Jumat, 23 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                  edohaput


Keempatpuluhtujuh

Hari menjelang sore. Cuaca cerah. Angin semilir mengalir dari gunung turun kelembah. Hawa dingin gunung terbawa angin merambahi desa. Angin yang berhembus sepoi tidak mampu menggoyangkan daun - daun rimbum pepohonan. Celoteh dan teriakan anak - anak membuat segar suasana sore yang cerah. Matahari menebarkan hangatnya sinar, membuat udara dingin gunung tidak begitu terasa dinginnya. Yang terasa kemudian adalah kesejekan hawa. Dari kejauhan terdengar sayup - sayup orang melantunkan tembang Dandang Gula Mas Kumambang. Seperti biasanya sore cerah selalu dihiasi dengan lantunan tembang - tembang orang - orang yang sedang merumput di tepi hutan. Suasana menjadi sangat damai, teduh, luruh dan menenteramkan.
Di rumah Tumi sedang menerima kedatangan Tobil dan Plecing yang mengenakan kain lebih pantas dari kain yang dikenakan hariannya.  Tobil dan Plencing sangat pinter mencari kesempatan ketika rumah Tumi sedang sepi dari orang. Sore dengan cuaca yang cerah pasti rumah Tumi sepi. Karena bapak dan mboknya pergi ke sawah. " Apalagi ini kang ?" Tumi melihat kantong kain yang teronggok di meja di depan Tumi duduk. " Seperti biasanya, Tum. Ini duit. Tapi kali ini beda. Di dalam kantong ini ada perhiasan berupa gelang, kalung dan cincin emas." Tobil yang sore ini mengenakan kain batik dengan motif bunga - bunga berwarna merah menjelaskan isi kantung. " Ya bahkan duitnya lebih - lebih dari biasanya, Tum." Tambah Plencing yang sore ini juga mengenakan kain batik lengan panjang dengan motif batikan daun - daun berwarna hijau memberikan tambahan penjelasan. " Dak kang, jangan. Aku dah tak sanggup menerima pemberian juagan Gogor. Aku takut, kang. Takut diketahui warga. Takut kang Gudel tahu. Lalu apa jadinya kalau kang Gudel tahu, kang. Dah bawa kembali kantung ini. Dan katakan kepada juragan Gogor kalau aku dah dak mau lagi. Sudah empat kali lho, kang, aku diminta melayani juraganmu itu. Betul kang aku takut." Tumi perlahan mendorong kantung kain berwarna merah ke arah Plencing dan Tobil duduk. " Kedatanganku bersama Plencing kali ini beda, Tum. Aku dan Plencing diminta juragan Gogor untuk melamarmu. Juragan Gogor telah menaruh hati kepadamu, Tum. Juragan Gogor melamarmu untuk dijadikan isteri ketiganya." Tobil menghentikan kalimatnya karena melihat Tumi tampak begitu kaget. Matanya terbeliak. Kedua alis matanya menjadi agak terangkat ke atas. Keadaan demikian malah membuat wajah Tumi tampak semakin cantik. Apalagi wajah Tumi yang tiba - tiba merona, menjadikan Tumi nampak sebagai perawan ayu tiada tanding. Tumi yang juga tiba - tiba terbengong membuat mulutnya sedikit terbuka. Bibirnya yang merah basah bagai terolesi madu merekah memperlihat sedikit barisan gigi yang yang tersusun rapi. Karena juga Tumi tiba - tiba menghela napas menjadikan gundukan di dadanya nampak semakin menonjol. Kain tipis yang dikenakan Tumi semakin menjelaskan kalau payudara itu tiba - tiba mengencang dan tegak menggunung. Karena juga Tumi tidak mengenakan kutang, puting susunya menjadi nampak menyodok keluar kain tipisnya. Melihat itu Tobil hanya bisa menelan ludah. Pikirannya melayang. Seandainya dirinya diciptakan jadi orang kaya, Tumilah perawan yang akan dipersuntingnya. Tumi akan dicintai dan disayanginya dengan sepenuh hati. Tumi akan dijadikan isteri yang selalu dimanjakannya. Tumi akan dijadaikan perhiasan kebanggaannya. Jika malam telah tiba Tumi akan dipangkunya, dipeluknya, diciuminya, dimanjakannya, dan diberikan kenikmatan yang tiada taranya. Perasaannya menjadi nelangsa ketika ingat dirinya adalah orang yang tidak berharta. Orang yang pekerjaannya hanya menjadi suruhan orang kaya. Orang yang hanya pernah punya mimpi tetapi tidak pernah bisa mewujudkannya. " Juragan Gogor tidak ingin jawabanmu hari ini Tum. Kamu boleh berpikir dulu." Plencing menambah kalimatnya Tobil. Tumi hanya bisa kaget. Ternyata juragan Gogor ingin memilikinya secara utuh. Tidak hanya sekedar bersenang - senang. " Juragan Gogor juga berpesan agar dikatakan kepadamu. Kalau kamu bersedia untuk diperistri juragan Gogor, kamu boleh minta apa saja. Juragan Gogor akan membuatkan kamu rumah di kota. Bapak dan mbokmu bisa dapat sawah. Sawah yang mana, mbokmu dan bapakmu disuruh milih. Tidak hanya itu Tum, malah juragan Gogor juga akan membuatkan rumah yang lebih baik bagi bapakmu dan mbokmu. Gitu Tum welingan dari juragan Gogor. Semua dah tak sampaikan. Sekarang terserah kamu." Plencing tidak berbohong. Memang seperti itu apa yang dikatakan juragan Gogor. 
Tumi terbengong. Terbayang di benak Tumi rumah mewah di kota. Berarti dirinya tidak perlu bersusah - susah lagi pergi ke sawah. Terbayang kehidupan yang serba mudah. Serba menyenangkan. Dan bapak mboknya juga akan hidup lebih senang karena akan ada pemberian sawah. Rumah yang mungkin akan diperbaiki juragan Gogor. Terbayang pula Gudel yang dicintainya. Akan tegakah dirinya meninggalkan Gudel. Gudel yang telah diberi keperawanannya. Gudel yang telah berkali - kali diajaknya menikmati indahnya hidup. Gudel yang selalu memnerikan kenikmatan luar biasa ketika mencumbunya. Gudel yang dikala sedang mencumbu selalu meremas payudara dengan kasar, tetapi sangat nikmat dirasa. Gudel yang setiap kali bercinta dengan dirinya selalu menyodokan mentimun besarnya dengan kuat dan cepat, membuat dirinya selalu tidak bisa menahan. Gudel yang suka menggeram - geram dan memeluk tubuhnya dengan kuat. Gudel yang selalu membuat dirinya gemas dan geregetan.  Akan hidup bahagiakah dirinya tanpa Gudel mendampinginya. Apa artinya bergelimangan harta tanpa Gudel menemaninya. Tumi bingung. 
" Ya sudah Tum. Kalau kamu sudah punya jawaban temui aku." Tobil beranjak dari duduk diikuti Plencing. " Mau kemana lagi ta kang, kok tergesa - gesa ?" Tumi berbasa - basi. " Ada urusan penting Tum." Plencing yang menjawab Tumi. " Urusan jimat ya kang ?" Tumi mengagetkan Tobil dan Plencing. " Hus .... ! Jangan ngomong itu. Sekarang tidak perlu lagi ngomong soal jimat. Soal Jumprit. Jumprit sudah mati. Jimat dak perlu diomong lagi. Ayo cing kita pergi !" Tobil menggandeng tangan Plecing dan segera melangkah meninggalkan rumah Tumi. 
Melihat Tobil dan Plencing tidak lagi mau diingatkan soal jimat, kecurigaan Tumi terhadap Tobil dan Plencing ada hubungan dengan kematian yu Jumprit semakin besar. Sebelum yu Jumprit mati, Tobil dan Plencing sangat bersemangat jika diingatkan soal jimat. Tidak diingatkanpun Tobil dan Plencing setiap ketemu dirinya pasti ngomong soal jimat. Tidak henti - hentinya Tobil dan Plencing meminta dirinya menyelidiki keberadaan jimat itu. Tobil dan Plencing tahu kalau dirinya banyak bersama dengan Menik. Tobil dan Plencing ingin memperalat dirinya untuk mendapatkan jimat itu. Melihat Tobil dan Plencing melangkah cepat dan terburu - buru dari rumahnya Tumi hanya bisa tersenyum geli. 

bersambung ......................

Rabu, 21 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                              edohaput


Keempatpuluhenam

Hari siang panas. Di sawah Gudel berhasil menemui Kemi. Sudah berhari - hari Gudel mengincar untuk bisa bertemu dengan Kemi. Tetapi Kemi tidak pernah keluar rumah. Sangat jarang Kemi keluar dari rumah pak Lurah. Kalau tidak ada pekerjaan sawah yang menuntut dirinya membantu, Kemi tidak ke sawah. Kesempata yang ditunggu - tunggu Gudel datang. Kemi ke sawah untuk membantu merabuk tanaman di sawah pak Lurah. Pak Lurah, bu Lurah dan para pekerja sedang pulang ke rumah untuk makan siang. Tinggal Kemi sendiri di sawah menebar rabuk. Ini kesempatan bagi Gudel untuk menemui Kemi. Gudel yang sudah berhari - hari selalu mengintai kegiatan Kemi, kini sangat beruntung bisa menemui kemi. Setengah berlari Gudel mendekati Kemi. 
" Sendiri ya Mi !" Sapa Gudel yang mengagetkan Kemi yang lagi membungkuk - bungkuk menebar rabuk ke setiap tanaman. " Lho kok kang Gudel ?" Kemi berdiri tegak dan menatap Gudel, dan kekagetannya masih nampak di raut mukanya. Kemi tidak pernah bertemu dengan Gudel. Selain jarak rumah pak Lurah dengan rumah Gudel cukup jauh, juga karena memang Kemi sangat jarang diminta juragannya untuk keluar rumah. " Ya, Mi. Kamu dak ikut pulang makan siang ya ?" Tanya Gudel familier. " Dak kang, aku diminta menyelesaikan menebar rabuk ini !" Jawab Kemi. " Mi, aku mau ada perlu sama kamu, sini duduk di pematang sini, Mi. Aku mau ngomong !" Setengah berteriak Gudel meminta Kemi. Kemi yang berada di tengah sawah segera berhenti dari menebar rabuk dan berjalan mendekati dimana Gudel berdiri di pematang. " Kok bikin deg - degan ta, kang ? Ada apa ?" Kemi duduk di pematang diikuti Gudel yang duduk di samping Kemi. " Ah dak begitu penting kok, Mi. Cuma .... cuma mau tanya sedikit sama kamu kok, Mi. " Gudel bingung juga setelah dekat dengan Kemi. Rencananya yang menggebu mau bertanya tentang kegiatannya Genjik selama ini menjadi buyar. Gudel takut juga, jangan - jangan Kemi nanti akan membeberkan maksudnya kepada Genjik. Ini bisa jadi runyam. Kalau Genjik tahu dirinya sedang menyelidiki Genjik, jangan - jangan Genjik nanti marah. Dan bisa - bisa dirinya harus berhadapan dengan Genjik. Genjik ini sakti. Terbukti empat penjahat pengganggu desa saja bisa dikalahkan Genjik. Tetapi apa lacur, Kemi sudah dihadapannya. Kalau maksudnya tidak jadi dilaksanakan, kapan lagi punya kesempatan bertemu dengan Kemi. Kemilah satu - satu sumber informasi tentang Genjik. Gudel berharap mudah - mudahan Kemi gampang ditanya, dan mau memberi informasi tentang Genjik. Apa mau dikata. Kalaupun niatnya ini nantinya membawa dirinya bermusuhan dengan Genjik, itu sudah resiko. Inginnya berjasa di depan Menikpun membuat Gudel menjadi berani dan tidak ragu - ragu. " Kamu ini cantik lho, Mi. Cuma sayang kecantikanmu ini jarang dilihat orang, karena kamu jarang keluar rumah. Mbok sering - sering keluar rumah, Mi. Siapa tahu ada perjaka yang kepincut dan lalu mempersunting kamu." Gudel memulai kalimat. Tangannya mengansurkan buah jeruk keprok manis yang selesai dikupasnya kepada Kemi. " Lho bawa jeruk ta, kang." Kemi menerima jeruk yang sudah dikupas, dan karena memang sedang haus langsung jeruk masuk mulutnya yang berbibir agak tebal tetapi sangat menggoda bagi perjaka yang menatapnya. " Sengaja aku bawa untukmu, Mi. Perawan yang cantik." Gudel menggoda. " Ah aneh - aneh kang Gudel ini. Belum ada lho kang, orang yang mengatakan aku ini cantik. " Kemi sambil tersipu. " Lha kamu jarang bertemu perjaka ! Coba kalau sering bertemu perjaka. Pasti akan banyak perjaka yang merayu kamu, Mi." Gudel semakin menggoda Kemi. " Ah, kang Gudel ini ada - ada saja." Kemi terus memasukkan buah jeruk ke mulutnya. " E Mi, Aku mau saja lho jadi pacarmu." Gudel semakin nekat menggoda. Godaan - godaan ini dimaksudkan oleh Gudel agar nantinya kalau dirinya masuk ke inti pertanyaan Kemi tidak merasa sedang ditanyai. " Ah yang bener kang, .... kang Gudel kan sudah jadi pacarnya yu Tumi ta ?" Kemi menjawab dengan nada kemayu. Agaknya godaan Gudel berhasil membuat Kemi tidak merasa kalau dirinya akan ditanyai macam - macam oleh Gudel tentang Genjik. " Mi, jujur Mi. Kamu pernah diapa - apain oleh Genjik ya ?" Gudel mulai memasang perangkap. " Ah kang Gudel ini aneh banget lho." Kemi tersipu. Dirinya ingat ketika dicumbu Genjik. Bibirnya diciumi. Payudaranya diraba dan diremas. bahkan miliknya yang ada diselangkanganyapun pernah dipermainakan Genjik. Dan dirinya menikmatinya. Ingat itu Kemi jadi merinding. Rasanya ingin mengulang lagi. " Kamu sama Genjik kan serumah. Pasti sudah .... sudah ... bercumbu ya, Mi. Dicium ya Mi oleh Genjik. Apa malah sudah di ..... " Gudel tidak meneruskan kalimatnya karena buru - buru dipenggal Kemi. " Kang Gudel ini lho. Bikin aku ingat malam itu saja." Kemi keceplosan, karena memang rasa seluruh tubuhnya merinding mengingat cara Genjik mencumbu dirinya. " E Mi. Genjik pernah cerita sama kamu ya, kalau Genjik itu pernah diberi kekuatan sama Nyi Ramang." Gudel merasa Kemi telah masuk perangkapnya. Maka pertanyaannya mulai dilancarkan. " Pernah kang, kang Genjik pernah cerita itu." Jawab Kemi semangat. Rupanya Kemi telah benar - benar kena perangkapnya. " Lalu Genjik pernah ngomong apa saja, Mi ?" Gudel mencoba menggali apa yang dipunyai Kemi. " Malah kang Genjik tu pernah ngomong kalau kang Genjik ingin memiliki jimat itu kang. Kang Genjik bilang kalau dirinya memiliki jimat itu pasti kang Genjik akan semakin sakti. Gitu lho kang, kang Genjik pernah ngomong." Lagi - lagi Kemi keceplosan. Mendengar kalimat terahkir Kemi, Gudel terkejut tetapi juga lega. Genjik pasti ada hubungannya dengan kematian yu Jumprit. Dipikiran Gudel, Genjik adalah pembunuh. Genjik pasti tega menghabisi yu Jumprit demi jimat itu. Gudel merasa apa yang dikatakan Kemi sudah cukup. Gudel sudah mendapat informasi yang sangat baik. Informasi ini akan disampaikan ke Menik. Menik pasti akan sangat terkejut. Dan dirinya pasti akan memperoleh simpati lebih dari Menik. Tiba - tiba hati Gudel jadi berbunga - bunga. Dibayangkannya Menik akan menyambut informasi yang diperolehnya ini dengan rasa senang dan kemudian menyanjung dirinya. Cintanya kepada Menik akan semakin berbalas. Gudel sangat gembira. Saking gembiranya Gudel menjadi tidak terkontrol. Tiba - tiba dengan gerakan cepat wajahnya didekatkan ke wajah Kemi, dan hidungnya mencium pipi Kemi. Kemi yang memang tidak menduga kalau Gudel mau berbuat demikian hanya bisa kaget. Matanya terbelalak menatap mata Gudel. Gudel yang ditatap Kemi dengan kekagetannya tertawa lepas. Kemi pura - pura memberengut. Padahal hatinya tiba - tiba berbunga - bunga. Ternyata ada juga perjaka yang mau pada dirinya. Ternyata ada perjaka yang mau menggodanya. Tiba - tiba Kemi marasa dirinya cantik. " Kok gitu ta Kang ?" Kemi pura - pura memberengut dan mencoba menampakkan wajah tidak relanya pipinya ditempeli hidung Gudel. " Habis kamu cantik Mi. Aku jadi gemas." Gudel lagi - lagi menggoda Kemi. " Ih... kang Gudel. Kalau yu Tumi tahu, gimana coba ?" Kemi kembali kenes. Lupa pura - pura memberengutnya. " Tumi kan belum isteriku ta, Mi. Hanya baru pacaran saja. Aku suka kamu lho, Mi." Gudel kembali tertawa lepas, sambil tangannya merangkul bahu Kemi. " Ah jangan kang !" Kemi sedikit meronta dari rangkulan Gudel, tetapi rontaannya hanya pura - pura. Gudel tahu kalau Kemi meronta pura - pura. Gudel nekat memeluk tubuh Kemi dan mencium bibirnya. Kemi gelagepan. " Jangan disini kang, dak enak nanti dilihat orang." Kemi yang tiba - tiba dirasuki nafsu untuk dicumbu, menjadi tidak malu - malu mengajak Gudel untuk pindah tempat. Dasar Gudel, dapat angin segar, segera tidak membuang kesempatan. Ditariknya tangan Tumi menuju gerumbul tanaman laos. Gurumbul tanaman laos cukup rimbun. Mampu menghalangi pandangan orang untuk melihat tengah - tengah gerumbul. Kemi yang ditarik Gudel tanpa pikir panjang, dan karena memang tiba - tiba birahinya muncul tidak menolak. Ada rasa ingin sekali dicumbu. Rasa tubuhnya serasa menjadi panas. Payudaranya mengencang. Yang ada diselangkangannya terasa gatal pegal dan membasah. Sampai di tengah gerumbul Gudel segera memeluk tubuh Kemi dan merebahkannya. Yang dipeluk dan direbahkan manut - manut saja. Kemi malah nekat membuka kancing kain yang menutupi dadanya. Buah dada Kemi yang besar segar dan kenyal menyembul dari kain. Tanpa ampun segera dilahab mulut Gudel. Mulai dari digigit - gigit putingnya, disedot - sedot, bahkan dicupang sampai meninggalkan bekas merah lebam. Kemi hanya bisa membuat tanaman laos semakin bergoyang - goyang saja. Tangannya, kakinya, dan tubuhnya yang polah membuat tanaman laos terus bergoyang. Tangan Gudel yang sudah berhasil berada dibalik celana dalam Kemi tidak berhenti bergerak. Mengelus, menekan, mengilik, dan ada jari yang menerobos masuk ke milik Kemi. Kemi sudah tidak ingat apa - apa. Tubuhnya serasa malambung ke angkasa. Melayang bagai kapas terbang terbawa angin. " Mi ... " Gudel berbisik di telinga Kemi sambil tangannya memelorotkan celana dalam Kemi. " Kang....." Kemi mengangguk dan memberi kemudahan bagi Gudel untuk melepas celana dalamnya. Gudelpun dengan sigap memelorotkan celana kolornya, setelah celana dalam Kemi terlepas. Dengan sigap pula Gudel segera melebarkan kangkangan Kemi. Dan segera menempatkan pinggulnya diantara paha Kemi yang terkangkang lebar. Sekilas Gudel melihat milik Kemi yang menggunung berambut tipis halus. Bibirnya terbelah membuka siap diterobos. Mentimun Gudel besar panjang dan sangat kaku, siap mengarah ke milik Kemi. " Mi ....." Disela napasnya yang memburu Gudel sekali menanyakan ke Kemi apakah perawannya ikhlas diambil. " Kang .... " Kemi mengangguk dan sorot matanya yang penuh nafsu berharap agar Gudel segera menghujamkan mentimunnya. Kemi siap menerima. Kemi gadis perawan yang memang sudah masanya memperoleh sentuhan bercinta sangat ingin merasakannya nikmatnya bercinta. Malam itu ketika Genjik mencumbunya hanya membuat dirinya kecewa. Walaupun telah berkali - kali sampai tetapi hanya tangan Genjik yang membuat sampai. Kemi ingin miliknya merasakan milik seorang perjakan. Kemi ingin miliknya diguyur air lelaki. Kemi yang juga napasnya memburu tersengal mengharap Gudel menancapkan mentimunnya. Dan miliknya akan merasakan betapa hangatnya mentimun Gudel. Kemi ingin miliknya segera merasakan guyuran air lelaki seperti ketika ia mimpi basah. Gudel yang melihat Kemi begitu pasrah segera dengan pelahan menempelkan ujung mentimunnya di permukaan milik Kemi. Kemi merasakan hangatnya ujung mentimun Gudel yang terasa lembut di permukaan miliknya. Gudel segera akan mendorongnya. Bersamaan dengan itu suara ribut - ribut terdengar. Pak Lurah, bu lurah dan para pembantunya kembali ke sawah. Suara semakin jelas terdengar, tanda orang - orang itu semakin dekat melangkah. Kemi sangat kaget. Gudelpun demikian. Kemi segera bangkit dan mendorong tubuh Gudel dan segera keluar dari gerumbul melupakan celana dalamnya. Demikian juga Gudel. Segera membetulkan celana kolornya, mengendap - endap dan pergi menjauh dari gerumbul mencari jalan yang tidak mungkin berpapasan dengan rombongan pak Lurah. 

bersambung .......................

Senin, 19 November 2012


Cubung Wulung 

                                                                                                       edohaput 

Keempatpuluhlima

Ritual do'a -do'a menujuh hari meninggalnya yu Jumprit usai. Warga yang datang sejak sore untuk bersama - sama memanjatkan do'a sudah satu - satu meninggalkan rumah pak Pedut. Malam telah merambat semakin jauh. Udara dingin membuat orang tidak mau berlama - lama berada di rumah pak Pedut. Orang ingin segera sampai di rumah membungkus dirinya dengan selimut dan menikmati pulasnya tidur. Sebentar saja rumah pak Pedut kembali menjadi sepi. 
Kliwon menutup pintu rumah yang sejak sore terbuka lebar untuk warga yang datang untuk mengikuti acara ritual do'a. Pak Pedut yang kesepian karena kepergian yu Jumprit, tidak mau berlama - lama pikirannya terus dipenuhi rasa sesal. Lebih baik baik tidur melupakan yu Jumprit. Begitu juga Kliwon, dirinya tidak mau direpotkan urusan dapur. Lebih enak masuk kamar dan tidur. Hanya Menik dan Gudel yang tetap sibuk di dapur. Menik tidak mau esuk harinya pecah belah yang tadi digunakan untuk jamuan makan masih berserakan di dapur. Menik membersihkannya dan menatanya kembali di tempat yang semestinya. Berdua dengan Gudel pekerjaan segera bisa diselesaikan. 
" Dah kang, beres ! Sekarang kang Gudel duduk saja di amben. Tak bikinkan wedang anget. Jahe apa kopi, kang." Menik yang sedari tadi sibuk tidak sempat berkata - kata, membuka percakapan dengan nada yang ringan. Sebenarnya Menik sangat penat. Sudah tujuh hari Menik tidak sempat menikmati istirahat. Menanggapi para pelayat, menyiapkan hidangan untuk tamu - tamu yang berdatangan menyampaikan ucapan belasungkawa, dan menjelang malam menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan ritual do'a. Karena memang ini menjadi tanggung jawabnya Menik tidak mengeluh. Dirinya satu - satunya perempuan di rumah. Pekerjaan dapur miliknya. Bukan tanggung jawab Kliwon kakaknya atau bahkan milik bapaknya. Untung saja Gudel selalu setia membantunya. " Kopi ditambah jahe, Nik. Biar anget dan bisa sekaligus nahan kantuk." Gudel menyulut puntung rokok yang memang sejak tadi tidak sempat disulut ulang karena membantu sibuknya Menik. " Wedangnya tak bikin kental kang, biar mantep." Menik sambil melihat Gudel yang nampaknya juga sangat kelelahan. " Siiip, Nik. Cocok." Gudel menghempaskan asap rokoknya.
Menik menuangkan wedang kopi jahe kental di gelas di hadapan Gudel duduk bersila sambil menikmati asap rokok. Mendekatkan piring berisi jadah bakar dan dan wajik hitam ke dekat duduk Gudel. " Ni, kang. Jadahnya dah sempat tak bakar. Anget, kang. Dah diminum dan dimakan. Biar tubuh jadi anget. Dari tadi kang Gudel kena air terus kan kang ?" Gudel tidak menjawab omongan Menik. Segera disambarnya jadah bakar dan diserutupnya berkali - kali wedang kopi jahe kental panas. " Nik, mulai besuk pagi aku mau cari sisik melik siapa yang mencederai yu Jumprit. Orang itu harus ditangkap Nik. Warga harus tahu. Siapa penjahat itu yang tega menghabisi yu Jumprit." Gudel serius berkata - kata. " Aku sangat percaya kematian yu Jumprit ini pasti ada kaitannya dengan jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit ini pasti menginginkan jimat itu, Nik. Ini tidak boleh dibiarkan." Kalimat - kalimat Gudel ini belum medapat respon dari Menik. Menik hanya terdiam. Mulut mungilnya hanya sibuk mengunyah jadah sambil sesekali bibirnya tertempel gelas yang kopi jahe. " Apa salah yu Jumprit. Yu Jumprit selama ini selalu baik. Menolong orang tanpa pamrih. Yu Jumprit tidak pernah macam - macam. Mengapa ada orang setega itu memperdaya yu Jumprit. Aku tidak rela, Nik." Gudel terus berkata - kata. Nada pengucapan kalimat - kalimatnya terdengar geram. Sesekali Menik menatap wajah Gudel yang marah. " Coba bayangkan Nik, kalau orang itu benar bisa merebut jimat itu, dan digunakannya untuk berbuat jahat, seperti apa jadinya. Nik, apa kamu tahu dimana yu Jumprit menyimpan jimat itu, Nik ? Apa malam itu jimat juga dibawa yu Jumprit ya ? Jangan - jangan yu Jumprit menyimpan jimat itu di rumah ini, Nik. Aku juga punya dugaan gini Nik. Malam itu yu Jumprit pergi tidak membawa jimat. Orang yang memperdaya yu Jumprit tidak bisa menemukan jimat, lalu membawa semua kain yang dikenakan yu Jumprit. Mungkin saja orang itu mengira jimat disimpan di kain yu Jumprit. Jadi orang itu membawa kain yu Jumprit untuk dicari dimana di kainnya yu Jumprit menyelipkan jimat. Tetapi kalau malam itu yu Jumprit meninggalkan jimat itu di rumah, terus dimana ya nik yu Jumprit nyimpennya ? Apa yu Jumprit dak pernah ngomong sama kamu pa Nik ?" Kalimat - kalimat Gudel meluncur keluar dari mulutnya yang juga terus dijejali jadah. Menik merespon kalimat Gudel yang terahkir diucapkan dengan hanya menggelengkan kepala perlahan sambil menatap mata Gudel yang penuh tanda tanya. " Aneh.... " Gudel berguman dan menghela napas panjang. " Nik, satu - satunya orang di desa ini yang pernah jadi pembunuh adalah Genjik. Dan menurut warga yang tahu, ketika Genjik mau pergi ke kota dulu, minta diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Betul itu, Nik ?" Kalimat Gudel ini dijawab Menik dengan anggukan kepala sambil menatap mata Gudel yang tidak pernah lepas menatap dirinya." Jangan - jangan Genjik Nik yang melakukan. Genjik ingin lebih kuat dan lebih sakti. Jadi Genjik ingin memiliki jimat itu. Edan ... Genjik ternyata orang jahat. Warga juga banyak menghubungkan Genjik dengan meninggalnya yu Jumprit lho Nik. Baik, mulai besuk pagi aku akan menyelidiki Genjik. Kurang ajar betul Genjik ini. Jangan dikira hanya dia saja yang lelaki di desa ini !" Gudel menjadi semakin geram. Dan kegeramannya menampakkan kebenciannya kepada Genjik. " Jangan tergesa - gesa menuduh orang, kang. Tidak baik. Lha kalau iya, kalau tidak ?" Kalimat ini diucapkan Menik sambil tersenyum merekahkan bibirnya. " Dah kang, kita ini capek. Dak usah yang aneh - aneh dulu." Sambil berucap begitu Menik menggeser duduknya mendekati Gudel. Menik ingin meredam Gudel yang tiba - tiba marah. Menik memang sudah merencanakan malam ini ingin membayar jasa Gudel yang sudah menumpuk. Mulai dari menemukan jasad yu Jumprit sampai pada acara nujuh hari sejak dikuburkannya yu Jumprit. Gudel tidak mengenal lelah, tidak pernah menampak kecapaiannya. Siang malam tidak menghitung waktu selalu setia membantunya. Menik ingin melunasinya. 
Gudel kaget. Menik tiba - tiba merebahkan kepalanya di pangkuannya." Nik... .... !?" cepat - cepat Gudel meraih bahu Menik mengangkatnya. " Kang ...". Mulut Menik merekah. Karena bahunya diangkat Gudel maka wajahnya menjadi begitu dekat dengan wajah Gudel. Lemas tubuh Menik dipelukan Gudel. Melihat mata Menik yang sayu menatapnya dan mulut Menik yang terbuka dengan bibir yang basah, jantung Gudel tiba - tiba bergetar dan berdetak keras. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik tiba - tiba memenuhi perasaannya. Gudel melupakan kegeramannya kepada Genjik yang tadi memenuhi pikiran dan perasaannya. Perawan yang dicintainya tiba - tiba lunglai pasrah di pelukkannya. Gudel mendekatkan bibirnya ke bibir Menik yang terbuka. " Kang ... " Lembut dan lirih Menik berucap sambil tidak lepas matanya menatap mata Gudel yang menyorotkan rasa sayang. Dengan lembut pula Gudel menempelkan bibirnya ke bibir Menik. Menik menyambutnya dengan gerakan bibir yang menyedot bibir Gudel. Mendapat sambutan yang hangat, rasa sayangnya dan cintanya kepada perawan yang sedang dipeluknya ini menjadi bercampur dengan nafsu birahi. Sebentar saja napas ngos - ngosan Gudel sudah menjadi - jadi. Mulutnya berpagut dengan mulut Menik yang juga semakin membalas ciuman panas Gudel. Gudel telah merebahkan Menik di amben dan menindihnya. Menik yang sengaja tidak berkutang karena memang ingin membayar dan menyenangkan Gudel, buah dadanya dengan gampang ditelusuri tangan Gudel yang menuruti instingnya mengarah kesana. Dan Menik hanya bisa merintih tidak jelas karena mulutnya terus dilahap, ketika tangan Gudel tidak berhenti meremas payudaranya yang sudah menyembul keluar dari kain yang dikenakannya. Melepas mulut Menik, mulut Gudel berada di puting payu dara Menik. Menik merasakan geli enak di payudaranya. Rasa nikmat di payudaranya membuat yang ada di selangkangannya membasah. Tidak bisa tidak Menik menggelinjang. Meronta, merintih dan mengejangkan tubuhnya. Tangan Gudel terus menuruti instingnya. Dari mengelus dan meraba perut Menik terus menelusur ke bawah menuju selangkangan Menik. Ketika tangan Gudel sudah akan sampai di selangkangan, Menik merapatkan pahanya. " Jangan kang .... jangan yang itu. Jangan kang ... ". Rasa sayang dan cintanya kepada Menik membuat Gudel mengurungkan tangannya yang sangat ingin meraba selangkangan Menik. Malah sebaliknya tangan Menik yang telah masuk ke dalam celana kolornya dan memegangi mentimunnya dan menggamit - gamitnya. Merasakan tangan Menik yang lembut, lumer, halus dan hangat Gudel tidak bisa menahan gejolak. Diserbunya payudara Menik dengan mulutnya. Lepas dari buah dada mulut menyerang bibir. Amben berderit - derit dan bergoyang - goyang karena polah Gudel dan Menik. Dan amben bergetar keras dan tidak lagi hanya berderit - derit tetapi berderak - derak ketika Gudel tiba - tiba menggeram dan memeluk tubuh Menik kuat - kuat sambil mulutnya di leher Menik. Menik merasakan lehernya begitu panas dan sangat geli karena Gudel menyedotnya kuat. Dan Menik merasakan pula telapak tangannya basah oleh cairan hangat kental yang keluar dari mentimun Gudel. 

bersambung ....................