika tidak diijinkan oleh Kliwon dan Wakini. Tumi telah bersumpah tidak akan membuka rahasia.
Juragan Gogor yang mendengar kabar tentang perubahan Tumi dan telah membuktikan lewat mata kepalanya sendiri menjadi semakin tergila - gila dengan Tumi. Juragan Gogor menjadi sulit tidur. Ingatannya kepada Tumi semakin menjadi - jadi. Wajah Tumi yang berbinar bercahaya, kulit Tumi yang halus, buah dada Tumi yang nampak semkin menonjol dan menggunung di balik kain tipisnya sangat mengganggu pikiran juragan Gogor. Juragan menjadi sering kacau. Mudah marah kepada kedua pembantunya, Pencing dan Tobil. Pikirannya hanya tertuju pada Tumi semata. Juragan Gogor menjadi sangat gandrung terhadap Tumi. Juragan Gogor tidak ambil pusing kalau Tumi dalam hitungan bulan segera akan menikahi Gudel. Juragan Gogor sangat percaya diri kalau dirinya pasti bisa menggagalkan menikahnya Tumi dengan Gudel. Apa artinya kekayaannya kalau tidak bisa berbuat menggagalkan petrnikah Tumi dan Gudel. Tumi harus menjadi miliknya. Tumi harus menjadi isteri ketiganya. Dan Tumi akan dijadikan satu - satunya perempuan yang akan selalu dimanjakannya. Tumi akan terus dirawatnya sehingga bisa terus memberikan kepuasan birahi dan cintannya. 
Demikian juraga Rase. Juragan Rase yang juga pernah menikmati lezatnya tubuh Tumi, melihat Tumi berubah menjadi muda belia membuat angan - angannya selalu melambung bersama bayangan Tumi. Juragan Rase berniat dengan acara apapun untuk bisa mendapatkan Tumi. Dengan segala cara dirinya harus bisa menjadikan Tumi isterinya. Juragan Rase yang pernah sekali berhubungan dengan Tumi menjadi sangat ketagihan. Apalagi melihat Tumi sekarang yang lebih segala - galanya dari Tumi kemarin, juraga rase menjadi sangat tergoda untuk segera melaksanakan niatnya untuk berbuat agar Tumi segera menjadi miliknya. 
Para Perjaka desa hanya bisa terlongo - longo jika satu saat berpapasan atau ketemu di satu tempat dengan Tumi. Tumi yang slebor, yang sangat mudah memamerkan pahanya ketika duduk, yang mudah memamerkan buah dadanya ketika membungkuk, membuat para perjaka hanya bisa berangan - angan. Para perjaka hanya bisa pulang dan kemudian masuk ke kamar atau pergi ke kamar mandi untuk melayani diri sendiri sambil apa yang dilihat di tubuh Tumi tadi dijadikan isi angannya.
Yang terjadi di perasaan Gudel menjadi semakin sayang dan semakin cinta saja dengan Tumi. Gudel yang sudah melupakan sama sekali Menik, semakin lengket saja dengan Tumi yang selalu menggairahkan. Gudel berharap hari berlalu cepat. Dan segera sampai waktunya dirinya duduk di pelaminan betrsanding dengan Tumi. Tumi yang selalu memberikan kepuasan tiada banding. Tumi yang menyayangi dirinya dengan sepenuh hati. Gudel ingin segera memiliki Tumi secara utuh. 
Warga desa hanya bisa bertanya - tanya mengapa Tumi bisa kembali muda seperti perawan remaja. Dugaan warga mengarah kepada Kliwon. Karena ternyata Wakini juga nampak seperti Tumi. Kembali muda bagai perawan belum nikah. Perawan - perawan desa mulai bergunjing. Mereka juga ingin seperti Tumi dan Wakini. Bahkan perempuan - perempuan bersuami dan beranak banyak juga kepingin mendekati Kliwon agar mereka juga bisa diubah menjadi muda oleh Kliwon. Perawan - perawan sepakat untuk mendatangi Kliwon agar mereka dibuat seperti Tumi dan Wakini. Kliwon harus mau. Karena Kliwon harus adil. Kalau Tumi dan Wakini diberi kenapa yang lain tidak. Para perawan akan datang kepada Kliwon. Dan kalau Kliwon menolak mereka akan protes. 

Malam baru saja tiba menyelimuti desa. Juragan Gogor uring - uringan tidak jelas apa yang dikatakannya. Hanya sesekali keluar dari mulut juragan Gogor disebut - sebut nama Tumi. Plencing dan Tobil yang duduk tepekur di dekat juragannya yang sedang gelisah dan uring - uringa tidak berani menengadahkan wajah. Takut juragannya akan membentak. Juragan Gogor mondar - mandir di depan Plencing dan Tobil duduk. Setiap kali juragan Gogor menyebut nama Tumi, tangannya meraba mentimunnya yang ada di balik celana panjang wolnya. Melihat itu Plencing dan tobil merasa geli di hati. Tetapi tidak berani tertawa. Jangankan tertawa. tersenyumpun tidak berani. Rasa geli hati ditahan dan membuatnya tubuh mereka berkeringat. Apa yang diomongkan juragannya tidak jelas di telinga mereka. Hanya acapkali mulut juragan selalu menyebut nama Tumi. Tiba - tiba mata juragan Gogor melotot besar dan mulutnya memberengut kuat. Dan wajahnya merah. Juragan Gogor marah. " Cing ... Tobil ... malam ini kamu harus bisa menghadirkan Tumi di sini." Juragan Gogor membentak. Tangannya merogoh saku jasnya dan mengeluarkan dari kantong setumpuk uang. " Ni duit ... ! Bawa Tumi keseni. Caranya terserah kamu berdua !" Plencing dan Tobil melirik tumpukan uang yang jatuh di depan mereka duduk. Banyak sekali pikir Tobil.  Kembali juragan Gogor merogoh saku celana wolnya. " Ini gelang emas dan kalung emas berikan ke Tumi. Dan ini uang juga untuk Tumi." Di tangan juragan Gogor ada emas dan tumpukan tebal uang. Juragan Gogor meletakkan uang dan gelang serta kalung emas berliontin berlian di meja. " Bungkus dan bawa ini ke Tumi. Malam ini aku harus memeluknya. Aku sangat rindu. Aku sangat mencintainya. Aku sangat ingin meremasnya. Aku sangat gemas Cing, aku sangat ingin Bil ... !" Juragan Gogor tetap mondar - mandir gelisah sambil sesekali meraba mentimunnya yang mengaku di dalam celana panjang wolnya. " Gan ... Tumi itu ... !" Plencing belum sempat meneruskan kalimatnya keburu didanprat juragannya. " Dak peduli ... ! Pokoknya Tumi malam ini harus berasama aku. Ngerti ... !" Juragan Gogor semakin lebar saja cara membelalakkan matanya. Tobil yang sempat melihat mata juraganya nyalinya jadi menciut dan meringkus badannya karena takut kena gampar. Plencing yang sebenarnya ingin berkata kalau Tumi dalam waktu dekat akan dinikahi Gudel, juga menjadi sangat takut. " Dah sana berangkat ! Awas kalau gagal, muka kaliyan akan lebam !" Juragan Gogor berlalu dari hadapan Pelncing dan Tobil. Terdengar suara keras daun pintu kamar dibanting. Tobil dan Plencing kaget. Mereka saling berpandangan. Apa yang harus dilakukannya. Sungguh repot. Tidak ke rumah Tumi untuk menyampaikan maksud juragannya pasti akan kena gampar, pergi ke rumah Tumi pasti diri mereka akan dianggap oleh Tumi orang yang tidak tahu diri. Tobil dan Plencing berdiri dari duduk dengan malas. Pikiran mereka kacau. " Kang Kita dak akan berhasil mendatangkan Tumi, kang. Bagaimana kalau kita dekati saja Seni. Seni tu masih perawan ting - ting kang. Lagian Seni tu kan kelihatan gampang. Orang tuanya miskin dan kelihatannya Seni akan tergiur dengan uang dan emas ini, kang. Dan Seni juga dak jelek kok. Kulitnya bersih dan tubuhnya juga sintal. Aku pernah nginti ketika Seni mandi di pancuran sawah. Payudara gede, kang. Pantatnya menonjol. Trus miliknya itu bulu rambutnya masih tipis, kang. Pasti juragan Gogor akan terima." Plencing usul. Tobil mengerinyitkan dahi. " Dah gitu ya kena. Yo berangkat ! Mudah - mudahan Seni bisa kita rayu." Tobil dan Plencing melangkah ke luar rumah dan menapaki jalan licin, gelap, dan hanya diterangi dengan bara api upet mereka menuju rumah Seni.

bersambung ......................

Senin, 01 April 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                           edohaput 

Ketujuhpuluh

Malam Jumat Kliwon. Hampir tengah malam. Sangat dingin. Gerimis kecil disertai kabut melingkupi pedesaan. Malam pekat. Hanya ada cahaya lampu minyak yang menerebos dinding - dinding anyaman bambu rumah warga.  Tumi memincingkan mata kadang membelalakkan  untuk melihat jalan yang berupa pematang sawah yang ada di depannya. Langkah cepat Kliwon yang  memanggul bumbung bambu di depannya dicoba untuk diimbangi. Tumi merasa kopontal - pontal mengikuti langkah Kliwon. Seandainya saja ada cahaya tidak begitu susah bagi Tumi untuk mengikuti langkah Kliwon. Tetapi berhubung gelap, pematang licin, membuat Tumi susah. Tanpa bicara Kliwon terus melangkah menuju kedung diikuti Tumi yang kepontal - pontal. Kadang gontai karena licinnya pematang, dan kadang Tumi kehilangan keseimbangan lalu terjerembab. Tangannya menjadi kotor kena lumpur sawah karena harus menyangga tubuhnya yang terjerembab. Bangun lagi dan segera melangkah cepat agar bisa dekat di belakang Kliwon. Tumi tidak berani meminta Kliwon agar langkahnya diperlambat. Tumi takut Kliwon marah dan mengurungkan niatnya. Tumi yang ingin tubuhnya kembali muda seperti halnya Wakini, lebih memilih terpontal - pontal, gontai, terjerembab dan melangkah cepat mengikuti langkah Kliwon.

Karena desakan Wakinilah Kliwon mengijinkan Tumi berangkat bersama dirinya di malam Jumat Kliwon ini menuju kedung untuk mandi. Wakini yang merengek - rengek manja agar Tumi diijinkan, meluluhkan perasaan Kliwon. Kliwon memang ingin selalu membuat Wakini senang. Kliwon sadar dirinya tidak bisa membuat wakini senang di tempat tidur. Makanya apapun yang dikehendaki Wakini Kliwon sulit menolak.  Asal Wakini  bisa senang apapun akan dilakukan. Kliwon tidak ingin membuat Wakini kecewa. Wakini boleh kecewa di tempat tidur, tetapi jangan di tempat yang lainnya.

Wakini tidak mengikuti Kliwon dan Tumi menuju kedung. Wakini lebih memilih tinggal di rumah. Dengan tinggal di rumah Wakini memperoleh kesempatan waktu untuk bernikmat - nikmat dengan pak Pedut. Wakini berharap Kliwon dan Tumi akan berlama - lama di kedung. Dengan demikian dirinya bisa lebih lama menikmati hubungan dengan pak Pedut. 

Pinggiran kedung gelap. Tumi melepasi kain yang menutup tubuhnya. Mulai dari kain atasnya. Tumi telanjang dada. " Dilepas semua ya, kang ?" Tumi meminta penjelasan Kliwon. Kliwon mengangguk, yang anggukannya tidak dilihat Tumi karena gelap. Tumi melepas kain bawahnya. Tumi menjadi telanjang. Kliwon mencoba melirik tubuh indah Tumi. Payudaranya sangat menonjol. Besar dan menggantung. Pemandangan indah ini hanya samar saja dilihat Kliwon. Gelapnya malam membuat semua tidak jelas. " Masih berapa lama lagi air kedung akan bercahaya, kang ? Ih ... dingin banget, kang. " Tumi menempelkan tubuh telanjangnya di tubuh Kliwon dengan tujuan memperoleh kehangatan. Kliwon tidak bereaksi. Hanya saja lengan Kliwon sempat tersentuh buah dada Tumi. Kliwon tetap berdiri terpaku dengan tangannya memegangi bumbung bambu. Tumi rupanya benar - benar kedinginan. Tanpa ragu - ragu Tumi memeluk Kliwon dari samping tubuh Kliwon. Kliwon kaget. Kliwon tidak bereaksi. Kliwon senang karena rasa dinginnya udara yang menggigiti tubuhnya yang hanya berkaos menjadi berkurang oleh hangat tubuh telanjang Tumi. " Dingin banget ya kang." Tumi semakin memepetkan tubuhnya di tubuh Kliwon. Sekali lagi Kliwon tidak bereaksi. Lengannya sangat terasa dipepet tonjolan buah dada besar Tumi. Tiba Kliwon dirambati nafsu yang menjalar ke arah yang ada di dalam celana kolornya. Tidak urung miliknya ini menggeliat. 
Byaaaar ... ! Air kedung bercahaya. Tumi kaget dan setengah takut. Pelukannya kepada Kliwon menjadi sangat erat. Sekilas Kliwon melirik tubuh Tumi. Tubuh indah perawan idaman perjaka. Tetapi Kliwon segera sadar kalau dirinya harus segera menenggelamkan bumbung bambu agar terisi air. Demikian juga Tumi, kekagetannya segera hilang. Tumi ingat pesan Wakini. Begitu air kedung bercahaya dirinya harus segera menyebur. Sementara Kliwon membungkuk membenamkan bumbung di air, Tumi ambyur ke dalam kedung. Tumi merasakan tubuhnya segar. Air terasa hangat. Tumi menenggelamkan seluruh tubuh telanjangnya. Naik, tenggelam lagi. Naik sebatas dada dan menenggelamkan diri. Kliwon selesai mengisi bumbung. Tumi tetap di dalam air, bagai angsa yang kegirangan karena menemukan air bening. Melihat Kliwon sudah selesai dengan tugasnya, Tumi ingin Kliwon masuk ke air menemani dirinya mandi. Tumi ingin berterima kasih dengan cara melayani Kliwon. " Kang temani aku mandi kang ! Ayo kang ! Lepasi kang ... !" Tumi terus menikmati air hangat kedung. Melihat jelas tubuh indah Tumi yang kadang tenggelam kadang muncul di permukaan air, dengan payudara yang bergerak - gerak, Kliwon terangsang. Tanpa pikir panjang dan didorong oleh nafsunya yang sejak tadi dipeluk Tumi sudah menggoda, menjadikan yang ada di dalam otaknya hanya ingin merasakan tubuh Tumi. Dengan tergesa Kliwon melepasi yang dikenakannya dan langsung menyebur ke air dan mendekati Tumi. Dipikiran Kliwon terbersit ingin membuktikan apakah selain dengan Wakini dirinya juga akan cepat keluar saat berhubungan. Kliwon yang mengira milik Wakini terlalu sempit sehingga mentimunnya menjadi tidak kuat menahan nikmat. Kliwon ingin mencobakan ke milik Tumi. Siapa tahu milik Tumi tidak sesempit milik Wakini, sehingga dirinya tidak segera menyemprotkan cairan lelakinya. Kliwon ingin membuktikan. 
Air kedung berangsur kehilangan cahaya. Tumi telah berada di pelukkan Kliwon. Tangan Kliwon telah bermain. Mulai dari meremas payudara Tumi yang menjadi sangat kenyal dan padat. Kliwon merasakan kulit Tumi yang menjadi sangat halus tidak ada keriput. Tangan Kliwon terus bergerak dan menuju selangkangan Tumi. Kliwon menemukan gundukan dengan rambut yang halus. Kliwon meraba dan terus mengelusnya. Menyibak - nyibakkan bibirnya. Sementara itu tangan Tumi telah menggenggam mentimun Kliwon yang telah tegak mengacung. " Kang ... ayo ... kang ... !" Napas Tumi memburu menyaingi napas Kliwon yang lebih menderu. Tumi segera mengangkangkan pahanya dan membimbing mentimun Kliwon untuk menempel di permukaan miliknya. Mentimun menempel. Kliwon mendorong. " Kang ... aaaahhhh !" Tumi merasakan miliknya ditembus. Belum sempat pantat Kliwon bergerak Tumi sudah merasakan miliknya disembur cairan hangat yang meleleh - leleh di kedalaman miliknya. Kliwon terpekik dan terkejang - kejang. " Lho kang kok dah keluar. Kok cepet banget ta kang ?" Tumi heran dan kecewa. Tumi tidak merasakan kenikmatan selanjutnya. Tetapi pikirannya lega karena telah bisa berterima kasih terhadap Kliwon.

bersambung ..............