Sabtu, 22 Desember 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                     edohaput

Kelimapuluhsatu

" Dahlah kang ... jangan Menik terus yang diurusi. Nolong ya nolong, tapi jangan keterlaluan. Masak tiap hari ada di rumah Menik." Tumi tidak bisa menutupi rasa cemburunya. Bagi Tumi Gudel adalah segala - galanya. " Kang Gudel dapat apa ta kang dari Menik ? Mbok punya sedikit harga diri ta kang. Masak tenaga diobral - obralkan. Apalagi ta kang yang harus dibantukan ke keluarga Menik ? Mulai Nyi Ramang meninggal, sampai ke yu Jumprit meninggal kang Gudel dak pernah berhenti ngobral tenaga di keluarga Menik. Mbok ya sudah kang." Tumi cemberut. Kalimat - kalimat yang keluar dari mulutnya muncul sebagai luapan rasa cemburu dan jengkel terhadap sikap Gudel yang sangat perhatian dengan Menik. Mendengar nada marah Tumi, Gudel hanya diam. Sesekali rokoknya diisap dalam - dalam dan asapnya dihempaskan. Pikirannya melayang ke Menik yang dicintainya. Menik yang membuat hatinya berbunga - bunga. Menik yang selalu dimimpikan dalam tidur nyenyaknya. " Sekarang apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel untuk keluarga Menik ? Nampaknya urusan ritual do'a - do'a meninggalnya yu Jumprit dah selesai kang. Apa lagi ta kang yang dikerjakan kang Gudel ?" Tumi memandangi Gudel dengan sorot mata marah. Tumi merasa bahwa Gudel adalah miliknya. Gudel adalah calon suaminya. Tetapi perhatian Gudel terhadap dirinya rasanya kurang. Malam ini saja kalau dirinya tidak mengundangnya mungkin Gudel tidak mengunjunginya. " Bilang ta kang. Apa yang dikerjakan kang Gudel di keluarga Menik." Tumi terus menatap Gudel yang cenderung banyak menengadahkan wajahnya ke langit yang di sana ada rembulan. " Ayo ta kang, bilang." Tumi mendesak. Gudel membuang puntung rokok. Kemudian memperbaiki posisi duduknya bergeser menempel ke tubuh Tumi. Gudel ingin menyembuhkan marahnya Tumi. Gudel tahu Tumi akan melupakan marah, kesal, jengkel dan cemburunya jika sudah didekati dan dipeluk. Tumi yang duduknya didekati Gudel beringsut menjauh. " Bilang dulu kang. Aku dak mau dekat kang Gudel kalau kang Gudel belum ngomong." Tumi membelakangi Gudel. " Jangan marah dulu ta Tum. Dengarkan, aku tak ngomong." Gudel memegangi pundak Tumi. Tumi pura - pura menepiskan tangan Gudel yang memegangi pundaknya. " Cepet ngomong dulu !" Tumi tetap membelakangi Gudel. " Tinggal sedikit lagi Tum. Kalau aku sudah bisa membuktikan Genjik yang ternyata memperdaya dan membunuh yu Jumprit semua selesai, Tum." Gudel bicara serius. Tumi terkejut dan membalikkan badan menatap Gudel. " Lho kok kang Genjik, kang ! Apa hubungannya ? Kang Gudel jangan ngawur lho kang. Salah - salah malah jadi malapetaka. Bisa - bisa kang Gudel jadi bermusuhan sama kang Genjik. Kang Genjik memang pernah membunuh orang di kota dulu. Tetapi sekarang kang Genjik itu dah jadi orang baik lho kang. Kang Gudel jangan mengada - ada kang." Tumi banyak membantah omongan Gudel. " Dah sangat jelas Tum. Sangat jelas. Aku sudah menemukan tanda - tanda yang sangat jelas kalau ya Genjik itu yang memperdaya yu Jumprit." Gudel ingin membuat Tumi percaya omongannya. " Tidak mungkin kang Genjik, kang. Tidak mungkin. Menurut aku justru kang Tobil dan kang Plencing yang patut dicurigai, kang. Kang Tobil dan kang Plencing dah berkali - kali meminta aku untuk mendekati Menik dan yu Jumprit untuk mengetahui jimat peninggalan Nyi Ramang. Bahkan kang Plencing dan kang Tobil selalu geram kalau ngomongkan yu Jumprit. Kayaknya kang Tobil dan kang Plencing ingin sekali yu Jumprit itu mati." Tumi memberitahu kepada Gudel dengan nada kesal. " Dan apa ta untungnya kang, jika kang Gudel bisa membongkar siapa pembunuh yu Jumprit ?" Tumi melontarkan kalimat yang sangat sulit dijawab Gudel. Ya memang apa untungnya bagi dirinya. Tujuan utama dirinya bersemangat untuk membongkar siapa pembunuh yu Jumprit adalah pujian Menik. Harapannya Menik akan semakin membuka hatinya. Dan menerima cintanya. Dan satu saat akan menerima pinangannya. Dan dirinya bisa menjadi suami Menik. Dirinya tidak mempunyai modal kekayaan untuk menarik hati Menik. Satu - satunya yang dimiliki adalah tenaga, pikiran, dan keberanian, yang disatukan menjadi jasa yang bisa diperlihatkan kepada Menik. Ahkirnya Gudel hanya bisa diam. " Dahlah kang. Jangan menuduh orang. Jangan kang Genjik. Jangan pula kang tobil dan kang Plencing. Lupakan saja. Pikirkan saja masa depan kang Gudel. Garap sawah dengan sungguh - sungguh. Kumpulkan hasil panin. Aku sudah menunggu dilamar kang Gudel lho kang." Tumi menggeser duduknya dan menempel di tubuh Gudel. " Ya ... ya ... ya Tum. Dah dak usah ngomong soal yu Jumprit." Gudel menarik tubuh Tumi ke dalam pelukannya. Gudel ingin segera meredakan kejengkelan Tumi. Gudel takut Tumi akan menyinggung - nyinggung Menik. 
Rembulan semakin meninggi, menggantung di atas gunung. Udara malam semakin dingin. Tumi dan Gudel yang duduk di halaman rumah beralas tikar dan terlindung pagar hidup berupa tanaman perdu telah saling memeluk. Tumi yang sudah berhari - hari tidak bisa menemui Gudel, karena Gudel selalu menghindar untuk bertemu dengan dirinya sangat ingin segera melepas rasa rindunya. Tumi segera melingkarkan kedua tangannya di leher Gudel. Dan tanpa menunggu Gudel siap Tumi telah mencium dengan panas bibir Gudel. Tumi telah berhari - hari menunggu ini. Gudel yang merasakan hangat dan wanginya bibir Tumi tidak bisa berbuat lain selain membalas ciuman Tumi. Pantat Tumi yang ada di pangkuan Gudel bergoyang - goyang menggoda mentimun Gudel yang mulai mengembang. Sebentar saja pantat Tumi sudah bisa merasakan menggilas - gilas mentimun Gudel yang ada di dalam celana kolornya. Gudel menikmati gilasan pantat Tumi di mentimunnya. Sementara itu payudara Tumi telah menyeruak keluar dari kain atasnya karena Gudel telah membuka semua kancing kain atas Tumi. Tumi sengaja tidak mengutangi buah dadanya. Karena Tumi tahu kalau malam ini pasti akan terjadi seperti yang sedang dialaminya. Dan kemudian Tumi hanya bisa merintih ketika daun telingannya diemut - emut dan digigit - gigit kecil oleh mulut Gudel. Ketika mulut Gudel sampai di lehernya dan menyedot kuat Tumi hanya bisa menjerit sambil semakin kuat memeluk tubuh Gudel. Apalagi tangan Gudel yang sudah sampai di pangkal pahanya dan menusukkan jarinya di miliknya yang telah sengaja tidak dikenakan celana dalam. Diam - diam Tumi mengagumi Gudel yang sangat pintar menempatkan jarinya di bagian - bagian yang kalau tersentuh terasa ada kenikmatan yang luar biasa. Tumi yang terus menggeliat dan meronta membuat keduanya telah rebah dan salin tindih. Mulut Gudel meluncur turun kepayudara Tumi yang padat kenyal. Sementar jari - jarinya terus di selangkangan Tumi, mulut Gudel tidak memberi ampun puting susu Tumi. Dusedot, digigit - gigit, dan dicupang - cupang. Tangan Tumi telah berhasil memelorotan celana kolor Gudel. Dan mentimun besar, kaku dan panas telah berada digenggamannya. " Kang ... dak ... tahan ... kang ... ayo ...kang ....aah...!" Tumi menggeliat - geliat bagai cacing kena panas. Gudel yang terus mendengus dan ngos - ngosan segera memposisikan pinggulnya di antara paha Tumi. Tumi menangkap mentimun Gudel dan menempelkan di bibir miliknya yang menganga dan telah basah licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Tumi menjerit tertahan. Mentimun Gudel amblas di kedalaman miliknya. Yang dirasakan kemudian miliknya bagai dijejali sesuatu yang kaku, hangat dan berkedut. Yang dilakukan Tumi kemudian hanya bisa memejamkan mata dan sesekali menggigit bibirnya karena rasa luar biasa enaknya. Gudel tidak ingin berlama - lama. Maka segera dipompakannya mentimunnya dengan kuat dan cepat. Menikmati sodokan - sodokan kuat dan cepat dari Gudel Tumi hanya bisa sebentar matanya terbeliak, sebentar matanya menutup rapat dan mulutnya terus menjerit - jerit tertahan. Tumit kaki Tumi telah membuat tikar robek karena kerasnya gerakan dan gesekan. 

bersambung ........................

Rabu, 12 Desember 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                          edohaput 


Kelimapuluh

Menik sibuk mematikan api tungku yang masih membara dengan guyuran air. Api bara yang tiba - tiba mati membuahkan asap. Asap menyebar ke seluruh ruang dapur. Menik tersedak - sedak asap. Diambilnya kipas tungku dan dikibas - kibaskannya agar asap tidak mengenai mukanya. Gudel yang sedang duduk di amben dapur dan sedang menikmati kue gandhos juga tersedak - sedak. Kue gandhos yang di mulutnya menjadi tersemprot keluar dan Gudel jadi batuk - batuk. Untuk menghilangkan tersedaknya Gudel menyerutup wedang jahe. Menik terus berkegiatan mengibaskan kipas tungku. 
Malam belum jauh, tetapi pak Pedut memilih berada di dalam kamar dan tidur untuk melepaskan penatnya badan yang seharian digunakan untuk menggarap tanah sawah. Sejak kematian yu Jumprit pak Pedut cenderung banyak murung. Semangat hidupnya menurun. Tidak menampakkan keinginan - keinginan yang dulu - dulu pernah ada. Jika malam tiba pak Pedut lebih memilih tidur dari pada terjaga. Ketika yu Jumprit masih ada pak Pedut selalu terjaga sampai malam larut, karena menunggu yu Jumprit selesai dengan pekerjaan dapur. Begitu juga Kliwon. Kliwon yang memang pemalas tidak pernah menggubris Menik yang semakin tambah pekerjaan. Kliwon tidak pernah mau tahu tanggung jawab Menik yang semakin repot setelah yu Jumprit tidak ada. Kliwon tahunya bekerja di sawah, makan, dan tidur. Kliwon tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Harapan untuk bisa punya harapan hidup lebih baik  tidak lagi ada. Kliwon menjadi semakin malas. Kliwon lebih banyak melamun dari pada bekerja. Di sawahpun Kliwon kadang - kadang hanya duduk dan melamun. Kliwon menjadi lebih banyak mengurung diri di kamar. 
Asap yang dikibasi Menik hilang. Menik kemudian rebah di amben di dekat Gudel duduk. Menggeliat dan mergangkan otot - ototnya yang kaku karena seharian berkerja di dapur. Menik menguap kecil, kemudian tubuhnya rebah lemas terlentang di dekat Gudel. Gudel melihat tubuh lunglai Menik. Dadanya yang hanya ditutupi kain tipis dan tidak berkutang kelihat begitu menggunung. Gundukkan yang ada di bawah pusarnya yang juga hanya ditutupi kain tipis nampak juga di mata Gudel. Garis celana dalam yang dipakai Menikpun nampak di mata Gudel karena kain bawah yang dikenakan Menik  juga tipis dan trasparan. Gudel menelan ludah. " Dah sangat jelas, Nik. Sangat jelas kalau yang memperdaya yu Jumprit itu Genjik, Nik. Batu akik di cincin Genjik yang diceritakan Kemi kepada aku itu jelas jimat, Nik. Tolong sekarang aku dibantu menyari cara bagaimana agar jimat itu bisa kembali ke keluargamu.  Mengahadapi Genjik secara lelaki jelas aku dak mampu Nik. Genjik itu sangat kuat lagi sakti. Empat penyamun saja bisa mudah dilumpuhkan. Apalagi sekarang Genjik memegangi jimat, pasti Genjik akan menjadi tambah sakti, Nik. Tolong Nik, kira - kira cara apa yang harus ditempuh agar jimat itu kembali ke keluargamu." Genjik memecah kesunyian dangan kalimat - kalimatnya yang diucapkan dengan nada menyerah. Menik tidak merespon kalimat - kalimat Genjik. Menik malah sekali menggeliat, meregangkan otonya, menguap kecil dan merubah posisi terlentangnya dengan tudur tengkurap. Gudel menjadi melihat patat Menik yang begitu padat menonjol. Kain bawah Menik tertarik sampai di bawah pantatnya. Karena ketika tadi Menik merubah posisi terlentangnya ke tengkurap, Menik tidak ambil pusing dengan rok bawahnya. Kedua paha Menik yang sampai ke pangkalnya tidak tertutup kain nampak di mata Gudel. Celana dalam di balik kain trasparannya yang menutupi pantatnya tampak tidak terpasang rapi. Sekali lagi Gudel menelan ludah. " Akan sangat berbahaya Nik. Kalau jimat itu di tangan orang yang jahat, pembunuh keji kayak Genjik itu. Apa kamu rela jimat itu suatu saat digunakan untuk kejahatan, Nik. Apa kamu juga rela jimat yang diharap - harap oleh warga bisa ketemu dan   kembali  kekeluargamu itu dimanfaatkan secara salah. Ayo, nik. Pikirkan. " Gudel terus memandangi kegempalan pantat Menik. Kelelakiannya yang ada di balik celana kolornya menggeliat. Dan beransur - ansur menjadi kaku. " Dah lah kang. Jimat itu dak usah diomong lagi. Dak usah dipikirkan lagi. Yang sudah terjadi biarlah terjadi, kang. Nasi dan jadi bubur, apa lagi yang mau diperbuat. Jimat itu sekarang dak usah diingat ingat lagi. Kang Gudel dak lagi - lagi perlu menyari - nyari jimat. Dan dak perlu lagi menebak - nebak siapa yang memperdaya yu Jumprit." Menik merespon kalimat Gudel dengan nada yang malas seperti oang lagi kantuk ngomong. Dan berkata malas begitu Menik tetap sambil tertelungkup badan. Hanya pantatnya saja yang sedikit digerakkan untuk menyari posisi enak tidur tengkurapnya. Pantat yang digerakkan menyebabkan kain bawah semakin tertarik ke atas dan menyebabkan sebagian pantat Menik terbuka. Mentimun Gudel menjadi kaku. Karena Gudel tiba - tiba berandai - andai dengan pantat Menik. Tetapi Gudel sangat terkejut dengan jawaban Menik. Mengapa Menik menanggapi ceritanya dengan begitu dingin. Seolah - olah tidak terjadi apa - apa. Seolah kematian yu Jumprit bukan masalah. Seakan - akan jimat tidak lagi ada artinya. Gudel yang semula bercerita tentang penemuannya tentang Genjik yang diduganya telah menguasi jimat, berharap akan memperoleh sanjungan dan pujian dari Menik, yang diperoleh sebaliknya. Dengan dingin dan sepi Menik menanggapi ceritanya. Gudel menjadi amat kecewa. Mengapa Menik seakan sekarang tidak lagi ambil perduli terhadap kematian yu Jumprit dan musnahnya jimat. Kekcewaannya membuat hatinya dongkol. Dibalikkannya tubuh Menik yang tengkurap. Menik terlentang. Membuka mata dan tersenyum. Gudel terpesona. Mulut Menik mengahkirin senyumannya dengan menganga. Bibirnya basah memerah. " Kang ... " Nada manja keluar dari mulut Menik. Sorot mata Menik amat sayu. Dengan gemasnya diraihnya dan diangkatnya tubuh Menik kepangkuan. Gudel menjadi lupa rasa kecewanya. Gudel melupakan dongkolnya. Di hati Gudel rasa cinta menggelora. Rasa sayang mengembang. Dipeluknya Menik. Dan diciumnya bibir Menik yang terbuka. Menik menanggapi ciuman Gudel. Keduanya menjadi lupa dan telah berpagut. Tangan Gudel telah membuat kain tipis yang menutupi dada Menik terlepas. Payudara Menik menyembul keluar. Gudel segera meremasnya sambil terus menjulurkan lidah di mulut Menik. Gelinjangan Menik mebuat tangan Gudel semakin mudah saja di buah dada ranum Menik. Gudel merebahkan tubuh Menik di amben. Kemudian menindihnya. Mulut Gudel berpindah dari bibir Menik ke payudara yang telah berada sepenuhnya di luar kain. Gudel mencupangnya. Menyedot - nyedot puting susu merah kecil dan telah kaku. Menik terus menggeliat - geliat bagai cacing kepanasan dan mulutnya tidak berhenti mendesah. Ketika tangan Gudel akan sampai di selangkangannya buru - buru Menik merapatkan keduan pahanya. " Kan ... jangan yang itu. Kang ... jangan dulu ... "  Berkata begitu tangan Menik menelusur masuk ke celana kolor Gudel. Celana Gudel yang kombor memudahkan tangan Menik segera menemukan mentimun Gudel yang sudah sangat kaku dan panas. Menik meremasnya dengan gemas. Menarik - nariknyanya. Dan genggamannya bergerak maju mundur di mentimun Gudel. Gudel merasakan tangan lembut Menik yang hangat sangat nikmat. Gudel mebayangkan mentimunnya telah berada di dalam milik Menik. Sebaliknya Menik yang terus payudaranya diserang Gudel dengan panas merasakan geli kenikmatan yang tiada tara. Rasa di payudara menjalar sampai di miliknya. Menik menjerit karena sampai. Miliknya membasahi celana dalamnya. Rasa nikmat yang dirasakan Menik, membuat tangannya yang meggenggam mentimun Gudel semakin nekat mempermainkannya. Gudel tidak tahan. Dengan kuat tubuh Menik dipeluknya. Gudel menjerit tertahan. Di tangan Menik cairan lelaki Gudel menyemprot dan meleleh - leleh membasahi tangan Menik. 

bersambung .....................



Jumat, 07 Desember 2012



Cubung Wulung

                                                                                                  edohaput

Keempatpuluhsembilan

Gudel terus mengamati kegiatan Kemi. Berhari - hari kegiatan Kemi tidak lepas dari intaiannya. Gudel sangat ingin bisa kembali bertemu dengan Kemi. Tidak ada keberanian untuk datang ke rumah pak Lurah untuk menemui Kemi. Gudel takut karena memang selama ini tidak pernah ada hubungan dengan Kemi. Kalau tiba - tiba dirinya menemui Kemi di rumah dan diketahui pak Lurah, bu Lurah atau Genjik, pasti akan mengundang kecurigaan. Gudel memilih bersabar. Satu saat pasti Kemi ke sawah lagi. Tapi kapan. Dirinya harus bersabar. 
Siang. Ada mendung di atas gunung. Angin turun ke lembah menebarkan hawa sejuk. Gudel berjalan menyusuri pematang. Kepalanya di longok - longokkan ke arah sawah - sawah pak Lurah. Barangkali matanya melihat sesosok Kemi. Pucuk dicinta ulam tiba. Mata Gudel tertumbuk pada sesosok perempuan yang menggendong tenggok berjalan di pematang sawah pak Lurah. Gudel meletakkan telapak tangannya di atas alis matanya untuk menghindari silau sinar matahari yang membuat pandangannya tidak jelas. Hati Gudel berbunga - bunga. Ternyata yang berjalan di atas pematang dengan menggendong tenggok itu Kemi. Gudel Berjingkrak. Tidak sia - sia berhari - hari dirinya mengamati sawah pak Lurah. Setengah berlari di atas pematang Gudel menyegerakan langkahnya agar segera bisa dekat dengan Kemi. 
Kemi terkejut ketika Gudel telah berada di dekatnya, dengan sedikit napasnya yang terengah - engah. " Lho kok kang Gudel ?" Kemi meletakkan gendongannya. " Iya Mi, aku. Aku ingin ketemu kamu lagi. Kemarin lusa itu kan dak bisa jadi ta, Mi ? Gimana Mi, kalau siang ini kita ulangi. Mumpung sepi, Mi ?" Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah kang Gudel ini ada - ada saja. " Kemi manja. " Kok sendiri, Mi ?" Gudel duduk di pematang. Diikuti Kemi yang juga segera mengambil posisi di samping Gudel. " Iya kang, hari ini pak Lurah, bu Lurah dan kang Genjik pergi ke kota. Katanya mau belanja." Kemi melipat selendang yang tadi digunakan untuk menggendong tenggok. Matanya menatap Gudel yang terus tersenyum senang karena apa yang diharap - harapkan bisa bertemu lagi dengan Kemi kesampaian. " Lha kamu kok dak diajak ta, Mi ?" Gudel merogoh sakunya dangan mengeluarkan sebungkus rokok. Gudel menyulut rokok dan menghempaskan asapnya. " Dak kang. Aku suruh jaga rumah. Dan buang ini sampah. Lagian bu Lurah tadi bilang kalau aku mau dibelikan celana dalam dan kutang. Rupanya bu Lurah tahu kalau celana dalamku dah pada sobek dan kutangku dah pada pedot talinya. Ya aku manut saja ta, kang. Lagian ke kota kan malah capek. Dan kalau aku ikut pergi kan dak ketemu kang Gudel sekarang, ta kang ?" Kemi tertawa. Lagi - lagi Gudel tersenyum. " Betul juga, Mi. Kalau kamu ikut ke kota hari ini kita tidak ketemu. Aku kangen lho, Mi ?" Gudel merayu. Gudel merogoh saku celana kolornya lagi. Yang dikeluarkan dari sakunya kemudian segenggam uang. " Ini Mi. Buat kamu !" Gudel mengansurkan uang ke tangan Kemi. " Lho dak apa - apa kok aku diberi uang ta, kang ?" Kemi menatap mata Gudel heran. " Sudah berhari - hari uang itu di kantong, Mi. Menununggu ketemu kamu. Dan sekarang terimalah. Bisa kamu pakai jajan." Gudel memegangi tangan Kemi. " Wah ini bisa untuk beli kain, kang. Terima kasih ya kang !" Kemi ceria. " Dah terserah kamu saja. Mau buat jajan boleh, mau untuk beli kain boleh terserah kamu. Sekarang itu dah uangmu." Gudel terus memegangi tangan Kemi. " Baru kali ini lho kang ada orang kasih uang ke aku sebanyak ini." Kemi juga membalas memegangi tangan Gudel. Mereka jadi saling berpegang tangan. Tiba - tiba di hati Kemi mengalir rasa suka terhadap Gudel. Kemi tidak habis pikir kenapa dirinya diberi uang. Apa karena peristiwa tempo hari yang lalu itu. Apa kerena dirinya mau dicumbu lalu dirinya diberi uang. Kemi mau bertanya begitu. Tetapi bibirnya malas mengatakan itu. Kemi memilih menerima uang tanpa tahu maksud mengapa Gudel memberinya uang. Kemi yang sangat jarang memegang uang menjadi sangat senang. " Sekali lagi terima kasih ya, kang." Kemi menggamit. " Halah cuma segitu saja kok terima kasihnya berulang - ulang. Dah kantongi !" Gudel mencubit hidung Kemi yang tidak mancung tetapi juga tidak pesek. " Ah kang Gudel ini lho. Hidung lagi rada pilek lho kang !" Kemi manja dan tangannya memasukkan uang ke saku kainnya. " E ... Mi, Genjik punya kegiatan apa, Mi ?" Gudel mulai melancarkan pertanyaan mengarah untuk menyelidik Genjik. " Ya biasa ta kang. Urusan tembakau." Jawab Kemi. " Bukan itu, Mi. Genjik tu ada  tanda - tanda apa, yang tidak biasanya gitu lho, Mi." Gudel menjelaskan. Kemi mengerinyitkan dahi. " Iya ... iya ... ada kang, ada. Kang Genjik malam itu membersihkan cicin bermata batu akik warna merah, kang. Ketika aku datang kang Genjik buru - buru menyembunyikannya, kang. Tidak biasanya kang Genjik menimang - nimang cincin. Dan selama ini aku belum pernah melihat kang Genjik memakai cincin lho, kang." Kemi menjelas - jelaskan. Gudel terdiam. Gudel menjadi semakin yakin kalau Genjik inilah yang memperdaya dan menghabisi nyawa yu Jumprit. Sekarang sudah sangat nyata. Jimat itu ada di tangan Genjik. Jahat benar Genjik ini. Kalau begitu Genjik ini memang pembunuh. Gudel merasa ngeri juga. Genjik sekarang memegangi jimat. Dia akan semakin kuat. Semakin sakti. Lalu dengan cara apa agar dirinya bisa mengambil jimat itu dari tangan Genjik. Gudel menjadi terdiam. Pikirannya melayang. Mencari cara agar bisa mengembalikan jimat itu ke tangan yang berhak. Gudel ingin menyampaikan penemuannya ini kepada Menik. Siapa tahu Menik punya cara. Dan Menik pasti akan sangat mengagumi dirinya yang bisa menemukan orang jahat yang telah memperdaya yu Jumprit dan sekarang menguasai jimatnya. " Lho kang, kok jadi diam ta ? Siang ini kok juga sepi sekali ya, kang. Kok dak ada orang di sawah ya kang ?" Kemi memecah kediaman Gudel. " Ya ... ya ... Mi ... sepi sekali. Kita ke gerumbul saja yuk, Mi !" Gudel tergagap dan menjawab Kemi sekenanya. Kemi sangat senang Gudel mengajaknya ke gerumbul. Dengan begitu kemarin lusa yang miliknya belum jadi terterobos mentimun Gudel, hari ini akan jadi diterobos. " Ah ... kang Gudel ini ada - ada saja." Kemi manja dan pura - pura menolak. " mau dak ... " Gudel tersenyum. Kemi terpesona. " Ah ... kang Gudel ini lho, bikin ... ah ... !" Kemi mencubit paha Gudel. Melihat Kemi mau. Gudel segera menarik tangan Kemi menuju gerumbul. 
Gerumbul segera bergoyang - goyang. Karena di tengah gerumbul Kemi telah ditindih Gudel. Kaki Kemi telah menyebabkan gerumbul terus bergoyang. Kain Kemi telah tidak terpasang dengan sempurna karena telah dibuka - buka oleh Gudel. Payudara Kemi telah mencuat keluar dari kalin dan menjadi mainan tangan Gudel yang nakal. Terus meremas. Bibir, leher, dan telinga Kemi menjadi santapan nikmat mulut Gudel. Kemi manaik - naikkan pantatnya agar Gudel segera memelorotkan celana dalamnya. Tetapi Gudel belum mau sampai ke situ. Gudel masih sangat suka dengan payudara kemi yang masih sangat kenyal dengan puting susu kecil yang semakin memerah. " Kang aduh ... kang ... aku dak tahan ... " Kemi terus mendesah. Gudel tahu Kemi sudah sangat kelabakan. Gudel merasa kasihan juga. Dipelorotkannya celana dalam Kemi. Dengan sekali tarik berhasil. Celana kolornya sendiri juga segera dilepas. Kemi mengangkang. Gudel berada di atas Kemi. Gudel mengarahkan mentimunnya ke milik Kemi. Gudel menempelkan ujung mentimunnya di permukaan milik Kemi yang sudah membasah dan licin. Gudel mendorong dengan pantatnya. Sejenak mata Kemi terbeliak menatap mata Gudel. Kemi merasakan miliknya kemasukan benda kaku, hangat, besar, dan sangat menyesak di kedalamannya. Kemudia Kemi hanya bisa memejamkan mata sambil terus menikmati miliknya yang terus ditabrak - tabrak mentimun dengan kuatnya. Kemi melayang - layang. Payudaranya sangat geli hangat karena mulut Gudel telah berada disana. Setiap kali sampai ke puncak Kemi hanya bisa menjejak - jejakkan kakinya yang membuat gerumbul semakin bergoyang dan menimbulkan suara. Gudel terus memacu. Gudel tidak ingin berlama - lama. Gudel takut ketahuan orang. " Mi ... ayo ... Mi ... !" Gudel terus memacu keluar masuknya mentimunnya di milik Kemi. " Kang ... ah ... kang ... ayo ... " Dengan sangat cepat Gudel memasuk keluarkan mentimunnya di milik Kemi. Kemi menjerit - njerit tertahan karena kenikamatan yang tidak ada duanya. Gudel memekik dan memeluk kuat tubuh Kemi. Kemi Mengangkat - angkat pantatnya. Kemi merasakan miliknya diguyur air kental hangat dan terasa meleleh - leleh di kedalaman miliknya. Cairan lelaki Gudel yang hangat meleleh di kedalaman miliknya, membuat miliknya marasakan geli luar biasa. Menyebabkan sekali lagi Kemi sampai ke puncak . Kemi menjerit keras sambil menggelinjang kuat. Kedua kakinya dilingkarkan di pinggul Gudel dan pantatnya digoyang - goyang. Gerumbul bergoyang keras. Sejurus kemudian gerumbul tenang. Dan suasana kembali sepi. Yang terdengar kemudian adalah gemerisiknya dedaunan yang tertiup angin yang bertiup semilir dan menebarkan wanginya rumputan. 

bersambung ..........

Senin, 03 Desember 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                         edohaput

Keempatpuluhdelapan 

Kemi mengamati rumah induk. Dimana pak Lurah dan bu Lurah berada. Sepi. Semua jendela sudah ditutup rapat. Kemi mengambil kesimpulan pak lurah dan bu Lurah sudah berangkat tidur. Udara malam yang dingin disertai adanya gerimis mungkin membuat pak Lurah dan bu Lurah lebih memilih berada di kamar tidur daripada berkegiatan lain. Ini berarti dirinya tidak akan lagi disuruh - suruh untuk mengerjakan sesuatu. Memang Kemi bisa istirahat jika majikannya sudah tertidur. Kalau belum ada saja yang disuruhkan pak Lurah dan bu Lurah. 
Kemi yang sudah sejak sore ingin menemui Genjik di gudang sudah bersih - bersih badan. Kemi melangkah meninggalkan dapur. Gudang yang hanya bersebelahan dengan dapur sangat mudah dicapai Kemi. Kemi mengintip melalui jendela yang belum ditutup rapat oleh Genjik. Kemi melihat Genjik sedang membersihkan cincin bermata batu akik. Karena tempat Genjik tidur beralas tikar padan persis di bawah jendela, membuat Kemi bisa memandang jelas apa yang sedang dilakukan Genjik. Cincin bermata batu akik kecil warna merah ditimang - timang di tangan. Dibasahi dengan uap mulut, digosok - gosok menggunakan kain sarungnya. Batu akik merah delima bercahaya ditimpa lampu minyak. Selama ini Kemi belum pernah melihat Genjik mengenakan cincin. Tetapi mengapa malam ini dirinya melihat Genjik menimang cincin. Pikiran Kemi lalu melayang ketika dirinya ketemu dengan Gudel di sawah. Gudel bertanya banyak tentang Genjik. Bahkan menyinggung - nyinggung tentang jimat pula. Kemi juga menjadi ingat ketika Genjik pernah bercerita tentang keinginannya memiliki jimat Nyi Ramang yang pernah diwariskan ke yu Jumprit. Jangan - jangan yang memperdaya dan mengabisi nyawa yu Jumprit itu Genjik. Dan kini Genjik telah menguasai jimat yang berupa batu akik itu. Kemi merinding. Bulu kuduknya berdiri. Buru - buru Kemi menepis pikirannya sendiri dengan perbuatan Genjik yang selama ini selalu baik. Tidak pernak macam - macam. Adanya cuma kerja dan kerja. Keluar dari rumah kalau tidak karena menemani pak Lurah, genjik tidak pergi. Tidak. Kang Genjik tidak mungkin melakukan itu. Kemi berjingkat jinjit kembali ke dapur. Takut langkahnya didengar Genjik. 
Kemi kembali mendekati jendela dengan membawa nampan yang di atasnya ada gelas wedang jahe,  singkong goreng, sepiring nasi lengkap dengan lauk. Kemi berteriak di dekat jendela : " Kang, makan malam. Buka pintunya aku mau masuk !" Kemi melangkah memutar menuju pintu gudang. Terdengar jawaban Genjik yang juga berteriak : " Masuk Mi ! Pintu dak aku kancing !" Tumi mendorong pintu dengan kakinya karena tangannya memegangi nampan. Kemi selintas melihat Genjik yang buru - buru menyembunyikan cicinnya di bawah bantal ketika melihat dirinya datang. " Hayo ... apa itu kok disembunyikan ... " Kemi meledek genjik. " Ah ... bukan apa - apa, Mi. Dah sini aku sudah lapar banget." Kemi meletakkan nampan di lantai yang beralas tikar tempat Genjik duduk. " Dah dimakan kang, tak tunggui. Aku dah dak ada pekerjaan kok." Kemi duduk dekat Genjik. Genjik meraih nampan dan segera lahap  menikmati masakan Kemi. " Hari ini sedap betul masakanmu, Mi. Enak banget. Sayur lompong gandem. Ini gorengan tempe benguknya juga sedap." Kalimat Genjik diucapkan sambil terus memenuhi mulutnya dengan makanan. Kemi sangat senang masakannya dipuji - puji Genjik. " E ... kang, apa ta yang disembunyikan kang Genjik itu ?" Kemi mengulangi ledhekannya. " Ah ... kamu Mi...Mi mau tahu saja. Bukan apa - apa dah dak usah tanya - tanya !" Genjik dengan nada agak marah. " Ya dah ... aku dak tanya - tanya lagi." Kemi takut Genjik akan marah.  Jangan - jangan keinginannya untuk bisa dicumbu Genjik menjadi urung. Kemi  diam. Genjik makan.  Sudah beberapa hari ini Kemi mencoba mengamati Genjik. Genjik tidak pernah ada waktu. Pekerjaannya mengawut tembakau sepertinya tidak pernah selesai. Larut malam Genjik baru bisa istirahat. Kemi tidak memperoleh kesempatan. 
Genjik selesai makan. Bersendaha keras setelah menenggak wedang jahe. Matanya menatap Kemi yang diam. " Lho kok diam ta, Mi ?" Genjik meledhek kemi. " Lho tadi katanya dak boleh tanya -  tanya ..." Kemi pura - pura memberengut manja. " Kalau tanya - tanya jangan, tapi kalau ngomong kan boleh ta, Mi." Genjik tersenyum menampakkan sebaris giginya yang tersusun rapi. Melihat Genjik tersenyum deg - degan juga jantung Kemi. Di mata Kemi Genjik pria tampan, gagah dan mempesona. Kemi merubah posisi duduknya dan sengaja menggerakkan kaki agak nekat sehingga pahanya terbuka. Genjik yang masih menatap Kemi melihat selangkangan Kemi tidak dikenakan celana dalam. " Ih ... kamu dak pakai celana dalam ya, Mi ?" Genjik malah nekat melihat selangkangan Kemi dengan cara sedikit membungkukkan badan. " Basah semua kang, tadi aku cuci dak kering " Kemi bohong sambil pura - pura membetulkan kain bawahnya. Dan sengaja tidak dibetulkan dengan sempurna sehingga pahanya masih sangat terbuka. Kemi memang ingin Genjik terangsang dan kemudian mencumbunya seperti ketika tempo beberapa minggu yang lalu. Kemi memang sengaja tidak mengenakan celana dalam. Genjik menyulut rokok. Kemi nekat rebahan di sisi Genjik duduk. " Aku tiduran ya, kang. Capai banget ni badan." Kemi kembali berbohong. Kain bawah yang tidak dibetulkan sempuna, kembali tertarik ke atas. Membuat paha Kemi nampak sampai ke pangkal. Kemi yang tiduran terlentang dadanya nampak menggunung. Dan sengaja dadanya juga tidak dikutanginya. Melihat tubuh Kemi yang aduhai tidak ayal jantung Genjik menjadi deg - degan. Kejantanannya tiba - tiba tergugah. Rokok dimatikan di asbak dan tangan segera maraih tubuh Kemi ditarik kepangkuannya. " Lho kang ... jangan ... jangan kang ... " Kemi meronta kecil. Genjik segera memeluk tubuh Kemi dan tiada ampun segera dilahapnya bibir Kemi. Kemi yang mengharapkan ini terjadi segera membalas ciuman Genjik dengan panas. Tangan Genjik telah kemana - mana. Mula - mula yang jadi bulan - bulanan tangan Genjik payudara Kemi. Disana tangan Genjik yang besar, kuat, dengan jari - jari yang panjang meremas gemas buah dada Kemi yang memang masih sangat kenyal. Payudara perawan yang belum pernah teraba oleh perjaka kecuali pernah sekali oleh Genjik tempo beberapa minggu lalu dan pernah sekali oleh Gudel ketika kejadian di sawah tempo hari lalu. Sejak merasa payudaranya diremas perjaka, Kemi menjadi ketagihan. Ingin rasanya setiap hari payudaranya diperlakukan demikian. Genjik terus meremas dan meremas sementara mulutnya menggarap bibir Kemi yang mendesah tak jelas karena mulut terbungkam bibir Genjik. Tangan Genjik melorot ke bawah dan sampai ke milik Kemi. Kemi tidak menutup pahanya, tetapi justru malah melebarkan kangkangannya. Kemi sangat menikmati jari - jari Genjik yang berada di miliknya. Dan terus bergerak menekan, menyodok, mengilik dan menerobos miliknya. Kemi yang sudah kesetanan tangannya menyelusup ke dalam sarung Genjik dan menemukan mentimun Genjik yang sudah sangat kaku dan besar. kemi menggenggamnya dan menarik - nariknya. Kemi berkeinginan mentimun Genjik masuk ke dalam miliknya yang telah sangat basah karena ulah jari Genjik. Kemi memelorotkan sarung Genjik. Dan mencoba pula memelorotkan celana kolor Genjik, yang juga memang dibantu - bantu oleh Genjik. Genjik menjadi tak lagi bersarung. Dan juga celana Kolor telah lepas. " Mi ... " Genjik melepas ciuman dibibir Kemi. " Kang ... ayo ... " Napas Kemi sangat memburu. Dada kemi sangat kentara sekali naik turun seirama dengan debur napasnya. Tangan Genjik yang berada di selangkangan Kemi berhenti begiat. " Mi ... aku takut kamu hamil " Kalimat ini muncul disela napasnya yang menderu. " Aku bersedia jadi isterimu, kang ... " Kemi merangkul leher Genjik dan menempelkan bibirnya di bibir Genjik. Kembali mereka berciuman panas. Genjik telah menindih tubuh Kemi. Kemi membuka pahanya semakin lebar. Genjik menempelkan mentimunnya di milik Kemi yang memang sudah sangat siap dan sangat mengharap diterobos. Sekilas Kemi ingat ketika miliknya sudah ditempeli mentimun Gudel saat kejadian di sawah tempo hari. Tetapi urung karena keburu orang - orang datang. Sejak itu milik Kemi menjadi sering pegal, gatal, basah dan rasanya seperti menganga ingin ditabrak. Mentimun Genjik yang sudah menempel di bibir milik Kemi yang membasah tidak segara didorong. Kemi yang sudah menunggu, tidak sabar. Digerakkannya pantatnya ke atas dan membuat ujung mentimun Genjik menerobos masuk. Sebaliknya Genjik yang merasakan ujung mentimunnya terjepit sesuatu yang sangat lunak, hangat dan basah menjadi tidak tertahankan. Dengan sekali dorong mentimun besar Genjik amblas di milik Kemi. Kemi hanya bisa memekik, menjerit sakit, miliknya yang perawan diterobos mentimun Genjik. Sebentar saja Kemi merasakan sakit. Selebihnya dan selanjutnya yang dirasakan Kemi adalah kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah diperolehnya. Genjik terus memompa dengan tekanan - tekanan yang nekat karena semakin lama mentimunnya semakin merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan. Pernah pula sebetulnya Genjik melakukan hubungan dengan perempuan ketika di kota. Genjik melakukan dengan peeska. Tidak seenak milik Kemi yang perawan. Tidak semencengkaram milik Kemi. Sebentar saja Genjik sudah tidak tahan. Mentimunnya telah begitu membengkak. Demikian juga Kemi yang dilakukannya hanya terus menggelinjang dan mendesah. bergerak tidak karuan. Tumit kakinya membuat tikar pandan tidak lagi pada posisinya. Tangannya memeluk kuat tubuh Genjik. Kemi berkali - kali sampai. Genjik tidak lagi kuat menahan. Tiba - tiba tubuhnya mengejang seiring dengan gelinjang hebat Kemi. Keduanya menjerit, terpekik. dan sejurus kemudian lunglai. Kemi merasakan miliknya sangat basah kena guyuran air lelaki Genjik. Kemi sangat puas. Kemi sangat bahagia. 

bersambung ....................