Selasa, 25 September 2012



Cubung Wulung 


                                                                                       edohaput

Keduapuluhsembilan

Tobil dan Plencing tidak berhasil mempengaruhi Yu Jumprit, mereka segera mengalihkan sasaran. Tobil dan Plencing membidik Kliwon. Menurut Tobil dan Plencing Kliwon akan lebih mudah dipengaruhi. Tobil dan Plencing menemui Kliwon di sawah. Di sawah tidak akan banyak dilihat orang. Bisa bebas berbicara. 
Siang di langit ada mendung. Karena mendung hanya tipis dipastikan tidak akan turun hujan. Mendung membuat matahari siang tidak menyengat. Kliwon sibuk matun. Matun adalah membersihkan rumput gulma pengganggu tanaman. Plencing dan tobil melangkah mantap di atas pematang sawah mendekati Kliwon.
Kedatangan Plencing dan Tobil membuat Kliwon bertanya - tanya. Ada apa gerangan dua pembantunya juragan Gogor ini menemuinya di sawah. Kenapa tidak di rumah saja. " Kalau menemui aku di rumah kan bisa sambil wedangan ta, kang. Kalau di sawah gini kan malah kehausan." Kliwon membuka pembicaraan sambil menempatkan pantatnya di pematang diikuti Tobil dan Plencing. " Jangan kawatir Won. " Plencing membuka bungkusan yang sejak tadi ditenteng. " Ini wedang serbatnya mbok Semi." Plencing mengeluarkan botol - botol yang berisi wedang serbat dan cangkir bambu. " Dan ini pisang gorengnya. Juga dari kedainya mbok Semi." Tambah Plencing. " Dan ini rokok sedap buat kamu Won." Tobil mengeluarkan dua bungkus rokok dari sakunya. " Wela ... mau berpesta di sawah ini rupanya ." Kliwon tertawa gembira. Melhat Kliwon tertawa gembira, Tobil dan Plencing optimis Kliwon bakal bisa dipengaruhi. Kliwon lahab menikmati pisang goreng dan berkali - kali menuang wedang serbat. Kliwon memang sedang haus dan lapar. Sejak pagi berada di sawah. Kliwon menyulut rokok dan menikmatinya. Tobil dan Plencing senang, Kliwon sangat menikmati apa yang dibawa dan diberikan kepada Kliwon. " Won kamu ini dak kepingin kaya, apa ?" Plencing mulai membuka kalimat strategi mempengaruhinya. " Lho sapa orangnya Cing yang dak kepingin kaya ?" Buru - buru Kliwon menanggapi kalimat Plencing. " Tetapi untuk menjadi kaya itu kan tidak gampang ta Cing." Kliwon melanjutkan kalimatnya. " Bagi orang lain memang susah Won, untuk menjadi orang kaya itu. Seperti aku dan Plencing ini susah untuk menjadi kaya. Hidupku hanya tergantung juragan Gogor. Tapi bagi kamu mau jadi kaya itu masalah sepele, Won." Tobil langsung membuat kalimat yang segera akan menuju sasaran. " Lho kok sepele, Bil. Lha ini aku selalu membanting tulang di sawah saja hasilnya dak pernah buat aku kaya kok, Bil."  Bantah Kliwon. " Gini Won .... aku pikir - pikir kamu dan keluargamu ini aneh. Lha dak aneh gimana. Lha wong Nyi Ramang ini kan nenekmu. Tapi kok anehnya mewariskan jimat Kecubung wulung itu malah ke yu Jumprit. Harusnya kan ke pak Pedut bapakmu itu. Atau ke kamu. Atau ke Menik. Lho kok malah ke yu Jumprit. Apa itu dak aneh, Won ?" Plencing sudah masuk ke strategi mempengaruhi. Kliwon mengerinyitkan dahinya. " Mendiang nenekmu itu menurut aku sangat tidak tepat dan sangat tidak adil memberikan mewariskan jimat itu ke yu Jumprit. Lha yu jumprit itu apa ta ? Kan hanya pembantu. Walaupun masih ada ikatan darah, tapi kan tetap hanya pembantu ta, Won !" Sambung Tobil. " Dan anehnya lagi, Won. Kamu itu lho, kamu itu kan pewaris langsung dari Nyi Ramang. Kenapa jimat itu jatuh di tangan yu Jumprit kamu diam saja. Seolah - olah dak terjadi apa - apa. Mbok ya dipikir, Won. Sapa tahu yu jumprit mendapat jimat itu dengan cara tidak wajar. Misalnya ketika Nyi Ramang akan meninggal yu Jumprit merebut jimat itu dari tangan Nyi Ramang. Bisa saja ta Won, yu Jumprit berbuat begitu ?" Plencing mencoba mencuci otak Kliwon. Mendengar kalimat Plencing ini Kliwon semakin mengerinyitkan dahinya. " Bentar ..... bentar .... aku kok jadi bingung. Apa hubungannya aku gampang bisa menjadi kaya dengan omongan - omongan kalian ini ?" Kliwon memang benar - benar bingung. Untuk menjadi kaya dirinya dibilang Tobil dan Plencing hanya sepele. Tetapi Tobil dan Plencing kok malah mengarah kepada keberadaan jimat. " Jelasnya gini Won. Jika saja jimat itu ada di tanganmu, kamu akan sangat mudah menjadi kaya. Sebab juragan Gogor mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Kalau saja jimat itu segera bisa berada di tangan juragan Gogor, juragan Gogor masih mau menambah sepuluh ekor sapi. Itu lho Won, yang aku maksudkan kamu untuk menjadi kaya itu sepele." Plencing pidato. Kliwon mengernyitkan dahinya lagi. Kliwon menelan ludah. Kliwon membayangkan setengah kilogram emas dan sepuluh ekor sapi. " Lha sekarang jimat itu di tangan yu Jumprit. Kalau satu saat Jumprit mendapat tawaran seperti ini dari juragan lain ? Jangan - jangan yu Jumpritlah yang menjadi kaya. Bukan kamu, Won, gamana coba !" Plencing semakin mencuci otaknya Kliwon. Kliwon mulai terpengaruh. Masuk akal juga omongan Tobil dan Plencing ini. Jangan - jangan benar nantinya omongan ini. Tapi bukankah dirinya telah setuju kalau yu Jumprit akan segera dinikahi bapaknya. Jikalau yu Jumprit menjadi isteri Bapaknya, bukankah yu Jumrpit akan menjadi keluarganya. Dan kalau toh terjadi seperti apa yang dikatakan Tobil dan Plencing dirinya juga akan ikut menikmati kekayaan hasil penjualan jimat itu, jika jimat itu dijual oleh yu Jumprit. " Dan begini Won, sekarang jimat itu menghasilkan apa. Coba dipikir. Orang yang pada datang minta pertolongan, paling - paling membawa barang bawaan gula, teh, kopi, rokok, yang tidak seberapa. Malah - malah ada yang membawa sayuran, kelapa, dan barang - barang yang mudah basi. Yang untung kan tetangga dekat. Dan walaupun barang - barang itu dikumpulkan selama lima tahun dan diuangkan, dak akan sebanding dengan tawaran juragan Gogor. Benar dak, Won. Untuk jadi kaya bagi kamu itu mudah kan ?" Kalimat dari Plencing ini sungguh masuk dipikiran Kliwon. Dan membunuh akal sehatnya. Yang ada di pikiran Kliwon emas setengah kligram dan sepuluh ekor sapi besar - besar. " Lha terus aku harus berbuat apa Cing ?" Kliwon sudah terpancing oleh umpan Plencing dan Tobil. " Gitu aja kok susah ta, Won .... Won ...!" Tobil menyambung. " Ya gimana caranya kamu kan bisa mikir dan berbuat. Kalau dak boleh diminta dengan cara halus ya dengan cara yang kasar ta, Won ? Lha yu Jumprit itu hanya pembantumu kok kamu bingung dan takut !" Plencing semakin berani menyampaikan kalimat - kalimatnya yang menohok karena tahu Kliwon sudah terpengaruh. Kliwon terdiam. Di dalam pikirannya berkecamuk tentang jimat. Jangan - jangan memang benar omongan Tobil dan Plencing yu Jumprit mendapatkan jimat itu dengan cara yang tidak wajar. Dan satu saat yu Jumritlah yang akan menjadi kaya kalau jimat itu dibeli orang. Sekarang saja ya yu Jumpritlah yang menjadi orang terkenal dan dihormati orang. Bukan dirinya. jikalau satu saat nanti yu Jumprit nakal, keluarganyalah yang akan menderita rugi.

Dari kejauhan nampak Sarinti dan Pokol berjalan beriring di pematang. Melihat Sarinti dan Pokol Tobil tertawa. " Kenapa tertawa kang ?" Tanya Plencing heran. " Tu Sarinti dan Pokol siang - siang mau pacaran ." Jawab Tobil sambi menunjuk dengan dagunya ke arah Sarinti dan Pokol berjalan beriring. Plencing yang kemudian juga melihat jadi tertawa. " Siang bolong begini pacaran, mbok ya nanti malam gelap. " Plencing berguman yang kemudian ditimpali Tobil : " Justru siang - siang begini malah enak Cing, kelihatan jelas." Tobil kemudian tertawa ngakak. Mendengar Tobil dan Pencing Guyonan Kliwon tetap tidak bisa tertawa. Pikirannya berkecamuk antara jimat, yu Jumprit, emas setengah kilogram, dan sapi - sapi yang besar. Dan bagaimana caranya nanti mendekati yu Jumprit agar yu Jumprit mau menyerahkan jimat. 

bersambung .......................



Cubung Wulung 

                                                                                               edohaput


Keduapuluhdelapan

Semakin hari semakin tambah banyak orang yang datang minta tolong kepada yu Jumprit. Tidak kurang dari dua puluh orang setiap hari antri di rumah pak Pedut untuk mintan pertolongan dari yu Jumprit. Ada yang datang karena sakit, ada yang datang karena sedang tertimpa kemalangan,   ada pula yang datang karena belum mendapat keturunan, bahkan ada yang datang karena belum berjodoh, dan lain sebagainya. Yu Jumprit menjadi sangat sibuk.
Yu Jumprit yang semula di rumah pak Pedut hanya sebagai pembantu rumah tangga, kini berbalik menjadi tuan rumah. Yu Jumprit yang masih memiliki hubungan darah dengan mendiang isteri pak Pedut yang telah meninggal dunia, tinggal di rumah pak Pedut sejak Nyi Ramang sakit sampai dengan meninggalnya Nyi Ramang. Pekerjaan yu Jumprit hanya membantu urusan dapur. Dan pekerjaan - pekerjaan kasar yang lainnya. Yu Jumprit yang namanya tidak banyak dkenal orang kini tiba - tiba mencuat menjulang menjadi sangat tenar. Yu Jumprit yang sakti. Yu Jumprit pengganti Nyi Ramang. Yu Jumprit berbalik sangat dihormati orang. 
Yu Jumprit banyak dibicarakan orang. Warga terus bertanda tanya, mengapa justru yu Jumprit yang mendapat warisan jimat sakti itu. Mengapa tidak pak Pedut anaknya, mengapa bukan Kliwon cucu pertamanya, atau mengapa tidak Menik. Banyak orang mengatakan pak Pedut orangnya lemah. Mungkin Nyi Ramang menilai pak Pedut tidak bakalan kuat ketempatan jimat. Kliwon orangnya pendiam. Tidak bisa banyak bergaul dengan orang. Mungkin Kliwon dinilai oleh Nyi Ramang tidak pantas menerima warisan jimat itu. Sedangkan Menik masih terlalu belia. Sehingga Nyi Ramang mungkin Menilai Menik masih belum tepat membawa jimat. Ahkirnya pilihan jatuh kepada yu Jumprit. Orang hanya bisa menduga - duga. Orang hanya bisa berkata tanpa memperoleh bukti nyata. Satu - satunya bukti adalah yu Jumrpit mampu berbuat seperti Nyi Ramang. Menyembuhkan orang sakit, meringankan beban orang yang sedang tertimpa kemalangan, dan lain sebagainya.
Hari - hari siang, sore, malam rumah pak Pedut ramai didatangi orang. Rumah pak Pedut kembali seperti ketika mendiang Nyi Ramang masih berpraktik menolong orang. Rumah pak Pedut tidak pernah sepi orang. Oleh - oleh dan barang bawaan orang menumpuk di dapur. Ada gula, ada teh, ada rokok, ada sayur mayur, ada kelapa, bahkan ada ayam, itik dan sebagainya. Orang sangat tahu mendiang Nyi Ramang tidak pernah mau diberi uang. Orang mewujudkan ucapan terima kasihnya berupa barang. Kini orang - orangpun terhadap yu Jumprit tidak ada yang memberi uang. Ucapan terima kasihnya tetap diwujudkan dalam bentuk barang. Jika barang sudah menumpuk banyak, tetangga terdekatlah yang beruntung. Mereka mendapat luberan oleh - oleh dan barang bawaan orang yang kalau tidak segera dimanfaatkan akan rusak dimakan hari. Tidak jarang pula maka tetangga terdekatlah yang selalu banyak membantu kerepotan yu Jumprit. 
Gudelpun lalu menjadi orang yang banyak membantu di keluraga pak Pedut. Selain Gudel ingin selalu dekat dengan Menik, Gudel adalah orang yang memang gampang membantu orang yang sedang repot. Air sumur yang keluar sangat sedikit dan kebutuhan air yang harus banyak, membuat jasa Gudel yang tidak segan mengusungkan air dengan bumbung bambu dari tebing menjadi sangat penting. Gudel ingin mendapat penilaian dari Menik. Gudel ingin cintanya yang selama ini terus dipendamnya mendapat balasan dari Menik. Apa yang diperbuat Gudel sekarang persis ketika waktu itu Rase berbuat membantu mendiang Nyi Ramang. Rase yang sekarang sudah menjadi juragan sudah tidak mungkin lagi berbuat seperti dulu. Hanya saja waktu itu Rase tulus berbuat membantu Nyi Ramang tanpa embel - embel pengharapan. Sedangkan Gudel jasanya ingin dihargai oleh Menik yang dicintainya. 

Hari belum terlalu sore. Udara begitu segar terasa di badan. Angin bertiup lembut. Pohon perindang tidak banyak bergerak karena lembutnya angin bertiup. Matahari yang miring terasa hangat di badan. Dengan mengenakan pakaian yang rapi dan mengoleskan wewangian di baju, Juragan Rase datang ke rumah pak Pedut bermaksud mengunjungi Menik. Beberapa orang yang ingin bertemu yu Jumprit masih duduk diteras menunggu pak Pedut mempersilahkan masuk untuk bertemu yu Jumprit di ruang tamu. Gudel yang tampa baju juga sedang duduk - duduk di teras istirahat sambil mengepulkan asap rokok. Gudel masih harus terus mengisi bak air di dapur dengan air yang diambilnya dari tebing. Hari - hari yang selalu banyak tamu sangat membutuhkan air untuk memasak. Juragan rase dengan tanpa menyapa Gudel  dan orang - orang yang sedang berada di teras langsung memasuki rumah melalui pintu dapur. Pikirannya yang ingin segera bertemu Menik membuatnya lupa menengok kekiri dan kekanan. Sehingga orang yang sedang ada diteraspun tidak terlihat oleh matanya. Menik ada di dapur sedang membantu perempuan - perempuan tetangga dekat yang sengaja datang membantu kerepotan yu Jumprit. " Duduk di rumah saja, kang. Di dapur kotor. " Sapa Menik pada Juragan Rase yang langsung duduk di amben dapur. " Ah disini saja enak. Sambil nemani kamu." Jawab juragan Rase. " Iya juragan di dapur nanti kena asap jadi sangit." Timpal perempuan tetangga mengiyakan kalimat Menik. " Sudahlah ... biasa sangit dak papa." juragan Rase tertawa. Menik membawa nampan yang di atasnya ada gelas teh dan sepiring wajik. " Minum kang, ini wajiknya manis banget. Buatan yu Jumprit." Menik menemani Juragan Rase Minum. " Gono dak pernah kirim kabar, Nik ?" Juragan Rase mengingatkan Menik tentang Gono. Juraga Rase sangat tahu kalau Gono selama ini tidak pernah kabar - kabar kepada Menik. Juragan rase tahu kalau Menik sedang bolong. Dulu Menik pacar Gono. Tetapi Gono yang sekarang tidak diketahui dimana rimbanya dan tidak pernah mengabari Menik, membuat Juragan Rase berani mencoba memasuki hati Menik. " Sejak kepergiannya ke kota sampai hari ini kang Gono tidak kirim kabar, kang." Menik mengansurkan piring wajik ke dekat duduk juragan Rase. " Ya ... ya Nik .. nanti aku ambil wajiknya aku tak minum dulu." Juragan Rase menyerutup teh. " Mungkin kang Gono sudah kecantol perawan kota, kang." Menik melanjutkan kalimatnya sambil tertawa. Mendengar kalimat Menik yang walaupun diucapkan sambil tertawa ditangkap oleh Juragan Rase kalau kalimat Menik ini sudah mengandung keraguan akan kesetiaan Gono. Maka Juraga Rase segera mencoba mempengaruhi keraguan Menik agar semakin meragukan Gono : " Iyo lho Nik. Perawan kota kan pandai bersolek. Perjaka siapa yang tidak tergoda. " Juragan Rase tertawa lepas. " Kalau kang Gono sudah kencantol perawan kota, ya aku ikhlas kok kang. Toh di desa masih banyak perjaka." Berkata ini Menik juga menyertakan tertawa lepasnya. Perempuan tetangga yang mendengarkan canda Menik dan Juragan Rase minmpali :" Tuh .... juragan Rase masih perjaka, ta ? .... kaya lagi....!'' Perempuan tetangga ikut melepaskan tertawanya pula. Kalimat perempuan tetanggga ini membuat juragan Rase tersipu malu, tetapi di dalam hatinya berbungan - bunga. " Juragan rase juga suka perawan kota, yu. Perawan kota yang wangi dan suka bersolek. " Menik menimpali kalimat perempuan tetanggga yang tetap sambil sibuk. " Dak.... dak ....Nik. Aku tetap suka perawan desa yang lugu dan ayu seperti kamu, Nik !" Juragan Rase semakin melepaskan tawanya. " Nah itu .... ternyata juragan Rase suka perawan yang seperti kamu, yang seperti kamu.... ya kamu itu.... Nik. Begitu kan juragan ?" Perempuan tetangga menggoda Menik. Mereka yang di dapur semua tertawa lepas. 
Gudel yang masih berada di teras di depan dapur mendengar percakapan ini. Tiba - tiba di dalam dadanya terasa ada sesuatu yang sesak mengganjal dan terasa panas. Gudel merasa kawatir jika guyonan itu kebablasan bisa - bisa ia mendapatkan saingan yang tidak seimbang. Jika juragan Rase nantinya menyukai Menik berarti dirinya akan bersaing dengan juragan Rase. Akankah dirinya bisa menang bersaing dengan orang sekaya juragan Rase ? Juragan Rase akan bisa melakukan apa saja dengan uangnya. Dirinya hanya bisa menjual jasa, mengorbankan tenaganya untuk membantu. Gudel menjadi gelisah, resah dan panas hati. Gudel tiba - tiba merasa kecil dan tidak berarti.
Apa yang harus dilakukannya untuk memenangkan persaiangan ini. 
Guyonan di dapur semakin rame saja. Juragan Rase semakin banyak tertawa. Ditelinga Gudel tawa juragan Rase bagai halilintar yang memekakan telinganya. Setiap kali didengar tawa Menik hatinya bagai teriris. Dan tawa - tawa para perempuan tetangga bagai hinaan terhadap dirinya. Gudel bangkit dari duduk dan ngeloyor pergi membawa sakit hatinya.

bersambung .................










Sabtu, 22 September 2012



Cubung Wulung 

                                                                                                           edohaput


Keduapuluhtujuh

Juragan Gogor sudah mengatur pertemuannya dengan Tumi. Semua telah dipersiapkan. Strategi yang diatur bersama Plencing dan Tobil telah membuat Tumi sangat memercayai. Malam segera akan tiba. Juragan Gogor sudah sangat siap untuk memperdaya Tumi. 
Angin yang bertiup kencang membuat daun dan ranting pepohonan saling bergesekan menimbul suara gemerisik. Malam akan terjadi hujan. Gerimis mulai turun. Awan pekat yang menggelayut di langit menyebabkan gelap jalanan menjadi pekat. Di bawah payung untuk menahan gerimis, diterangi sentolop yang dibawanya Tumi bergegas menuju rumah juragan Gogor. Tumi ingin segera sampai di rumah mewah juragan Gogor. Tumi ingin segera dipuji - puji oleh juragan Gogor yang telah memercayai dan menganggapnya sebagai orang yang pinter memilih perhiasan. Tumi sangat bangga dipercayai oleh orang yang sangat kaya dan sangat berpengaruh. Tumi merasa memperoleh kehormatan dengan adanya undangan dari juragan Gogor. Tidak setiap orang bisa gampang menemui juragan Gogor untuk berbincang. Kali ini justru dirinya yang diminta oleh juragan Gogor untuk datang. Tumi sangat berbangga hati. Sempat pula di benak Tumi curiga, mengapa dirinya diundang juragan Gogor malam - malam. Mengapa tidak siang hari. Kalau hanya akan diminta pendapatnya tentang perhiasan mengapa harus malam - malam. Tumi juga sudah banyak mendengar tentang juragan Gogor yang suka wanita. Juragan Gogor sangat keranjingan dengan wanita muda. Tumi juga sudah mendengar kalau juragan Gogor suka membeli perawan. Siapa perawan yang bersedia digauli juragan Gogor akan banyak duit. Dibelikan sawah. Bahkan dibuatkan rumah. Kecurigaannya terhadap juragan Gogor ditepisnya sendiri. Mungkin Juragan Gogor saat siang sangat sibuk, jadi mengundang dirinya malam hari. Masak iya dirinya disukai juragan Gogor. Tumi pernah juga mendengar perawan yang digauli juragan Gogor adalah perawan - perawan yang berasal dari tetangga desa yang jauh. Masak iya juragan Gogor tega akan memperdaya dirinya yang hanya tetangga rumah. 
Plencing dan Tobil yang baru saja kena dampratan juragan Gogor lantaran tidak berhasil mempengaruhi yu Jumprit agar mau menukar jimat dengan emas setengah kilogram, menyambut kedatangan Tumi dengan suka cita. Juragannya pasti tidak akan marah - marah lagi, karena walupun Plencing dan Tobil gagal dengan yu Jumprit tetapi berhasil menghadirkan Tumi yang sangat dirindukan juragannya. Bahkan Plencing dan Tobil akan mendapat hadiah kalau nanti juragannya memperoleh kepuasan.  Plencing dan Tobil tergopoh - gopoh membukakan pintu gerbang halaman rumah.  Plencing segera mengantarkan Tumi memasuki rumah. " Aku sampai disini saja. Kamu lewat tangga ini, juragan menunggumu di lantai dua." Plencing menunjuk tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai di atasnya. Tumi yang baru sekali ini memasuki rumah juragan Gogor terkagum - kagum. Rumah besar yang mewah untuk ukuran Tumi. Diujung tangga Tumi disambut sapaan juragan Gogor : " Sini Tum ! Sudah sejak tadi aku menunggumu." Tumi melihat sekeliling ruangan. Ada lemari besar, ada tempat tidur besar dan berkasur tebal, ada meja besar di atasnya tertata botol - botol minuman dan gelas - gelas bagus, tetapi tidak ada kursi. Hanya ada satu sofa besar yang diduduki juragan Gogor. Tumi berdiri termangu. " Ayo duduk Tum." Juragan Gogor minta Tumi Duduk. Duduk dimana pikir Tumi. Cuma ada satu tempat duduk yang sedang diduduki juragan Gogor. Juragan Gogor berdiri dan menarik tangan Tumi : " Duduk disini. " Tumi kikuk duduk bersanding dengan juragan Gogor. " Santai saja Tum. " Juragan Gogor merapatkan tubuhnya ke tubuh Tumi. Tumi mencium bau minyak wangi yang sangat sedap yang berasal dari baju juragan Gogor.  " Ini lho Tum yang aku mau mintakan pendapatmu. Kamu kan pinter milih - milih perhiasan. Liontin ini menurutmu bagus dak. Kamu tahu kan Tum, isteri keduaku itu selalu rewel. Kini minta dibelikan liontin tapi tidak mau diajak ke kota untuk milih. Sudah dua kali aku beli selalu tidak cocok." Juragan Gogor berbohong. Sambil memegang tangan Tumi juragan gogor memindahkan liontin ke tangan Tumi. Juragan Gogor merasakan hangat dan halus lumernya tangan Tumi. Juragan Gogor menelan ludah. Birahinya mulai merambati benaknya. Tumi memegangi liontin berbentuk mahkota bunga yang sedang mekar dan ditengah ada mata berlian yang berkerlip tertimpa cahaya lampu ruangan. " Gimana Tum .... bagus ....?" Juragan Gogor semakin merapatkan duduknya ke tubuh Tumi. Sampai - sampai Tumi bisa merasakan dengus napasnya juragan Gogor. Tumi yang terus terkagum - kagum dengan liontin yang sedang dipegangnya, tidak sadar duduknya juragan Gogor sudah menempel rapat dengan duduknya. " Saya belum pernah melihat liontin yang seperti ini juragan. Tetapi liontin ini sangat indah. Jika ada wanita tidak menyukai liontin ini berarti dia wanita yang bodoh, juragan " Tumi menjawab juragan Gogor sambil menoleh ke juragan Gogor. Ternyata wajah juragan Gogor sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tumi yang sedari tadi hanya menunduk dan memperhatikan liontin, ketika menoleh, maksudnya mau menampakkan reaksinya kalau dirinya sangat mengagumi liontin ini, karena sudah sangat dekatnya dengan wajah juragan Gogor, maka hidung Tumi menyentuh pipi juragan Gogor. " Aduh ... maaf juragan. " Tumi tersipu. " Dak apa - apa Tum, aku malah senang, kok Tum. Bersinggungan dengan hidung perawan cantik ternyata enak, Tum.  " Juragan Gogor semakin berani mengungkap maksudnya. Juragan Gogor mengambil kalung dari tangan Tumi. Dan dengan cekatan memasangkan kalung berliontin di leher Tumi. Tumi kaget, dan tak sempat menolak. Saat melingkarkan kalung di leher Tumi ini juragan Gogor menyentuhkan hidungnya di pipi Tumi. Sekali lagi Tumi kaget, tetapi tidak sempat menghindar. belum sempat hilang dari kagetnya juragan Gogor Menarik tangannya dan membimbingnya berdiri di depan kaca lemari yang besar. Juragan Gogor berdiri rapat di belakang Tumi sambil memegangi pundak Tumi. " Gimana Tum .... betul liontin ini indah ?" Juragan Gogor tiba - tiba memeluk tubuh Tumi dari belakang. Tumi kaget lagi. Kekagetannya semakin membuatnya sadar kalau juragan Gogor pasti punya maksud akan memperdaya dirinya. Belum sempat Tumi menjawab pertanyaan juragan Gogor , Juragan Gogor mempererat pelukannya. " Kalung dan liontin ini buat kamu saja, Tum. Kelihatannya kamu sangat cocok dengan kalung ini. Kamu jadi tambah cantik saja. " Juragan Gogor tidak melepas pelukannya. Tumi melihat dirinya di kaca sedang dipeluk juragan Gogor dari belakang. Diam - diam Tumi mengagumi dirinya. Dengan liontin ini dirinya memang tambah cantik. Untuk ketiga kalinya Tumi sangat kaget ketika tiba - tiba juragan Gogor menempelkan bibirnya di lehernya. Tumi menjadi sangat paham, kalau juragan Gogor tadi bersandiwara. Pasti yang sebenarnya adalah ingin memperdayanya. 
Karena Tumi tidak berekasi menolak juragan Gogor semakin nekat. Tangannya dilingkarkan di dada Tumi, dan jari - jarinya berusaha mencoba membuka kancing kain di bagian dada Tumi. 
Pikiran Tumi melayang teringat Gudel. Gudel yang dicintainya. Gudel lelaki pertama yang pernah meremas dadanya. Gudel yang sangat disayangnya. Gudel yang telah diberinya dengan ikhlas keperawananya. Gudel bisa diharapkan segera menghamilinya dan dijeratnya agar menikahikanya. Tumi teringat Gudel yang sedang bermasalah dengan uang. Tiba - tiba muncul dibenak Tumi kalau dirinya pasrah diperdaya juragan Gogor, dirinya pasti akan mendapatkan uang dari juragan Gogor dengan mudah. Dengan demikian dirinya akan lebih bisa membantu Gudel segera lepas dari permasalahan uang.  Dan Gudel akan banyak berhutang budi pada dirinya. Cita - citanya dinikahi Gudel pasti segera akan terwujud. 
" Jangan juragan ... jangan ... !" Tumi berpura - pura menolak dan mencoba menepis - nepiskan tangan juragan Gogor yang membuka kancing baju di depan dadanya. Tumi berpura - puran meronta untuk lepas dari pelukan juragan Gogor. " Juragan ... jangan juragan ....!" Tumi mencoba terus meronta. Juraga Gogor yang melihat rona merah wajah Tumi di kaca dan nampak Tumi semakin kelihatan cantik saja, menjadi semakin kesetanan. " Tumi ... minta apa kumu Tumi... aku akan berikan .... " Bisik Juragan Gogor ditelinga Tumi sambil terus memeluk tubuh Tumi dari belakang. Dengan Tetap memeluk erat Tumi Juragan Gogor membuka lemari dan tangannya meraih tumpukan uang kertas. " Jika ini kurang. Kamu bisa ambil sendiri Tum. Ni ... Tum ambillah !" Juragan Gogor menjejal - jejalkan uang digenggamnya ke tangan Tumi. Tumi sempat melirik uang di tangan juragan Gogor. Banyak sekali, pikirnya. 
Hujan di luar rumah yang tadi hanya sempat jatuh gerimis telah tercurah menjadi hujan. Suara jatuhnya air di atas genting - genting rumah berbareng dengan suara gemerisiknya gesekan - gesekan dedauan yang diterpa angin menindih suara Tumi yang meminta juragan Gogor agar jangan melakukan yang diinginkan juragan Gogor. 
Tubuh tinggi besar juragan Gogor dan tangan kuat juragan Gogor segera memeluk kuat dan mengangkat Tubuh Tumi yang kecil bila dibandingkan  dengan tubuh dengan tubuhnya. Juragan Gogor membaringkan Tubuh Tumi diranjang sambil terus dipeluk dan tidak akan dilepaskan. Nafsu birahi juragan Gogor begitu meledak - ledak. Diranjang Tumi terus berpura - pura meronta. Uang digenggaman juragan Gogor tersebar di atas ranjang. Tumi sempat melirik lagi uang yang terserak di ranjang. Banyak sekali pikirnya. Semakin Tumi meronta juragan Gogor menjadi semakin kesetanan. Belum pernah juragan Gogor berhubungan dengan perawan yang meronta. Dengan perawan - perawan yang dibeli sebelumnya juragan Gogor selalu mendapatkan yang pasrah - pasrah saja. Dengan mudah dan tanpa perlawanan juragan Gogor melucuti kain yang dikenakan. Dan ketika juragan Gogor dengan nafsu birahinya memperdaya perawan - perawan sebelumnya, mereka hanya pasrah - pasrah saja. Karena memang tubuhnya sudah dibeli maka apa yang dibuat oleh yang membeli mereka manut - manut saja. Berbeda dengan yang kali ini. Juragan Gogor seolah mendapat perlawanan. Dengan adanya perlawanan dari Tumi, Juragan Gogor justru sangat merasa senang. Menambah nafsu birahinya menjadi begitu meledak - ledak dan kesetanan. Dalam pikiran juragan Gogor Tumi pasti bisa dikalahkan. Sebentar lagi pasti akan segera bisa dikuasai. Dengan dua kakinya Tumi tubuh Tumi dijepitnya. Tumi menjadi kesulitan meronta. Sementara itu tangan Juragan Gogor telah bisa membukan kain yang menutupi dada Tumi. Dada sudah terbuka tetapi payudara masih tertutup kutang. Karena merontanya Tumi semakin lemah lantaran kuatnya kedua kaki Juragan Gogor yang menjepit tubuh Tumi, maka dengan mudah pula juragan Gogor menyingkirkan kutan dari dada Tumi. Menyembulah dua gundugan daging putih dengan di puncaknya adan puting kecil berwarna merah jambu. Buah dada Tumi. Sekilas juragan Gogor memandangi buah dada Tumi yang bersih ada beberapa tahi lalat kecil berwarna merah menghisainya. Baru beberapa detik juragan Gogor memandangi buah dada Tumi sudah tidak tahan untuk segera menyerbunya. Serbuan juragan gogor ke buah dada Tumi sangat menggila. Digigit puting susu Tumi, disedot - sedot, dicipok - cipok dan terus diciumi dengan membabi buta. Tumi menjerit - njerit seperti tidak rela juragan Gogor memperlakukan buah dadanya seperti ini. Tetapi yang benar Tumi sangat menikmati serbuan ke payudaranya. Kumis juragan Gogor yang tebal sangat membuat payudara sangat geli. Belum lagi cara juragan Gogor menyedot - nyedot dan menggigit - gigit putingnya. Dengan telapak tangannya yang besar serta jari - jarinya yang panjang berganti ganti juragan Gogor menekam buah dada Tumi dan meremasnya. Setiap kali remasan lembut hingga remasan gemas dan kasar Tumi meronta dan menggeliat : " Jangan Juragan ...jangan.... sudah ... juragan ...!" Tumi terus meronta walaupun rontaannya kian melemah. Apa yang keluar dari mulut Tumi sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan hatinya. Terus juragan ... terus...lumat dan remas juragan.....ah ....sangat nikmat ! Puas dengan payudara Tumi juragan Gogor mengarahkan mulutnya ke bibir Tumi yang terus banyak meringis dan terbuka - buka. Saat bibir membuka ini juragan Gogor langsung menerkamnya dengan ciuman dahsyatnya. Tampa ampun bibir Tumi dilumat sampai Tumi kesulitan bernapas. Dirasakan Tumi, bibir dan lidah juragan Gogor begitu hebat memperdayanya. Seluruh tubuh Tumi menjadi merinding nikmat. Ciuman juragan Gogor yang menyerbu dahsyat mempengaruhi milik Tumi yang ada di selangkangan. Ciuman itu membuat miliknya yang ada di selangkangan membasah. Tumi orgasme. Tangan juragan Gogor yang ada di selangkangan Tumi sudah berhasil merobek dan melepas celana dalam Tumi. Dengan sigap juragan Gogor juga memelorotkan kain bawah Tumi. Tumi telanjang. Juragan Gogor melepaskan cengkeramannya di tubuh Tumi dan membiarkannya tubuh telanjang Tumi tergolek di ranjang. Dengan cepat dan sigap juragan Gogor melucuti pakaian yang dikenanakan. Juragan Gogor telanjang. Tumi sempat melirik mentimun juragan Gogor yang besar besar panjang tegak mendongak. Tumi berpura - pura menangis. Satu tangannya berusaha menutupi buah dadanya dan tangan yang lain menutup miliknya. Napas juragan Gogor yang memburu ngos - ngosan terdengar sangat keras. Kembali juragan Gogor menerkam tubuh telanjang Tumi. Kali leher Tumi yang diserbu bibir juragan Gogor. Sementara tangan juragan Gogor berusaha mengangkangkan paha Tumi yang terus merapat. " Jangan .... jangan... juragan ... jangan.... jangan ..lakukan... !" Tumi terus merapatkan pahanya yang terus dibuka - buka oleh tangan kuat juragan Gogor. " jangan .. jangan ... jangan ... juragan... !" Sebaliknya apa yang ada di pikiran Tumi, cepat juragan kangkangkan pahaku. Cepat lakukan juragan aku sudah tidak tahan !
Juragan Gogor sekilas teringat perawan - perawan yang telah dibeli sebelumnya. Mereka begitu pasrah. Ketika sudah telanjang mereka telentang di ranjang dengan kaki kangkang siap untuk disetubuhi. Tumi lain. Tumi meronta. Tumi membuat nafsu birahinya berlebih. Perawan - perawan sebelumnya ketika buah dadanya diciumi, dihisap - hisapnya, hanya mendesah pelan dan tidak banyak menggelinjang dan menjerit - njerit seperti Tumi. 
Paha Tumi berhasil dikangkangkan oleh tangan juragan Gogor. Dan pada saat tangan juragan Gogor berusaha mengangkangkan paha Tumi, sempat pula tangan dan jari - jari mampir di milik Tumi yang sudah membasah. Paha Tumi yang terbuka kangkang segera ditempat pinggul juragan Gogor. Dan mentimun juragan Gogor sudah tak sabar. Dengan sekali gerakan merendah pinggul dan memajukan pantat mentimun juragan Gogor telah mendesak membuka bibir milik Tumi menekan dan amblas di milik Tumi. " Juragaaaaan ....!" Tumi menjerit. Tumi merasakan ada sesuatu yang besar, sangat kaku, hangat dan ujungnya menyodok - nyodok bagian yang paling dalam milikinya. Sambil terus berganti - ganti menyerbu bibir, leher dan payudara Tumi, juragan Gogor semakin lama semakin memacu maju mundurnya mentimunya. Hampir setiap lima menit Tumi sampai puncak. Ketika setiap kali Tumi sampai ke puncak ini membuat mentimun juragan Gogor seperti diremas - remas, disedot - sedot dan di pelintir - pelintir. Belum pernah juragan Gogor merasakan yang sepertini ini. Puluhan wanita telah dicobanya, tidak ada yang enaknya seperti milik Tumi. Juragan Gogor semakin menggila memacu mentimun. Tumi meronta - ronta. Kaki panjangnya kadang menendang - nendang, kadang melingkar dipinggul juragan Gogor dan pantatnya dinaik - naikkan. Mentimun juragan Gogor yang terus terasa disedot, diremas, dan dipelintir siap meledak. 
Dengan kuat juragan Gogor memeluk tubuh Tumi, mencipok buah dada Tumi dengan sedotan yang amat kuat, dan pantatnya menyodokan kuat mentimunnya di kedalaman milik Tumi. Juragan Gogor menggeram dan mengejang. Tum ........Tumi.....Tuuuuuuuum.....!" Tumi merasakan ada air bah berupa cairan lava  memenuhi kedalaman miliknya. Kehangatan dan keleler - keleler di dalam miliknya membuat milik Tumi geli luar biasa dan ahkirnya Tumi sampai ke puncak lagi untuk yang kesekian kalinya. Tumipun menjerit sambil menjambak rambut juragan Gogor : Juragaaaaann ..... !"

bersambung .......................




Rabu, 19 September 2012


Cubung Wulung 

                                                                                             edohaput


Keduapuluhenam


Plencing dan Tobil berhasil menjumpai Yu Jumprit. Plencing dan Tobil tahu kalau jam - jam pagi seperti ini Pak Pedut, Kliwon dan Menik berada di sawah. Yu Jumprit tinggal sendirian di rumah. Kesempatan inilah yang oleh Tobil dan Plencing dimanfaatkan. 
" Tumben kamu berdua menemui aku. Ada apa ? Duduk di dapur saja ya, biar aku bisa nyambi ngliwet sama buat sayur ." Yu Jumprit menanggapi Tobil dan Plencing yang duduk di amben dapur. " Dak masalah yu, kalau di dapur kan malah dekat sama teh dan pacitan ta, yu ." Plencing mencoba mengajak yu Jumprit bercanda. " Ya nanti tak buatkan wedang jae saja, kebetulan ini ada sukun goreng, sebentar nanti dinikmati." Yu Jumprit menanggapi candanya Plencing. " Wah itu kesukaanku yu, sukunya dak usah digoreng, tapi didang saja trus ditaburi kelapa parut. " Tobil menimpali. " Ya memang tak buat seperti itu Bil, sukunya. Kang Pedut juga suka kalau sukunya didang sama dikrawu parutan kelapa." Yu Jumprit mengiyakan pernyataan Tobil. " Cepet yu sukunya, yu. Wah aku jadi ngiler." Plencing menambah candanya. " Ya... ini dah mateng. Kelapa parutnya juga sudah aku siapkan." Yu Jumprit menanggapi candanya Plencing. " Dah ngomong saja keperluan kalian apa, tak dengarkan sambil bekerja. Kalau aku duduk nanti apinya mati." Sambil tetap di dekat tungku api yu Jumprit minta Tobil dan Plencing ngomongkan keperluannya menemui dirinya. 
Dengan hati - hati dan dengan rangkaian kalimat yang berputar - putar serta berkali - kali mengucapakan kalimat permintaan maaf,  Tobil dan Plencing mengutarakan maksudnya menjumpai yu Jumprit. Sempat pula Tobil dan Plencing menyampaikan iming - iming berupa uang, perhiasan, bahkan hewan ternak seperti sapi, asal yu Jumprit mau memenuhi permintaan juragannya. Plencing dan Tobil percaya yu Jumprit akan tergiur oleh iming - iming yang akan diberikan juragannya. " Yu Jumprit tinggal bilang, minta berapa. Sepuluh ekor sapi dewasa ? Atau uang tunai, atau emas, yu. Juragan Gogor bahkan bilang setengah kilogram emaspun tidak keberatan, yu." Karena sudah sangat banyak kalimat yang disampaikan Tobil dan Plencing kepada yu Jumprit, mereka berdua lalu diam. Menunggu reaksi dan jawaban yu Jumprit. Yu Jumprit sejak sejak kedatangannya Tobil dan Plencing sibuk dengan pekarjaan, tetap menyibukan diri dengan pekerjaannya. Kembali pikiran dikacaukan keberadaan jimat. Kali ini lebih edan. Juragan Gogor mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Pikiran yu jumprit menjadi sungguh kacau. " Ni wedang jahenya panas. Ni.... sukunya panas juga. Dah diminum dan dimakan. Dihabiskan saja tu masih ada banyak ." Yu Jumprit menyajikan wedang jahe dan sukun kepada Tobil dan Plencing. Tanpa menunggu untuk ditawarkan kedua kalinya Tobil dan Plencing langsung menyerutup wedang jahe dan menikmati sukun yang dikerawu parutan kepala muda. Setelah beberapa saat sehabis menikmati wedang jahe dan sukun Tobil dan Plencing yang menunggu reaksi jawaban yu Jumprit tidak segera memperoleh yang diharapkannya. " Gimana yu, ini kesempatan baik untuk yu Jumprit bisa jadi kaya. Relakan saja jimat itu untuk dimiliki juragan Gogor. Toh yu Jumprit dapat ganti setengah kilogram emas." Tobil mengulangi iming - imingnya. " Lha iya ta yu, malah nanti kalau yu Jumprit setuju aku mintakan tambahan ke juragan Gogor. Setengah kilogram emas aku janji yu, yu jumprit bisa ditambahi tiga ekor sapi. Gimana yu ?" Plencing menimpali iming - iming yang diutarakan Tobil. 
Yu Jumprit yang pikirannya menjadi tambah kacau mendengar iming - iming itu tetap diam. Dan tetap sibuk di depan tungku api. Mengapa dirinya tiba - tiba ditimpa masalah seperti ini. Yu Jumprit yang hanya orang biasa dan tidak pernah memiliki sesuatu yang berlebih, orang yang lugu, tidak pernah mempunyai keinginan - keinganan yang aneh, dan selalu hidup dengan kesederhanaannya sama sekali tidak tertarik oleh iming - iming yang ditawarkan juragan Gogor lewat mulut Tobil dan Plencing. Bagi dirinya untuk apa setengah kilogram emas. Bisa hidup membantu keluarga pak Pedut saja sudah bahagia. Kenapa harus aneh - aneh. Apalagi dirinya akan lebih baik tingkat hidupnya nanti kalau sudah benar - benar menjadi isteri pak Pedut. Iming - iming yang diucapkan Tobil dan Plencing hanya masuk ke telingan kanan dan segera keleuar lewat telinga kiri, tidak sempat mampir di alam pikirnya. Justru yang membuat pikirannya menjadi kacau adalah jimat peninggalan Nyi Ramang. Akankah jimat yang sangat bertuah di tangan Nyi Ramang ketika masih hidup itu akan menjadi rebutan orang ? Mengapa pula Juragan Gogor begitu ingin memiliki jimat itu. Telingan bahkan mendengar selentingan juga kalau ada juragan dari luar desa yang juga ingin memiliki jimat itu. 
" Gimana yu, dari tadi kok diam saja. Jawab yu. Juragan Gogor menunggu jawaban yu Jumprit. Emasnya sudah disiapkan lho, yu. Kalau yu Jumprit bilang ya, besuk aku bisa mengantarkan emas itu, yu." Tobil mengharap yu Jumprit mau segera menjawab. " Dak usah panjang - panjang memikir yu. Jawab saja ya,  yu Jumprit segera jadi kaya. Dan bisa segera hidup enak." Plencing menyemangati yu Jumprit. Yu Jumprit yang sudah mulai capai mendengarkan omongan - omongannya Tobil dan Plencing segera duduk di amben. Ditatapnya berganti - ganti mata Tobil dan Plencing dengan sorot mata marah. " Katakan sama juraganmu, kalau Jumprit ini tidak ingin kekayaan. Tidak ingin emas. Tidak ingin jadi orang kaya. Jumprit ini ingin jadi orang biasa tetapi hidupnya tenang, damai dan tenteram tidak banyak masalah ! Dah itu jawabanku ! Sampaikan ke juraganmu !" Dengan nada marah yu Jumprit menyampaikan kalimat ini. Tobil dan Plencing sangat kaget mendengar jawaban yu Jumprit, apalagi diucapkan dengan nada marah. Semula Tobil dan Plencing sangat percaya diri kalau yu Jumprit akan tergiur oleh iming - imingnya. Dan segera memberikan jawaban setuju. Ternyata yang keluar dari mulut yu Jumprit sangat bertolak belakang dengan apa yang diangan - angankannya. Hati Tobil dan Plencing menjadi ciut melihat yu Jumprit marah. Tetapi dasar Plencing yang memang suka ngeyel sampai disitu ia belum puas. " Yu .... kesempatan seperti ini tidak datang dua kali, yu. Kenapa yu Jumprit menyia - nyiakannya. " Plencing dengan takut - takut menyempaikan kalimat ini. Harapannya kalimatnya akan menjadi bahan pemikiran ulang bagi yu Jumprit. " Dengar ya Tobil dan Plencing ! Kesempatan seperti ini seratus kali datangpun tidak akan aku ambil. Sudah itu jawabanku. Dan kalian boleh pergi. Dan jangan datang lagi menemui Jumprit ini untuk urusan yang sama !" Sambil mengucapkan kalimat ini yu Jumprit berdiri dan tangannya menunjuk ke arah pintu dapur yang memberi isyarat agar Tobil dan Plencing segera meninggalkannya lewat pintu itu.
Tobil dan PLencingpun segera beranjak dari amben dan berdiri. " Ya sudah yu, maaf aku tak pulang dulu. Siapa tahu yu Jumprit besuk berubah pikiran. " Plencing masih nekat ngomong. " Dak sekarang, dak besuk, dak lusa. Jangan berharap !" Yu Jumprit setengah membentak dan segera memunggungi Tobil dan Plencing yang menuju pintu dapur untuk keluar dari dapur dan meninggalkan yu Jumprit. 
Dalam hati yu Jumprit tertawa terbahak. Ternyata dirinya yang hanya   pembantu rumah tangga bisa juga membuat ciut hati orang. Dan berani dengan keras menampik keinginan seorang juragan yang amat kaya dan amat berpengaruh. Jika bukan karena keberadaan jimat itu pasti dirinya tidak akan bisa berbuat seperti itu.
Menik datang dari sawah. " Minum yu ! Mana sukunnya ?" Menik menuju sumur untuk membersihkan kakinya. Ditariknya kain yang menutupi bagian bawahnya tinggi - tinggi agar tidak kena guyuran air. Jika disitu ada laki - laki pasti akan segera menelan ludah melihat paha Menik yang bersih panjang dan padat. Dan ketika Menik mengguyurkan air sambil membungkuk, pantatnya yang gempal dengan belahan yang tampak bersih terlihat juga di mata yu Jumprit.  Dan Yu Jumprit hanya bisa berguman lirih : " Kecantikanmu sempurna ndhuk, beruntung pria yang nanti memilikimu." Yu Jumprit lalu segera tergopoh - gopoh mengambilkan minum dan menyediakan sukun untuk Menik. 

bersambung .....................


Cubung Wulung 

                                                                                                edohaput


Keduapuluhlima

Semakin santer saja kabar tentang yu Jumprit bisa menyembuhkan pak Blengur yang kesurupan. Warga telah percaya jimat Nyi Ramang tidak hilang. Tidak dijual oleh pak Pedut. Nama pak Pedut yang telah menjadi buruk di pikiran warga menjadi pulih. Warga kembali baik bersikap terhadap pak Pedut. Ternyata Nyi Ramang sangat bijak. Mewariskan jimatnya kepada yu Jumprit. Dari hari ke hari kabar terus menyebar kemana - mana. 
Hari masih pagi. Di rumah Pedut datang beberapa orang dari desa tetangga. Mereka datang untuk bertemu dengan yu Jumprit agar mendapat pertolongan disembuhkan dari derita sakitnya. Bahkan ada juga yang datang dengan ditandu karena parahnya sakit sehingga tidak bisa berjalan. 
Yu Jumprit kebingungan. Apa yang harus ia lakukan terhadap orang - orang yang datang minta pertolongannya. Yu Jumprit tidak merasa bisa. Ia tidak menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Waktu itu dirinya hanya diminta Menik mengguyurkan air yang telah dipakai mencuci selangkangan Menik. Yu Jumprit amat gelisah. Pak Pedut yang menemui orang - orang di ruang tamu terdengar membicarakan yu Jumprit. Terdengar satu kalimat yang semakin membingungkan dan menggelisahkan yu Jumprit. " Mohon sabar ya, Yu Jumprit lagi buat teh. Sebentar lagi pasti akan segera menemui." Pak Pedut mengucapkan kalimat ini dengan nada yang seolah - olah yu Jumpritlah sang penolong sejati. 
Yu Jumprit yang gelisah menjadi semakin gundah mendengar kalimat pak Pedut ini. Berarti ia harus menolong orang - orang itu. Lalu apa modal yang akan digunakan untuk menolong. Ia tidak memiliki apa - apa. Tidak memiliki kebisaan apa - apa. Orang telah salah menilai. Orang telah salah mengabarkan dirinya mampu menyembuhkan orang kesurupan. Orang telah salah menduga. Ia tidak mewarisi jimat Nyi Ramang. Di dapur yu Jumprit berlambat - lambat membuat teh, sambil terus berpikir bagaimana menanggapi orang - orang yang datang itu. Menik yang juga sedang menikmati sarapan pagi di dapur terlihat santai, tenang dan geli melihat sikap yu Jumprit yang terus tampak menderita gudah dan resah. Selesai membuat teh yu Jumprit membawanya ke ruang tamu dimana ada orang - orang yang sedang menunggu dirinya. Alangkah terkejutnya yu Jumprit ketika sampai di ruang tamu. Orang - orang segera beranjak dari duduk di kursi dan segera duduk di lantai sambil tampak membungkuk - bungkuk memberi hormat kepada yu Jumprit. Yu Jumprit menjadi kikuk. Belum pernah rasanya ia mendapat penghormatan dari orang seperti ini. Yu Jumprit memang sangat tahu cara orang - orang menghormat Nyi Ramang yang seperti dilakukan orang - orang ini kepadanya. Tetapi dirinya toh bukan Nyi Ramang. Orang telah salah. Yu Jumprit meminta agar orang - orang itu kembali duduk di kursi. Tetapi tidak ada yang berani. Mereka tetap duduk di lantai. Yu Jumprit segera meninggalkan orang - orang kembali ke dapur. Kegelisahannya, kegundahannya, dan keresahannya serta ketakutannya terhadap dirinya sendiri membuat Yu Jumprit tiba - tiba terduduk di amben dapur dan menangis tersedu. Menik yang tetap dengan santai menikmati sarapannya dengan lauk sambal tempe tersenyum menyaksikan polah tingkah yu Yumprit. " Kenapa menangis yu ?" Menik menyelesaikan sarapannya dan membawa piring kotor ke pinggir sumur di dalam dapur. " Kamu !" Yu Jumprit membentak Menik dengan nada kesal. " Lho kok aku yu. Salah apa aku ." Sanggah Menik dengan tetap sambil tersenyum. " Lha iya ... kalau aku kemarin dulu tidak kamu suruh mengguyurkan air di muka pak Blengur yang kesurupan, mana mungkin orang pada mencari aku. Lha sekarang gimana ?" Nada jengkel yu Jumprit tumpah kepada Menik. Yang dijengkeli malah semakin melebarkan senyumannya. " Sekarang aku harus gimana , Nik !" Yu Jumprit menahan tangisnya dan menutupi mukanya dengan kedua telapak tangannya. " Ya terserah yu Jumprit mau apa. Kalau aku yang senang - senang saja karena orang - orang itu datang pada membawa barang bawaan ." Menik tertawa. " Jangan edan kamu, Nik. Aku ini sungguh bingung !" Yu Jumprit terisak. " Gampang yu ..... beri saja mereka air. Suruh mereka minum." Kata Menik santai. " Lha kalau mereka tidak pada sembuh ?" Yu Jumprit melototi Menik. Yang dipelototi tersenyum lebar dan sorot matanya menampakkan rasa kasihan kepada yu Jumprit. " Lha kalau tidak sembuh kan mereka tidak bakal kesini lagi. Dan Yu Jumprit akan dikabar - kabarkan kalau tidak bisa menyembuhkan orang sakit. Dan kemarin itu barangkali cuma kebetulan saja yu Jumprit bisa menyembuhkan pak Blengur. Beres kan Yu . " Menik dengan gaya seorang guru menasehati yu Jumprit. Mendengar penuturan Menik yu Jumprit ayem. Betul juga. Ketemu nalar juga. Kalau orang - orang itu tidak pada sembuh, pasti akan segera tersiar kalau dirinya  tidak mewarisi jimat Nyi Ramang. " Setuju Nik .... setuju....cocok......!" Yu Jumprit berbinar. Dan senyumannya mengembang di bibirnya yang merah.
Menik segera masuk ke kamar mandi di samping sumur. Mengambil ember dan dikangkanginya. Menik segera mengguyur - guyurkan air di selangkangannya. Dan air yang diguyurkan di selangkangannya terkucur masuk ke ember. Yu Jumprit tidak tahu apa yang dilakukan Menik. Tahu yu Jumprit Menik membantunya mengambilkan air yang bersih dan bening.  Keluar dari kamar mandi Menik kembali mendekati yu Jumprit. " Ni ...yu ...airnya. Tuangkan di gelas - gelas dan berikan kepada orang - orang itu agar diminum." Begitu Menik langsung berlalu masuk ke rumah induk dan membaringkan diri di amben ruang tidurnya. 
Di ruang tamu segera ada kegaduhan. Mereka yang sakit langsung sembuh. Yang lumpuh tidak bisa berjalan mencoba berdiri dan bisa berdiri walaupun tampak belum kuat. Yang sakitnya tidak begitu parah langsung merasakan bandannya enteng. Air dalam gelas - gelas tuntas diminum orang - orang yang datang. Pak Pedut yang masih menemani orang - orang di ruang tamu ikut bersuka cita karena kesembuhan mereka. Yu Jumprit tidak tahan berlama - lama menyaksikan kegaduhan orang - orang yang juga mencoba bersujud - sujud di kakinya sambil mengucapkan terima kasih. Yu Jumprit segera meninggalkan orang - orang yang sedang bersuka cita. Yu Jumprit segera bergegas mencari Menik. " Nik .....Nik....mereka sembuh Nik.... ayo lihat mereka Nik ....!" Yu Jumprit menggoyang - goyangkan tubuh Menik yang terbaring. Menik tidak menanggapi. Dibalikkan tubuhnya menjadi tengkurap dan dengan bantal segera menutupi kepalanya.

Pak Pedut keluar kamar dan melangkah ke dapur. Melewati kamar Kliwon kakak Menik, sudah terdengar dengkurnya. Kamar Menik telah ditutup rapat - rapat.  Di dapur Pak Pedut segera mendekati yu Jumprit yang sedang menyulaki amben. Nampaknya Yu Jumprit juga sudah ngantuk dan akan segera berangkat tidur. " Jum .... kamu tidur di kamarku saja. Disini dingin. Ayo Jum .. !" Kata pak Pedut sambil meletakkan pantatnya di amben dapur dimana ada yu Jumprit. " Enak tidur di dapur kok kang. Bisa bangun pagi - pagi. Lagian  kalau pas tidak begitu ngantuk bisa nyambi - nyambi kerjaan , kang." Yu Jumprit menjawab ajakan pak Pedut tetap sambil terus kelut - kelut amben. " Kamu itu sudah sangat banyak berjasa kepada keluargaku ini, masak aku tega kamu tetap tidur di dapur. Apalagi ternyata sekarang kamulah yang bisa menolong orang - orang yang perlu bantuan. Dan ternyata pula kamulah yang oleh simbok dipercaya memegang jimat itu. Rasanya tidak pantas kalau kamu terus hanya di dapur, Jum. Toh juga sebentar lagi kamu menjadi isteriku." Kalimat pak Pedut panjang. Yu Jumprit hanya bisa diam. Pikirannya kembali kacau seperti tadi siang. Ternyata pak Pedutpu seperti orang - orang di luar sana, mengira dirinya memporeleh warisan jimat dari Nyi Ramang. " Jum, mungkin simbok itu sudah bisa memperkirakan kalau aku bakal memperistri kamu, jadi jimat yang sangat penting itu pun diwariskan ke kamu. Jum .... lalu kapan simbok memberikan jimat itu ke kamu, Jum ?" Kalimat terahkir yang berupa pertanyaan tentang jimat membuat yu Jumprit semakin kacau. Jawaban apa yang mesti disampaikan kepada pak Pedut. Karena yu Jumprit tidak menjawab dan tetap sibuk dengan amben tempat tidurnya, pak Pedut melanjutkan kalimatnya : " Mulai malam ini aku tidak lagi menganggap dirimu pembantu keluargaku. Kamu adalah isteriku dan kamu anggota keluargaku. Menjadi mboknya Kliwon dan Menik. Walaupun kita belum ada layang resmi yang menyatakan kita sebagai suami isteri, tetapi kita kan sudah tinggal serumah. Dan Kita malah pernah berhubungan layaknya suami isteri. Kliwon dan Menikpun juga sudah setuju kalau kamu bakal menggantikan mboknya. Apalagi Jum. Maka sudah selayaknya kamu tidur di kamarku." Kembali kalimat pak Pedut panjang. Yu Jumprit tetap diam. Yu Jumprit menghentikan kegiatannya membersihkan amben dan duduk dihadapan pak Pedut. Matanya tampak berkaca - kaca. Yu Jumprit terharu oleh pernyataan - pernyataan pak Pedut. Yu Jumprit menitikkan air mata. " Lho kok malah nangis ta, Jum." Pak Pedut menatap mata yu Jumprit. Ada rasa kasihan dan rasa sayang di hati pak Pedut kepada yu Jumprit. Diraihnya tubuh yu Jumprit agar jatuh dipeluknya. Yu Jumprit berada di pelukan pak Pedut. Dengan punggung telapak tangannya pak Pedut mengusap air mata yu Jumprit. Kemudian mendongaknya wajah yu Jumprit. Diciumnya pipi yu Jumprit dengan lembut dan penuh perasaan cinta dan kasih. Dari pipi mulut dan hidung pak Pedut beralih ke bibir Yu Jumprit. Yu Jumprit yang juga menyukai pak Pedut dan walaupun belum pernah dengan mulutnya atau anggukan kepalanya ia menyatakan bersedia diperistri pak Pedut, tetapi dihatinya ia sudah sangat ingin segera terwujud pak Pedut mencari layang resmi yang menyatakan dirinya dan pak Pedut syah sebagai suami - isteri. Ciuman pak Pedut yang sampai dimulutya disambutnya dengan membuka mulutnya sehingga bibir pak Pedut langsung mengena di bibirnya. Sebentar saja kemudian yu Jumprit telah merasa dipagut - pagut pak Pedut. Dari bibir pak Pedut meneruskan ke leher Yu Jumprit. Dan melorot juga ke buah dada yu Jumprit yang telah berhasil kancing baju bagian dada dibuka. Pak Pedut dan yu Jumprit melupakan apa yang baru saja dibicarakan. Napas - napas berahi telah menderu. Mereka tidak lagi ingat dirinya ada dimana dan sedang melakukan apa. Yang ada hanya cinta mereka yang berpadu, bersatu, dan membuat irama derit amben dapur semakin lama semakin keras terdengar di telinga Menik yang di kamarnya belum benar - benar tertidur. 

bersambung ..........................




Selasa, 18 September 2012



Cubung Wulung

                                                                                                          edohaput


Keduapuluhempat

Gerimis jatuh membasahi tanah. Rembulan separo redup tertutup mendung tipis. Udara malam tidak begitu ingin tetapi terasa atis karena gerimis yang jatuh. Suara cengkerik dan walang kerik menghiasi malam yang baru saja tiba. Mbok Semi menutup kedainya. Mbok Semi tahu orang tidak bakalan datang di kedainya karena gerimis menghalangi. Sejak malam itu pak Blengur yang kesurupan mendatanginya dan membuat dirinya begitu terkesan oleh apa yang diperbuat pak Blengur atas dirinya, mbok Semi selalu gelisah. Ingatannya terus kepada pak Blengur. Kejadian bagai mimpi di malam itu tidak bisa dilupakan oleh mbok Semi. Dirinya yang sudah tidak bisa dianggap muda lagi, bahkan sudah boleh disebut nenek - nenek, tiba - tiba di hatinya tumbuh rasa menyukai pak Blengur. Ada rasa indah mengalir di hatinya. Ada rasa rindu yang sangat mengganggu kalbunya. Ada perasaan syahdu di sanubarinya. Mbok Semi gundah, gelisah, dan resah. Keinginannya untuk bertemu dengan pak Blengur dan mengulangi kejadian malam itu begitu menggebu. Mbok Semi sudah tidak lagi kuat menahan rasa yang beberapa hari belakangan terus menggodanya. Perasaan rindunya kepada pak Blengur. Perasaan hatinya yang tiba - tiba ingin dekat dengan pak Blengur. Niatnya untuk menemui pak Blengur tidak lagi terbendung. 
Sambil menenteng secerek wedang serbat panas, beberapa bungkus pisang goreng, tempe goreng dan jadah, mbok Semi berjalan melingkar menghindari rumah - rumah melewati tepi kali di pinggir persawahan menuju ke keburan di belakang dusun. Gerimis yang sudah mulai menghilang, mendung tipis yang  hilang tersapu angin dan cahaya rembulan separo membuat langkah mbok Semi yang melawati jalan yang tidak biasanya menjadi mudah. Semakin dekat dengan kuburan dimana ada rumah kecil tempat tinggal pak Blengur jantung mbok Semi semakin berdegup. Ibarat anak remaja yang akan bertemu dangan kekasih yang dirindukannya, jantung mbok semi berdegup dan perasaan malu dan ragu - ragunya muncul saling tindih dengan perasaan ingin bertemunya dengan orang yang membuatnya selalu resah, gelisah dan gundah. 
Kuburan sangat sepi. Namanya saja kuburan. Siang hari saja jarang orang datang. Apalagi malam. Ada cahaya lampu minyak menerobos keluar melalui celah dinding bambu rumah pak Blengur. Lirih pak Blengur melantung tembang Dandang Gula Mas Kumambang masuk ditelingan mbok Semi. Itu menandakan pak Blengur masih terjaga. Tembang yang begitu mendayu menusuk perasaan mbok Semi yang lagi jatuh cinta. Mbok Semi tidak segera mengetuk pintu rumah. Didengar dan dinikmatinya tembang yang dilantunkan pak Blengur. 
Pak Blengur yang ketika mudanya adalah pemain kethoprak dan merdu suarannya banyak dikagumi orang, dimana dan saat mana sedang senggang pasti melantunkan tembang. Pak Blengur tidak pernah hidup berumah tangga. Perasaan patah hatinya membuatnya tidak ingin lagi bersama dengan wanita manapun. Ketika muda pak Blengur mencintai seorang pesinden dalam satu robongan kethopraknya. Cintanya kepada pesinden Miranti yang cantik ternyata bertepuk sebelah tangan. Satu saat pak Blengur muda menyatakan cintanya kepada Miranti yang sangat digandrunginya, memperoleh jawaban kalau Miranti tidak menaruh rasa pada Blengur. Dan cintanya telah tertambat pada seorang Dalang Wayang Kondang dari desa jauh. Miranti memang mudah bergaul. Baik terhadap siapa saja. Jarang Miranti menolak ajakan siapa saja. Guroannya renyah. Celoteh omongannya ringan. Miranti sangat menyenangkan. Rupanya Blengur salah mengerti dengan apa yang dilakukan Miranti. Blengur pernah membelikan kain untuk Miranti. Diterima dengan senang. Blengur pernah menggamit tangan Miranti di satu malam saat pentas kethoprak. Miranti tidak menolak. Miranti bahkan tersenyum sangat cantik. Blengur pernah merangkul Miranti ketika Miranti mau naik tangga dan kainnya mebuat ribet dan menyebabkan pipi Blengur dan pipi Miranti beradu. Saat itu Miranti juga tersenyum sangat cantik. Blengur mengira Miranti juga menyukainya. Blengur terluka. Luka hati yang diderita Blengur sangat dalam dan sangat menyakitkan. Blengur bersumpah tidak akan hidup berdampingan dengan wanita kalau tidak dengan Miranti. Miranti dipersunting Dalang Wayang Kondang dan dibawa pergi jauh. Blengur semakin terluka. 
Pak Blengur telah menyelesaikan tembangnya. Mbok Semi mengetuk pintu rumah pak Blengur. Rumah kecil yang sebetulnya belum layak disebut rumah. Rumah seorang Juru Kunci kuburan. Keputusasaanya tidak bisa bersanding dengan Miranti Blengur memilih menyepi. Ia banyak berada di kuburan. Tidur, makan, dan apa saja dilakukan di kuburan. Blengur tidak mau bekerja. Blengur tidak mau bergaul dengan warga. Warga ahkirnya kasihan terhadap Blengur. Oleh warga Blengur diminta untuk jadi juru kunci kuburan. Blengur bersedia dan warga bergotong royong membangunkan rumah untuk Blengur. Apapun kebutuhan hidup Blengur warga yang mencukupi. Mendengar pintu diketuk orang pak Blengur sangat kaget. Tidak biasanya malam - malam begini ada orang datang mengetuk pintunya. Pak Blengur membuka pintu. Tanpa disuruh mbok Semi segera masuk ke rumah dan tubuhnya menyenggol tubuh pak Blengur karena sempitnya pintu. Tanpa disuruh pula mbok Semi langsung duduk di amben. Satu - satunya tempat duduk dan tempat tidur yang ada di rumah pak Blengur ini. Dengan disaksikan pak Blengur yang berdiri keheranan mbok Semi sibuk mengeluarkan bungkusan pisang goreng, tempe goreng dan jadah juga menuangkan wedang serbat ke gelas yang juga dibawa oleh mbok Semi dari kedai. " Duduk sini dik Blengur, ini wedang serbatnya panas. tempe dan pisangnya juga masih anget. Jadahnya buatanku kemarin. Gurih sekali lho dik ." Mbok Semi tanpa basa - basi langsung menawarkan makanan dan minuman bawaannya ke pak Blengur yang berdiri kaku terpaku, termangu dan bingung. Di Benak pak Blengur benarkah ini mbok Semi. Jangan - jangan mbok Semi jadi - jadian. Rasanya belum tentu setahun sekali ada orang malam - malam datang mengunjunginya. Ini tiba - tiba ada orang mengunjunginya malam - malam, perempuan lagi. Pak Blengur masih ragu apa betul ini mbok Semi sungguhan. Bukan mbok Semi jelmaan demit atau setan yang mencoba mengganggunya. Dipandanginnya tubuh mbok Semi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Melihat kaki mbok Semi yang ternyata menapak di tanah, pak Blengur lega. Berarti ini mbok Semi sungguhan. Kalau ini mbok Semi jadian pasti kakinya tidak menapak di tanah. " Sudah sini. Ayo duduk. Kita ngobrol sambil minum. Aku bukan demit, dik Blengur ." Mbok Semi lagi - lagi meminta agar pak Blengur segera duduk. Perlahan pak Blengur duduk di amben tempat tidur yang juga berfungsi sebagai tempat duduk jika ada orang datang. Pak Blengur meraih gelas dan diminumnya wedang serbat panas. Ada rasa hangat mengalir di tubuhnya. " Kurang manis dak dik wedangnya ?" Mbok Semi membuka percakapan setelah melihat pak Blengur tenteram. " Dak Yu ... malah kemanisan ." Pak Blengur mengambil sepotong pisang goreng dan memasukkannya di mulutnya. " Dik .... kamu ingat dak ta ... waktu dik Blengur kata orang sedang kesurupan, malam - malam dik Blengur mendatangi aku di kedai. Malam itu dik Blengur menyetubuhi aku. Tapi anehnya ketika dik Blengur menguliti tubuhku dari kain yang menempel dan dik Blengur menyentuh - nyentuh seluruh lekuk tubuhku, aka merasa, malah tidak hanya merasa dik, tapi sungguhan, tubuhku menjadi remaja lagi. Dan yang kurasakan malam itu aku bagai perawan yang sedang bercumbu dengan perjaka tampan. " Mbok Semi bertutur tentang kejadian malam itu tanpa basa - basi. Mbok Semi bukan tipe orang yang suka berputar - putar dan membuat kalimat - kalimat panjang untuk menyampaikan maksudnya. Mbok Semi lebih suka terus terang dan cepat sampai tujuan. Pak Blengur yang baru saja menelan habis pisang goreng dan tangannya berganti maraih tempe goreng dan akan segera memasukkan di mulut terhenti, karena penuturan mbok Semi. Pak Blengur kaget. " Ingat ta dik, kejadian malam itu ?" Mbok Semi mengharap pak Blengur ingat. " Yu ... aku tidak ingat. Dan aku tidak mengerti dengan apa yang yu Semi ceritakan ini." Pak Blengur lagi - lagi memandangi mbok Semi dengan penuh keheranan. " Aduh dik, lha dik Blengur itu melakukan. Dan mendengus - dengus di atas tubuhku, kok dak ingat ta dik ?" Mbok Semi mencoba menggugah ingatan pak Blengur. " Yu ... sungguh yu .....aku tidak ingat dan tidak mengerti dengan apa yang yu Semi katakan ini." Pak Blengur meletakkan tempe goreng yang sedang dipegangnya dan tidak jadi dimaksukkan ke mulut, karena tiba - tiba mulutnya kelu. Pak Blengur benar - benar tidak ingat kejadian malam itu. Ia tidak merasa pernah bersama mbok Semi. Pak Blengur bingung. Datang ke kedainya mbok Semi siang - siang saja tidak pernah. Ini aneh mbok Semi mengatakan dirinya datang malam - malam dan berhubungan badan dengan mbok Semi. Mendengar jawaban dan pernyataan pak Blengur yang tidak ingat peristiwa malam itu mbok Semi kecewa. Pikirannya melayang ke kejadian malam itu. Tubuhnya yang digerayangi pak Blengur. Rasa nikmat luar biasa yang dirasakan. Dan melayang - layangnya rasa tidak mudah dilupakan. " Lalu maksud yu Semi menemui saya malam - malam begini apa yu ?" Pak Blengur memecah kesunyian  karena masing - masing diam dan sibuk oleh pikiran masing - masing pula. " Aku ingin dik Blengur mengulangi kejadian malam itu. Aku sangat rindu dengan apa yang dilakukan dik Blengur malam itu. Sungguh, dik !" Mbok Semi menatap pak Blengur dengan penuh harap. Pak Blengur hanya bisa melongo. 
Mbok Semi yang datang ke pak Blengur dengan penuh hasrat tidak lagi peduli. Ia bahkan lupa akan jati dirinya yang sebenarnya sudah boleh disebut nenek. Keinginannya merasakan seperti apa yang dirasakan malam itu membuatnya tidak sungkan - sungkan dan tidak malu - malu lagi. Mbok Semi beranjak dari duduk dan berdiri di hadapan pak Blengur. Dilepasnya kain yang menutup bagian tubuh bawahnya. Mbok semi setengah telanjang. Diterangi lampu minyak yang menyala redup mata pak Blengur masih bisa melihat pusar mbok Semi dan kebawah lagi pak Blengur melihat gundukan kecil yang ditutup rambut - rambut keriting hitam legam. Mbok Sami walaupun sudah cukup usia rambutnya tidak segera beruban. Melihat itu jantung pak blengur tergetar juga. Mbok Semi semakin mendekat ke posisi pak Blengur duduk. Dan merapat. Pak Blengur yang sangat jarang menyaksikan pemandangan yang demikian deg - degan juga. Dan deg - degan semakin bertambah ketikan mbok Semi menempelkan bagian bawah yang telah telanjang ke tubuh pak Blengur. " Ayo dik diraba. Jangan malu - malu. Aku bersedia kok, dik ." Mbok Semi semakin mendekatkan miliknya ke tangan pak Blengur. Pak Blengur yang terus deg - degan tertarik juga untuk meraba. Hormon laki - lakinya tiba - tiba memenuhi saraf otaknya. Napas pak Blengur memburu. Pak Blengur nekat menarik tubuh mbok Semi dan jatuh dipangkuannya. Pak Blengur beraksi. Meraba seluruh bagian milik mbok Semi yang terbuka. Mbok Semi semakin nekat dilepasnya kain yang menutup bagian atas tubuhnya. Payudara yang jatuh nampak di mata pak Blengur. Payudara yang telah jatuh tetapi tetap menggunung karena tubuh mbok Semi segar dan cenderung gemuk berisi. Pak Blengur yang sangat jarang mendapat kesempatan seperti ini menjadi kesetanan. Pak Blengur juga segera melucuti pakaiannya dan tidak berapa lama kemudian pak Blengur dan Mbok Semi telah bergumul di amben. 
Mbok Semi merasakan enak, nikmat, tetapi tidak seenak dan senikmat malam itu ketika bergumul dengan pak Blengur yang kesurupann. Mbok Semi juga tidak mengalami perubahan phisik seperti malam itu yang tiba - tiba tubuhnya kembali muda. Tetapi mbok Semi tetap bisa melepas kerinduannya dengan pak Blengur. 

bersambung ..............



Senin, 17 September 2012



Cubung Wulung

                                                                                                              edohaput


Keduapuluhtiga

Tumi menemui Gudel. Siang tengah hari. Gudel sedang istirahat di bawah kerindangan pohon nangka di sawah. Tumi datang membawa teh dan makanan. Sengaja Tumi menemui Gudel. Tumi harus menemui Gudel. Tumi harus segera mengingatkan kekasihnya ini akan adanya jeratan oleh juragan Gogor. " Kang Gudel ini gimana ta ? Kalau pinjam uang di juragan Gogor tu pasti nantinya susah. Sawah yang tergadai ahkirnya hilang dimiliki juragan Gogor ." Tumi membuka pembicaraan setelah Gudel mereguk teh dan makan makanan yang dibawa Tumi. " Habis gimana Tum. Ternyata tabunganku ditambah dengan hasil penjualan emas yang kamu pinjamkan ke aku ternyata belum cukup ." jawab Gudel sambil terus menikmati makanan. " Ya kakangmu itu suruh bersabar dikit ta kang. Masak semua harus diadakan. Kalau kurangnya tidak banyak, nanti aku coba bilang bapak sama simbok. Kelihatannya bapak sama simbok punya tabungan, kang. " Tumi kembali menawarkan pinjaman kepada kekasihnya ini. " Ya aku malu ta Tum. Emasmu sudah saya pinjam, masak tabungan bapakmu dan mbokmu aku pinjam juga. " Kalimat Gudel diucapkan dengan nada sedih. " Dak usah malu kang. Aku tulus kok kang, membantu kang Gudel." Tumi membesarkan hati Gudel. 
Gudel sangat tahu kalau meminjam uang ke juragan Gogor dengan cara menggadai sawah, pasti sawahnya akan hilang, karena juragan Gogor pasti akan memberi tenggang waktu untuk melunasi pinjamannya sangat pendek. Uang dari mana untuk mengembalikan uang yang dipinjam dari juragan Gogor. Hasil panen tidak bakalan cukup. Sepuluh kali panenpun belum tentu cukup untuk mengembalikan pinjaman. Padahal kakaknya yang butuh uang untuk modal usaha tidak bisa diajak bicara. Ngertinya harus ada. Kalau tidak segera dicukupi pilihannya adalah sawah dijual saja. Kalau sawah dijual lalu apa yang akan dikerjakan Gudel dan keluarganya. 
" Gimana ya Tum. Aku bingung dan susah ." Nampak Gudel susah menelan jadah yang dibawa Tumi. " Dak usah susah dan usah bingung kang. Percaya aku. Aku akan merayu simbok dan bapak agar mau meminjamkan uangnya." Sekali lagi Tumi membesarkan hati perjaka pujaannya ini. " Pokoknya jangan pinjam uang sama juraga Gogor, titik." Tumi tegas. " Ya kalau gitu aku manut kamu saja, Tum." Kalimat pasrah Gudel diucapkan dengan nada lemas. 
Gudel yang sudah dua kali menggauli Tumi menjadi semakin tahu kalau Tumi benar - benar menginginkannya dirinya menjadi pacarnya. Tidak hanya sekedar pacar Tumi pasti mengingkan lebih dari itu. Kalau tidak mengapa Tumi mau berkorban membantu dirinya sejauh ini. Tumi pasti punya rencana yang jauh kedepan. Lalu bagaimana dengan hatinya yang saat ini masih terus tertambat di diri Menik ? Dengan Tumi dirinya tidak ada rasa yang istimewa. Biasa - biasa saja. Bahkan ketika menggauli Tumi dibayangkannya yang sedang dicumbu adalah Menik. 
Melihat wajah Gudel yang mulai tenteram, tidak lagi bingung mikir kebutuhannya, Tumi mulai merajuk. Tumi menempelkan tubuhnya di bahu Gudel yang besar kekar. Seperti biasanya kalau Tumi dekat Gudel, selalu mengatur strategi agar Gudel terangsang. Sambil menyandarkan tubuhnya di bahu Gudel, Tumi sedikit mengangkat - angkat pahanya dengan maksud agar rok bawahnya tersingkap dan Gudel akan melihat pahanya yang terbuka. 
Gudel tahu yang diinginkan Tumi. Apalagi Tumi baru saja mengatakan kalau akan lagi - lagi membantu dirinya, maka Gudel menyambut keinginan Tumi. Diraihnya tubuh Tumi sehingga berada di pelukannya. 
Siang tengah hari biasanya orang - orang di sawah pulang. Kecuali untuk istirahat mereka juga perlu mengisi perut. Mereka akan berangkat ke sawah lagi kalau matahari mulai miring ke barat. Sawah menjadi sepi orang. 
Gudel membimbing Tumi ke gerumbul semak yang rimbun. Beralaskan rumput Tumi terlentang kangkang di bawah tubuh Gudel yang sudah berhasil memelorotkan celana dalam Tumi. Gudel langsung menciumi buah dada Tumi yang sudah menyembul dari kainnya, karena Tumi sudah membukanya. Dari buah dada ganas Gudel beralih menciumi bibir, leher, dan menggigit - gigit kecil daun telingan Tumi. Tumi hanya bisa menjejak - jekakan tumit kakinya karena menahan rasa, sampai - sampai rerumputan di tumit Tumi tercabut dan tanah tergerong. Mulutnya tidak berhenti mendesah bagai orang mengigau. Tangan Tumi terus memegang erat mentimun Gudel yang masih berada di dalam celana kolor. " Kang .... aku sudah ... dak ...tahan ...kang.... ayo ... kang ...ayo !" Desah Tumi tertahan - tahan diantara napasnya yang memburu. Sebaliknya Gudel ingin Tumi kelabakan lebih dulu. Dengan begitu Tumi pasti nanti akan cepat sampai. Tangan Gudel yang sudah berada di selangkang Tumi, menemukan milik Tumi yang sudah begitu membasah. Dengan lembut Gudel dengan kedua jarinya membuka bibir milik Tumi dan jari tengahnya ditekankan di tengah - tengah dan di gesek - gesekkan halus. Tumi menggelinjang hebat. Ternyata jari Gudel membuatnya sampai. Mulut Tumi tidak bisa melenguh karena tersumpal bibir Gudel yang terus menjulurkan lidah dan bermain di rongga mulut. Terbeliak - beliak mata Tumi mengekpresikan kenikmatannya. Gudel sangat senang melihat Tumi demikian. Gudel percaya Tumi akan semakin merindukannya. Dan akan semakin menyukainya. Gudel percaya Tumi pasti akan membantu kesulitannya. "Eeehhhggg ...... Eeehgg .... eeehhgg.......eeehhgg....!" Tumi hanya bisa begitu dan terus mengangkat - angkat pantatnya. Gudel memelorotkan celana kolornya dan segera mengarahkan mentimunnya ke milik Tumi yang sudah sangat menunggu untuk dihunjam. Gudel yang sudah tidak ingat lagi siapa yang ada di bawahnya Menik apa Tumi langsung menyodokkan mentimunnya. Bibir Tumi yang terlepas dari sumpalan bibir Gudel menjerit tertahan. Dan Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali memejamkan matanya dan menggeleng - gelengkan kepalanya seraya tangannya mencoba mencari - cari pegangan. Sementara itu Gudel terus memacu mentimunnya keluar masuk di milik Tumi dan khayalnya Meniklah yang sedang digaulinya. Wajah Tumi yang terus menampakkan ekpresi kenikmatan dilihat sebagai wajah cantik Menik yang sedang menerima gelora cintanya. Desahan dan rintihan Tumi didengarkan sebagai lenguhan Menik yang merdu membuat Gudel semakin sayang. Geliatan nikmat Tumi dirasakan sebagai geliatan Menik dan membuat birahinya menjadi semakin bertambah - tambah. Tidak lama kemudian Gudel terpekik. Hampir saja mulut Gudel menyebut nama Menik. Tumi mengejang. Mereka sampai bersama - sama. Dan membuat semak belukan menjadi ikut bergoyang - goyang. 
Setiap kali sehabis melakukan dengan Tumi ada perasaan menyesal di hati Gudel. Sepertinya dirinya telah mengkhianati Menik. Gudel merasa berdosa. Merasa membohongi Menik. Lalu apa yang akan dilakukan Menik jika Menik tahu. Rasa cintanya kepada Menik rasa sesal Gudel begitu dalam. Sejak malam itu ketika ia secara tidak sengaja bisa mencumbu Menik, cinta Gudel kepada Menik begitu dalam. Rasa sayang dan cintanya kepada Menik memenuhi seluruh ruang hatinya. Rasanya tidak tersisa untuk Tumi. Lalu atas dasar apa yang baru saja dilakukannya dengan Tumi. 
Angin semilir mengalir menggoyangkan kembang - kembang jagung yang mulai mekar. Wanginya  daun kemangi dan daun adas begitu membuat segar udara persawahan. Diikuti langkah Gudel Tumi berjalan di atas pematang sawah. Hati Tumi sangat berbunga - bunga bisa berduaan dengan pria yang dipujanya. Yang dicintainya dan disayanginya. Tumi sangat berharap apa yang baru saja dilakukannya dengan Gudel akan membuatnya hamil. Tumi tahu hanya dengan dirinya hamil, maka Gudel akan bisa dimilikinya. Ia sangat takut kehilangan Gudel. Apapun akan dilakukannya untuk dapat memiliki Gudel dan bersanding selamanya dengannya. 

bersambung ..........................





Kamis, 13 September 2012

Cubung Wulung 

                                                                                                         edohaput


Keduapuluhdua

Juragan Gogor mengalihkan perhatiannya ke yu Jumprit. Juragan Gogor percaya kalau yang mewarisi jimat Nyi Ramang yang berujud batu akik kecubung wulung itu adalah yu Jumprit. Dibuktikan dengan telah berhasilnya yu Jumprit menyembuhkan pak Blengur dari kesurupannya. Juragan Gogor akan mendekati Yu Jumprit, agar yu Jumprit mau menukar jimat itu dengan uang. Ia akan menyediakan uang berapapun yang diminta yu Jumprit. Juragan Gogor yang semula juga termakan isu kalau jimat itu telah dijual oleh pak Pedut kepada seorang juragan kaya kini tidak lagi lagi percaya dengan rumor itu. Apa yang disangkakan warga kalau pak Pedut telah kejam kepada warga dengan menjual jimat warisan Nyi Ramang tidak terbukti. Karena ternyata jimat itu masih ada dan diwarisi oleh yu Jumprit. " Cing dan kamu Tobil segera cari cara. Dekati yu Jumprit. Segera tawarkan uang sebanyak - banyaknya. Jimat itu harus segera bisa beralih ke tanganku !" Juragan Gogor sambil memelototi kedua pembantu setianya. " Siap juragan !" Jawab Plencing dan Tobil serempak. " Jangan terlalu lama jimat itu di tangan yu Jumprit. Sebab nanti kalau lama - lama di tangan yu Jumprit, dan semakin banyak orang datang ke yu Jumprit untuk minta ditolong, akan lebih sulit jimat itu lepas dari tangan yu Jumprit " Juragan Gogor ceramah. " Siap juragan kami mengerti " Jawab Tobil dengan manggut - manggutkan kepala. Plencing juga ikut manggut - manggut. " Lalu bagaimana dengan Tumi, Juragan ?" Tobil mengingatkan juragannya tentang Tumi. " Bodoh amat kalian ini. Kalian kan bisa sambil menyelam minum air. Sambil mendekati yu Jumprit. Sambil pula kamu dekati Tumi. Sebenarnya aku sudah sangat ingin meniduri Tumi. Dah dua pekerjaan ini harus segera kamu lakukan. Jimat itu segera didapat, dan aku juga harus segera bisa bersama Tumi !" Juragan Gogor semangat sambil merogoh saku dan melempar lembaran - lembaran uang di atas meja. Tobil dan Plencing berebut memunguti lembaran uang yang terserak di meja. 

Tobil dan Plencing segera mengatur strategi untuk bertemu dangan yu Jumprit dan Tumi sambil menikmati wedang serbat dan goreng tempe di kedainya mbok Semi. " Mana kang yang lebih dulu kita temui. Yu Jumprit apa Tumi ?" Plencing usul. " Yu Jumprit dulu saja, cing. Yu Jumprit lebih penting " Jawab Tobil mantap. " Kalau menurut aku tidak kang. Kita ke Tumi dulu. Kalau nanti kita bisa merayu Tumi pasti juragan kita akan sangat senang. Dan juragan kita akan terlena. Mungkin lalu lupa dengan jimat. Dengan itu kita bisa punya waktu untuk merayu yu Jumprit. Yu Jumprit pasti tidak gampang di ajak bicara lho, kang " Kilah Plencing masuk akal. " Aku setuju Cing, lalu kapan ? " Tobil menyerutup wedang serbat yang panas. " Ya nanti malam saja ta kang. Kelihatannya Tumi sedang senggang kok. Kemarin aku lihat Tumi cuma duduk - duduk saja di rumah. Ia sekarang sedang jarang pergi  ke sawah karena lahannya baru di cangkuli untuk tanam kubis " Plencing memeberi penjelasan pada Tobil. " Kok bicaranya bisik - bisik to Cing dan kamu tobil, rahasia ya ? " Sapa mbok Semi menggoda pelanggan yang setiap hari pasti datang ini. " Hus..... dak ada rahasia rahasiaan, mbok ! Dan berapa aku pisang empat, kamu berapa kang tempe dan pisangnya ". Plencing mengansurkan lembaran uang ke mbok Semi. " Yang kecilan saja Cing, mosok uangnya gedi banget ." Mbok semi menerima pecahan uang yang jarang diterimanya. " Ambil saja kembaliannya, mbok. besuk kalau kesini kan tidak perlu bayar !" Plencing dengan sombongnya lalu bergegas meninggalkan kedai dan mbok Semi yang melongo.

Udara malam terasa hangat karena mendung menggelayut di atas gunung. Karena malam baru saja tiba dan udara tidak dingin, Tumi duduk - duduk di lincak bambu yang ada di teras rumah. Di bawah lampu yang menyala tidak terlalu terang Tumi menikmati cemilan. Harapannya Gudel lewat di depan rumah. Atau mungkin Gudel akan sengaja datang mengunjunginya. Yang muncul beberapa saat kemudian bukan Gudel. Melainkan Tobil dan Plencing. Yang langkah - langkahnya nampak gagah. " Lagi apa Tum. Kok berada di luar ?" Sapa Tobil. Dasar Tumi maka jawabannyapun seenaknya. " Ya lagi nunggu sampean - sampean itu, kang. Endak ...kang di dalam rumah gerah. Etung ..etung ... di luar, siapa tahu ada perjaka lewat, kan bisa diajak, anget - anget ta kang ." Tumi tertawa lepas. " Lha saya dan kang Tobil ini kan juga perjaka ta Tum. Yo anget - angetan !" Plencing menggoda Tumi sambil tertawa juga. " Ah kang Tobil dan kan Plencing kan perjaka tua. Kenapa ta kang Tobil sama kang Plencing ini kok tidak berani nikahan ?" Tobil dan Plencing mendapat jawaban dari Tumi yang membuat mereka tersipu malu. Tobil dan Plencing memang perjaka yang sudah kelewat umur. Disebabkan pengabdian totalnya kepada juragan Gogor membuat Tobil dan Plencing kurang memperhatikan dirinya sendiri. " Jangan - jangan kang Tobil dan kang Plencing ini banci ya ?" Tumi semakin menghantam Tobil dan Plencing sambil ngakak. Tobil dan Plencing semakin tersipu. Untung saja Plencing bisa menanggapi kalimat Tumi : " Lho aku sama kang Tobil ini kalau belum ada wanita yang kayak bidadari, dak niat Tum.. " Plencing menyombongkan diri. Mendengar Plencing sombong Tumi semakin menghatam : " Ya karena tidak ada perawan yang mau saja ta kang ." Lagi - lagi Tumi tertawa lepas. Tobil dan Plencing tidak lagi punya kalimat untuk menanggapi ledekan Tumi. Maka Tobil dan Plencing hanya mengikuti Tumi tertawa. " Ada apa kang kok menghampiri aku ?" Tumi serius. " Ah endak Tum ... cuma mampir saja. Kebetulan kamu berada di luar rumah. Sapa tahu nanti dapat teh panas ." Jawab Tobil bohong. " Ah ....yang bener . Kalau memang ada maksud katakan saja kang. Tumben lho kang Tobil dan kang Plencing ini walau cuma mampir ." Tumi mendesak Tobil dan Plencing. Tobil dan Plencing jadi kelimpungan. Apa yang harus dikatakan selanjutnya. Ahkirnya tanpa basa - basi lagi Plencing terus terang : " Yang bener gini Tum. Aku dan kang Tobil kesini ini disuruh juragan Gogor. Juragan Gogor ingin ketemu sama kamu. Juragan Gogor mau minta pendapatmu. Isteri keduanya minta dibelikan liotin berlian. Tapi isterinya tidak mau diajak ke kota. Juragan Gogor bingung. Seperti apa berlian yang disukai wanita itu. Jadi Juragan Gogor mau minta pendapatmu. Kerana juragan Gogor tahu lho Tum kalau kamu suka pinter milih - milih perhiasan ." Plencing mengeluarkan jurus merayunya. Tobil menimpali dengan kalimat yang tak kalah jitunya : " Bener Tum. Aku juga heran. Mengapa kamu yang dipilih juragan Gogor untuk diminta pendapatnya. Itu berarti di mata juragan Gogor kamu itu orang hebat, Tum. Iya kan ?" Tumi hanya bisa mengerinyitkan dahi. Tumi merasa tersanjung. " Ah kang Tobil dan kang Plencing ini ada - ada saja ." Tumi agak tersipu malu. " Juragan Gogor itu orang terpandang. Kaya raya. Mengapa aku ta kang ?" Tumi ragu. " lha itu Tum. Tandanya Juragan Gogor sangat menghargai kamu . " Plencing menambah rayuannya. Tumi merasa bangga. Juragan Gogor menghargainya. Siapa warga tak bangga bila diajak bicara juragan kaya. Bahkan kini dirinya akan diminta pendapatnya. Tumi tiba - tiba merasa dirinya menjadi orang yang begitu penting. " Lalu kapan kang Juragan Gogor mau ketemu aku ?" Tannya Tumi serius. Hati Tobil dan Plencing berjingkrak. Tumi telah kena rayuan dan jeratannya. " Ya sebaiknya segera Tum. Nanti aku kabari. Aku mau sampaikan dulu ke juragan Gogor kalau kamu bersedia. Nanti Juragan Gogor pasti ingin segera. Karena isteri keduanya dah rewel terus segera minta dibelikan berlian ." Plencing bohong. " Oh iya Tum. Kemarin lusa Gudel datang ke rumah Juragan Gogor mau pinjam uang. Katanya mau digunakan untuk nutup sawahnya yang mau dijual bapaknya." Mendengar penuturan Plencing yang ini Tumi sangat kaget. Bukankah semua perhiasan emasnya telah dipinjamkan kepada Gudel. Apa ternyata masih kurang ? Kenapa Gudel tidak membicarakan dengannya ? Tumi Gundah. Tumi galau. Perasaan bangganya akan diminta pendapatnya oleh juragan Gogor tentang berlian, tertindih oleh perasaan kacaunya memikirkan Gudel. 
Tobil dan Plencing sekilas memperhatikan wajah Tumi yang tiba - tiba jadi muram. Tobil dan Plencing juga sudah mendengar selentingan kalau Tumi menyukai Gudel. Bahkan Tobil dan Plencing juga mengetahui kalau Tumi dan Gudel pernah ke hutan berdua. Maka Tobil dan Plencingpun mengabari Tumi tentang Gudel yang datang ke Juragan Gogor mau pinjan uang. Melihat wajah Tumi jadi muram Plencing dan Tobil menyesal mengapa mengatakan itu. Dari pada melihat wajah Tumi yang muram dan takut Tumi akan berubah pikiran, maka Plencing dan Tobil segera berpamitan. " Ya dah Tum aku pulang dulu. besuk segera aku kabari kapan kamu bisa diterima juragan Gogor. " Plencing dan Tobil berdiri dan meninggalkan Tumi sendiri di lincak. Tumi tidak menjawab karena pikirannya sedang melayang ke Gudel. 

Mendung yang bergelayut di atas gunung hilang terbawa angin. Udara menjadi begitu dingin. Di kamar Tumi menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Pikirannya terus teringat Gudel. Kenapa kang Gudel mau meminjam uang ke juragan Gogor. Jangan - jangan nanti sawahnya malah hilang karena tidak bisa mengembalikan uang pinjaman kepada juragan Gogor. Juragan Gogor terkenal sebagai orang kaya yang suka menjerat orang yang sedang terjepit masalah. Biasanya juragan Gogor menggadai sawah orang dengan memberikan batas waktu yang pendek. Dengan maksud orang akan sulit mengembalikan pinjaman uangnya dan ahkirnya sawahnya dimiliki juragan Gogor. Juragan Gogor bukan renternir, tetapi kalau ada orang pinjam uang kepadanya pasti dijerat dengan tenggat waktu pengembalian yang pendek. Yang ahkirnya orang susah untuk dapat segera mengembalikan pinjamannya. Tumi takut hal itu juga akan terjadi menimpa Gudel kekasihnya. Tumi sangat gelisah. Matanya tidak mau terpejam. Rasanya menjadi tidak kantuk. Ingatannya pada Gudel campur baur antara sedih, kacau, gelisah, galau, tumpang tindih dengan rasa rindunya dengan kekasihnya itu. Kekasihnya yang telah penah membuatnya bahagia di hutan. Kekasihnya yang telah pernah membuatnya memperoleh kenikmatan ketika bercinta di rumah. Kekasihnya yang amat diharapkan bisa menghamilinya. Tumi memang berharap bisa hamil dari hasil persetubuhannya yang kedua kalinya dengan Gudel. Tetapi tanda - tanda dirinya hamil belum ada. Tumi harap - harap cemas jangan - jangan hubungan keduanya juga tidak membuah hasil. Dari dalam selimut dirabanya perutnya. Masih tetep tipis. Tangannya terus melorot ke bawah dan meraba - raba miliknya. Tumi yang kalau tidur selalu melepas celana dalamnya bisa menyentuh miliknya sendiri. Drasakan hangat. Tiba - tiba di alam pikirnya miliknya sedang diraba Gudel. Tumi menjadi terangsang. Tangan dan jarinya menjadi terus bermain di miliknya sendiri. Sesaat kemudian tidak sadar Tumi mendesah. Dan miliknya menjadi basah. Sehabis itu seluruh tubuhnya terasa enak dan lemas. Dan perasaannya kembali tenteram. Tumi tertidur. 

bersambung ......................