Senin, 28 Januari 2013

Cubung Wulung

                                                                                              edohaput

Kelimapuluhenam

Sejak Menik dibawa ke kota oleh Gono, Gudel jatuh sakit. Gudel tidak ada lagi gairah hidup. Badanya yang kekar cepat menyusut karena sudah hampir sepuluh hari Gudel tidak mau makan tidak mau minum. Sulit sekali bisa tertidur. Gudel sungguh merepotkan keluarganya, karena Gudel tidak mau bangun dari pembaringan. Sawahnya yang ditanami sayuran menjadi terbengkelai. Sudah sejak mendengar Menik dilamar Gono dan diketahui Menik menerima lamaran Gono, Gudel tidak lagi mau pergi bekerja di sawah. Gudel semplah. Gudel patah semangat. Semua yang dilihat bagai memusuhinya. Tidak ada lagi yang indah di matanya. Gudel yang berangsan berubah menjadi Gudel yang lumpuh tiada daya. Gudel sangat menginginkan kematiannya segera datang. Bagi Gudel hidup tanpa Menik sudah tiada lagi artinya hidup.
Mulutnya yang selalu mengigaukan nama Menik semakin hari semakin lirih berucap. Bibirnya tidak kuasa bergerak .  Gudel hanya bisa berkomat - kamit dengan pandangan mata yang kosong. Setiap kali bayang Menik hadir di angannya, air matanya meleleh membasahi bantal alas kepalanya.
Tumi sangat bersedih hati menyaksikan kekasihnya tergolek tanpa daya dan sengaja mencari kematiannya. Tumi juga merasa sangat kecewa karena Gudel yang sangat dicintainya, sangat disayanginya dan sangat didambakan menjadi pendamping hidupnya ternyata tidak menyintainya. Sebenarnya Tumi sudah lama mengetahui kalau Gudel menyukai Menik. Tumi hanya bisa cemburu. Tumi tidak pernah menyangka kalau Gudel yang sering bercumbu dengan dirinya itu sangat dalam cintanya terhadap Menik. Tumi hanya bisa bertanya - tanya,  ada perasaan apa pada diri Gudel ketika mencium dan melumat bibirnya. Ada perasaan apa ketika Gudel meremas buah dadanya, mempermainkan miliknya, bahkan kemudian menyetubuhinya. Walaupun semua itu diawali dari pancingan dan keinginan dirinya, tetapi mengapa Gudel mau, mengapa Gudel bersungguh - sungguh melakukannya. Bahkan Tumi berpikir kenapa Gudel mau menerima uang bantuan dari dirinya ketika Gudel terjerat masalah keluarga. Tumi tidak habis pikir. Tumi Kecewa. Walaupun kecewa dan sakit hati Tumi tetap menyintai, dan menyayangi Gudel. Tumi tidak ingin Gudel mati. Tumilah yang sehari - hari merawat Gudel dan menyemangatinya agar mau kembali sembuh dan kembali memiliki semangat hidup.
Lain dengan juragan Gogor. Juragan Gogor sangat berharap Gudel tidak sembuh dari sakit yang dibuatnya sendiri. Juragan Gogor berharap Gudel segera mati. Dengan begitu dirinya akan semakin mendapat kesempatan untuk menjadikan Tumi sebagai isteri ketiganya. Juragan Gogor sangat gandrung terhadap Tumi. Dirinya merasa sangat dipuaskan oleh Tumi di tempat tidur. Tumi yang telah dirasakannya, ternyata sangat lain dengan perawan - perawan yang pernah dibelinya. Bahkan isteri pertamanya dan isteri keduanya bukan apa - apa jika dibandingkan dengan Tumi. Segala milik Tumi yang pernah dirabanya, dirasakannya, dan dinikmatinya sangat membuat dirinya ketagihan. Belum pernah ada perawan yang membuat ketagihan juragan Gogor selain Tumi. Bahkan isteri - isterinyapun belum pernah membuat dirinya ketagihan luar biasa. Isteri - isterinya, perawan - perawan yang pernah dibelinya hanya sebagai penghilang dahaga. Pemuas menggelagaknya nafsu birahi yang tidak terbendung, dan hanya sebagai pelampiasan agar air lelakinya bisa menyembur keluar. Berbeda dengan payudara Tumi yang begitu dikaguminya. Payudara yang tegak menggunung keras, kenyal dan sangat menggairahkan. Pantat Tumi yang gempal padat dan ketika dirinya sedang berada di atasnya mampu bergoyang dan membuat mentimunnya yang sedang berada di kedalam milik Tumi merasakan sensasi yang luar biasa nikmat. Bibir Tumi yang lembut laksana selalu terolesi madu, yang ketika dikulum terasa lemir membuat bibir serasa menikmati buah anggur yang sangat manis. Belum lagi milik tumi yang ada diselangkanganya yang dirasakan menyedot - nyedot, menggenggam - genggam, dan sisi kiri kanan bibirnya membuat batang mentimunnya terasa seperti benda yang sangat lembut dan hangat. Tumi tiada banding bagi juragan Gogor. Juragan Gogor telah berniat membuat sebuah rumah mungil di tepi sungai untuk ditinggali Tumi. Disana ia akan selalu berkunjung dan melepaskan kerinduannya. Melampiaskan ketagihannya yang selalu menghinggapi benaknya. Rumah mungil yang akan diisi dengan perabot mewah untuk memanjakan Tumi. Agar Tumi selalu menampak senyumannya yang selalu ingin dilihatnya. Juragan Gogor ingin persiapkan kain - kain tipis yang selalu dikenakan Tumi. Agar dirinya selalu melihat secara transparan milik Tumi yang ada di balik kain. Tumi akan sangat disayangnya. Tumi akan dijadikan piaraan dan menjadi klangenan sepanjang hidupnya. Juragan Gogor pernah bersumpah setelah Tumi dirinya tidak akan lagi tertarik dengan perawan.
Lain lagi dengan juragan Rase. Dirinya yang pernah dekat dengan Menik, bahkan telah pernah menyatakan cintanya kepada Menik, mengalihkan perhatiannya kepada Tumi. Sepergi Menik ke kota, Tumilah yang kemudian menjadi kembang desa. Juragan Rase yang pernah memberi cicin kepada Menik, dan juga pernah meraba payudara Menik serta menikmati bibir Menik, kemudian menjadikan Tumi sebagai idolanya. Walaupun dirinya belum pernah dekat dengan Tumi, juragan Rase percaya Tumi akan mau karena dirinya kaya, dan memiliki segalanya. Dirinya perjaka yang sebenarnya telah kelewat tua harus segera menikahi perawan. Perawan setelah Menik yang dicocokinya hanya Tumi. Seperti halnya juragan Gogor, juragan rase juga berharap Gudel mati saja agar dirinya bisa segera dekat dengan Tumi. 
Setiap malam menjelang dirinya berangkat ke peraduan, dan menikamti bantal sendirian, pikirannya melayang kepada Tumi. Dibayangkannya Tumi tergolek telanjang di sampingnya. Kalau angannya sudah begitu juragan Rase tidak kuat menahan. Ahkirnya tangannya sendiri yang melayani mentimunnya yang begejolak sambil bayangan Tumi yang telajang terus merasuki benaknya. Di angannya Tumi ditindihnya. Diremas - remas buah dadanya. Diciumi bibirnya dan lehernya. Tumi meronta - ronta nikmat. Pada klimaknya mentimunnya masuk ke milik Tumi dan Tumi mendesah - desah. Dan dirinya semakin bernafsu menggenjot. Tumi menggeliat - geliatkan tubuhnya karena merasakan mentimun juragan Rase yang memang kelewat panjang dan besar. Tumi hanya bisa melingkarkan kedua kakinya di pinggul juragan Rase sambil menahan - nahan rasa geli nikmat di miliknya yang terus digenjot tanpa ampun. Yang terjadi kemudian juragan Rase merasa malu pada dirinya sendiri ketika air kelelakiannya tumpah ruah di telapak tangannya dan membasai guling yang dikempitnya. Tetapi juragan Rase puas. Dan membuat dirinya menjadi mudah memejamkan mata. 

bersambung ......................

 



Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput

Kelimapuluhlima

Kliwon tidak berani menatap mata adiknya. Karena kalau sedang serius atau ada sedikit saja kemarahan sorot mata menik persis seperti sorot mata mendiang neneknya. Kliwon hanya bisa tertunduk. Ada rasa takut menghadapi adiknya yang duduk dihadapannya. Kliwon begitu merasakan akan ada sesuatu yang penting akan dikatakan adiknya kepada dirinya. Kliwon menunggu Menik berucap. Sesekali diliriknya tubuh adiknya sebatas leher ke bawah. Kliwon tidak ada keberanian melirik wajah menik. " Kang besuk aku dah mau berangkat ke kota ikut kang Gono. Akan lama aku bisa kembali ke desa. Aku titip bapak. Yu Jinem dah bersedia ikut berada di keluarga kita. Jaga baik - baik jangan sampai yu Jinem sakit hati. Perlakukan yu Jinem dengan baik. Anggap yu Jinem seperti keluarga sendiri. Jangan perlakukan yu Jinem sebagai pembantu. Aku dah ngomong banyak sama yu Jinem, mudah - mudah yu Jinem yang sudah lama menjanda itu, akan segera mau diperistri bapak. Bapak juga dah setuju kalau yang mau membantu keluarga kita itu yu Jinem. Bahkan bapak dah ngomong kalau yu Jinem mau, bapak akan segera menikahinya. Maka kang, jaga baik - baik yu Jinem." Menik berhenti bicara dan matanya tidak lepas terus menatap Gono yang tertunduk. Gono hanya bisa sesekali mengisap rokoknya dan mempermainkan rokok di jarinya." Kang ... sekarang ini dah saatnya aku ngomong terus terang sama kang Kliwon. Jimat akik Kecubung Wulung peninggalan nenek kita sebenarnya selama ini ada di aku. Tetapi sekarang sudah aku kembalikan di tempatnya." Menik kembali berhenti bicara. Sengaja dilakukan Menik. Menik ingin tahu reaksi kakaknya. Betul, mendengar kalimat yang baru saja diucapkan adiknya ini menjadikan Kliwon kaget. Kliwon mendongakkan wajah. Tetapi buru - buru Kiliwon menunduk dalam - dalam ketika matanya melihat sorot mata Menik yang benar - benar mewakili sorot mata mendiang Nyi Ramang. Kliwon sangat takut. " Jimat itu ada di tengah - tengah kedung, kang. Tetapi jangan coba - coba kang Kliwon berusaha mengambilnya. Tidak mungkin bisa. Justru sesuatu akan terjadi pada diri kang Kliwon kalau kang Kliwon nekat." Menik menghentikan kalimatnya lagi. Kliwon merinding mendengar kalimat Menik ini. Kliwon jadi menunduk semakin dalam. Malah - malah menghisap rokok yang dijarinyapun Kliwon tidak berani. Dibiarkan rokok berasap dijarinya. " Kang Kliwon dah melakukan perbuatan yang dak terampuni. Karena jimat itu, dan karena kang Kliwon ingin kaya mendadak, kang Kliwon telah nekat berbuat keji dan kejam. Hanya aku yang tahu kekejian yang dilakukan kang Kliwon. Ingat itu kang. maka jangan coba - coba menemukan jimat itu kalau kang Kliwon ingin selamat." Mendengar kalimat terahkir yang diucapkan Menik dengan nada yang persis seperti nada neneknya jika sedang berbicara membuat Kliwon menggigil. Tidak terasa air matanya mengaliri pipinya. Campur aduk perasaan meliputi suasana hati Kliwon. Menyesal, takut, merasa sangat berdosa, dan seperti ada sesuatu yang menghunjam - hujam alam pikirnya. Kliwon terisak dan air matanya deras mengalir. " Menyesal kemudian memang tidak ada gunanya kang. Welingku saja mulai sekarang relakan jimat itu. Dan jangan katakan omongan aku ini kepada siapa saja. Hanya untuk diri kang Kliwon. Setiap malam Jumat Kliwon datanglah kang Kliwon ke kedung. Beberapa saat air kedung akan bercahaya. Pada saat itu kang Kliwon boleh mengambil segayung air kedung. Jika satu saat ada orang datang minta tolong pada kang Kliwon berikan air itu. Lakukan itu kang, untuk menebus kesalahan kang Kliwon." Menik mengahkiri kalimatnya dan berdiri dari duduk. Kliwon bukan melihat Menik, tetapi Kliwon melihat neneknya sedang berdiri dihadapannya. Kliwon bangkit dari duduk dan segera bersimpuh memeluk kaki Menik. Tangisnya meledak. 
Pak Pedut yang mendengar semua yang diomongkan Menik, keluar dari kamar karena mendengar tangis Kliwon menjadi. Pak Pedut menyasikan Kliwon lagi bersimpuh memeluk kaki neneknya. Pak Pedut sangat kaget. Menik benar - benar menyerupai mendiang mboknya, Nyi Ramang. Sorot mata Menik yang bercahaya, tubuh Menik yang berdiri sangat berwibawa, dan sekeliling tubuh Menik yang terang bagai diguyur sinar matahari siang, membuat pak Pedut tidak bisa berbuat lain daripada segera bersimpuh di lantai tanah kemudian bersujud. 
Menik mengelus rambut kepala Kliwon. Kemudian melepaskan diri dari pelukan Kliwon di kakinya dan segera meninggalkan Kliwon dan pak Pedut. Sepeninggal Menik yang kemudian berjalan ke rumah induk dan masuk ke kamarnya, tiba - taba suasana dapur kembali temaram. Lampu minyak yang berkerlap - kerlip tertiup angin malam menyadarkan pak Pedut dan Kliwon. Kedua hanya bisa saling memandang. Sorot mata pak Pedut menyiratkan sangat menyalahkan Kliwon. Sangat menyesalkan Kliwon. Malam ini pak Pedut menjadi tahu kalau Kliwon sudah berbuat sangat kejam. Dan seperti kata menik tadi, perbuatan Kliwon tidak terampuni. Sangat berat Kliwon harus menebus perbuatannya. Sementara sorot mata Kliwon menyiratkan minta diampuni oleh bapaknya atas perbuatan yang sudah dilakukannya. Kliwon sangat tahu kalau perbuatannya telah membuat sangat kecewa bapaknya. Kliwon sangat takut dengan sorot mata bapaknya yang nampak bagai memarahinya. Kliwon merasakan sorot mata bapaknya bagai pisau tajam menghujam pada ulu hatinya. Kliwon hanya bisa mengurai air mata.
Malam semakin merangkak jauh. Udara dingin merasuki pedesaan. Diluar gerimis mulai mulai menjadi hujan disertai angin yang cukup kencang.

bersambung .................




Cubung Wulung 

                                                                                                 edohaput

Kelimapuluhlima

Malam telah berjalan separuh. Udara dingin sudah menusuk tulang. Udara gunung sudah mulai merambah pedesaan. Embun sudah tebal membasahi dedaunan dan menetes di tanah liat pedesaan. Menik dan Gono telah berada dipinggiran kedung. Malam gelap gulita. Hanya diterangi kerlap - kerlipnya kunang - kunang di perasawah. Gelapnya malam membuat pepohonan di pinggiran kedung laksana raksasa yang berdiri di kegelapan. Suasana terasa seram. Seandainya harus sendirian Gono mungkin tidak akan berani berada  sendirian. Malam ini Menik memaksa dirinya untuk mengantar Menik ke kedung. Gono tidak mengerti apa yang akan dilakukan Menik tengah malam begini di kedung. Kedung yang setiap menjelang sore sampai matahari akan tenggelam selalu dipenuhi para wanita untuk mandi dan cuci. Kedung yang selalu ramai dengan celoteh para perawan. Kedung yang selalu menelan perawan - perawan telanjang berjibur air dan bersendau gurau. Kedung yang juga sering digunakan oleh Menik, Tumi, dan perawan - perawan lain saling mendorong, saling memegang dan saling meraba sambil olok - olok dan cekikikan. " Dah Nik apa yang akan kamu lakukan segerakan ini dah tengah malam." Gono meminta Menik melakukan sesuatu yang akan dilakukan Menik. Karena memang Gono belum diberitahu Menik, apa yang akan dilakukan Menik tengah malam di kedung. " Ya kang. Segera akan aku lakukan. Aku minta kang Gono jangan banyak tanya dan juga kang Gono jangan terkejut." Menik menatap mata Gono dikegelapan malam. Dan keheranan sorot mata Gono tidak diketahui Menik karena gelapnya malam.  Menik segera melapasi kain yang menutupi tubuhnya. Dan Menik menjadi telanjang. Gono kaget mengapa Menik menelanjangi diri. Samar - samar di mata Gono tampak tubuh Menik yang telanjang. Payudaranya menonjol. Mata Gono mencoba melotot, tetapi karena gelap yang dilihatpun hanya samar - samar. Gono tidak berani bertanya mengapa Menik menelanjangi dirinya. Menik meraih tangan Gono dan membimbing telapak tangan Gono untuk memegang yang ada di selangkangan Menik. Gono menurut saja. Telapak tangannya menyentuh rambut di atas milik Menik yang menggunung. Kekagetan Gono semakin menjadi. Gono tetap tidak berani bertanya. Menik terus membimbing telapak tangan Gono di selangkangannya. Dan berputar - putar di permukaan miliknya. Gono terangsang karena jari - jari terpaksa menyentuh bibir milik Menik yang terasa lembut dan hangat. " Nik ... " Gono memberanikan diri berucap. " Temukan kang temukan...." Menik tetap membimbing telapak tangan Gono. Dan beberapa saat kemudian Gono menemukan tali benang yang melilit pangkal paha Menik. Sampai ahkirnya telapak tangan Gono meraba benda semacam liontin kecil di ujung tali benang. Dan terasa di jari - jari Gono liontin ini bermata batu halus kecil sebiji kacang. Jari - jari Gono kemudian berhenti disitu dan terus mencoba melihat di gelapnya malam. Tidak nampak di mata Gono, tetapi gono bisa merasakan ada liontin bermata batu kecil, halus, sebiji kacang. " Yang dipegang kang Gono adalah batu Kecubung Wulung kang. Dah sangat lama batu Kecubung Wulung ini aku sembunyikan disini. Tolong putuskan tali benangnya kang." Menik minta Gono memutus tali benang dimana liontin bermata batu akik Kecubung Wulung menggantung. Dengan kedua tangannya Gono memutus tali. Dan Menik segra menggenggamnya. Dan punggung - punggun jari Gono terpaksa harus bersentuhan dengan milik Menik yang berambut lebat. Dan baru kali ini pula Gono bisa menyentuh milik Menik. 
Pikiran Menik melayang kebelakang. Teringat pesan Nyi Ramang neneknya yang ketika itu sakit tuanya semakin parah. " Nik, batu jimat ini aku berikan ke kamu. Selanjutnya terserah kamu. Kalau kamu mau memelihara, peliharalah. Gunakan seperti aku menggunakannya. Jika tidak terserah kamu. Tetapi jangan berikan kepada orang yang tidak berhak. Jika kamu bisa memilih, pilihlah orang yang akan kamu titipi jimat ini. Jika tidak, kembalikan jimat ini di tempatnya semula. Jimat ini berumah di tengah kedung." Pesan neneknya yang diucapkan  terbata - bata dengan menempelkan mulut di telinga Menik  ini selalu terngiang. 
" Kang jimat ini akan aku kembalikan ke tempatnya." Menik berucap sambil erat memegangi tangan Gono. Gono hanya bisa diam, bingung dan menduga, karena tidak tahu apa yang dimaksudkan Menik. Menik melempar liontin bermata batu akik Kecubung wulung jimat sakti warisan Nyi Ramang ke tengah kedung. Bersamaan dengan jatuhnya batu akik Kecubung Wulung di air kedung, tiba - tiba air kedung mengeluarkan cahaya sangat terang dan menyilaukan. Gono sangat kaget, sampai surut beberapa langkah ke belakang. Sekejap mata gono bisa melihat tubuh Menik yang bulat telanjang karena cahaya yang keluar dari air kedung. Cahaya sangat terang dari air kedung hanya berlangsung sesaat. Yang terjadi kemudian suasana kembali gelap. Belum habis dari tertegunnya oleh adanya cahaya terang sesaat setelah jimat masuk ke air kedung, kembali Gono dikagetkan ambyurnya Menik ke dalam kedung meninggalkan dirinya yang terpaku di bibir kedung. Sangat samar - samar mata Gono melihat Menik yang berjibur di air kedung. " Kang ... Kang Gono... Lepasi pakaian kang Gono, terjun ke air kang ! Airnya hangat !" Menik berteriak meminta Gono melepasi pakaian dan segara masuk kedung. Sejenak Gono ragu. " Kang ! Ayo ! Aku mau menyerahkan milikku untuk kang Gono !" Sekali lagi Menik meminta. Mendengar itu Gono maksud. Segera ditelanjangi dirinya dan tanpa ragu lagi Gono ambyur ke dalam kedung. 
Air kedung hangat. Menik menggelantung di pundak Gono. Hangat dan halusnya tubuh Menik membuat Gono gemes. Segera ditangkapnya tubuh Menik. Tidak terasa tangan Gono telah meremas - remas payu dara Menik. Bibirnya telah beradu dengan bibir Menik yang penuh semangat menerima ciuman Gono yang telah dipenuhi rasa birahi. Sementara itu Menik juga telah memegangi mentimun Gono yang telah membesar, memanjang dan sangat kaku. " Kang lakukan, lakukan kang ini milikmu." Menik menggosok - gosokkan ujung mentimun Gono di permukaan miliknya. " Nik ... " Napas Gono tersengal. " Kang lakukan ... " Menik berbisik di telinga Gono. Gono membawa minggir tubuh Menik ke bibir kedung. Di kedangkalan pinggir kedung , masih di dalam air Gono melebarkan kangkangan kaki Menik. Menik menurut semakin melebarkan kangkangan. Sambil memeluk tubuh Menik Gono merendahkan pinggulnya, menempatkan ujung mentimunnya di permukaan milik Menik yang bibirnya telah melabar menganga terbuka. Dengan pantatnya pelan Gono mendorong maju mentimunnya yang ujungnya mulai melesak masuk ke milik Menik. Air kedung mempermudah mentimun Gono masuk pelan - pelan ke milik Menik yang perawan. Karena gemas dan merasakan mentimunnya begitu nikmat ketika melewati bibir milik Menik yang telah licin, Gono menjadi tidak sabar ingin melesakkan seluruh mentimun di milik Menik yang perawan. Begitu juga yang dirasakan Menik. Miliknya terasa dijejali sesuatu yang kaku namun lembut, hangat, dan membuat apa yang ada di dalam miliknya terasa sangat enak. Menik juga tidak sabar untuk menelan habis mentimun Gono. Yang terjadi kemudian pantat Gono dengan kuat bergerak maju, dan juga pantat Menikpun berbuat sama. Menik memekik keras sambil tubuhnya dirapatkan ke tubuh Gono. Mata Menik hanya bisa terbeliak, sesaat kemudian mengatup rapat, dan mulutnya tidak berhenti mendesah di sela - sela kuluman bibir Gono yang terus berganti - ganti menyerang bibir, leher, dan juga puting susu perawan. 

bersambung .....................


Sabtu, 26 Januari 2013

Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput 


Kelimapuluhempat

Kepulangan Gono yang tidak diperkirakan membuat Gudel kelimpungan. Hatinya sangat panas. Selama tujuh hari sejak kepulangan Gono, Gudel tidak bisa menemui Menik, karena Gono selalu ada di rumah Menik. Rasa cemburunya meledak - ledak mengisi relung hatinya yang terus panas, dongkol, dan sakit. Sebenarnya dari semula Gudel tahu kalau Menik mencintai Gono. Tetapi sejak Gono meninggalkan desa dan bekerja di kota, Menik seperti telah menerima cintanya. Gudel sangat berharap Menik menjadi pendamping hidupnya. Gudel memperkirakan Gono sudah melupakan Menik. Gono tidak mungkin pulang untuk Menik. Ternyata Gono kini pulang dan kembali lengket dengan Menik. Gudel sangat sakit. Cintanya kepada Menik terhalang. Pikiran jahatnya muncul. Ingin rasanya melenyapkan Gono dari muka bumi ini. 
Hari - harinya ketika tidak bisa bertemu dengan Menik hanya diisi dengan melamun. Perasaannya begitu menderita. Mengapa Menik ketika diciumnya tidak menolak. Mengapa tangan - tangannya ini dibiarkan oleh Menik untuk meraba seluruh miliknya. Mengapa juga ketika bercumbu Menik juga sangat menikmati. Jika Menik waktu itu selalu menolak, cintanya pasti tidak akan tumbuh subur seperti sekarang. Gudel hanya bisa nelangsa. 
Bagai mendengar halilintar di siang bolong tanpa mendung dan tanpa hujan jantung Gudel serasa berhenti ketika telinganya mendengar Menik telah menerima lamaran Gono. Kepala menjadi pusing, mata berkunang - kunang, hati bagai diiris - iris sembilu. Air matanya menetes tak kuasa terbendung. Gudel patah hati. Gudel hanya bisa nelangsa. Hidupnya menjadi tidak lagi bersemangat. Pikirannya semplah tidak ada daya. 
Pikirannya merlayang ke Tumi. Sebenarnya Tumi tidak kalah cantik dengan Menik. Bakan tubuh Tumi lebih padat. Postur tubuh Tumi lebih tinggi dari pada Menik. Tumi lebih mengerti apa yang disenanginya. Tumi lebnih perhatian. Tumi sangat mengerti apa yang dideritanya. Bahkan Tumi telah mampu melepaskan persoalan keluarganya. Dan dirinya menjadi terbebas dari urusan ekonomi yang membelit. Tumi telah banyak membantunya. Tetapi rasa cinta kepada Tumi tidak ada. Yang ada hanya rasa kasihan. Tumi yang begitu menggebu menyukainya, diladeni dengan rasa iseng saja. Tetapi rasa iseng yang dilakukannya sebenarnya sudah kelewatan. Keperawanan Tumi pun telah direnggutnya. Walaupun itu bukan karena keinginannya, melainkan keinginan Tumi. Tetapi perbuatan iseng ini telah membuat Tumi semakin menyukainya. Semakin menyintainya. Hal yang tidak disukainya yang melekat di tubuh Tumi adalah sifat Tumi yang kenes. Braok, wak - wakan, suka bicara keras, dan kadang - kadang berkelakuan layaknya laki - laki. Tumi tidak lembut dan mendayu seperti Menik. Tumi jauh dari sifat keibuan yang sangat disukainya. Tumi cenderung kasar, nekat, dan cenderung vulgar. 
Selama ini Gudel tidak pernah merasa berdosa mengabaikan cinta Tumi. Setiap kali ketemu dengan Tumi dan berbuat iseng dengan Tumi, Gudel tIdak pernah merasa ada bekas kenangan indah. Yang dilakukan bersama Tumi hambar bagai sayur tidak bergaram. Gudel tidak menikmati sampai ke relung hati. Beda dengan apa yang diperbuat bersama Menik. Menik membuat dirinya bergetar. Berirama indah. Yang dilakukannya dicatat dalam benaknya menjadi kenangan yang indah. Yang kalau diingat dan dibayangkan akan membuat hatinya berbunga - bunga. Wajah Menik selalu dirindukan. Suara Menik yang lembut sangat ingin selalu didengarkan. Gemulainya gerak - gerik Menik selalu ingin dilihatnya. Cara menik mengatupkan pelupuk mata ketika dicium bibirnya sangat membuat durinya suka. Cara Menik terbeliak matanya ketika payudara diremas membuat dirinya tambah sayang. Cara Menik mendesah ketika teralu lama bibirnya dikulum membuatnya semakin bernafsu. Menik adalah segala - galanya bagi Gudel. 
Gudel tidak pernah tahu kalau Menik tidak menyintainya. Gudel tidak pernah tahu kalau yang dilakukan Menik, dengan mau dicium, mempersilahkan seluruh miliknya diraba - raba adalah hanya karena Menik ingin membayar jasa terhadap apa yang telah disumbangkan untuk keluarganya. Gudel tidak pernah tahu kalau jasa tenaga dan pikiran yang telah diberikan untuk keluarga Menik telah dibayar dengan relanya Menik dipeluk, dicium bahkan dicumbu dengan penuh cinta. 
Kini Gono berada di samping Menik. Tidak akan lama lagi Menik pasti akan dibawa Gono ke kota. Dirinya akan kehilangan orang yang sangat disayang dan dicintainya. Desa ini pasti akan sangat sepi bagi dirinya. Kesemarakan akan hilang. Rembulan tidak akan lagi membuat hatinya penuh dengan rasa bahagia. Sebaliknya kemunculan rembulan akan membuatnya bersedih dan penuh rasa kecewa. Mengapa Gono Pulang. Mengapa Gono tidak mati saja di kota. Mengapa Gono bisa betrhasil mengumpulkan harta. mengapa. 
Gudel bingung. Gudel linglung. Gudel kehilangan akal. Gudel hanya bisa berlari ke hutan. Dan disana berteriak - teriak keras memanggil nama Menik. Gudel menangis sejadinya - jadinya. Gudel ingin melepaskan derita dan cemburunya. Di dalam angannya Menik sedang berada di pelukan Gono. Sedang menikmati ciuman dan rabaan - rabaan Gono. Menik sedang menggelinjang nikmat karena tangan - tangan Gono yang terus tiada henti meraba milik Menik. Diangannya Menik bermanja - manja di pelukan Gono. Menik yang menggeliat. Menik yang mendesah. Menik yang menggelinjang, sangat mendesak - desak angannya. Bayangan Menik bermanja - manja di pelukan Gono semakin jelas di angannya. Cemburunya semakin meledak - ledak. Terbayang di angan Gudel Gono membuka kancing kain di depan dada Menik, seperti dirinya pernah melakukan. Gono kemudian mengeluarkan payudara Menik dari kainnya, dan menciuminya. Mengulum puting susunya dan Menik berkelenjotan karena rasa gelinya. Gono juga membuka - buka kain bawah Menik. Sehingga seluruh paha Menik bisa dilihat oleh mata Gono. Dan sambil menciumi buah dada Menik Gono mengelus - elus paha Menik yang sudah tidak tertutup kain. Dari mengelus paha tangan Gono semakin merambat ke selangkangan Menik yang pahanya membuka karena mempersilahkan tangan Gono untuk mengelus - elus miliknya. Bayangan rekaan yang diangankan Gudel semakin jelas saja. Dibenaknya seakan nyata.  Rekaa - rekaan di alam pikirannya semakin mempengaruhi otaknya. Tanpa terasa dan tidak diharapkan, mentimunnya mulai bergerak - gerak menuju kaku. Bayangan payu dara Menik, bibir Menik, dan rontaan - rontaan Menik yang diiring desahan membuat dirinya tiba - tiba bernafsu. Mentimunnya menggeliat dan segera kaku. Pikirannya yang terus ke Menik. Dan yang terbayang Menik yang sedang dicumbu Gono. Menik yang pakaiannya mulai tidak tertata lagi karena tangan Gono yang terus melucutinya, membuat mentimunnya mendesak - desak celana. Gudel tiba - tiba memelorotkan celananya. Mentimunnya mencul tegak kaku, dan mendongak - dongak. Nafsu birahinya semakin menjadi karena bayangan Menik tidak mau pergi dari angannya. Gudel menggenggam mentimunnya sendiri. Telapak tangannya yang kasar kapalan karena banyak memegang tangakai cangkul membuat mentimunnya sakit digenggamannya. Gudel celingukan. Matanya menumbuk daun camcau. Dengan sekali raih daun camcau diremas. Getah daun camcau membuat telapak tangannya menjadi licin. Mentimunnya semakin digenggamnya, dan digerak - gerakkannya. Telapak tangannya yang menggenggam mentimunnya bergerak maju mundur. Licinnya getah daun camcau membuat mentimun Gudel laksana ada di dalam milik seorang perempuan. Dipikiran Gudel mentimunnya berada di dalam milik Menik. Dan sedang didorong dan dimundurkan. Gudel membayangkan Menik sedang ditindihnya terus menggeliat dan mendesah karena mentimunnya bergerak semakin cepat. Mulut Gudel menganga - nganga. Napasnya memburu. Telapak tangannya yang menggenggam mentimunya semakin cepat bergeral maju mundur. Gudel yang berdiri dan bersandar pada pohon cemara tiba - tiba tubuhnya mengejang, dan mulutnya yang terus menyebut Menik, menggeram dan tanpa sadar berteriak keras memanggil nama menik. Dari ujung mentimunnya muncrat air maninya. Dan sebagian maninya membasahi telapak tangannya yang menggenggam mentimunnya. Sejurus kemudian Gudel ambruk di atas rerumputan di bawah pohon cemata di hutan ujung desa. 

bersambung ...................



Selasa, 22 Januari 2013



Cubung Wulung 

                                                                                                       Edohaput


Kelimapuluhtiga

Gono pulang desa. Berkat ketekunannya dan kerja kerasnya di kota, Gono berhasil mengumpulkan harta. Rumah kecil sederhana dan sekaligus sebagai tempat usaha telah dimiliki Gono. Bermodal itu Gono berani pulang ke desa untuk memenuhi janjinya terhadap Menik. Jika apa yang telah dimilikinya sudah mampu menyenangkan Menik, Gono bertekat membawa Menik ke kota. Tetapi jika Menik merasa apa yang dimiliki dirinya belum cukup, Gono akan kembali ke kota dan berusaha lebih ke ras lagi untuk memenuhi harapan Menik. Perasaan cintanya kepada Menik telah membuat semangatnya bekerja dan berusaha di kota tidak pernah kendur. Malam dijadikan siang, kepala dijadikan kaki, yang penting segera bisa mengumpulkan harta untuk membahagiakan Menik. 
Sore baru saja lepas.Matahari hilang di balik pepohonan yang menutupi lereng - lereng bukit. Rembulan besar merah muncul dari balik gunung. Suara binatang malam mulai terdengar ramai. Langkah Gono mantap menuju rumah Menik. Jarak rumah Gono dengan rumah Menik yang tidak begitu jauh dirasakan Gono berjarak berkilo - kilo meter. Rasa rindunya kepada Menik sudah tidak tertahankan. Sudah terbayang di benaknya Menik akan menyambutnya dengan senyum yang selalu mempesona dirinya ketika dirinya belum berangkat ke kota. Terbayang pula rambut Menik yang tergerai bebas, yang dulu selalu dielusnya ketika dirinya duduk bersama Menik malam - malam di tepi kali sambil menikmati rembulan. Terbayang pula di benak Gono ketika suatu malam di tepi hutan Menik meminta dirinya untuk meraba tubuhnya. Menik Sangat suka kalau kulit punggungnya diraba. Katanya hangatnya tangannya Gono bisa dirasakan menjalar keseluruh bagian tubuhnya dan membuatnya menjadi terlena. Dan Menik tidak pernah meberitahukan ini kepada siapa pun kecuali kepada Gono. Kalau kulit punggungnya sudah dielus, Menik biasanya langsung ambruk di dada Gono. Dan selanjutnya Gono akan terus melanjutkan rabaan - rabaan yang disukai Menik. Dan biasa pula Menik menuntun tangan Gono untuk meraba bagian - bagian milkinya yang kalau kena rabaan sangat membuat nikmat. 
Menik membuka pintu dapur karena ketukan yang dilakukan Gono. Menik sudah tahu kalau Gono hari ini pulang. Gono pasti akan segera menjumpainya. Menik sudah mempersiapkan diri untuk menyambut kekasihnya yang lama dirindukan. " Kang ... " Menik tersenyum dan terlihat sangat cantik di mata Gono. " Nik ... " Gono langsung memeluk erat tubuh Menik. Ketika wajah Menik mendongak berhadapan dengan wajah Gono. Gono melihat air mata menik menetes di pipi. " Kang ... aku kangen banget ... " Gono mengusap air mata Menik yang mengalir di pipi dengan punggung jarinya.  " Aku juga Nik " Gono kemudian dengan lembutnya mencium bibir Menik yang terbuka. Beberapa saat mereka berciuman di depan pintu dapur. Menik membimbing Gono untuk duduk di amben dapur. " Aku dah tahu kang, kalau kang Gono pulang. Maka ini gethuk lindri dah kubuat untuk kang Gono." Gono tersenyum melihat melihat gethuk lindri makanan kesukaannya. " Wah terima kasih Nik. Cuma sepring ya ?" Gono segara mengangkat piring berisi gethuk lindri dan disantapnya dengan lahap. " Besuk aku buat lagi kang. Itu ketelanya masih banyak." Menik menuangkang teh kental manis kesukaan Gono juga. " Kamu sehat - sehat saja ta Nik ?" Gono menyerutup teh. " Berkat doamu kang aku sehat." Menik memposisikan duduk di samping Gono. " Maaf ya Nik. Baru sekarang aku bisa pulang ke desa. Dan maaf pula Nik selama aku di kota dak pernah kirim kabar. Itu karena saking sibuknya aku kerja. Demi kamu Nik. Tetapi di kota dak sedetikpun aku melupakan kamu." Gono masih terus menyantap gethuk lindri buatan Menik. " Dak apa - apa kang. Maaf juga kang, aku pernah ragu kalau kang Gono akan tetap setia pada janji kang Gono. Aku pernah berpikir kang Gono dah melupakan aku. Aku juga pernah berpikir kang Gono telah tertarik gadis kota yang pintar berdandAan." Menik menuangkan teh ke gelas Gono yang mulai kosong. " Maaf banget Nik. Telah membuatmu ragu. Membuat kamu menanti dengan tidak pasti." Setelah menelan gethuk lindri di mulut Gono melanjutkan kalimatnya : " Nik aku baru bisa sedikit kumpul - kumpul harta. Di kota dah ada rumah kecil sederhana. Pekerjaanku dah baik. Apakah itu dah cukup Nik. Kalau dah cukup, kita segera saja nikahan. Dan kamu saya bawa ke kota. Kalau belum cukup aku akan berusaha lagi. Gimana Nik ?" Gono mengahkiri kalimatnya dengan menatap Menik. Mendengar penuturan Gono Menik sangat terharu. Ternyata Gono tidak ingkar janji. Kekasihnya ini telah berusaha keras demi dirinya. Demi cintanya. Menik tidak bisa menjawab pertanyaan Gono. Bibirnya bergetar. Rasanya mau meledakkan tangis bahagia. Yang dilakukan Menik kemudian hanya ambruk di dada Gono dan menangis. Menik ingat betapa telah meregukan Gono. Hampir saja dirinya menerima lamaran juragan Rase. Bahkan dirinya telah rela dicumbu rayu oleh juragan Rase. Ingat pula Menik akan Gudel. Yang terus menerus memperhatikannya. Pikirannya pernah memilih Gudel sebagai pendamping hidup. Bahkan dengan Gudel yang diperbuatnya telah berlebih - lebih. Gudel telah menerima kepasrahannya ketika dirinya dicumbu. Gudel pernah membuatnya selalu ketagihan berpelukan. Menik merasa berdosa telah meragukan janji Gono. Gono yang memeluk tubuh sintal Menik tidak tahu arti tangisan Menik di dadanya. Dibiarkannya Menik tersedu di dadanya. " Cukup kang ... sangat cukup. Bawa segera aku ke kota kang. Nikahi aku. Jangankan kang gono dah punya rumah dan pekerjaan, jadi gelandanganpun aku sanggup asal kang Gono disampingku." Menik berucap di antara sedu - sedannya. Menik sangat terharu dan gembira. Sejak kematian yu Jumprit kehidupan di desa sangat menakutkan bagi Menik. Menik merasa dirinya terancam. Menik merasa sangat kawatir terhadap dirinya sendiri. Jangan - jangan nasib yu Jumprit juga akan menimpa pada dirinya. " Jangan tunda - tunda ya kang. Kang Gono segera melamar aku. Besuk malam kang Gono temui bapak ya kang." Mendengar kata - kata Menik yang memelas Gono begitu trenyuh. Diangkatnya wajah Menik dengan cara menaikkan dagunya. Diciumnya bibir Menik yang terbuka dan basah. Tidak terasakan mereka telah rebah di amben. Tubuh Menik di atas tubuh Gono. Mereka berpagut bibir seolah tidak mau lepas. Menik sangat menikmati ciuman yang sudah lama dirindukan. Ciuman Gono berbeda rasa dengan ciuman Gudel yang sering dilakukan. Berbeda getaran dengan ciuman juragan Rase yang pernah dirasakan. Ciuman Gono dirasakan penuh dengan perasaan cinta. Perasaan kasih sayang. Ketika Gono melepasi kancing kain di depan dadanya Menik merasakan sangat bahagia. Total diserahkannya payudaranya untuk diremas lembut dengan perasaan cinta. Menik merasakan remasan dan hangatnya tangan Gono yang begitu menggetarkan hatinya. Sangat lain dengan remasan Gudel yang cenderung kasar dan penuh nafsu birahi. Berbeda pula dengan perlakuan juragan Rase terhadap payudaranya, yang dengan nekat memelintir puting susunya, dan menekan - nekannya serta mencubit hingga terasa sakit. Gono memperlakukan payudaranya seolah miliknya, lembut, berhati - hati dan tidak menyakiti. Ketika tangan Gono sampai di selangkangan Menik. Menik tidak menolak. Karena hanya kepada Gono yang satu ini akan diberikan. Gudel yang selalu mencoba menjamahnya tidak pernah dibukakan. Juragan Rase yang pernah sekali pula ingin merabanya tidak diberikannya pula. Satu saat ketika Menik sudah sangat ragu akan kepulangan Gono, Menik sudah berniat menyerahkannya kepada Gudel. Tetapi keteguhan hatinya untuk menunggu Gono telah menyelamatkan miliknya diraba dan dielus selain oleh kekasih yang dicintainya. Tangan Gono telah berada di atas miliknya yang menggunduk. Gono mulai mengelus lembut dari luar celana dalam. Menik mendesah : " Kang lamar aku kang. Semuanya milik kang Gono." Gono terus mengelus sambil menciumi pipi Menik yang semakin memerah dan merona. Milik Menik yang ada di selangkangan menjadi basah karena cara mengelus dilakukan Gono dengan penuh cinta. Begitu juga elusan dirasakan Menik dengan penuh arti sayang. Gono segera menghentikan elusannya dan bangun dari rebah. Tubuh Menik tetap di pelukkannya. " Nik ... besuk aku datang lamar kamu." Gono memeluk tubuh Menik sangat erat seolah tiudak akan dilepaskan. 

bersambung ................

Sabtu, 05 Januari 2013


Cubung Wulung 

                                                                                                         edohaput 


Kelimapuluhdua

Sejak sore mbok Semi sudah tidak bisa penuh konsentrasi. Menggoreng tempe jadi gosong. Lupa memberi garam pada wedang serbatnya, sehingga menjadi terasa hambar. Ketika warga datang untuk menghangatkan badan dengan wedang serbatnya mbok semi tidak perhatian. Bisanya yang murah senyum dan murah sapa tidak ditampakkan. Yang ada di benaknya hanya pak Blengur. Mbok Semi ingin malam segera tiba dan dirinya akan segera menutup kedainya dan pergi menemui pak Blengur. Sudah hampir sebulan mbok Semi tidak menemui pak Blengur. Tubuhnya terasa kaku - kaku. Panas dingin tubuhnya terus dirasakannya. Terlebih - lebih miliknya yang sangat pribadi itu terasa pegal. Serasa mengembang dan tiba - tiba membasah dan terasa gatal. Yang ada dibenaknya hanya pak Blengur. Blengur yang mampu membuat dirinya terlepas dari rasa - rasa yang tidak enak itu. Blengur yang sudah berkali - kali bisa membuat tubuhnya menjadi lega. Lepas dari rasa - rasa yang membuatnya gelisah. Mbok Semi ingin sore segera berubah menjadi malam. 
Begitu matahari hilang di balik rimbunya pepohonan dan sudah tidak lagi tampak ada warga yang datang di kedainya, mbok Semi gembira dan buru - buru menutup kedainya. Seperti biasanya mengambil jalan melingkar menyusuri pinggir kali, mbok Semi menuju kuburan dusun. Langkahnya disegerakan. Ingin segera membuka pintu rumah pak Blengur dan menjumpai Blengur yang sedang terlentang di amben melepas penat. 
Mbok Semi tanpa mengetuk langsung mendorong pintu rumah pak Blengur. Kaget pak Blengur langsung bangkit duduk dari tidurannya di amben. Mbok Semi tanpa basa - basi langsung mendekat ke pak Blengur sambil mengendurkan kain bawahnya. Mbok Semi sudah tidak sabar dijamah - jamah pak Blengur. " Kebetul yu. Yu Semi datang. Aku sudah kangen banget. Ni Punyaku kaku." Pak Blengur mengeluarkan mentimunnya dari celana kolornya. Mencuat, besar, panjang dan begitu kaku. " Sama dik. Aku juga sudah kangen banget. Sampai - sampai punyaku membasah terus." Mbok Semi membuka kain bawahnya. Pak Blengur melihat punya mbok Semi yang berambut lebat. Mbok Semi mendekatkan miliknya ke tangan pak Blengur. Tangan pak Blengur tidak menyia - nyiakan yang dengan milik mbok Semi yang sudah sangat dekat.  " Sini yu. Aku raba - raba dulu." Pak Blengur dengan lembut meraba milik mbok Semi. Tak pelak lagi mbok Semi segera mendesis merasakan tangan pak Blengur. Sambil meringis - ringis mendesis mbok Semi naik ke amben dan tangannya segera menangkap mentimun pak Blengur. " Dik aku sudah dak tahan." Pinta mbok Semi. " Sebentar yu. Biar basah dulu." Pak Blengur memacu jarinya di milik mbok Semi. Mbok Semi ambruk di dada pak Blengur yang tidak berbaju. " Ayo dik ... dah basah ... dik." Mbok Semi merengek. Karena miliknya sudah sangat geli dan membasah. Mbok Semi menutup - nutup pahanya karena miliknya sangat geli. Pantatnya dimaju - majukan sehingga dua jari pak Blengur masuk - masuk cukup dalam. Mbok Semi tiba - tiba menggeliat dan menggosok - gosokkan kakinya di tikar amben, dan menyebabkan suara ribut, karena jari pak Blengur ketemu dengan sesuatu di dalam milik mbok Semi, dan membuat mbok Semi sampai di puncak nikmat. " Aauugghh ... dik ... enak banget ... !" Mulut mbok Semi menggigiti kulit tangan pak Blengur. " Dah dik ... auggghh ... aku tobat ... aahhh !" Lagi - lagi mbok Semi bergerak - gerak menahan miliknya yang sangat geli. " Dik ayo ... aku dak kuat lagi ... aaaahhh .... !" Mbok Semi merapatkan pahanya dan menjepit tangan pak Blengur yang sedang berada di selangkangannya. Mbok Semi semakin meronta - ronta karena jari - jari pak Blengur terus mengilik sesuatu yang membuat mbok Semi kelabakan. " Aduuuhh dik ... jangan siksa aku ... aaaahh ... dik ... enak banget ... !" Pak Blengur tidak berhenti melainkan malah semakin gencar memainkan jarinya. Dan mbok Semi hanya bisa menjerit - njerit tertahan. Pak Blengur merasakan milik mbok Semi sudah sangat basah. Ditariknya jarinya dari dalam milik mbok Semi. Direbahkannya tubuh mbok Semi. Dikangkangkannya paha mbok Semi. Pak Blengur melihat milik mbok Semi yang menganga. Segera ditempatkannya pinggulnya diantara paha mbok Semi. Mentimunnya mengarah ke milik mbok Semi yang sudah menganga. Dengan sekali dorong amblas seluruh mentimun pak Blengur di milik mbok Semi. Dan tanpa ampun segera dipompakan dengan interval yang cepat. Mbok Semi hanya bisa memejamkan matanya dan menggeleng - gelengkan kepala. Karena genjotan pak Blengur yang semakin lama semakin menggila membuat mbok Semi setiap menit sampai di puncak. Rupanya mbok Semi juga ingin membuat pak Blengur keenakan. Digoyang - goyangkan pantatnya kekiri - kekanan. Dibuat begitu pak Blengur merasakan mentimunnya layaknya terpelintir, terombang - ambing dan menyentuh - nyentuh sesuatu yang lang lembut, hangat, dan terasa menjepit - jepit. Dan ini membuatnya tidak tahan. Ditekannya kuat - kuat mentimunnya di kedalaman milik mbok Semi. Pak Blengur mengerang dan mengejang. Mentimunnya menyemburkan cairan kenikmatan di kedalaman milik mbok Semi. Sementara itu mbok Semi yang merasakan di kedalaman miliknya tersebur cairan hangat dan membuat geli menjadi sekali lagi sampai di puncak. Dan Tubuhnhya yang dipeluk kuat pak Blengur menggeliat meronta menyebabkan suara ribut amben bambu. 
Suasana menjadi sepi. Hanya tinggal napas - napas yang memburu terengah - engah layaknya habis lari jauh. Dengan sarungnya pak Blengur mengelap keringat yang membasahi tubuhnya. Mbok Semi mengelap - elap miliknya yang sangat basah dengan kainnya. " Terima kasih ya dik. Aku lega dan puas sekali." Mbok Semi bangkit dari amben dan segera memunguti kainnya yang terserak di lantai. Pada saat badanya membungkuk dan tangannya memunguti kain matanya tertumbuk sesuatu yang teronggok di kolong amben. Sebentar mbok Semi mengamati. Dan tiba - tiba jantungnya berdesir keras, ketika mbok Semi tahu kalau yang teronggok di kolong amben itu ternyata kain milik  Jumprit yang dikenakannya pada saat Jumprit menghilang. Secara serampangan dan tergesa segera dikenakan kembali kainnya. Dan tanpa pamit mbok Semi segera membuka pintu dan meninggalkan rumah pak Blengur. Pikirannya terus tertuju pada kain Jumprit. Mengapa kain itu ada di kolong amben rumah Blengur. Dulu sandal  Jumprit. Sekarang kain Jumprit. Jadi ? Blengur memperdaya dan membunuh Jumprit ? Mbok Semi mempercepat langkahnya ingin segera sampai di rumah.

bersambung ...................