Rabu, 27 Maret 2013

Cubung Wulung

                                                                                                         edohaput


Keenampuluhsembilan

Tumi menemui Wakini. " Ni aku lihat kamu kok berubah ta, Ni ?" Tumi membuka pembicaraan untuk bisa langsung sampai pada sasaran yang diinginkannya. Tumi melihat Wakini berubah menjadi semakin muda. Semakin gempal padat. Berkulit halus. Dan Wajah berbinar. " Ah kamu ini ada - ada saja, Tum. Apanya yang betrubah ?" Wakini berkilah. Yang benar dirinya tahu kalau dirinya memang berubah. Tubuhnya terasa semakin segar. Dan kita satu hari sambil mandi diraba - raba tubuhnya semua kembali muda seperti saat dirinya berusia belasan tahun. " Ah kamu jangan gitu, Ni. Aku juga ingin seperti kamu. Kamu bilangkan sama kang Kliwon. Agar kang Kliwon juga mengobati aku. Betul, Ni. Aku ingin seperti kamu. Punya kulit halus. Dan wajah bercahaya. Kulit halus dan tubuh sintal." Tumi merajuk dan menampilkan wajah memelasnya. " Kamu tahu ta, Ni. Kalau bentar lagi aku akan nikahan dengan kang Gudel ? Aku ingin nanti di pesta perhelatan yang diadakan keluargaku, aku tanpak cantik, muda dan segar. Ni ... tolong Ni sampaikan ke kang Kliwon." Tumi semakin merajuk. Wakini mengernyitkan dahi. Wakini berpikir. Wakini ragu. Akankah Tumi diberitahu rahasia dirinya bisa kembali muda. Kalau dirinya membuka rahasia apakah kang Kliwon tidak marah. " Ayo Ni ... , kang Kliwon pasti mau mengobati aku, agar aku bisa seperti kamu. Ya Ni ya ... tolong ya ... " Tumi semakin merajuk saja. Wakini merasa kasihan. Tumi akan segera nikahan. Tumi pantas  menjadi cantik dan muda. Dan rugi apa kalau dirinya membuka rahasia. Tetapi dirinya mesti minta ijin kang Kliwon dulu. Wakini takut Kliwon marah dan tidak rela. " Ya gini saja Tum. Besuk sore kamu datang lagi. Nanti aku tak minta agar kang Kliwon mengobati kamu." Wakini ingin membuat Tumi gembira. Yang benar bisa saja dirinya langsung membuka rahasia. Malam Jumat Kiwon datang ke kedung. Menelanjangi diri di penggir kedung. Begitu air kedung bercahaya langsung menyeburkan diri di tengah kedung. Kalau air kedung sudah kehilangan cahaya,  keluar dari air kedung, dan tubuh kembali muda. Wakini sebenarnya tinggal omong itu. Tetapi Wakini mesti minta ijin dulu sama kang Kliwon. Wakini tidak ingin Kliwon tidak berkenan.  

Angin gunung bertiup ke lembah dan masuk ke pedesaan dengan deras. menerobos dinding - dinding anyaman bambu rumah penduduk. Hujan yang sejak sore turun dan reda setelah malam membuat udara tambah kekes dan dingin. Kliwon sudah mendengkur menikmati mimpi. Kliwon kelelahan menerima tamu - tamu yang berobat dari sakitnya. 
Di dapur Wakini sibuk memilah - milah barang - barang bawaan tamu, dan menempatkan pada wadah - wadah yang semestinya. Wakini gembira. Barang bawaan tamu selalu melimpah. Wakini membagi - bagi. Mana barang - barang yang awet dan mana barang - barang yang tidak awet. Yang tidak awet besukpagi akan menjadi rejeki tetangga - tentangga dekat. Beras, jagung, dan barang - barang mentah lainnya di tempatkan di wadah yang semestinya. Wakini belum mengantuk. 
" Belum ngantuk ya, Ni." Sapa pak Pedut yang datang di dapur. " Belum pak, bapak butuh apa, pak ? Wedang jahe panas ?" Wakini menyambut pak Pedut dengan senyum cantiknya. " Ya Ni. Ada ya ?" Pak Pedut duduk di amben dapur. " Ada pak, baru saja ku angkat dari tungku. Bentar pak aku tuangkan." Wakini segera mendekati tungku. Menuang Wedang jahe panas di gelas, dan kemudian ikut duduk di amben. " Lempernya masih pak. Tu lagi tak panasi." Wakini menawarkan kue lemper pada pak Pedut. " Dak Ni. Perutku dah kenyang." Pak Pedut memperbaiki posisi duduknya yang tadi kurang nyaman. " Tu ... suamimu dah mendengkur." Pak Pedut menyerutup wedang jahe panas. Air jahe panas masuk ke perut, hangatnya menyebar ke seluruh tubuh. Mengusir rasa dingin yang menggigit kulit. " Ya itu pak kang Kliwon, kalau sudah mendengkur dak ingat lagi sama isteri." Wakini membuat kalimat pancingan. " Dak ingat isteri yang kedinginan. Kalau dah ngorok seperti itu bangunnya kalau matahari dah terbit." Wakini tetap sambil sibuk dengan barang - barang di amben.  Pak Pedut tersenyum sambil matanya tidak lepas memandangi Wakini yang semua kain yang dikenakannya nampak kendur. " Sini tak angetin, Ni." Pak Pedut meraih tangan Wakini yang sibuk. karena ditarik dan posisi duduknya tidak pas maka Wakin ambruk miring di amben. " Pak ... " Wakini menatap mata pak Pedut yang telah dipenuhi nafsu birahi. " Dah ayo ... biar nanti tidurmu nyenyak ... " Tanpa pikir panjang lagi pak Pedut segera maraih tubuh Wakini dan memeluknya kuat. Wakini manut - manut saja. Karena satu - satunya orang yang bisa membuat dirinya merasakan sebagai perempuan hanya pak Pedut, mertuanya yang tubuhnya masih sangat kokoh ini. Wakini membuka kancing kain yang menutup dadanya. Kemudian dadanya dibusungkan sehingga buah dada mudanya menyeruak keluar dari kain. Buah dada ranum disambut mulut pak Pedut yang langsung menyedot puting susunya. Wakini menggeliat dan desahannya sangat tertahan takut menimbulkan suara gaduh yang bisa membangunkan Kliwon. Wakini menarik kainnya yang menutupi pahanya. Dan mengangkangkan pahanya. " Pak ... " Wakini merogoh ke dalam sarung pak Pedut. Wakini menemukan mentimun besar, hangat, dan yang sudah kaku  yang tidak lagi ditutup celana kolor. Wakini gemas. Diremas - remasnya mentimun pak Pedut. Pak pedut menjadi semakin ganas di payudara Wakini ketika mentimunnya merasakan halus dan hangatnya telapak tangan Wakini yang nakal. " Pak ... " Wakini rebah terlentang dan kangkang. Pak Pedut menindihnya sambil sibuk membuang sarungnya. " Pak ... aaaaaaahhhh ... " Desah Wakini sangat tertahan dan hanya lirih terdengar. Wakini terbeliak dan segera menutup matanya. Wakini menggelinjang. Wakini melayang. Benak dan perasaanya tidak lagi sadar. Yang ada hanya seluruh tubuhnya nikmat dan lepas dari segala beban. 

bersambung ......................

Jumat, 22 Maret 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput


Keenampuluhdelapan

Wakini banyak tersenyum. Wakini berbinar. Wakini ceria. Wakini cenderung kenes dan rada kemayu. Lagak lagunya lincah. Wakini sangat nampak lega dan gembira. 
Kliwon heran. Beberapa hari terahkir Wakini banyak memberengut. Uring - uringan. Mudah marah. Mudah tersinggung. Dan gampang melotot. Kliwon tahu persis yang membuat Wakini begitu. Wakini kecewa. Wakini gela karena dirinya tidak bisa memuaskan Wakini di tempat tidur. Dirinya selalu tidak tahan saat berhubungan badan dengan Wakini. Belum semenit mentimunnya ada di dalam milik Wakini dirinya sudah tidak kuat menahan keluarnya cairan lelakinya. Ini membuat Wakini tidak bisa menikmati persetubuhan yang sebenarnya. Wakini menjadi sangat kecewa. Tetapi hari ini Wakini ceria. Wakini berbinar. Dan Wakini nampak gembira. " Ni ... Hari ini kamu beda banget. Gembira. Semringah. Dan kenesnya keluar. Ada apa Ni ?" Kliwon menyoba cari tahu tentang perubahan perilaku Wakini. " Ya gembira dan senang ta, kang. Dak semringah gimana, lha hari ini tamu - tamu kang Kliwon kan barang bawaannya banyak banget. Ada beras. Ada ayam. Ada gula pasir. Ada teh. Semua kebutuhan kita jadi berlimpah, kang. Itu yang membuat aku gembira, kang." Wakini berbohong. Yang benar adalah karena Wakini kemarin telah mendapatkan kepuasan yang tiada tara dari pak Pedut orang tua Kliwon. Mertuanya telah membuat dirinya merasakan nikmatnya bersetubuh. Nikmatnya berhubungan. Nikmatnya digauli dengan semangat birahi. Wakini ingin mengulang lagi berhubungan dengan mertuanya. Wakini akan sangat senang melayani pak Pedut. Kliwon lega mendengar jawaban Wakini. " Dah kamu kumpulkan saja barang bawaan ini. Mudah - mudahan besuk banyak kayak gini lagi." Kliwon memandangi Wakini yang cekatan mengumpulkan barang bawaan tamu. " Kang ini makanan kiriman buat bapak aku antar dulu ke sawah ya kang. Kasihan bapak kalau aku terlambat mengirim makanan." Wakini memasuk - masukkan makanan kiriman yang akan dibawa ke sawah. " Iya Ni ... kasihan bapak, kalau kesiangan. Dah sana berangkat." Kliwon minta Wakini segera berangkat mengantar makanan ke pak Pedut. " Kang Kliwon makan dulu. Tu dah aku siapkan di meja." Wakini bergegas menuju pintu. Untuk pergi ke sawah. Kliwon melangkah kembali ke ruang tamu, menemui tamu - tamu yang menunggu untuk diberi air kesembuhan. 

Di sawah pak Pedut menunggu kedatangan Wakini. Pak Pedut telah menyiapkan tempat di tengah ladang jagung. Tanah dicangkul rata. Di atasnya diletakkan tumpukan jerami yang akan menjadi kasur. Di atas jerami di alasi tikar pandan yang sengaja di bawa pak Pedut tadi pagi. Pak Pedut akan  membuat Wakini menjadi lebih senang, dan lebih bisa menikmati persenggamaan. Tadi pagi sebelum dirinya berangkat ke sawah Wakini minta untuk disiapkan tempat yang terlindung untuk bermain. Pada hari lain pak Pedut akan membuat Gubuk yang rapat di tempat yang agak jauh dari jangkauan mata orang. Pak Pedut akan menyiapka gubuk yang nyaman. Gubuk kecil tetapi terlindung. 
Wakini datang dan menebar senyum kepada mertuannya yang telanjang dada dan nampak otot - ototnya menonjol. Mertuannya ini nampak sekali kalau masih kokoh. Badanya masih gempal dan berotot. Walaupun rambutnya disana - sini sudah banyak yang memutih, tetapi kulitnya belum berkeriput. Kulitnya yang legam karena selalu terbakar matahari malah membuat Wakini terangsang. Utamanya bisep - bisep di lengan dan di kaki yang sangat menonjol dan nampak kokoh kuat sangat membuat pikiran Wakini tergoda. Betapa kokoh kuatnya mertuannya ini. Sangat berbeda dengan Kliwon suaminya yang tidak berotot. Dan Kliwon tanpak rapuh. Mudah lelah dan kurang semangat. " Minum dan makan dulu, pak. Nanti biar tambah kuat." Wakini menggoda. " Ah ... kamu ini, Ni ... Ni... " Pak Pedut mulai menyantap makanan. " Habis bapak kuat banget. Aku kan jadi ketagihan, pak." Wakini tersenyum manja sambil melihat pak Pedut yang lahap menikmati makanan kiriman. " Enak ini sayurnya, Ni. Mantap." Pak Pedut semakin lahap. Ingin rasanya makanan segera habis, dan segera mengajak Wakini ke tengah ladang yang di kelilingi pohon jagung yang meninggi. " Dak usah tergesa - gesa pak. Aku bersedia menunggu kok." Wakini berbohong. Yang sebenarnya Wakini ingin segera pak Pedut segera menyelesaikan makannya dan segera menariknya ke tengah ladang jagung. 
Pak Pedut menghabiskan minuman di gelas dan menancapkan puntung rokok di tanah dan segera berdiri menarik tangan Wakini dan menerobos ladang jagung. Wakini yang tidak sabar ingin segera menikmati genjotan pak Pedut segera mengendorkan kain bawahnya. Menarik kain ke atas sehingga seluruh tubuh bagian bawahnya terbuka. Wakini tidak memakai celana dalam. Wakini juga segera membuka kain yang menutupi dadanya. Buah dadan menyembul. Membuat pak Pedut menelan ludah. Wakini kemudian merebahkan diri di tikar padan yang dialasi kasur jerami. Wakini tidur terlentang dan kangkang. Pak Pedut bisa melihat milik Wakini yang bibirnya membuka. Di antara bibir - bibir, pak Pedut melihat daging merah, lembut, dan sedikit basah. Sekali lagi pak Pedut menelan ludah dan napasnya mulai memburu. Mentimunnya berontak. Menegang di dalam celana kolornya yang segera dipelorotkan. Pak Pedut melihat Wakini begitu berbinar. Wajahnya nampak sangat muda. Kulitnya nampak sangat bersih dan halus. Pak Pedut tidak habis pikir. Mengapa buah dada menantunya ini begitu segar. Tegak menggunung bagai buah dada milik gadis remaja belasan tahun. Dan buah dada ini kemarin telah pernah dirabanya, diremasnya. Begitu kenyal, dan tidak ada yang kendur. Tubuh Wakini begitu padat, dan tidak ada sedikitpun bagian kulitnya yang mengeriput. Pak Pedut heran. Karena Wakini berbeda dengan ketika  pertama - tama menjadi suami Kliwon anaknya. Wakini nampak sebagai perawan yang biasa - biasa saja. Tetapi mengapa sekarang malah nampak sangat muda. Pak Pedut segera menindih tubuh Wakini yang sudah menunggu. Dipeluknya tubuh ranum menantunya. Di remas - remas buah dadanya. Dijilati lehernya. Dan digosok - gosokkan mentimunnya di paha Wakini yang terus bergerak karena menahan nikmatnya buah dada yang diremas, leher yang dijilati. Wakini hanya bisa mendesah dan berharap miliknya segera dimasuki mentimun besar pak Pedut yang kalau sedang di dalam berkedut - kedut dan menyodok - nyodok bagian - bagian yang kalau tersodok terasa sangat enak. " Pak ......." Wakini meminta pak Pedut segera menancapkan mentimunnya. Pak Pedut nakal. Malah ujung mentimunnya disentuh - sentuhkan di permukaan milik Wakini. Ini membuat Wakini memaju - majukan pantatnya agar mentimun masuk. Tetapi begitu pantat wakini maju, sebaliknya pantat pak Pedut mundur. Pak pedut bermaksud Wakini menjadi sangat tergoda. " Ah ... pak ... aku dak tahan ... pak ayo sodok ... " Wakini mencengkeram lengan pak Pedut dan mulutnya menggigit dada pak Pedut. Wakini merintih merasakan miliknya yang sudah sangat pegal dan serasa ada yang membuat gatal. Ingin digaruk - garuk pakai mentimun. Setelah cukup mempermainkan Wakini, pak Pedut merasa kasihan juga dengan Wakini yang kakinya menendang - nendang pohon jagung di kiri - kanan. Pak Pedut menempelkan ujung mentimunnya di bibir milik Wakini dan dengan kuat mendorongnya masuk ke liang kenikmatan. Wakini terbeliak " Pak ... aaaaaaahhh ... !" Dadanya terangkat, kakinya meregang, mulutnya menganga.

bersambung .......................


Senin, 18 Maret 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput


Keenampuluhtujuh

Siang tengah hari. Matahari panas. Tetapi karena udara gunung, panas matahari kurang terasa di tubuh pak Pedut yang telanjang dada. Pak Pedut mencuci badan di parit yang berair bening. Dadanya dibasahi air dingin. Keringat yang sedari pagi membasahi tubuhnya dibasuh air. Pak Pedut beristirahat di pematang sawah yang ditumbuhi rumput. Pohon turi rimbun yang tumbuh subur di pematang sawah menjadi tempat berteduh bagi pak Pedut dikala beristirahat dari kerja di sawah. Pak Pedut menunggu kedatangan Wakini yang setiap siang selalu datang membawa kiriman makan siang. Sambil mengipasi badan dengan capingnya, pak Pedut melongokkan kepala ke kejauhan dimana pematang sawah yang sering dilewati Wakini. Pak Pedut lega karena Wakini datang. Rasa haus dan laparnya akan segera terobati. 
Wakini meletakkan kiriman di pematang. Wakini cemberut. Wakini tidak menyapa pak Pedut seperti biasanya. Wakini diam, sambil menuang teh di gelas dan membuka bungkusan makan siang pak Pedut. Wakini tidak menyilahkan pak Pedut untuk segera menyantap makan siang. Wakini  kemudian duduk diam di pematang. Wajahnya menunduk, dan tangannya mempermainkan rumput yang ada di pematang. 
Pak Pedut memandangi Wakini. Pak Pedut melihat kecantikan Wakini yang tampak lebih cantik dari hari - hari sebelumnya. Menantunya ini di mata pak Pedut siang ini tampak begitu muda. Mukanya lebih bercahaya. Kulitnya nampak lebih bersih dan kencang. Kenapa Wakini berbeda. Wakini yang cemberut tetap tidak bisa menyembunyikan kecantikannya. Di mata pak Pedut Wakini nampak lebih muda lima tahun dari hari - hari sebelumnya. Wakini nampak begitu ranum. " Ni ... kok dak seperti biasanya, ta ? Kok cemberut ada apa ? Biasanya murah senyum. Biasanya langsung menawarkan makan sama bapakmu ini. Kok sekarang malah cemberut. Sedang dak enak hati sama Kliwon ya ?" Pak Pedut menyapa Wakini sambil tertawa dan terus menatap Wakini yang duduk di dekatnya. " Jengkel sama kang Kliwon, pak ! Masak kang Kliwon tu bisa mengobati orang, mengobati diri sendiri dak bisa." Wakini menjawab kalimat mertuanya dengan nada jengkel. " Lho memangnya Kliwon sakit, Ni ?" Pak Pedut menyerutup teh dan memasukkan growol bergula kelapa di mulut. " Gini lho pak. Sejak malam pertama sampai saat ini kang Kliwon selalu membuat aku kecewa. Setiap kali berhubungan, kang Kliwon selalu dak tahan, pak. Belum semenit kang Kliwon dah keluar. Aku belum apa - apa kang Kliwon dah rampung. Belum digerakkan sedikitpun, pak. Kang Kliwon dah dak tahan lalu ngejang - ngejang. Habis keluar terus lemes dan mengecil, pak." Wakini tetap memberengut dan tetap menundukkan wajah melihat rumputan di kakinya yang hanya bersandal jepit. " O ... itu ... " Pak Pedut kemudian diam dan mulutnya terus mengunyah makanan dengan sesekali menyerutup teh. Pikiran pak Pedut melayang ke malam - malam sebelum siang ini. Dirinya selalu mendengar Wakini uring - uringan. Jadi uring - uringannya Wakini itu karena dikecewakan Kliwon. Pak Pedut tidak mengira kalau Kliwon anaknya memiliki penyakit gampang selesai saat berhubungan dengan isteri. Pak Pedut tidak juga mengira tubuh sehat anaknya ternyata tidak sehat di tempat tidur. Pak Pedut geli juga melihat Wakini cemberut. Tetapi terbersit juga rasa kasihannya. Wakini yang kecewa pasti pikirannya jadi galau. Wakini pasti menjadi mudah marah, karena otot - otot dan saraf di tubuhnya menjadi kaku karena birahinya tidak terlampiaskan. Pak Pedut teringat mendiang isterinya yang selalu tersenyum puas setelah selesai berhubungan dengan dirinya. Pak Pedut juga ingat mendiang yu Jumprit yang menggelinjang - gelinjang ketika ditindihnya. Dan yu Jumprit selalu pulas tertidur setelah hubungan selesai. Dan di wajah yu Jumprit tampak sekali lega. Pak Pedut menjadi paham, betapa merananya Wakini, karena tidak bisa merasakan seperti mendiang isterinya, atau mendiang yu Jumprit.
Pak Pedut segera menghentikan makan dan minumnya. Berdiri dan menarik tangan Wakini. " Pak ... !" Wakini kaget. " Dah ... ayo ... !" Pak pedut menarik Wakini yang tiba - tiba manut. Pak Pedut membawa Wakini ke tengah ladang yang tumbuh tanaman jagung. " Pak ... " Wakini mulai tahu maksud mertuanya ini. Pak Pedut segera melapas kain sarungnya dan dibentangkan di antara pohon jagung yang sudah meninggi dan rimbun. Pak Pedut yang telanjang dada tinggal hanya memakai celana kolor. " Lepas kain bawahmu Ni, dan telentang saja di atas sarung !" Pak Pedut membantu melepas kain bawah Wakini. " Pak ... " Napas Wakini mendebur. Wakini menjadi tahu maksud pak Pedut. Wakini manut - manut saja ketika kain bawahnya dilepas. Wakini yang sianhg ini kebetulan tidak memakai celana dalam, langsung bisa terlihat milik Wakini yang lebat tertutup rambut. " Tiduran telentang, Ni ... " Pak Pedut lembut mendorong dan menelentangkan tubuh wakini yang separo telanjang. Pak Pedut yang berjongkok di samping tubuh Wakini yang menunggu segera memelorotkan celana kolornya. Wakini melhat mentimun pak Pedut yang sudah mendongak kaku, besar. Pak Pedut segera rebah miring di samping Wakini yang telentang kangkang. Tangan pak Pedut segera meraba milik Wakini. Dan jari - jarinya segera bermain di milik Wakini. Pak Pedut sangat berpengalaman memainkan jari di milik mendiang isterinya dan mendiang yu Jumprit. Sebentar saja Wakini telah dibuat melenguh- lenguh nikmat. Wakini membuka kain yang menutupi dadanya. Payudaranya segera menyembul. Pak Pedut terkagum - kagum dengan buah dada Wakini. Begitu menggunung tegak berdiri. Buah dada yang padat. Wajah pak Pedut turun mendekat ke payudara dan mulutnya segera berada di puting susu Wakini. Pak Pedut sangat kaget. Payudara wakini sangat padat, kenyal, dan kencang. Wakini semakin melenguh. Di bawah miliknya terus di guyer jari, di atas payudaranya disedot - sedot mulut. " Pak ... aku ... dah ... dak tahan,  aaahhh.. pak... " Kaki Wakini membuat pohon - pohon jagung menjadi bergoyang - goyang. Pak Pedut yang memang ingin membuat menantunya ini bisa menikmati kepuasan segera menempatkan pinggulnya di antara paha Wakini yang telah mengakang. Pak Pedut perlahan menempelkan ujung mentimunnya ke bibir milik Wakin yang telah membuka dan basah. " Pak ... jangan seperti kang Kliwon ...ya pak ya ... " Memelas Wakini meminta. Pak Pedut mengangguk sambil mendorong mentimunnya menekan milik Wakini dan segera amblas di kedalaman milik Wakini. Wakini mengangakan mulutnya, matanya terbeliak memandang pak Pedut, dan desahannya tidak kuasa di tahan. " Aaaaahhhh ... pak ... " Wakini menutup matanya. Pak Pedut memeluk tubuh Wakini. Mulutnya di buah dada, dan pantatnya mulai maju mundur untuk memasuk keluarkan mentimunnya di milik Wakini. Mula - mula perlahan, semakin lama intervalnya semakin pendek dan cepat. Wakini terus meronta nikmat di pelukan pak Pedut. Tiba - tiba kaki mengejang, menendang - nendang, kemudian pahanya menjepit pantat pak Pedut. Dan tidak kuasa Wakini menahan jeritnya. " Aaaauggghhh ... paaaaak ... !" Wakini menggelinjang hebat. Tahu Wakini sedang sampai pak Pedut semakin ganas memompakan mentimunnya. Wakini yang sebentar kemudian lunglai terus tanpa henti digenjot. Dan genjotan pak Pedut semakin menggila. Lagi - lagi tubuh Wakini mengejang. Pantatnya dinaik - naikkan. Dan tanpa sadar tangan Wakini telah menjabak - jambak rabut pak Pedut. Tahu Wakini sampai di puncak lagi pak Pedut tanpa ampun menyodokkan mentimunnya dalam - dalam dan dengan pantatnya memutar - mutar mentimunnya di milik Wakini yang entah seperti apa rupanya karena sedang mengalami kenikmatan yang tiada tandingnya. Tangan Wakini yang menjambak rambut pak Pedut beralih memegangi pohon jagung. Dan tanpa sadar Wakini telah membuat pohon jagung tercabut dari tanah. " Paaaaaaakkk ... !" Wakini kemudian lunglai. Pak Pedut semakin mempercepat sodokkannya. Pak pedut yang memang ingin membuat Wakini puas, ingin sekali Wakini berulang - ulang sampai. Tetapi sempitnya milik Wakini membuat pak Pedut tidak juga bisa menahan lebih lama. Pak Pedut merasakan milik Wakini sangat luar biasa. Sempit, sangat menjepit, dan di dalamnya sangat hangat dan menggigit - gigit dan menyedot nyedot. Juga lenguhan - lenguhan Wakini yang begitu seru membuat dirinya menjadi semakin bernafsu. Pak Pedut tidak tahan. Pak Pedut menekankan mentimunnya dalam - dalam, dan memeluk kuat tubuh Wakini. Kakinya berkelonjotan merusak tanaman jagung di kiri kanan. Pak Pedut mengguyurkan cairan kental lelakinya di kedalam milik Wakini." Niiiii.........." Wakini terbeliak. Dan menggoyangkan pantatnya. Wakini ingin membalas kenikmatan yang telah diberikan mertuanya. Wakini yang merasakan kedutan mentimun mertuanya dan di kedalaman miliknya ada keleler - keleler cairan hangat mengguyur, kembali menjadi tidak tahan untuk lagi - lagi sampai. Wakini memeluk erat tubuh pak Pedut. " Paaaaaaaakkk ..... !" Tanaman jagung bergoyang - goyang dan menimbulkan suara krosak - krosak. 

bersambung ................

Rabu, 06 Maret 2013

Cubung Wulung

                                                                   edohaput


Keenampuluhenam

Malam Jumat Kliwon. Tengah malam. Kliwon dan Wakini berada di pinggir kedung. Wakini deg - degan. Seperti apa air kedung yang bisa bercahaya. baru kali ini sejak menjadi isteri Kliwon dirinya diajak untuk mengambil air kedung. Air sebumbung yang diambil Kliwon pada malam Jumat Kliwon kemarin telah habis dipergunakan ungtuk mengobati orang. Kliwon tidak bisa mengambil air lebih dari sebumbung. Kecuali berat membawanya juga Kliwon memang sengaja tidak mengambil air sekaligus banyak, supaya setiap malam Jumat Kliwon dirinya bisa hadir di kedung. Wakini yang berdiri telanjang harap - harap cemas. Kapan air kedung akan bercahaya. Begitu air kedung bercahaya Wakini akan menyeburkan dirinya di tengah Kedung. Seperti kata Kliwon suaminya siapa saja perempuan yang masuk di air kedung pada Malam Jumat Kliwon saat air bercahaya akan selalu awet muda, tambah cantik, dan mukanya bercahaya. Kulit kembali kencang tiada keriput, dan semuanya kembali bagai gadis remaja belasan tahun. Wakini akan membuktikan itu. Wakini menunggu air kedung bercahaya. Tiba - tiba ada suara angin mendesis dan membuat pepohanan di pinggir kedung bergoyang dan suara berisiknya dan saling bergesek begitu kentara. Wakini merinding takut. Dan surut kebelangkang dari bibir kedung. Tiba - tiba air kedung bercahaya terang. Wakini semakin kaget. Kliwon siap mengambil air. Wakini berdiri terpaku. Kliwon heran Wakini tidak segera masuk ke air. " Ambyur Ni ... Ambyur ... cepat ... cahaya segera akan hilang ... !" Kliwon setengah berteriak tertahan menyadarkan Wakini yang tertegun. Wakini tersadar dari keheranannya dan Wakini tidak lagi berkpikir. Wakini hanya melaksanakan perintah Kliwon. Wakini ambyur ke tengah Kedung. Air kedung yang bercahaya bergelombang dengan terjunnya tubuh Wakini. Wakini merasakan tubuhnya begitu hangat. Seiring dengan surutnya cahaya Wakini merasakan dinginnya air. Wakini menggir ke bibir kedung. Kliwon menarik tangan Wakini naik ke tepi kedung. Wakini segera menyelimut diri dengan kain jarit. Kliwon dan Wakini berjalan pulang. 
Di dalam kamar Kliwon menatap tubuh telanjang Wakini. Aneh. Wakini tampak sangat muda. Payudaranya kencang tegak menggunung. Kulitnya bersih kencang. Pipi Wakini begitu ranum. Mata Wakini begitu bercahaya. Kliwon sangat terpesona dengan itu semua. Sangat terpesona dengan wajah Wakini yang berubah menjadi belia seperti saat wakini berusia belasan tahun. " Ni ... Kamu cantik banget, Ni. Benar apa yang diucapkan Menik. Siapa perempuan yang mandi di kedung saat malam Jumat Kliwon saat air kedung bercahaya ia akan kembali muda." Kliwon seperti bicara pada dirinya sendiri, walaupun di hadapannya ada Wakini yang telanjang. " Kang badannku sangat terasa segar. Dan semua kelelahan yang tadi ada hilang semua, kang." Wakini jujur pada Kliwon." Kang kulitku kok jadi halus, kang. Ini kang, buah dadaku kok kencang banget. Pipiku kang, terasa keceng, dan padat kang !" Wakini seperti bersorak gembira. " Hus jangan keras - keras. Nanti didengar bapak." Kliwon mengingatkan Wakini. Kliwon tidak tahan melihat tubuh telanjang Wakini yang tampak begitu ranum. Kliwon melepasi kainnya. Kliwon telanjang. Mentimunnya tegak kaku mencuat mengarah ke Wakini berdiri. " Kang ... tapi ... aku selama ini tidak pernah puas dengan mentimun kang Kliwon lho kang." Wakini jujur kepada Kliwon. Wakini sejak malam pertama belum pernah dipuaskan oleh mentimun Kliwon. Mentimun Kliwon yang tampak perkasa, besar panjang dan kaku, kalau sudah diteroboskan ke milik Wakini tiada tahan. Belum sempat dimaju mundurkan agar Wakini memperoleh kenikmatan, sudah terlanjur mentimun Kliwon memuntahkan air lelakinya. Dan sesudah itu begitu cepat mentimun Kliwon surut mengecil. Membuat Wakin menjadi sangat kecewa. Wakini mendekat ke Kliwon dan memegangi mentimun Kliwon. Kliwon meringis karena lembut dan hangatnya telapak tangan Wakini. " Kang aku juga kepingin nikmat, kang. Tahan ya kang nanti kalau mentimun Kang Kliwon sudah di dalam milikku. Masak setiap kali masuk dan belum digerakkan langsung mancur - mancur. Aku kan belum apa - apa, kang. Sudah puluhan kali kita melakukan, tetapi belum pernah kang Kliwon memaju - mundur burung kang Kliwon di milikku. Aku kan kepingin disodok - sodok, kang." Wakini merajuk. Kliwon diam saja. Karena memang begitu keadaannya. Kliwon tidak bisa menahan keluarnya cairan lelakinya manakala mentimunnya sudah berada di dalam milik Wakini. Kliwon tidak tahu mengapa. Apa milik Wakini ini terlalu enak, atau memang dirinya yang memiliki kelainan, sehingga begitu mentimunnya berada di dalam, dirinya langsung tidak kuat menahan. Sekuat apa Kliwon menahan tetap saja maninya segera menyembur. " Ya ... kang ... ya ... yang lama yang kang. Tahan kang nanti jangan keburu keluar. Kasihani aku kang." Wakin menempelkan tubuh telanjang ke tubuh telanjang Kliwon. Kliwon segera memeluk Wakini. Diciuminya bibir dan leher Wakini. Diremas - remas buah dada Wakini yang kembali kenyal dan padat. Tangan Kliwon terus menelusur ke selangkangan Wakini. Kliwon selalu berusaha membuat Wakini sampai ketika jari - jarinya bermain di milik Wakini. Kliwon sengaja tangan dan jari - jarinya berlama - lama di selangkangan Wakini. Kliwon sengaja berbuat begitu. Karena Kliwon sadar mentimunnya tidak bakal kuat menahan menyemprotnya mani ketika sudah berada di dalam milik Wakini. Wakini menggeliat - geliat ketika jari Kliwon mulai sangat nakal menyodok ke segalan penjuru kedalaman miliknya. Wakini mendesah. Dan milik Wakini basah. Wakini terus menggeliat. Dan tubuhnya segera embruk terlentang di ranjang bambu. Menimbul suara krengket yang keras. Tubuh Kliwon menindih tubuh Wakini yang sintal padat. " Kang masukkan kang, tetapi jangan cepat keluar. Kocok milikku dengan burung kang Kliwon. Aku ingin merasakan kang." Wakini membuka selangkangannya lebar - lebar untuk memberi ruang pinggul Kliwon yang siap memajukan mentimunnya. Ujung mentimun Kliwon menyentuh bibir milik Wakini yang telah membasah. Kliwon mendorongnya pelan. Mentimun Kliwon amblas. Kliwon merasakan hangat, geli, dan mentimunnya begitu pegal, dan ujung serasa mengembang besar. " Dorong terus kang, tarik dan kocok kang." Wakini menaik - naikkan pantatnya. Kliwon tidak tahan. Dengan sekuat tenaga Kliwon menahan tetapi tetap tidak berhasil. Kliwon menggeram. Cairan lelakinya tumpah ruah di milik Wakini. " Gimana ta kang ! Kok keluar ! Aku belum apa - apa lho kang ! Dasar kang Kliwon dak kasihan sama aku. Aku juga kepingin kang. Aku pingin nikmat kang !" Wakini uring - uringan tak tertahan. Wakini menjadi setengah berteriak. Dan memukuli tubuh Kliwon yang telah ambruk di sampingnya. Kliwon hanya diam tidak berbuat apa - apa. Kliwon paham betapa kecewanya Wakini. Tetapi apa daya. Dirinya memang begini. " Kang ayo lagi kang. Puaskan aku. Ayo kang !" Wakini terus uring - uringan dan menangis. Wakini sangat kecewa. " Kang kliwon ini aneh. Bisa menyembuhkan orang lain, tetapi tidak bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Mbok disembuhkan, kang. Biar kang Kliwon bisa tahan lama. Kalau begini aku susah kang ! Aku kecewa !" Wakini terus uring - uringan.

bersambung ......................


Minggu, 03 Maret 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                          edohaput


Keenampuluhlima

Di luar gerimis. Udara malam tidak begitu dingin karena ada mendung tebal. Di  gudang tembakau Genjik sedang berulang - ulang menghitung uang pemberian juragan Rase. Genjik masih belum percaya kalau yang sedang dihitungnya berulang ini adalah uang beneran. Genjik tidak percaya kalau dirinya memiliki uang sebanyak ini. Lalu akan dipergunakan untuk apa uang sebanyak ini. Untuk beli kain ? Kelewat banyak dapatnya. Untuk senang - senang beli rokok dan jajan ? Kapan habisnya. Untuk beli kain, senang - senang beli rokok, jajan, dan lain - lain keperluan ? Juga akan lama habisnya. Disimpan saja ? Tidak ada gunanya. Terbersit juga dipikiran Genjik uang sebaiknya dibelikan kayu glugu. Satu saat kayu - kayu itu bisa dipergunakan untuk mendirikan rumah. Dirinya harus memiliki rumah. Rumah yang akan ditinggali bersama Kemi. Pasti tidak akan selama dirinya dan Kemi menjadi pembantu keluarga pak Lurah. Satu saat pasti berahkir. Dan dirinya juga akan tua. Dimana tempat berteduh nantinya kalau tidak punya tempat tinggal. 
Seperti biasanya kalau mau masuk ke gudang untuk mengantar makanan buat Genjik, Kemi pasti mengintip dulu dari celah jendela. Kemi sangat kaget melihat Genjik sedang menghitung uang yang tidak mungkin dimiliki oleh Genjik. Kemi tidak juga percaya kalau yang sedang dihitung Genjik ini adalah uang. Dari mana Genjik mendapat uang sebanyak itu. Dari pak Lurah ? Kemi meninggalkan jendela dan berjalan jinjit. Sangat hati - hati nampan yang di atasnya ada piring makanan dan gelas minuman dibawanya. Pintu Gudang dibuka dengan sangat hati - hati agar tidak menimbulkan suara. Kemi ingin melihat dari dekat uang yang sedang dihitung Genjik. Apa itu uang beneran atau justru matanya yang salah lihat. 
Genjik yang asyik berulang menghitung uang, tidak mendengar suara dan tidak menyadari kalau  waktu seperti ini saatnya Kemi datang mengantar makan malam. Kemi telah berdiri dan terbengong di depan Genjik yang duduk di lantai beralas tikar, dan menunduk serta tangan tetap sibuk menghitung, menata dan memindah - mindahkan tumpukan uang. Genjik tidak menyadari Kemi telah berdiri di dekatnya. 
kemi pura - pura batuk. Genjik kaget dan meraup tumpukan uang di depan duduknya. Terlambat, karena Kemi dengan bakinya lalu duduk di depan Genjik. Uang terserak di sarung yang dikenakan Genjik. Kemi yang kaget puran - pura tersenyum seolah tidak melihat kekagetan Genjik atas kedatangan dirinya. Uang di atas sarung, dikedua tangan Genjik kembali berjatuhan di tikar. Dan Genjik tidak mengambilnya. Genjik membiarkan uang terserak. Dengan tangannya Kemi menyapu - nyapu terseraknya uang dan mendorong tumpukan uang ke depan Genjik duduk. Kemi meletakkan nampan. Seolah Kemi tidak kaget dan tidak heran terhadap serakan uang. " Makan kang, ini ada sayur lompong, dan lauknya telur bebek. Sayurnya lompong enak banget lho kang. Tu telurnya aku goreng matang. Dan ini tehnya aku campur dengan gula aren kesukaan kang Genjik." Kemi memposisikan duduk di depan Gudel yang masih tidak percaya dengan kedatangan Kemi. Menyaksikan Kemi tidak ambil pusing terhadap uang yang berserakan, Genjik diam tetapi segera mengumpulkan dan menata uang lalu diletakkan di samping posisi duduknya. Selesai dengan uang tangan Genjik segera maraih piring dan segera memenuhi mulutnya dengan nasi dan sayur lompong serta telur bebek. Genjik tidak berani menatap Kemi. Genjik takut kekagetannya diketahui Kemi. Hanya sekejap saja sambil makan genjik melirik Kemi yang menatapnya penuh dengan tanda tanya. makan dan minum dihabiskan tanpa berkata - kata. Hanya pikirannya melayang ke kayu glugu yang akan dibelinya nanti serta perasaannya begitu menyesal mengapa sampai Kemi melihatnya sedang menghitung uang. Genjik berharapan sejak semula tidak boleh ada seorangpun tahu kalau dirinya memiliki uang pemberian juragan Rase. Genjik sendawa pelan. Makanan diperutnya membuatnya kenyang. Genjik meminggirkan nampan dan piring gelas kosong. Kemudian matanya menatap Kemi sambil tersenyum. Ditariknya tangan Kemi yang duduk persis di depannya yang semenjak tadi juga diam sambil menatap dirinya yang lahap menghabiskan makanan. Kemi jatuh dipeluknya. Genjik mencium pipi Kemi dan mengeratkan pelukkannya. Tidak seperti biasanya kalau sudah dipeluk Genjik Kemi akan segera merekahkan bibirnya untuk menerima ciuman mesra dari Genjik. Kini malah bibirnya dikatupkan rapat. Dan matanya menatap marah ke mata genjik dan gerakkannya meronta kecil untuk bisa lepas dari pelukkan. Genjik menduga sikap Kemi ini pasti karena uang ini. Genjik mesti menjelaskan dengan jujur. Jika tidak Kemi pasti akan terus memberengut dan dirinya tidak akan mendapat jatah kenikmatan. " Kamu marah karena duit ini kan, Mi ? Kamu pasti mencurigai aku berbuat jahat, kan ? Dan kamu pasti mengira aku mencuri duitnya pak Lurah, kan ?" Genjik mengeratkan pelukan dan mencium pipi Kemi. Kemi sedikit menghindar, tetapi hidung Genjik tetap juga sampai di pipi Kemi. " Mi ... duit ini pemberian juragan Rase. Dan nanti masih akan ditambah lagi. Bahkan kalau aku berhasil aku juga akan diberi sawah dua petak. Setelah semua nanti saya miliki, aku akan segera melamarmu, Mi." Genjik memberi penjelasan. Kemi mengerutkan dahi dan matanya memelototi mata Genjik. " Bentar kang, duit akan ditambah lagi, dan akan diberi sawah pula, ada kerjaan apa, kang ? Kang Genjik harus berhasil berbuat apa, kang ?" Kemi tetap memelototi Genjik. " Anu ...Mi ... anu ..." Genjik ragu untuk jujur. " Anu ... anu apa kang ?" Kemi memotong dan matanya tambah melotot. Genjik menghela napas panjang. " Mi ... aku harus membantu juragan Rase. Juragan Rase meminta aku agar bisa jimat Kecubung Wulung pindah ke tangan juragan Rase. " Genjik jujur. Kemi sangat Kaget. Tumpukan uang dipangkuannya disapu dengan tangannya. Uang terserak di tikar. Kemi meronta ingin lepas dari pelukan Genjik. Tetapi Genjik malah semakin erat memeluk Kemi dan tangan Genjik nakal menerobos masuk ke kain bawah dan berhasil memegang milik Kemi yang ada diselangkangan. " Kembalikan duit ini kang. Kembalikan. Jangan lakukan perintah juragan Rase, kang !" Kemi meronta. " lebih baik kita melarat kang. Tetapi hidup selamat. Jangan kang ... jangan lakukan." Kemi terus menyoba lepas dari pelukan Genjik. Tetapi Genjik yang kuat malah semakin erat memeluk. " Ya ... ya... Mi ... aku janji akan aku kembalikan duit ini, Mi " Tangan Genjik berusaha memelorotkan celana dalam Kemi. " Janji ya kang ." Kemi melunak. Selain janji Genjik, juga karena di miliknya terlanjur merasakan enak dan celana dalam telah melorot. Genjik langsung mencium bibir Kemi agar tidak banyak omong lagi. Kemi tidak lagi meronta, tetapi malah menggeliat nikmat. Kemi telah rebah ditindih Genjik yang juga sudah memelorotkan celana kolornya. Kemi menyediakan miliknya untuk segera diterobos mentimun Genjik untuk yang sudah kesekian kalinya, sambil terus menggeliat karena puting susu buah dadanya telah dikuasai mulut Genjik dengan membabi buta. 

bersambung ..................