Rabu, 23 Mei 2012



Cubung Wulung

                                                                                                                                        edohaput

 Pertama

Menik menuruni tebing menuju sungai tempat para perempuan mandi. Tumi teman sebaya Menik mengikuti dari belakang. Di tangan masing - masing menenteng gayung berisi sabun, dental, sikat gigi dan sampo. Hari menjelang sore. Di atas persawahan burung - burung terbang rendah menuju tempat hinggap untuk tidur. Sekumpulan burung kuntul ramai berceloteh mencari tempat tidur di pucuk - pucuk bambu. Ratusan burung pipit kembali ke sarang. Udara gunung sejuk. Angin bertiup menerpa tubuh Menik dan melambai - lambaikan rambutnya yang tergerai. Tumi mendorong -dorong tubuh Menik agar langkahnya dipercepat. Tumi ingin segera sampai di kedung. Tumi ingin segera ikut bercanda tawa dengan perempuan - perempuan lainnya disana. 
Di sungai ramai para perempuan tua muda berkecipak air kedung yang bening, bersih dan dingin. Dengan batu halus sebesar kepal para perempuan telanjang saling bergantian menggosok punggung. Mereka tidak malu - malu duduk di bebatuan pinggir kedung. Ada yang seenak kangkang. Ada yang nungging. Ada juga yang rebahan sambil menggosok - gosok dadanya dengan batu halus. Batu halus adalah alat yang biasa digunakan untuk menggosok tubuh agar dekil keringat di tubuh terlepas. Semua memiliki batu halus. Yang membuat ramai kedung adalah ketika mereka saling menggosok pungung. Mereka membuat lingkaran dan saling menggosok pungung. Di sinilah banyak terjadi canda tawa ria karena omongan mereka tentang tabiat lakinya. Ada juga yang nakal memegang - megang milik orang yang sedang digosoknya. Bahkan tidak jarang mereka saling remas payudara sambil meledakan tawa renyah. Ada juga yang nekat mengelus milik orang yang di depannya dan menyebabkan yang dielus kaget dan segera mengatupkan pahanya sambil menjerit senang. 

Tumi berjalan mendahuli Menik. Sesampai di kedung langsung melepasi pakiannya dan segera terjun di kedung menyebabkan air berjibur memercik keluar kedung. "Dasar Tumi. Tuh pakaianku kena cipratan air !" Teriak perempuan setengah baya yang sedang menggosok - gosok pahanya dengan batu halus. Tumi yang dikata - katai hanya tertawa lepas dan segera membawa tubuhnya yang tanpa penutup ke tepi kedung mengambil sambun dan batu halus. Sambil berdiri tanpa malu - malu Tumi segera menyambuni tubuhnya. Tak luput dadanya dan selangkangannya digosoknya dengan sabun. 
Dari berdiri Tumi kemudian jongkok dan mengambil batu halus dan menggosok tubuhnya sambil sesekali meringis ketika tepat di tengah selangkangannya tersentuh sabun. " Ayo Nik, segera nyebur ke air !" Teriak Tumi sambil terus menggosok tubuhnya. Menik tak menanggapi Tumi. Dengan kalemnya ia melepas baju atasnya. Nampak dadanya ada gunung kembar kencang, menjorok ke depan. Angin yang datang menerpa - nerpa rambutnya dan sesekali rambutnya menutup - nutup dadanya. Tanpa melepas rok bawahnya Menik masuk ke kedung dan menenggelamkan tubuhnya. Muncul lagi dan segera ke tepi kedung untuk menyambuni tubuhnya. " Nik mbok sekali - sekali kamu mandi rok bawahnya dilepas. Kayak aku dan yang lain - lain. Kenapa pa ta kok dak pernah dilepas rok bawahnya ?" Celoteh Tumi kepada teman akrabnya yang memang tak pernah melepas rok bawahnya ketika mandi. Yang dicelotehi begitu tenang saja. Tak menanggapi sedikitpun. 
" Malu ya Nik ? Malu kalau dilihat rambutnya yang lebat item berintik ya ?" Goda Tumi. Menik tetap tak menghiraukan ocehan Tumi. Tangannya malah asyik mengelus - elus payudaranya dan menggosok - gosoknya dan sesekali membasahinya dengan air dan sabun. Sehingga payudaranya menjadi licin mudah digosok berputar - putar. Dengan sabun Menik membersihkan selangkangannya pula. Dan ketika Menik membuka - buka rok bawahnya yang basah menempel paha ia mencoba membelakangi Tumi. Tumi yang tahu kebiasaan Menik kembali nyelutuk : " Ih .... sama -sama perawan saja kok malu ta Nik ....Nik ... !" Tumi meluncurkan kalimatnya sambil berdiri dan memperlihatkan punyanya kepada Menik yang mebelakanginya. " Ni .... aku tidak malu punyaku kau lihat. Ni..... rambutku juga lebat kan ? Nik ...lihat ni... punyaku mlenuk kan ?" Tumi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa menggoda Menik. Menik hanya melirik punya Tumi yang memang berambut lebat, mlenuk dan sedikit tampak belahannya. Diam - Diam Menik mengagumi lekuk - lekuk tubuh milik Tumi. Paydaranya begitu indah menempel di dadanya. Puting kecil memerah ranum. Kencang dan tegak. Tidak beda jauh dengan apa yang dipunyainya. Hanya saja milik Menik payudaranya sedikit lebih kecil. Namum Menik memiliki kelebihan di pantat. Pantat Menik lebih gempal dari pada pantat Tumi. 

Tumi gadis bawel. Banyak omong. Suka mengolok - olok, tetapi hatinya lembut. Tak mudah tersinggung. Suka bergurau. Tumi perawan polos yang tidak suka menutup - nutupi perasaannya. Suka bilang suka, tidak bilang tidak. Tidak ada putih dikatakan hitam oleh Tumi. Selain itu Tumi memang gadis  yang tidak suka menyembunyikan apa yang ada di pikirannya dan apa yang menempel di tubuhnya. Seperti gadis desa yang lainnya Tumi lugu, polos dan jujur. Cuma saja Tumi punya kelebihan yaitu suka ceplas - ceplos. Kalau sudah ngomong semua bisa terbeber.

Kedung berangsur sepi. Para perempuan yang selesai mandi pada meninggalkan kedung. Tinggal Menik dan Tumi yang masih berada di kedung. Matahari sudah tidak lagi nampak karena terhalang gunung. Udara semakin dingin. Suasana kedung menjadi sepi dan mulai gelap. Bergantian Menik dan Tumi saling menggosok punggung. Seperti biasanya Tumi nakal. Ketika ia sedang memperoleh giliran menggosok punggung Menik, Tumi langsung memeluk Menik dari belakang dan menempelkan dadanya kemudian menggosok - gosokkan di punggung Menik dan menggoyang - goyangkannya. Dengan begitu Tumi memperoleh rasa yang enak di payudaranya. Sebaliknya Menik yang punggungnya terasa disodok - sodok dan digosok - gosok daging kenyal, punggungnya merasakan kehangatan. Kalau sudah begitu Menik biasanya langsung tangannya mencari - cari yang ada di selangkangan Tumi. Dan Tumipun segera memasangkan selangkangannya untuk diraba tangan Menik. Ketika tangan Menik sampai, Tumi mulai meringis dan tawanya yang nyekikik tertahan - tahan karena tangan Menikpun mulai nakal. Ketika tangan Tumi mau membalas meraba punya Menik, dengan cepat Menik  pasti menepis tangan Tumi. " Punyaku saja boleh kau raba, kenapa punyamu dak boleh aku penggang ta Nik ? Belum pernah lho Nik aku lihat punyamu. Mbok tak lihat sekali saja Nik !" Tumi merajuk agar Menik mau memperlihatkan punyanya. Kalau sudah begitu Menik pasti segera menyebur ke air. Seperti biasanya yang seperti ini hanya berlangsung sesaat. Kemudian kedua kembali menyeburkan diri di kedung dan menyelesaikan mandinya. 

bersambung ...................